Iridescent

By RaraCitra023

2.2M 199K 6.9K

Aurora tersenyum tipis, menatap Aric tanpa benci sedikitpun. "Aku harus apa, Ar?" Lirihnya. Aric tertegun. "A... More

00| Blurb
01| Start
02| Be brave
03| How we
04| Talk that
05| About us
06| Xavierous
07| Beautiful Ghost
08| Party
09| Still Try
10| New Version of Us
11| Hate you
12| Be Selfish
13| Sweet Male Lead
14| Danger!
15| Revenge
16| What?!
17| Stay with me
18| How about me?
19| Typa Girl
20| Kai, Thanks
21| Aurora's Past
22| Why You-?
23| War Is Coming!
24| Hallo, Daniel!
25| Nothing-
26| War Begins!
27| I'm Sorry
28| Please,
29| Goodbye, Marsel
30| Who is Vanilla?
31| Endings must Happen
32| The Truth
34| Never like past
35| Two Characters
36| Karma

33| Next Chapter

54.1K 3.6K 221
By RaraCitra023

Hari kembali berganti, pagi ini sama seperti kebiasaan seorang pelajar lainnya, Aurora menekuni kegiatan belajarnya di kelas. Maniknya begitu fokus menatap papan tulis yang berisi angka matematika, namun sepertinya pikiran Aurora melayang entah kemana. Karena nyatanya buku catatan Aurora masih bersih tanpa hiasan tinta dari penanya, Freya yang duduk disampingnya pun hanya diam menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Aurora.

Denting bel istirahat makan siang berbunyi, sorakan terdengar dari setiap kelas. Pun pula kelas Aurora, akhirnya mereka bisa melepaskan kejenuhan mereka bersama rumus matematika yang begitu rumit dimengerti. Guru pun bergegas meninggalkan ruangan, menyisakan pekikan heboh siswa siswi Oxyzen yang berlomba menuju kantin.

Aurora mengerjab ketika tepukan terasa di bahunya, maniknya menatap Freya terkejut. "Udah istirahat ya? Maaf ya, gue nggak fokus"

"Lo kenapa? Butuh tempat cerita?" Tanya Freya lembut yang langsung menarik perhatian Maurel dan Vivian.

Manik hazel Aurora berkaca-kaca, hadiah istimewa seperti ini tak pernah ia dapatkan di masa lalu. Senyuman manis Aurora terbitkan untuk sahabatnya, tangannya terulur memeluk Freya yang kini terkejut dengan ulahnya. Namun juga tak urung membalas pelukan Aurora.

"Cup cup, adik manis cup cup" kekeh Freya lembut yang membuat Aurora semakin menangis.

Aurora berterima kasih, di kehidupan kali ini ia dikelilingi orang-orang baik yang selalu ada untuknya. Setidaknya, Aurora mampu kembali bangkit bersama orang-orang yang kini mampu merangkulnya ketika ia jatuh. Izinkan Aurora untuk menggenggam semuanya hingga akhir, apapun yang akan terjadi, bersama mereka Aurora akan siap menghadapi semuanya.

"Udah tenang?" Tanya Vivian sambil mengusap bahu Aurora.

"Lo sedih ya karena kak Allaric sakit?" Tanya Maurel hati-hati.

Tawa Aurora meluncur ringan, menggeleng pelan. "Enggak, dia udah sembuh kok" manik Aurora menatap para sahabatnya dengan begitu tulus.

"Gue mau berterima kasih, sama kalian–" senyumnya merekah, maniknya masih berkaca-kaca namun bibirnya sibuk mengukir senyuman.

"–terima kasih, kalian udah jadi sahabat terbaik yang pernah ada. Gue tau teman itu pasti punya waktu, people come and go. Tapi gue berharap, kalian nggak akan pergi"

Vivian, Maurel dan Freya menatap Aurora dengan senyuman, "Jadi bagian terbaik dari setiap momen dalam hidup satu sama lain, gue harap persahabatan kita akan selalu terjaga sampai kita tua nanti" ujar Freya haru.

"Setidaknya kita makan dulu nggak sih? Nggak bakal bisa sampai tua kalau sekarang kita nggak makan" sela Maurel yang membuat semuanya tertawa.

"Yuk kantin" ajak Vivian yang langsung diangguki oleh semuanya.

Kaki mereka mulai melangkah menuju kantin, diiringi tawa yang selalu tercipta dalam langkah mereka membuat jarak kelas menuju kantin terasa begitu hangat. Tak jarang, beberapa murid menatap kearah mereka, terkesan dengan paras elok keempatnya yang memanjakan pandangan.

Langkah Aurora terhenti ketika maniknya menatap Kaivan yang terduduk sendirian di gazebo taman sekolah. Aurora menimang sejenak, maniknya terpaku ketika sosok Kaivan tersenyum menatapnya.

"Ra, ayo!" Ajak Maurel yang menarik Aurora dari bius indahnya manik Kaivan.

"O-okay" kali ini Aurora memilih abai, ia kembali menyusuri langkahnya, menyamakan langkah dengan para sahabatnya menuju kantin.

■■■■

Lonceng pulang sekolah kembali berbunyi, pekikan girang terdengar dari setiap sudut sekolah. Selalu, denting bel pulang sekolah menjadi kebahagian tersendiri bagi setiap murid tak peduli latar belakang mereka. Bel pulang sekolah adalah kebahagiaan yang mutlak bagi seorang pelajar.

"Ra, Frey, kalian balik sama siapa?"

Aurora yang sibuk membereskan pulpennya menoleh menatap Vivian, "Balik sendiri, bawa mobil kok" perkataan Aurora diangguki oleh Freya.

"Okay, gue duluan ya? Sopir gue udah di depan"

"Hati-hati ya!" Ujar Aurora dan Freya serentak.

Maurel beberapa saat lalu sudah lebih dulu meninggalkan kelas karena harus mengejar waktu menuju ruangan ekstra tari, memang beberapa hari kedepan akan ada festival ulang tahun sekolah. Cukup ramai karena setiap ekstra sekolah akan menunjukkan pesona mereka di depan warga sekolah. Bahkan tersiar kabar akan ada beberapa pertunjukan dari band terkenal, ada rumor pula yang mengatakan akan mengundang beberapa perwakilan sekolah lain.

"Ra, gue duluan ya? Mau siapin acara di rumah" Freya terlihat buru-buru tepat ketika selesai membereskan barang-barangnya.

Aurora mendongak, "Okay, hati-hati ya. Bentar lagi gue juga keluar kok"

Freya mengangguk, ia memberikan kiss bye pada Aurora lantas bergegas meninggalkan Aurora yang terkekeh menatap kepergiannya. Helaan napas terdengar dari bibir Aurora, pikirannya kembali melayang pada keadaan yang ia lalui saat ini. Aurora pikir semuanya kini baik-baik saja, nyatanya masalah akan selalu datang dalam kehidupan, baik dulu maupun sekarang.

Berita dari Daniel cukup memberinya ruang untuk berpikir, setidaknya Aurora tidak perlu terlalu mengotori tangannya mengenai Vanilla. Namun Aurora juga harus memikirkan mengenai dirinya sendiri, tentang ia dan Allaric. Entah akan dibawa kemana arah hubungan keduanya kali ini, Aurora sejujurnya masih gamang untuk percaya pada Axel maupun Allaric. Beberapa minggu lalu, pihak sekolah memberikan sebuah tiket keluar negeri untuk mengikuti pertukaran pelajar selama tiga bulan.

Aurora merasa jika ia mengikuti pertukaran pelajar, ia akan mampu memberi ruang pada dirinya sendiri sekaligus pergi dari sisi Allaric. Namun hatinya masih belum siap untuk pergi dari Allaric, apalagi dengan semua perubahan Allaric di kehidupan kali ini. Aurora masih terlalu takut untuk percaya, pun pula takut untuk kehilangan Allaric, lagi.

Langkah lesu Aurora terhenti ketika sebuah sepatu terhenti di depannya, sepatu hitam berlogo centang itu berhasil menarik Aurora untuk mendongak melihat sang pemilik.

"Hai, Rora!" Sapa Kaivan ceria yang membuat Aurora tersenyum tipis.

"Hai" sapanya balik.

"Galau terus si cantik, mau gue ajakin jalan kah?" Tanya Kaivan penuh rayuan.

Aurora tertawa, keduanya kini berjalan beriringan diantara koridor, "Pawangnya galak loh ini"

"Nggak asik, bawa-bawa pawang"

Tawa Aurora meledak, pun pula Kaivan yang kini tersenyum menatap Aurora tulus. Hatinya ikut tenang menatap Aurora yang tertawa seolah tanpa beban, paras cantik Aurora semakin membiusnya dalam jurang patah hati yang begitu menyesakkan dada.

"Lo kenapa sedih? Dari tadi gue liatin murung aja" tanya Kaivan.

Aurora menggeleng, ia merasa tak pantas untuk membicarakan mengenai masalah yang mengusiknya pada Kaivan. "Nggak papa".

"Kayak cewek aja" wajah Kaivan penuh ejekan pada Aurora.

"Gue emang cewek! Lo ngeselin ya ternyata" protes Aurora kesal.

Tawa Kaivan meledak, ia menghentikam langkahnya yang membuat Aurora juga sontak ikut menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Kaivan.

"Kenapa berhenti?" Tanya Aurora bingung.

"Menurut lo, gue gimana?" Pertanyaan Kaivan membuat Aurora mengernyit bingung. Namun tak ayal tetap menjawabnya sesuai apa yang ada dibenaknya.

Aurora tersenyum, "Lo itu, em.. istilahnya kalau sekarang ya, green flag" senyum Aurora merekah sambil menatap Kaivan ceria.

"Siapapun ceweknya pasti bakal luluh sama green flag" sambung Aurora.

Kaivan tersenyum pahit dalam batinnya, 'Tapi nyatanya, gue gagal milikin lo, Ra'

"Menurut lo gitu?" Tanya Kaivan yang diangguki cepat oleh Aurora.

Hening. Aurora seketika merasa canggung dengan Kaivan, pun pula Kaivan yang kini hanya diam dengan langkah pelan menuju area parkir. Keduanya larut dalam lamunan masing-masing, sibuk bergelut dengan pikiran yang begitu ramai.

"Kai" panggil Aurora yang langsung mendapat perhatian dari Kaivan.

"Hm?" Gumamnya singkat namun tatapannya tak lepas mengamati Aurora dengan begitu lekat.

"Menurut lo–" Aurora menunduk, "–misalnya lo jatuh cinta ke orang yang pernah nyakitin lo. Apa lo masih mau bertahan? Atau lo milih lepasin semua cinta lo ke dia, meskipun dia udah berusaha berubah"

Kaivan menghentikan langkahnya, ia terkekeh ringan. "Soal Allaric?"

Gelengan panik Aurora mampu menjawab pertanyaan Kaivan, kekehan kembali terdengar dari Kaivan. "Santai aja kali, Ra. Gue paham"

'–gue paham, kalau gue nggak akan pernah bisa milikin lo karena nyatanya cinta lo cuma buat Allaric sekeras apapun gue berusaha'

"Nyebelin" keluh Aurora murung, ia kembali menunduk menatap sepatunya yang beradu dengan lantai.

"Ra–" Kaivan menepuk pucuk kepala Aurora, lantas tersenyum manis.

"–kalau cinta, bilang. Jangan pernah tutupin karena ego, apalagi kalau masih cinta. Jangan pernah main tarik ulur ketika lo sendiri nggak siap untuk kehilangan dia, bilang cinta ketika lo cinta dia"

Aurora terpaku, perkataan Kaivan seolah menamparnya telak. Ia memang tak akan pernah siap kehilangan Allaric, apalagi dengan semua lembaran baru ini. Ia sudah berusaha, bahkan Allaric pun berkali-kali mengatakan bahwa laki-laki itu mencintainya.

"Kehilangan itu menyakitkan, apalagi ketika lo udah cinta sama orang itu. Kenangannya memang masih ada, tapi kenangan itu pula yang nantinya akan nyiksa lo sampai ujungnya cuma bawa penyesalan yang akan semakin dalam setiap detiknya"

"Apa iya harus bertahan? Bahkan meskipun dia udah nyakitin lo? Apa itu nggak bodoh namanya?" Tanya Aurora ragu.

Tawa Kaivan meluncur, ia kembali menepuk pucuk kepala Aurora gemas. "Jatuh cinta mana ada yang nggak sakit, Ra? Namanya jatuh pasti sakit dong?"

"Jatuh cinta itu bukan perihal bahagianya aja, tapi jatuh cinta itu juga tentang semua luka dan sakitnya. Jarang ada jatuh cinta tanpa rasa sakit, kadang semua rasa sakit itu memang perlu. Kalau kita terlalu bahagia dan mulus kehidupan cintanya, kita nggak akan pernah tau arti merelakan dan mencintai seseorang dengan tulus"

"Tapi itu sama aja bodoh, Kai. Lo udah disakitin tapi kenapa masih mau bertahan?"

Kaivan menyentil kening Aurora pelan, "Lebih bodoh mana, yang jelas udah disakitin tapi masih cinta dan nggak mau kehilangan dia?"

Aurora cemberut, ia tertohok dengan pertanyaan Kaivan. Lantas memilih diam tak berkutik dan melontarkan suara ketika Kaivan kembali berbicara.

"Lo masih bisa cinta sama dia walaupun udah disakitin, lo masih takut kehilangan dia walaupun dia sakitin lo. Bukannya itu artinya lo masih setidaknya memaklumi kesalahan dia? Karena gue percaya, ketika kesalahan itu terlalu besar, semua cinta itu akan jadi benci"

"Jangan tutupin, Ra. Ketika lo emang cinta sama dia dan dia mau berubah, kenapa lo nggak coba untuk kembali mulai lembaran baru dengan orang lama?" Kaivan menatap Aurora lekat.

Aurora kelu, "Apa gue bisa?" Tanyanya pelan.

"Apa lembaran itu nggak akan berakhir sama? Gue takut akan sama seperti lembaran sebelumnya, cuma rasa sakit"

Kaivan tersenyum, "Apa lo siap lupain dia dan buka lembaran baru sama orang lain? Apa bisa lo jamin kalau orang baru nggak akan kasih rasa sakit yang sama?"

"Jujur sama perasaan lo sendiri, jangan sampai penyesalan datang ketika dia udah hilang hanya karena ego"

Aurora tersenyum, menatap Kaivan dengan tatapan yang penuh tekad. "Makasih Kaivan, lo yang terbaik. Besok gue traktir ya" senyum Aurora merekah.

Kaivan tersenyum, menatap Aurora yang kini berlari cepat kearah mobilnya.

"Kaivan! Makasih banyak!" Teriak Aurora ceria.

Kehampaan menghantam Kaivan dengan begitu pekat, hatinya berdenyut perih dengan semua kenyataan yang ikut menamparnya telak. Perkataan Kaivan hanyalah seperti omong kosong untuk dirinya sendiri, ia mengatakan hal yang bahkan seharusnya untuknya sendiri.

"Gue cinta sama lo, Ra" gumam Kaivan pelan, senyumnya begitu pahit.

'Kata-kata gue tadi, sebenernya adalah bentuk kegagalan gue untuk bisa berani ungkapin cinta gue ke lo, Ra' batin Kaivan sendu.

"Cinta lo bukan buat gue dan gue nggak akan pernah bisa manfaatin ragu lo untuk buat lo jadi milik gue"

"Semoga lo dan Allaric akan berakhir indah, Ra" gumam Kaivan tulus.

■■■■

20 Agustus 2023

To be continue🐾

Continue Reading

You'll Also Like

254K 777 11
CERITA DEWASA KARANGAN AUTHOR ❗ PLIS STOP REPORT KARENA INI BUKAN BUAT BACAAN KAMU 🤡 SEKALI LAGI INI PERINGATAN CERITA DEWASA 🔞
211K 289 17
Kumpulan cerita dewasa part 2 Anak kecil dilarang baca
854K 75K 33
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...
2.3M 137K 49
•Airis Ferdinand. Aktris cantik dengan puluhan mantan pacar, baru saja mendapatkan penghargaan Aktris terbaik di acara Awards international. Belum se...