O B S E S I [On Going✔️]

By Iyaa_clz

665 109 2

Kecelakaan yang menimpa sahabatnya sekitar 2 minggu lalu membuat Ayara harus turun tangan, ingin membalaskan... More

GIOVANO SAGARA
01. Awal yang menyakitkan.
02. Gak sengaja
03. Mengapa berbeda?
04. Detektif
05. Di Tuduh
06. Kekalahan berujung fatal
07. Seperti sudah pernah bertemu
08. Ada yang mengganjal
09. Rasa Penasaran Terus Menghantui
10. The Javu
11. Kejadian
12. Sesuai Rencana
13. Menaklukkan hati seorang pria, tidaklah mudah
14. Cewek Albert einstein or Cewek bodoh?
16. Adu Jotos
17. Masuk Ruang BK
18. masih belum menemukan petunjuk
19. siapa?
20. Bimbang, sebenarnya kamu suka aku atau sebaliknya?
21. pertemuan singkat, hampir berujung celaka!
22. Bahagia, hanya sekejap.
23. Camping

15. Salah Duga

29 3 0
By Iyaa_clz

Haii ketemu lagi kita🧡🤩

Happy reading and enjoy🤗

-
-
-

15. Salah Duga.

"Mang, beli bakso-"

"Beli bakso 3 porsi gak pake kecap semua, es thea nya 2 gak pake lama. Di bayarnya nanti ngutang dulu, ngutang lagi, ngutang terus sampe kiamat." Potong mang Dadang ketus, sudah tahu gelagat Satria yang akan di pesan makanan olehnya, dengan raut wajahnya yang melas ia mulai menuliskan pesanan di buku kecil yang sudah di sebutnya tadi.

Satria nyengir kuda menatap mang Dadang secara lekat. "Nah gitu dong mang, yang peka. Kalo di gini in kan gue lebih senang ngutang." Celetuknya tampa perasaan.

Mang Dadang menghela nafasnya panjang. "Sampe kapan sih, tong. Ngutang mulu sama saya?" Tanyanya sudah kelewat sabar.

"Ya amang sabar dulu, nanti kalo gue udah jadi CEO di perusahaan besar gue gak akan ngutang lagi, jangankan ngutang mang, gue pasti bakal nyuruh mang Dadang buat kerja jadi Art di rumah gue yang guedeeeee buangeeeettttttt." Ujar Satria berkhayal tentang masa depannya nanti. Mang Dadang yang mendengarnya lantas berbicara. "Gak! Saya gak sudi jadi Art kamu!" Tekannya merasa tak enak hati, jika memang benar nanti suatu saat Satria menjadi CEO gak kebayang nanti jadinya mang Dadang bakal seperti apa jikalau dirinya bekerja di rumah Satria. Mungkin setiap detik, setiap hari, setiap bulan tanpa henti mang Dadang terus membuat bakso buat Satria, jangan di bayangin, kalo di bayangin gak kebayang tiap hari pinggang saya encok. Batin mang Dadang bergumam.

Satria bangkit dari duduk, sementara Gio dan Zaki hanya menggeleng melihat tingkah laku Satria, tiada hari tanpa ngakak jika bersama cowok gembul itu. "Beneran amang gak mau? Rugi, loh mang kalau nolak," kedua tangan Satria berkacak pinggang lalu menatap nanar mang Dadang yang masih berdiri mengenggam buku pesanan. "Nih ya mang, dengerin gue. Kalo amang kerja jadi Art di rumah gue, kalo gue udah jadi CEO gue bakal gajih amang perhari, perharinya itu sekitar 7,2 jt, cukup mungkin ya? Amang bayangin... sebulan amang udah dapet berapa dari gue kalo kerja jadi Art, itupun kalo di rumah gue."

Satria menghela nafasnya sebentar. "Kalo amang kerja di rumah gue amang gak perlu capek-capek jualan bakso karena udah gue gajih dan gerobak butut itu, tuh," tunjuk Satria kepada gerobak yang udah nagkring di hadapannya, mang Dadang mendengkus netra matanya menatap barusan yang berbicara.

"Amang buang tuh gerobak ke sungai sama bakso-bakso nya, karena kalo amang jadi Art di rumah gue, amang gak pantes bawa gerobak butut itu ke rumah gue yang gedenya minta ampun, pasti nanti amang cengar-cengir melihat gue udah sukses  dan memakai baju kantoran, nanti amang pasti bakal ngomong kayak gini 'wahh nak Satria gak nyangka ya, dulunya doyan ngutang eh sekarang tau-tau udah jadi CEO." Ujar Satria tersenyum sumringah, rasanya khayalan ini ingin menjadi kenyataan.

Mang Dadang mengepret wajah Satria yang saat ini sedang cengar-cengir menutup matanya, handuk yang barusan sudah menerpa wajah Satria mang Dadang kembali meletakkan di atas lehernya, Satria melotot wajahnya terasa sakit.

"Yang jadi pertanyaan nya, kapan kamu jadi CEO nya? Kalo besok atau lebaran haji ya saya mau-mau aja kerja di gajih segitu. Hidup masih gak jelas juga sok-sokkan kamu ingin jadi CEO pakek ngatain gerobak saya lagi."

Satria mendelik. "Eh si amang, namanya juga manusia butuh ngehalu dulu sebelum gue beneran jadi CEO."

"Kalo nanti suatu saat kamu udah jadi CEO terus ngutang sama saya, saya yang akan tertawa duluan. HAHAHAHA." Ucap mang Dadang menepuk dadanya seraya tertawa menggelegar.

"Lagian, Gio kan udah bayarin hutang gue, napa hutang gue masih banyak gak kelar-kelar. Gue curiga jangan-jangan amang mau memeras kita ya?" Tanya Satria merasa ada yang mengganjal.

Mang Dadang menggeleng seraya berkata. "Gimana mau kelar kalau setiap hari kamu ngutang lagi ngutang lagi, yang ada hutangnya yang sedikit lama-lama menjadi bukit."

Gio berdeham singkat. "Gak papa mang, biar saya yang bayarin hutangnya Satria."

Mang Dadang mulutnya menganga menoleh menatap Gio. "Jangan kayak gitu nak Gio, nanti kalo hutang si Satria di bayarin terus. Nih, anak kalau udah punya istri pun pasti bakalan ngutang."

Gio tersenyum kecil. "Gak papa mang, lagian saya bingung cara ngabisin duit saya harus gimana," jawab Gio membuat mang Dadang melotot tak menyangka. "Orang kaya beda ya kalo ngomong." Katanya sembari geleng-geleng.

"Kalian mau pesen apa? Seperti biasa aja?"

Gio manggut-manggut. "Sekalian Zaki juga saya yang bayarin."

"Gak, gue masih punya uang, lo gak usah repot-repot bayarin gue." Ucap Zaki menolak cepat, Gio hanya mengangguk saja tak berani memaksa Zaki. Mang Dadang langsung pergi menuju gerobak meninggalkan mereka.

"Thank, ya Gi. Lo selalu baik sama gue, selalu ngerti keadaan gue."

"Santai aja, bagi gue hutang lo gak seberapa di banding dengan dulu lo gak ikut-ikutan mengkhianati gue."

"BANG SAT, BANG ZAKI, BANG GIO!!!!!!"

Satria yang akan berbicara seketika mengurungkan niat di saat suara cempreng dari arah kanan menusuk gendang telinga nya, di sana menampakkan sosok cowok pendek ingin menghampirinya. Baim cowok itu mendudukan bokongnya.

"Ada apaan sih? Dateng-dateng bikin rusuh aja." Tanya Satria bila melihat mimik wajah Baim terlihat resah.

"Gue mau nanya, bang Gio udah lengser dari kapten basket?"

Gio duduk tegak tak lagi menyender kepada kursi, manik matanya masih menatap Baim. "Gak, tuh. Kenapa emangnya?" Jawabnya sembari bertanya balik lantaran tak tahu tujuan Baim menanyakan hal itu biasannya juga tidak sama sekali.

"Wah parah lo ngatain si Gio lengser dari kapten basket, asal lo tau sampai kapanpun Gio gak bakalan keluar jadi kapten basket." Sargas Satria cepat membuat Baim menoleh kepadanya. "Bukan gitu, bang."

"Terus maksud lo ngomong kayak gitu apa?" Kali ini Zaki yang bertanya.

"Tadi pas gue sama teman-teman gue mau ke kantin gak sengaja gue liat di lapangan banyak murid-murid berkerumun, bukan murid doang tapi di sana juga ada bang El bara, bang Leon ehh... pokonya banyak lagi dah, gue gak bisa jelasin satu-satu." Jelas Baim begitu sangat heboh, Satria masih tak mengerti maksud bocah itu barusan.

"Terus apa hubungannya sama lo yang nanya kalo Gio lengser dari kapten basket atau enggak, gak jelas banget, sih. Lo."

"Karena gue ngedenger bang El ngomong ke semua murid yang ada di lapangan pakek toa, katanya gini... karena pas tanding basket kemarin lalu tim bang Gio kalah jadi bang El memutuskan bahwa dia yang akan gantiin bang Gio. Gitu katanya."

Satria mengangguk mulai paham." Jadi sekarang Si El jadi kapten basket?"

"Belum bang dia cuma ngumpulin semua murid ke tengah lapangan, supaya apa? Supaya semua murid setuju kalo sekarang bang El yang akan jadi kapten basket." Jelas Baim menatap sekilas wajah Gio yang masam. "Makanya gue nanya bang Gio lengser dari kapten basket atau enggak, ya karena itu gue penasaran."

"Gi, ini udah keterlaluan tau gak, di diemin si El semakin melunjak." Seloroh Zaki merasa jengah mendengar cerita dari Baim barusan.

"Gue setuju sama si Zaki, lagian tuh si El buluk maunya apa sih, ngusik lo mulu kerjaannya." Timpal Satria ikut-ikutan sebal. Baim hanya mengangguk saja, apalagi ia tidak tahu apa-apa yang terjadi diantara Gio dan juga El Bara.

Saat ini Gio nafasnya terdengar memburu, urat-urat di lehernya menonjol, kedua tangannya mengepal kuat.

-

"HAAAHHHHHHHHHH?!"

Sisca mendelik di saat ia mendengar Melissa ikut-ikutan menjerit keras, sengaja cewek itu menoyor kepala Melissa dari samping. "Lo gak tau apa-apa, kenapa lo ikut-ikutan menjerit?"

Melissa melirik sinis merasakan sakit di bagian sebelah kepalanya. "Gue juga syok gara-gara kalian menjerit, jadi ya... gue ikut-ikutan menjerit."

Cika tersenyum penuh arti, tatapannya menatap Agnes yang raut wajahnya masih syok tak menyangka. "Ini yang lo bilang cewek Albert Einstein?" Katanya sembari tertawa kecil karena tebakan Agnes meleset. "Cewek Albert Einstein dari mananya, ini mah jawabannya juga salah semua. Gue aja, nih bisa jawab soal lomba fisika ini, pasti kalau gue yang ngerjain soal itu kemungkinan besar gue dapet nilai 100." Katanya lagi membanggakan diri.

Agnes berdecak, dugaanya ternyata meleset jauh berbeda. Padahal kemarin ia tidak mungkin salah, ia juga merasa yakin bahwa Ayara itu adalah cewek Albert Einstein, tetapi jika sudah melihat lembar jawaban soal lomba fisika yang sudah di penuhi oleh rumus dan coretan tinta merah jelas saja Agnes menjadi ragu. Ia meletakkan kembali kertas di atas meja, Melissa langsung mengamati kertas itu.

"Masih mending 0, gue aja dapet nilai fisika 20."

"MASIH MENDING LO BILANG?!" Sargas Cika menatap wajah Melissa cengengesan yang barusan berbicara.

Agnes beralih menatap Citra yang masih terduduk menatap beberapa lembar kertas tergeletak di atas meja. "Lo bener gak sih? Nurutin apa yang gue minta kemarin." Tanya Agnes dengan wajah ketusnya membuat Citra segera mendongakkan kepala. "Bener kok, gue udah nurutin apa yang kak Agnes minta, gue kasih soal lomba fisika ini ke si Ayara, terus pas udah di jawab gue langsung kasih ke bu Lida buat di priksa jawabannya salah apa bener sebelum di kasih ke kak Agnes dulu, bukannya kemarin kak Agnes nyuruhnya kayak gitu?"

"TERUS KENAPA JAWABAN SI AYARA SALAH SEMUA?!" Bentak Agnes masih tak menyangka dugaannya salah. Memang bisa jadi kalau Ayara bukan cewek Albert einstein, tetapi yang membuat Agnes ada yang mengganjal itu kenapa semua jawabannya salah? Sebodoh-bodoh nya orang kalau menjawab nya ngasal pasti dapet nilai 1, 2 atau mungkin 3, tapi Ayara malah dapet nilai 0? Sangat tidak mungkin.

"Gue gak tau, yang pasti gue udah nurutin kemauannya kak Agnes, masalah jawabannya salah atau enggak ya itu gue gak tau..." Jawab Citra apa adannya, apalagi sejak dari tadi ia duduk di samping Ayara gerak-gerik cewek cupu itu tidak ada yang mencurigakan.

"Udah lah, Nes. Sesuai apa yang di omongin lo tadi, kan? Kalo lo itu cuman ingin masti in kalau Ayara itu cewek Albert Einstein atau memang cewek bodoh," Cika menaruh kembali minuman yang sempat di minumnya tadi sebelum berbicara. "Sekarang udah ketebak, jelas lagi buktinya ada di depan mata lo, nyatanya Ayara itu cuman cewek bodoh dan di sini gue yang jadi cewek Albert Einstein satu-satunya murid di SMA perwira." Katanya begitu sangat kegirangan. Agnes hanya mengangguk samar mendengarnya, memang ia juga akuin jika Cika mempunyai otak cerdas.

"Tapi... kemarin gue gak mungkin salah liat, mata gue juga gak rabun wajahnya itu sama persis dengan wajah cewek Albert Einstein yang sangat terkenal."

"Nes, di dunia ini ada banyak miliaran manusia, satu diantaranya pasti memiliki 7 kembaran," sahut Sisca membenarkan rambutnya yang sempat menghalangi pandangannya. "Ya kemungkinan dan bisa jadi kalau si cewek Albert Einstein itu mungkin aja si ayara." Jelasnya berusaha mengutarakan pendapatnya yang langsung muncul dari otaknya.

"Nah gue setuju sama Sisca, yang namanya orang kembar wajahnya aja yang kembar tapi otaknya gak mungkin sama dong? Bodoh mah, ya bodoh aja kali..."

Agnes menyenderkan punggungnya, perkataan Sisca dan Cika memang sedikit ada benarnya, tapi anehnya lagi Agnes masih belum menyangka bahwa dugaannya itu ternyata salah. Ia menghela nafasnya membenarkan duduknya agar tegak kembali, pandangannya kemana-mana. "Gue-" kata-kata Agnes terhenti di saat manik matanya tak sengaja melihat sosok Gio sedang berjalan tergesa-gesa lalu di ikuti oleh Zaki, Satria, Baim dan para siswi mengikuti berjalan di belakangnya.

"Kenapa, Nes?" Tanya Cika menoleh ke belakang ingin melihat apa yang barusan Agnes lihat sehingga cewek itu tak melanjutkan perkataannya. Cika hanya melihat siswi yang sedang berjalan menuju pintu besar keluar kantin.

"Eh guys... itu kan kalo gak salah si Gio, ya? Dia kenapa ya? Kok wajahnya kek yang lagi marah gitu? Jalannya cepet banget lagi." Tanya Melissa di ambang kebingungan. Cika beralih menatap Melissa kedua alisnya tertelungkup. "Gio? Manaaaaaaaaaa, gak ada jugaaaaaaaaaa." Jawabnya seraya celingak-celinguk.

"Lo telat." Sahut Sisca membuat Cika saat itu juga bungkam.

"Di kantin juga sekarang udah mulai sepi, cuman kita-kita aja, kak." Seloroh Citra ikutan bingung.

"Kita sekarang harus ikutin Gio mau kemana." Agnes beropini membuat Sisca, Melissa, Citra kompak bangkit dari duduknya terkecuali Cika, cewek itu masih duduk menatap lekat Agnes. "Terus kapan kita mau bahas ini kalo enggak sekarang mah?"

"Nanti gue bahas, sekarang kita ikutin dulu Gio mau pergi kemana."

****

Seperti apa yang di katakan Baim tadi, nyatanya benar adanya, saat ini di lapangan nampak berkerumun, sudah terlihat sangat jelas di dekat pohon rindang di sana ada panggung pengunguman, ada 2 orang laki-laki sedang berdiri salah satu di antaranya memegang mic, sedangkan 3 orang lagi sedang berdiri di lapangan memantau takutnya nanti ada guru yang datang ke sini walaupun sekarang para dewan guru sedang mengadakan rapat.

"Serame ini cuy, kayak yang lagi ada acara penerimaan bansos aja, njir." Ujar Satria menatap sekeliling, padahal panas matahari begitu terik tetapi sama sekali tak membuat siswa-siswi bubar dari sini, walaupun di keningnya sudah di penuhi oleh keringat yang membasahi tetapi mereka tetap saja menyoraki apa yang di katakan oleh El Bara.

"Padahal ketika waktu bazar bulan lalu gak serame ini, giliran ada acara kek ginian aja pada ngumpul gak tau lagi acara apaan ini, apa paedah nya coba?" Keluh Zaki menggelengkan kepala.

"Bang Zak, bisa lihat ke sini."

Spontan Zaki menoleh kearah Baim yang sedang berdiri di dekat sepanduk, di ikuti oleh Satria dan Gio menagamati sepanduk berwarna merah putih, di sepanduk yang sangat besar sangat jelas di sebelah kirinya ada sebuah foto, tak perlu lagi di tanya itu foto siapa, ya jelas itu foto El Bara. Di sana juga bertuliskan. ACARA PENYAMBUTAN EL BARA SI KAPTEN BASKET BARU! GANTENG, RAJIN, KETUA MPK.  Tertera di atas foto itu.

Satria yang melihatnya lantas berkata. "TENDANGAN SI MADONNNNNN!!!!!" Ujarnya mengangkat sebelah kaki kemudian menendang sepanduk itu dengan sangat kuat. Baim terkejut bukan maen di saat  sepanduknya hampir akan terjungkal ke belakang, segera kedua tangannya menahan sepanduk itu agar tidak jatuh. Setelah berhasil membuat sepanduk itu goyang-goyang sendiri Satria tersenyum lebar kala melihat bekas jejak sepatunya menempel di sepanduk bagian wajah El Bara, sengaja ia melakukan itu karena merasa sangat kesal.

Zaki mendorong tubuh Satria agar ke belakang, ia mulai mendekati sepanduk sembari berkata. "Kalo mau mukulin orang itu gak usah gak enakan, dia aja seenaknya sama kita."

Duak

Barusan Zaki memberikan bogeman mentah membuat spanduk itu bolong lantaran ia meninjunya begitu sangat keras, kalau tinjuan barusan di layangkan kepada seseorang pasti orang itu langsung tepar.

"Bang itu spanduk bang... bukan orang." Baim mengomentari membuat Zaki menempeleng bocah itu. "Salah dikit." Katanya.

"TERIMAH KASIH BUAT PARA SISWA-SISWI YANG SUDAH RELA PANAS-PANASAN DEMI ACARA PENYAMBUTAN KAPTEN BASKET BARU DI SMA PERWIRA,"

"Itu barusan suara si Leon, kan?" Tanya Satria ketiga cowok itu mengangguk masih diam ingin mendengarkan perkataan yang terlontar dari mulut dua orang yang berada di panggung, mereka berbicaranya memakai mic jadi tak heran lagi bagi Gio yang masih berdiri di ambang pintu masuk lapangan. Sudah pasti kedengaran.

"Dengerin aja dulu." Titah Zaki kedua tangannya di masukkan ke dalam saku.

"GUE MAU NANYA, KALIAN SETUJU GAK KALAU KAPTEN BASKET DI GANTI OLEH EL BARA SI KETUA MPK?!"

"SETUJUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU!!!!!!" Hampir semua murid berteriak keras menyetujui perkataan Leon barusan.

Dan sebagian murid mengatakan. "TIDAK SETUJUUUUUUUUU!!!"

"Karena kebanyakannya bilang setuju itu artinya Gioovano Sagara akan segera di hapus dari kapten basket dan akan di gantikan oleh El Bara, kepadanya waktu dan tempat di persilahkan..." Leon mengasongkan mic kepada El Bara yang saat ini sudah sejak tadi berada di sampingnya.

"HALLO SEMUA, SAYA-"

"Kak El Baraaaaaaaaaaa!'

"Awhhhhhhhhh ganteng bangetttttt!!!"

"Argghhhhh rayuin aku masssssss."

"Lebay, ada-ada aja kapten basket di ganti, perasaan dari dulu aja nggak kayak gitu."

"Emang dasar si El Bara itu sengklek, kasian Gio..."

"GUE TETEP MENDUKUNG LO, I LOVE MORE."

"Gue pilih kak El Baraaaaaaa!"

"Aku pilih kak Gio, ah."

"Hah, napa lo milih cowok itu? Dia kan apatis, emangnya lo mau di kasarin?!"

"Tapi kan..."

"Lo pilih kak El Bara atau lo keluar dari geng kita."

"Ya udah aku pilih kak El Bara."

"Nah gitu dong."

Suasana saat ini nampak ricuh setelah El Bara mengatakan beberapa kata, El sengaja melakukan hal ini di hari yang tepat lantaran saat ini para guru sedang rapat.

"Tujuan gue berdiri di sini akan menjadi kapten basket baru menggantikan Giovano Sagara, jika ada ingin yang di tanyakan, silahkan." Suara El melambung tinggi membuat sebagian murid ingin bertanya.

"SAYA MAU TANYA," El mengangguk, kemudian Abian mengasongkan mic kepada siswi itu agar perkataannya terdengar ke semua murid. "Jangan lupa sebelum lo nanya, lo perkenalkan diri lo dulu." Ucap Abian memberitahu dan siswi itu mengangguk paham.

"SAYA VINA DARI KELAS XI IPA 1, INGIN BERTANYA KENAPA KAPTEN BASKET HARUS DI GANTI? PERASAAN DI WAKTU ANGKATAN JAMAN DULU GAK PERNAH DI GANTI KECUALI KALO UDAH LULUS, GIOVANO KAN MASIH KELAS XI BEBERAPA BULAN LAGI MAU NAIK KE KELAS XII KENAPA HARUS DI GANTINYA SEKARANG? TOLONG JAWAB, MAKASIH." Tanya siswi berambut pirang, rasanya ada yang mengganjal karena tiba-tiba El merebut posisi yang di duduki oleh Gio.

El mendeham singkat, matanya tak sengaja melihat Gio sekawan yang sedang berdiri di ambang pintu lapangan, sudut bibirnya terangkat. "Kalian waktu itu nonton pertandingan basket antara ketua MPK dan kapten basket, gak? Di pertandingan itu tim ketua MPK memenangkan pertandingan dan tim kapten basket kalah, makanya karena tim kapten basket kalah maka si Giovano akan segera di keluarkan dari kapeten basket dan di gantikan oleh gue." Jelasnya panjang lebar membuat sebagian para murid bisik-bisik.

"Kok aneh ya? Perasaan Gio pas tanding waktu itu baru kalah cuma hari itu, tapi kenapa si El langsung mengeluarkan Gio dari kapten basket, di ganti in oleh dia lagi."

"Ada yang gak beres gak si?"

"Udah, lah jangan di bahas."

Gio mengepalkan tangannya, masih diam menatap tajam El Bara dari kejauhan.

"Ada yang ingin di tanyakan lagi?"

"SAYA KAK," teriak salah satu siswi mengangkat sebelah tangannya, segera Abian memberikan mic dengan cepat. "SAYA NIKEN DARI KELAS X IPS 3, INGIN BERTANYA KENAPA KAK EL INGIN MENGELUARKAN KAK GIO DARI KAPTEN BASKET, EMANG AKU UDAH MENDENGAR KALO KAKA INGIN MENGELUARKAN KAK GIO KARENA ALASAN KALAH PERTANDINGAN, TAPI MAKSUD AKU TUH ADA GAK SIH ALASAN LAIN SELAIN ITU? TOLONG DI JAWAB KAK."

"Oh ya, makasih Niken pertanyaan yang sangat bagus sekali," El menghela nafasnya sembari menatap sekilas Giovano." Kalo di tanya in alasan mah banyak ya, kalian juga udah tahu. Gio itu mempunya sifat apatis takutnya nanti kalo dia di biarin jadi kapten basket, terus nanti semisal ada pertandingan basket antar sekolah kalo dia kalah terus mukulin orang nanti gimana? Bukan kita doang yang menanggung malu tapi sekolah kita juga di bikin malu oleh si Gio. Makanya gue pikirin ini kedepannya nanti gimana."

Gio tak tahan lagi, cowok itu marah padam, ia memajukan langkahnya mendekati El yang masih berbicara di atas panggung, sungguh ia sudah merasa jengah. Apakah rasanya enak jika di permalukan di depan semua murid? Tentunya tidak.

Satria yang melihat Gio tiba-tiba berjalan tanpa ada sepatah kata pun langsung menepuk-nepuk pundak Zaki dengan cepat. "Zak gawat Zak, si Gio bentar lagi bakalan ngamuk."

Zaki mengedikan bahunya acuh, pandangannya beralih menatap Satria. "Apaan sih, lo. Orang si Gio ada di samping gue-" Di saat ia akan melirik ke arah kanan pandangannya terhenti di saat ia melihat Gio sedang manaiki tangga untuk menuju panggung pengunguman. "Lah cepet amat, njir."

"Ayo bang, buruan susul. Perasaan gue jadi gak enak gini, dah." Ajak Baim berlari duluan.

-

Gio meraih kerah baju El kemudian mencengkramnya begitu erat, tatapan matanya menyala. El di buat syok lantaran tiba-tiba Gio sudah berada di sampingnya, mic yang sempat di gengamnya pun seketika terjatuh dan menimbulkan bunyi dengungan nyaring. Urat leher cowok itu membentang, wajahnya memerah, El bisa prediksi bahwa saat ini kemarahan Gio sudah memuncak.

"GUE SALAH APA SAMA LO, HAH?! KENAPA LO SELALU MEREBUT APA YANG GUE MILIKI??!!"

Bagaimana dengan part ini?

Siap membaca part selanjutnya?

Ready_?

Continue Reading

You'll Also Like

4.4M 98.6K 48
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
3.4M 212K 45
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
1.2M 90.3K 60
BOOK 1 > Remake. 𝘐𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘱𝘢𝘬⚠️ ⚠️𝘥𝘪𝘴𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘰𝘮𝘰𝘱𝘩𝘰𝘣𝘪𝘤 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵...
341K 9.9K 41
Alskara Sky Elgailel. Orang-orang tahunya lelaki itu sama sekali tak berminat berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Nyatanya, bahkan...