SECOND CHANCE (END)

Per kaneboorenyah

3.4M 246K 4K

Tak pernah terpikirkan dalam benak Keana, jika ia akan kembali ke masa putih abu-abu. Harusnya Keana bahagia... Més

Prolog
Bagian Satu
Bagian Dua
Bagian Tiga
Bagian Empat
Bagian Lima
Bagian Enam
Bagian Tujuh
Bagian Delapan
Bagian Sembilan
Bagian Sepuluh
Bagian Sebelas
Bagian Dua Belas
Bagian Tiga Belas
Bagian Empat Belas
Bagian Lima Belas
Bagian Enam Belas
Bagian Tujuh Belas
Bagian Delapan Belas
Bagian Sembilan Belas
Bagian Dua Puluh
Bagian Dua Puluh Dua
Bagian Dua Puluh Tiga
Bagian Dua Puluh Empat
Bagian Dua Puluh Lima
Bagian Dua Puluh Enam
Bagian Dua Puluh Tujuh
Bagian Dua Puluh Delapan
Bagian Dua Puluh Sembilan
Bagian Tiga Puluh
Bagian Tiga Puluh Satu
Bagian Tiga Puluh Dua
Bagian Tiga Puluh Tiga
Bagian Tiga Puluh Empat
Bagian Tiga Puluh Lima
Bagian Tiga Puluh Enam
Bagian Tiga Puluh Tujuh
Bagian Tiga Puluh Delapan
Bagian Tiga Puluh Sembilan
Epilog
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3
Extra Part 4 (End)
COMING SOON

Bagian Dua Puluh Satu

70.8K 5.1K 48
Per kaneboorenyah

Evron hendak kembali ke kelasnya, namun langkahnya lebih dulu di cegat oleh Morgan. Meski enggan namun ia tetap berhenti.

"Lo berdua langsung ke kelas aja, nanti gue nyusul."

Theodore dan Alaric saling melempar pandangan, sebelum akhirnya mengangguk tanpa perdebatan. Setelah memberi tepukan pada bahu Evron, keduanya lekas pergi karena sebentar lagi akan di adakan final basket.

"Apa tujuan lo?"

Alis Evron terpaut. "Tujuan? Maksud lo apa ya?"

"Selama ini lo cuma suka sama Vina, tapi kenapa sekarang lo deketin Kea?"

"Ah itu,"

Evron mengangkat sebelah alisnya, tak lama ia memamerkan senyum pongah karena menyaksikan amarah Morgan.

"Apa tujuan lo?!" Morgan mendesis tajam.

"Ya gimana ya, dulu gue emang suka sama Lavina. Tapi itu kan dulu. Sekarang mata gue udah terbuka, dan pilihan gue jatuh ke Keana Madeline. Cewek cantik yang lo sia-siakan!" Evron sengaja menekankan kalimat terakhirnya, guna memantik lebih banyak amarah.

Dan benar saja. Morgan langsung meraih kaos yang Evron kenakan, dan dengan cepat menjatuhkan bogem mentah. Aksi Morgan berlanjut dengan memberi beberapa tinju pada wajah Evron secara beruntun, bahkan tanpa memedulikan jika korbannya sudah mendesis menahan sakit. Kerumunan yang mulai terbentuk karena ulahnya pun tak mengusik tindakan Morgan.

Tindakan anarkis Morgan baru terhenti saat Arden datang melerai. Namun sayangnya tenaga yang Arden miliki masih tak mampu melerai amarah Morgan yang kian membuncah.

"Sabar Morgan!"

"Brengsek, mati aja lo!"

Morgan kian brutal, sedangkan Evron memilih membiarkan saja. Sampai akhirnya Keana datang. Awalnya gadis itu hanya membulatkan mata dengan nafas tercekat, begitu kesadarannya terkumpul Keana lekas meraih bahu Morgan dan menghadiahkan bogem mentah tepat di ata hidungnya. Aksi heroik Keana mungkin mampu menyelamatkan Evron, tapi tidak dengan reputasinya.

Para siswa yang semula menonton mulai bergunjing, terlebih saat Keana berhasil memukul mundur Morgan hanya dalam satu kali pukul, hingga berdampak pada darah segar yang mengalir deras dari hidung korbannya.

"Lo nggak apa-apa?"

Evron terkekeh. "Akhirnya lo dateng juga, tadinya gue pikir gue bakalan mati."

"Nggak lucu!" Sentak Keana, kembali menghadirkan tawa laki-laki yang terbaring di atas lantai.

Evron meraih tangan Keana, yang berinisiatif menolongnya. Morgan sendiri menjadi urusan Arden. Sambil menekan lubang hidungnya dengan punggung tangan, Morgan melirik tajam ke arah Evron yang terlihat babak belur. Tak lama bola matanya bergeser pada Keana yang terlihat khawatir, bahkan gadis itu tak segan mengusap darah Evron dengan jari mungilnya.

"Sebenernya lo berdua ada masalah apa sih, anjir? !" Keana mendesis marah.

Evron mengerjap polos. "Loh, kenapa tanya gue? Gue kan korban?" Balasnya tak terima.

"Yang salah tuh mantan lo, udah jadi mantan tapi tetep aja gangguin lo. Aneh banget!" Sambung Evron, melirik Morgan dengan sinis.

"Tutup mulut lo!"

"Morgan?!"

Dengan wajah pucat pasi, Lavina berlari menghampiri Morgan. Bahkan Elysa yang sebelumnya hendak pergi ke ruang OSIS terpaksa berhenti, sekedar untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi.

"Muka kamu kenapa?" Tanya Lavina, matanya mulai berkaca.

Beralih dari Keana. Morgan bersitatap dengan Lavina, lantas tersenyum. "Gue nggak apa-apa kok,"

"Tapi hidung kamu berdarah Morgan!"

"Gue nggak apa-apa." Hibur Morgan, masih dengan senyumnya.

Elysa menjilat sudut bibirnya yang terasa kering, sebelum akhirnya menghadap Keana dengan seringai meremehkan.

"Gue udah tau, orang kaya lo nggak mungkin berubah. Jadi hari ini lo bikin perkara apa lagi?"

Evron langsung mengambil alih, namun dengan cepat dihentikan oleh Keana. Dalam satu tarikan nafas, Keana menghadap Elysa dengan wajah malas.

"Apa? Lo pikir gue memprovokasi tuh bocah biar jadi liar kaya sekarang kan?"

Keana sempat mundur selangkah seraya membuang wajah. Tak lama ia kembali menghadap Elysa, dan kali ini pun ia tak segan memamerkan seringai meremehkan.

"Bisa nggak sih nggak usah drama. Lagian emang anggota OSIS pernah dapet latihan drama ya, sampe lo bisa asal nuduh tanpa bukti?"

"Bisa nggak, lo bersikap dewasa dengan nggak menyangkut pautkan masalah ini sama organisasi gue? Jangan mentang-mentang lo anak donatur disini, lo bisa seenaknya!"

Lavina meraih bahu Elysa. "Udah Sa, kamu sabar dulu."

Keana terkekeh renyah. "Sok soan ngomongin gue nggak dewasa. Emang lo sendiri udah dewasa, sampe bisa nuduh orang lain tanpa bukti?"

Keana menelisik penampakan Elysa dari atas kepala hingga kaki, setelahnya barulah Keana menggantung salah satu sudut bibirnya dengan angkuh.

"Seenggaknya ngaca dulu, baru boleh ngomongin orang lain. Paham?" Ujarnya, menepuk pelan bahu Elysa, namun lekas ditepis oleh si empunya.

"Bacot!" Hardik Elysa membuat mata Keana membulat.

Sayangnya keterkejutan itu hanya Keana pamerkan selama beberapa detik, sebelum akhirnya hanya tawa merendahkan yang meluncur dari mulutnya.

"Hati-hati loh, disini ada banyak mata sama telinga. Jangan sampe mulut sampah lo bocor ke telinga OSIS, karena bisa aja mereka mengubah cerita hidup lo!" Bisik Keana kemudian memilih untuk kembali pada Evron.

"Buruan!" Sergah Keana, melangkah lebih dulu.

Evron melongo. "Lah, gue kan lagi lemes. Lo nggak ada niatan gue gandeng tangan gue, gitu?"

"Nggak usah manja!"

Evron mencebikkan bibir. Ketika kakinya hendak mengayun, ia menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang. Begitu matanya bertemu dengan mata Morgan, barulah Evron memamerkan kurva misteriusnya. Ia juga turut mengangkat tangan kanannya, dimana ada sebuah cincin berwarna putih yang tampak mengkilap.

"Tadinya sih gue cuma beli kalung, eh taunya dapet cincin. Lumayan lah bisa couplean sama mantan Queen Erector!"

"Bangsat!"

"Sabar Morgan. Lagian lo sama Keana udah nggak punya hubungan apa-apa lagi. Jadi itu hak dia!" Ucap Arden, secara otomatis membuat Morgan membisu.

"Gue pergi dulu!"

Evron melambaikan tangan kanannya, kemudian berlalu pergi sambil bersenandung kecil.

Morgan mendesis tajam. "Sialan!" Gumamnya, membuat Lavina melirik takut.

Dia udah tepatin janjinya.



***

"Aduh, pelan-pelan dong!"

"Nggak usah banyak omong!"

"Tapi sakit Keana, lo mau ngobatin gue atau bikin gue tambah bonyok?!"

Keana menurunkan kapas alkoholnya sejenak, sebelum akhirnya menggantung sebuah senyum. "Opsi kedua boleh sih."

"Sialan!"

"Ya udah, makanya diem!" Sergah Keana, kesal sendiri.

Evron berdecak, sementara Dokter Mark yang melihat kejadian langka ini hanya bisa terkekeh. Sudah lama sekali, dan akhirnya UKS tempatnya mengabdi kembali diisi riuh siswa.

"Sakit Keana!"

"Ya makanya lo minta sama Dokter Mark biar nggak sakit, lo pikir gue perawat apa, sampe harus ngobatin luka lo segala!" Sentak Keana.

"Nggak mau, gue nggak suka disentuh sama cowok."

Mata Keana menyipit jengkel. Beberapa menit sebelumnya ia hendak pergi karena merasa tugasnya sudah selesai, namun Evron malah menahannya dengan berbagai alibi. Entah dengan menyatakan jika dirinya tak suka bersinggungan dengan laki-laki, atau parahnya meminta pertanggung jawaban Keana lantaran menganggap sikap brutal Morgan ada hubungannya dengan gadis itu.

Tentu saja Keana marah. Namun amarahnya dengan cepat dilerai saat mengingat jika Evron turut ada dalam daftar orang yang harus ia waspadai. Belum lagi dengan keberadaan cincin yang melingkari jemari Evron. Bentuk dan warnanya sama persis seperti bandul kalung yang Keana kenakan, jadi otaknya mulai berspekulasi jika Evron berniat dekat dengannya. Dan jika dugaannya benar, Keana tak perlu bersusah payah agar kedekatan mereka terlihat natural dihadapan yang lain.

"Keana,"

"Apaan?!"

"Entah ini perasaan gue, atau emang kenyataannya kaya gitu."

Keana memicingkan mata. "Lo mau ngomong apaan sih?!" Sentaknya, kian jengah dengan permainan kata Evron.

"Padahal Erector udah nyakitin lo, tapi kenapa lo masih bersikap baik sama mereka? Kejadian di parkiran juga sama, padahal lo kan bisa minta tuh cewek biar ngasih pelajaran sama Kael. Tapi lo malah minta dia berhenti,"

"Lo ada disana?" Tanya Keana, coba mengalihkan arah pembicaraan.

"Lo coba menghindar ya?" Sindir Evron, matanya menyipit curiga.

Di tiga detik pertama, Keana tampak membulatkan mata. Rupanya Evron cukup pintar, hingga mampu menebak keinginan sekilasnya.

"Gue kepo loh,"

Mendesah berat. Keana mulai membenahi tisu dan kapas yang kotor oleh bercak darah Evron, kemudian berlanjut membenahi kotak P3K yang sebelumnya Dokter Mark serahkan. Sejujurnya Keana tak merasa nyaman jika harus membongkar alasannya, tapi tatapan menuntut Evron yang enggan meninggalkan wajahnya berhasil memaksa Keana untuk membuang nafas berat.

"Lo tau sifat anjing?"

"Lo nyamain gue sama anjing?" Evron balik bertanya polos.

"Lo beneran bego ya?!"

"Lah, lo PMS apa gimana sih, sensi amat. Gue kan cuma tanya, Keana?!"

Keana mengacak rambutnya frustasi. Padahal dia sedang kesal, tapi tingkah bodoh Evron membuatnya kian emosi.

Sabar Keana, umur lo udah 20 tahun, yang artinya lo 2 tahun lebih tua dari nih bocah. Lo nggak boleh bertindak gegabah, karena bagaimanapun juga lo harus menyelidiki mereka semua!.

Dalam satu hembusan nafas, Keana bertukar tatapan dengan Evron. Selama beberapa saat mereka hanya menyelami manik masing-masing, sebelum akhirnya bibir Keana bergerak lirih.

"Kalo semisal lo ngasih makanan sama seekor anjing selama tiga hari berturut-turut, anjing itu bakal mengingat kebaikan lo seumur hidup. Dan Erector, dari dulu mereka udah baik sama gue. Kalo gue membenci mereka karena kesalahan yang udah gue lakukan, berarti gue lebih hina dari anjing dong?"

Pernyataan Keana tak hanya membungkam Evron, tapi turut membuat Dokter Mark membelalak mata. Sepertinya obrolan keduanya akan berlangsung panjang, dan Keana sudah selesai mengobati luka Evron. Tak ada yang perlu dikhawatirkan, karenanya Dokter Mark memilih keluar guna memberi ruang bagi Keana dan Evron.

"Lo menyamakan diri lo sama anjing, cuma gara-gara manusia nggak bermoral kaya mereka?!"

Kalimat Evron yang sarat akan amarah dan kekecewaan membuat Keana membisu. Reaksi Evron sama persis seperti Agnes, dan dia tak bisa menyalahkan keduanya. Tapi Keana adalah manusia biasa, dan Tuhan sudah memberkatinya dengan rasa sesal dan belas kasihan. Meski kerap marah dan tak terima dengan perlakuan yang diterimanya, namun di sisi lain Keana menganggap ini adalah karma yang harus di tanggungnya.

"Gue cuma mau mereka memaafkan kesalahan gue, dan gue mau Bang Bas sayang lagi sama gue."

***

Tbc

Kaya gini kira-kira

Continua llegint

You'll Also Like

Love Hate Per C I C I

Literatura romàntica

1.7M 138K 29
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
Angela; I'm Yours [21+] Per Sel

Literatura romàntica

216K 1.2K 24
[21+] Diadopsi oleh keluarga kaya raya bukan bagian dari rencana hidup Angel. Namun, ia anggap semua itu sebagai bonus. Tapi, apa jadinya jika bonus...
Hidden Marriage Per Safira RM

Literatura romàntica

1.1M 58.9K 50
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
Let It Flow Per Nade Aniya

Literatura romàntica

264K 18.9K 30
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...