Break Even

By pe-nath

1.9K 219 32

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Judul sebelumnya: How Can? Terjerat kasus pembunuhan dan harus mendekam di balik jer... More

1. Anak Pembunuh
2. Ucapan Selamat
4. Terjebak
5. Ayah Nyakitin Bunda, Ya?
6. Ngapain Tante Kaia?

3. Suara

324 40 5
By pe-nath

3. Suara










Keano perlu berterima kasih pada Melody. Terlepas kesetiaan wanita itu, istrinya adalah bentuk nyata dari keajaiban Tuhan. Memang perempuan mana yang masih mau bertahan ketika pasangannya dituding sebagai pembunuh, lalu dihukum dibalik jeruji hingga belasan tahun lamanya. Ditambah saat itu si perempuan tengah mengandung. Padahal bisa saja Melody menceraikan Keano. Toh, dia masih muda, cantik, pintar, dan berpendidikan, meski keluarganya tak secemara keluarga Keano.

Mata Keano tertuju pada Melody yang masih terlelap di sampingnya. Ck, mereka tidak melakukan apa-apa. Keano cukup tahu diri. Setelah belasan tahun pergi dan meninggalkan banyak duka, tidak mungkin ia pulang lalu meminta jatah. Walau ada kemungkinan Melody mau menuruti --mengingat statusnya sebagai istri, tapi Keano tak melakukan. Cukup bisa pulang ke anak dan istrinya saja, Keano sudah sangat bersyukur.

Membuang napas, bapak satu anak itu mengulurkan tangan --membenahi kancing daster Melody yang lepas dan sedikit merosot, memperlihatkan belahan dadanya. Biar Keano tebak, pasti istrinya tidak mengenakan bra. Kata wanita itu, supaya lebih rileks dan bebas. Tapi Keano juga pernah dengar, melepas bra saat tidur dapat mengurangi risiko kanker payudara. Namun, Keano tidak sepenuhnya paham. Yang jelas sekarang otaknya mulai travelling.

Bicara dari sisi mesumnya, selain jauh lebih dewasa dari belasan tahun lalu --saat pertama kali mereka berumah tangga dan sering ribut entah dari masalah sepele sampai sepele banget, postur tubuh Melody tidak pernah berubah. Malah tambah menarik di mata Keano. Bahkan bentuk dada istrinya jauh lebih besar dan berisi. Sial!

Pikiran itu langsung terinterupsi oleh Melody yang tiba-tiba membuka mata. Buru-buru Keano menarik tangannya dari daster Melody. "Mas?" Pria itu menyungging senyum kikuk. "Mas ngapain?"

"Mas nggak bisa tidur," ujar Keano, jujur.

"Terus, kenapa tangannya nemplok di daster aku?" sembur Melody dengan tatapan menuduh.

Keano berdecak. "Pertama, kancing dastermu lepas, jadinya Mas inisiatif benerin. Kedua, kalaupun Mas ngapa-ngapain kamu, misal pegang dada, emangnya kenapa? Dan terakhir, kamu nggak pake bra?"

Lolos dengkusan dari bibir Melody. "Tidur, Mas. Nggak usah mesum."

Giliran Keano yang mendengkus, walau kemudian menurunkan wajah agar sejajar dengan Melody, dan mendekat. "Kan udah lama nggak mesum sama kamu," selorohnya, mengerling genit. "Boleh pegang nggak?" izinnya, melirik bagian dada. Dan Melody tampak salah tingkah. Keano segera menariknya ke dalam dekapan. "Bercanda, Sayang. Mas tahu kamu butuh waktu. Setelah belasan tahun tidur sendiri, tiba-tiba ada Mas lagi, pasti kesannya aneh ya?" Tertawa getir. "Maaf ya, kalau Mas belum bisa jadi suami yang baik."

"Siapa bilang?" Melody menangkup wajah Keano, lantas tanpa komando ia kecup bibir pria itu sekilas. "Aku selalu bersyukur atas apa yang Tuhan kasih ke aku. Punya suami ganteng tapi galak, punya anak remaja yang ngeselinnya niru Mas, punya mertua yang super baik, punya adik ipar yang humble dan supel, punya dua adik laki-laki yang meskipun satunya iseng nggak keruan, tapi mereka selalu support dan care sama aku, dan semua orang yang ada di sekitarku."

"Mama-papamu?" Keano menaikkan satu alis.

"Papa selalu ada di hati, Mas. Nggak perlu aku deskripsikan bagaimana hebatnya beliau."

"Sayang ...," gumam Keano, meraih salah satu tangan Melody yang menempel di pipi, untuk dikecup dengan mesra. "Mas tahu, nggak ada anak yang ingin orang tuanya berpisah. Dan nggak ada anak yang akan baik-baik aja ketika orang tuanya memilih berpisah, apa pun alasannya." Jeda, napasnya dihela. Ia kecup lagi tangan sang istri. "Bahkan Mas juga takut kalau suatu saat Nancy jauhi Mas setelah dia tahu, selama ini Mas ke mana. Tapi ... mau seperti apa pun orang tua, orang tua tetap harus diterima, 'kan?"

Melody tidak merespons, kepalanya menunduk.

"Anak nggak bisa memilih akan seperti apa orang tuanya nanti dan orang tua ..." Menatap Melody lekat-lekat, "... wajib menerima bagaimanapun anaknya nanti." Keano mendadak bijak. "Karena hidup itu bukan cuma tentang pilihan dan persaingan, tapi juga penerimaan."

Kali ini Melody mengangguk setuju, wajahnya terangkat --bertemu pandang dengan Keano.

"Besok ketemu Mama, mau?" tawar Keano, "Mas sekalian mau silaturahim."

"Mama sering nengokin Nancy, dateng ke sekolahnya, kadang ngajak dia jalan-jalan. Pokoknya Nancy tuh dimanja banget," beber Melody. "Tapi bukan itu masalahnya. Aku cuma bingung aja; apa begini cara seorang ibu menebus rasa bersalahnya?" Tersumir senyum masam di bibirnya. "Dulu, Mama lebih milih pria bule dan ninggalin kami. Bahkan waktu aku nikah, punya anak, wisuda, dan berbagai momen penting yang aku harap ada Mama di sana, Mama nggak pernah peduli. Mama kayak orang asing buat aku. Justru aku ngedapetin itu dari orang tua Mas dan Papa."

Sekarang ganti Keano yang diam, mendengarkan.

Sudah lama mereka tidak berbagi luka seperti ini.

"Aku kadang ngerasa kayak anak piatu, tapi aku punya ibu," sambung Melody, meneteskan air mata. "Mas tahu?" mulainya, mengoper topik yang lebih serius. "Waktu hamil Nancy, aku sempet kepikiran untuk gugurin anak kita." Keano tidak tahu soal ini. Dan tentu saja ia shock. "Saudara kita pada ngomongin Mas. Kayak istri lagi hamil, suaminya malah kriminal. Gitu-gitulah." Rahang Keano kontan mengeras. "Awalnya aku nggak peduli, tapi lama-lama sakit juga. Apalagi waktu Tante Siska bilang; Melody nggak akan mau sama Keano kalau Keano bukan dari keluarga berada. Waktu itu 'kan awal-awal Daddy masuk partai, terus bisnis Mami juga lagi naik-naiknya, ditambah kamu cucu mantan presiden, mungkin yang ditangkap keluarga Mas, aku mau sama Mas karena materi. Padahal papaku lebih dulu masuk politik, mamaku sering wara-wiri di TV karena karya-karyanya, jadi kalau aku boleh sedikit sombong, aku nggak butuh crazy rich, karena aku sendiri bagian dari mereka."

Keano tidak tersinggung atas pernyataan sang istri.

"Tapi untungnya ada Mami sama Daddy yang selalu support aku."

"Maafin keluarga Mas ya?" lirih Keano.

Melody menggeleng. "Mas nggak perlu minta maaf. Aku cuma pengin Mas tahu aja gimana mereka selama Mas nggak ada, khususnya yang nggak suka sama papaku."

"Kenapa?" Keano mengernyitkan dahi.

"Dua atau tiga bulan sebelum hari ini, ada yang bilang ke Nancy, tapi aku nggak tahu dia siapa karena Nancy nggak mau jujur. Tapi intinya, orang itu keterlaluan banget!" ungkap Melody, air matanya menetes lagi. "Dia bilang Nancy lahir tanpa ikatan pernikahan."

Keano terkesiap.

Nancy lahir tanpa ikatan pernikahan?

Jelas ini salah.

Keano dan Melody menikah hampir lima belas tahun silam setelah berpacaran kurang lebih sekitar enam bulan. Dan untuk mendapatkan kepercayaan dari Tuhan, mereka menunggu selama satu setengah tahun. Sayang, ketika Nancy hadir di rahim Melody, Keano harus pergi.

"Terus, kamu jelasin ke Nancy kalau itu nggak bener?" cecar Keano.

Satu tarikan napas berat Melody membuat Keano meringis sejadi-jadinya. Wanita itu menggeleng. "Nancy nggak mau denger penjelasanku. Dikasih tahu Mami, Daddy, Tante Alyssa, Om Akbar, Tante Naila, sampai Eyang pun, dia tetep tutup telinga."

Keano menggersah, ternyata memang tidak mudah mendidik anak. Tapi bukan berarti sulit. Hanya saja tantangan yang harus Keano hadapi mulai sekarang akan berkali-kali lipat lebih rumit, karena dari yang awalnya calon ayah, tiba-tiba anaknya sudah sebesar ini. "Nanti kalau dia nanya lagi, biar Mas yang jelasin ya?"

"Iya," angguk Melody, kembali memeluk Keano.

Untuk beberapa saat mereka saling berbagi pelukan, hingga di menit ke tiga, Keano mengurai dekapan. Ia tatap manik mata sang istri dengan kabut penuh gairah selagi tangannya mampir ke dada Melody dan membuat sang empunya tersentak kaget. Diremasnya payudara wanita itu dengan tempo lembut. Keano hilang akal. Rindunya tidak bisa dibendung lagi. Ia menginginkan Melody seutuhnya. "I want you, Mel."










HOW CAN?






"Pagi, Sayang," sapa Keano begitu Melody membuka mata. Entah sejak kapan pria itu bangun, yang jelas jantung Melody hampir copot menyadari keberadaan Keano. Tubuh mereka masih terbungkus selimut setelah semalaman panjang saling meleburkan hasrat.

"Pagi, Mas," balas Melody.

Keano tarik tubuh istrinya untuk dipeluk, disusul kecupan lembut di kening wanita itu. "Makasih ya," ucapnya, disambut anggukkan Melody, kemudian keduanya berbagi pelukan lagi. "Mulai hari ini Mas bakal handle kafe dan antar jemput kamu sama Nancy." Melody mendongak. "Murid-murid kamu pasti patah hati banget."

Melody mendengkus geli. Bicara soal pekerjaan, wanita berusia 33 tahun itu berhasil mematahkan pandangan murid-murud tentang guru BK yang galak dah nyebelin. Melody termasuk guru yang sabar tapi tegas, itulah kenapa banyak murid yang akrab dengannya, bahkan para siswa --dari golongan murid bandel sampai biasa-- pernah terang-terangan menyatakan perasaan mereka. Tapi, Melody hanya menganggap itu guyonan. Lagi pula, Melody sudah bersuami, anaknya saja sudah beranjak remaja.

"Nggak lah. Mereka cuma seneng aja punya guru kayak aku," sangkal Melody.

"Kamu emang pantes dikagumi," timpal Keano.

"Udah ah, jangan muji terus. Bisa terbang aku, Mas," canda Melody. "Gih, mandi!"

"Berdua?" Keano menaikkan sebelah alis.

Melody berdecak. "Aku mesti bangunin Nancy, Mas."

"Ya tapi mandi dulu, Sayang," bujuk Keano, lalu menyibak selimut dan bangkit. Digendongnya tubuh polos Melody menuju kamar mandi, ia turunkan wanita itu di dekat shower. "Kalau kamu hamil lagi, gimana?" tanya Keano, "Apa nggak apa-apa?"

"Emang kamu nggak mau punya anak lagi?" balas Melody.

"Ya mau lah. Mas sih sedikasihnya aja," timpal Keano, kemudian memojokkan Melody ke dinding. Ia sambar bibir wanita itu dengan bibirnya, dilumat dengan penuh nafsu, dan Melody membalasnya. Tangan Keano tidak tinggal diam. Ditangkupnya payudara Melody, ia remas, sesekali ia pelintir nipple cokelat tersebut hingga mengeras.

Lantas bibir Keano turun, menjelajahi leher Melody, ia bubuhkan tanda cinta di sana, kemudian turun lagi. Lidah Keano berhenti di ujung payudara yang menegang. Buat sang empunya menggelinjang geli. Terlebih ketika mulut Keano terbuka dan melahap nipple cokelat tersebut. Ia isap ujung payudara Melody, lalu ditarik, dan berakhir dilepas. Berulang-ulang. Menciptakan sensasi geli sekaligus. Sementara tangannya yang lain memainkan nipple yang nganggur. Dan Melody meraih milik suaminya untuk diusap sambil sesekali mendesah, menyebut nama suaminya.

"Mas Keano."

Keano melirik ke atas, bibirnya tertarik samar --menunjukkan senyum. Pria itu menegakkan tubuh usai melepas kuluman pada puting payudara istrinya. Ia masukkan miliknya pada milik Melody sebelum ia tarik tubuh wanita itu untuk dipeluk. Keduanya saling menyatu sampai mencapai klimaks.

Napas Melody terengah-rengah. Ada rasa ngilu menjalari bagian sensitifnya.

Melihat itu, Keano langsung mengajukan tanya dengan nada khawatir. "Sayang, kenapa? Tadi Mas kekencengan ya?" Melody menggeleng, ia nyalakan shower, dan tubuh mereka terbilas air. "Bilang kalau Mas salah."

"Enggak, Mas," balas Melody. "Aku ..." Jeda, ia sorot Keano lekat-lekat seraya meneruskan, "... aku ngerasa hidup lagi, Mas. Aku ngerasa punya pundak dan tempat pulang lagi."

Keano menyungging senyum. Dikecupnya bibir Melody sekilas. "Kita mulai lagi semua dari awal ya?"

"He-em," angguk Melody.

Setelah menyelesaikan ritual mandi, Melody bergegas menuju dapur. Namun, langkahnya terhenti di anak tangga paling akhir begitu mendapati Nancy duduk santai di sofa sambil nonton Upin Ipin. Wanita itu mendengkus. Tiap pagi, anaknya selalu memancing emosi. Kalau nggak bangun kesiangan, ya, nonton kartun sampai emaknya ngomel baru mandi. Heran.

"Yah!" seru Melody.

Omong-omong, dia dan Keano sepakat untuk mengganti panggilan saat di depan Nancy.

"Lihat ni, Yah, anaknya!" adu Melody.

Fokus Nancy terlempar pada sang ibu.

Tak lama, Keano muncul dan berhenti di samping Melody. Tatapannya tertuju pada Nancy yang balik menatapnya sementara Melody kembali melanjutkan aksinya. "Kebiasaan dia, Yah, kalau bundanya belum ngomel, nggak akan mandi."

"Eci," panggil Keano.

"Bun, libur sehari nggak dosa kok," kata Nancy.

"Nggak ada. Ini bukan tanggal merah," tolak Melody, ketus.

"Tinggal dispidol merah 'kan bisa, Bun," timpal Nancy.

Memancing delikan Melody sebelum ibu satu anak itu menoleh ke sisi. Mengadu lagi. "Tuh, Yah!"

"Eci," panggil Keano lagi, mendekat.

Nancy memutar mata. "Kalau Bunda nggak mau izinin aku ke grup sekolah, Ayah aja ke sekolah."

"Mandi!" titah Keano, dingin.

"Libur sehari doang, Ayah. Aku tu males sama pelajaran Matematika, nggak seru."

"Mandi!" titah Keano lagi, kali ini penuh penekanan.

Nancy mencebik lalu meminta bantuan sang nenek. "Newa," rengeknya.

"Kamu denger ayahmu bilang apa, Ci?" sahut Grace yang tak lagi sekubu dengan Nancy. Bisa abis Grace kalau dukung cucunya satu ini. Sebab ia tahu betul bagaimana Keano. Terlepas dari masa mudanya yang dikenal berandal dan hobi gonta-ganti pasangan, Keano termasuk orang yang cukup disiplin waktu dan agak keras --mirip Handoko.

"Ayah hitung sampai tiga---"

"Iyaaaaa," penggal Nancy, setengah hati.

"Buruan! Mulai hari ini, Ayah yang antar-jemput Eci dan Bunda," kata Keano.

"Nggak usah, Ayah. Aku bisa pulang sendiri," tolak Nancy, bangkit.

"Lagi naksir temenku, Bang," sela Qia yang sudah siap dengan seragam putih abu-abunya. Segera Nancy memperingati tantenya lewat pelototan. Tapi Qia mana peduli. "Namanya Senja. Makanya kemaren dia minta dibeliin hape, biar bisa modusin ayangnya Shanum."

Nancy makin melotot. "Nggak mungkin!" sangkalnya, tak rela. "Kak Shanum tuh pacarnya Kak Gama, bukan Kak Senja! Ih, apaan sih, Kakiya! Jangan suka fitnah dan bikin anak orang putus asa deh."

Qia tergelak. "Cute banget bocil satu ini."

"Eh, aku bukan bocil ya!" protes Nancy.

"Terus apa dong kalau bukan bocil? Embrio?" sembur Qia.

"Hah?" Nancy melongo bingung, "Embrio itu apa, Yah?"

"Pelajaran IPA lo sampe mana dah?" cibir Qia.

"Ya maklum, aku 'kan nggak suka IPA, ngapain juga aku peduliin IPA? IPA aja belum tentu peduli sama aku," tandas Nancy.

Memancing dengkusan Qia. "Anak Abang tuh. Paling bisa nyahutin omongan orang."

"Ya 'kan punya mulut!" balas Nancy lagi.

"Yunancy," desis Keano, tajam.

Nyali Nancy langsung menciut, ia lajukan langkah menuju kamar. "Aku belum nyiapin jadwal lho, Bun."

"Cepetan kamu mandi, biar Bunda yang siapin," perintah Melody, di sisa kesabaran.

"Nggak perlu, Bun," sergah Keano. "Biar dia tahu arti tanggungjawab."

"Hih!" Nancy misuh-misuh.

Keano tampak tak terhasut, iris abunya mengisyaratkan Melody untuk melanjutkan aktivitas sedang yang dikode segera mengindahkan. Tepat ketika memasuki dapur, Melody mendengar suara ibu mertuanya. "Abis keramas, Mel?" singgungnya dengan nada serta tatapan menggoda.

Melody menghentikan langkah.

Grace menyungging senyum jenaka. "Nggak usah malu-malu. Wajar kok."

"Tapi aku nggak ngarepin punya anak lagi kok, Mi," ujar Melody.

"Pasrahkan saja ke Tuhan. Lagi pula, Nancy sudah jadi pelengkap pernikahan kalian."

Melody mengangguk. Sepertinya ia harus mencari cara supaya tidak hamil lagi. Konon, kehamilan di umur 30-an sangat rentan. Ditambah Nancy juga sudah remaja. Dan Keano ... pria itu tidak menuntut keturunan lagi darinya. Tapi, apa ini saja cukup?

Saat hendak menuju kulkas untuk mengambil bahan-bahan, sebuah suara menginterupsi segalanya.

"Keano!"




















-----

Kombinasi yang sangat ok, bukan?

Bapaknya galak, anaknya manja ples ngeyelan wkwk

Next or no?

Continue Reading

You'll Also Like

2.7M 289K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
2.6M 125K 55
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
6.9M 342K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
533K 21.8K 37
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...