.
.
.
CHAPTER 25 ; The truth untold
"Yang Mulia, ada kiriman surat dari Dukedom Emeric"
Horion yang awalnya fokus pada dokumen dokumen dihadapannya pun menoleh.
Lelaki tua itu mengambil amplop dengan cap merah tersebut dan mempersilahkan ajudannya untuk keluar dari ruangan.
'Apa perkiraanku tepat sasaran?'
Tak sabar, ia pun membuka amplop tersebut dan segera membacanya.
Bibir yang sekitarannya di tumbuhi kumis dan janggut itu pun terkekeh. Tampaknya monster utara itu telah menemukan pawangnya.
***
Catherine mengunyah makannya dengan perlahan.
Gadis itu menatap Edward yang baru saja menyelesaikan makanannya.
Setelah tadi malam, Edward kembali seperti Edward sebelumnya- seakan tidak pernah ada kejadian apapun.
"Apa yang kau fikirkan?" tanya Edward sembari mengelus sisi bibir Catherine, karena Catherine mempelajari etika makan dengan sempurna, jangan harapkan ada makanan yang bisa mengotori bibirnya.
Catherine meletakan garpu dan pisaunya keatas piring yang masib tersisa pancake nya itu. Akhir-akhir ini gadis itu memang tak bernafsu makan.
"Beberapa waktu lalu, bagaimana kau mengetahui keinginanku untuk memutus pertunangan?" tanya Catherine sesaat setelah gadis itu mengelap bibirnya dengan serbet.
"Aku menemui Raja" jawab Edward sembari menarik piring Catherine kearahnya.
"Raja memberitahumu?"
Edward menggeleng,
"Aku mengetahuinya sendiri"
Setelah memotong pancake menjadi bagian yang lebih kecil, pria itu pun menyodorkan satu suapan kehadapan mulut Catherine.
"Aku sudah kenyang"
"Kau tidak banyak makan akhir-akhir ini, kali ini kau harus menghabiskannya" kilah Edward.
Tak bisa membantah, Catherine hanya bisa menghembuskan nafas dan membuka mulutnya.
Dengan telaten Edward pun terus menyuapi Catherine hingga sarapan gadis tersebut habis.
Setelahnya ia memberikan gelas berisi air mineral dan mengelus kepala Catherine.
"Raja akan datang siang nanti, kau ingin bertemu dengannya?" Tanya Edward.
Catherine mengangguk. Ada beberapa hal yang memang harus ia bicarakan dengan Raja.
***
Karena sedari awal Horion memanglah pihak yang meminta negosiasi dan bertemu, jadil disinilah dia, menghampiri manor Emeric sesaat setelah ia mendapatkan surat dari Edward bahwa Horion dipersilahkan datang ke Emeric untuk diskusi.
Horion tahu, diskusi dengan Edward tidak akan mudah, apalagi menyangkut Catherine. Ini akan menjadi hari yang panjang.
"Pernikahan akan tetap dilaksanakan di istana, jika kalian sanggup menyiapkannya dalam waktu 2 minggu" ujar Edward, final.
"Mengapa begitu terburu-buru? Catherine sudah membatalkan perjanjiannya denganku kan? Dia tidak akan pergi kemana-mana" kilah Horion.
Edward tahu, tapi lelaki itu tak ingin mengambil resiko. Semakin cepat Catherine sepenuhnya menjadi miliknya, semakin baik.
"2 minggu atau tidak sama sekali"
Horion menghembuskan nafasnya. Lelaki ini setergila-gila itukah?
"Baiklah-baiklah, perintahkan ajudanmu untuk mengirimkan segala konsep pernikahan yang kalian inginkan" Ujar Horion yang bersikeras untuk melakukan pemberkatan pernikahan di istana. Karena ia begitu menjunjung tinggi peraturan tradisional kerajaan, bahwa seluruh anggota inti kerajaan wajib mengadakan pemberkatan pernikahan di Istana.
**
Setelah perbincangan alotnya dengan Edward, kini Horion pun keluar dari ruang kerja pria tersebut.
Sekarang adalah saatnya dia menemui Catherine yang telah berada di ruang perjamuan.
Jika kalian bertanya-tanya mengapa Edward tak ikut serta? Jawabannya adalah karena Catherine memintanya.
Seperti biasa, Horion dan Catherine selalu meminta ruang untuk pembicaraan pribadi mereka.
Meskipun pada awalnya Edward ragu karena bisa saja Raja dan Catherine merencanakan hal tak terduga lainnya, namun Catherine berhasil meyakinkan pria itu dan berjanji tidak akan berusaha pergi lagi dari Emeric.
"Selamat Sore, Yang Mulia" sapa Catherine begitu Horion memasuki ruang perjamuan bernuansa biru laut tersebut.
Setelah beberapa pelayan yang tadinya melayani Catherine itu pergi dan menutup pintunya, Horion pun berjalan mendekat kearah Catherine dan memeluk gadis yang sudah ia anggap sebagai anaknya tersebut.
"Apa kau baik-baik saja? Edward tidak melukaimu kan?" tanya Horion, memastikan.
Catherine menggeleng dan mengurai pelukannya dengan Raja.
"Dia tidak menyakitiku, namun hampir memenggal Abigail" ujar Catherine.
Tak menunjukan raut wajah tertarik, Horion pun mendudukan dirinya di sebrang Catherine.
"Untuk yang satu itu aku tak peduli, selagi kau baik-baik saja maka tak ada yang perlu dikhawatirkan" jawab Horion.
Dan Catherine hanya menghela nafasnya, kecewa karena seakan hanya dirinya yang peduli pada Abigail. Padahal disisi lain, sungguh gadis itu tak melakukan kesalahan apapun. Semua ini murni karena keteledorannya menyebut nama Abigail dihadapan Edward. Memikirkannya sungguh membuat Catherine kembali dihinggapi rasa bersalah.
"Jadi, mengenai perjanjian itu, itu sudah dalam proses pembatalan. Kini keluarga Emeric kembali ke peraturan awal. Mereka tak boleh menikahi rakyat biasa" jelas Horion, menuntun pembicaraan kearah serius.
Gadis dengan gaun sabrina itu terdiam sesaat sebelum akhirnya kembali menatap mata Horion.
"Jadi hanya itu? Usahaku selama ini tak menghasilkan apapun ya?" lirih Catherine.
"Jika kau mau, aku bisa menggantinya dengan hal lain selagi itu tidak mengancam kerajaan dan tidak bertolak belakang dengan keinginan tunanganmu" jelas Horion yang tak ingin Catherine berlarut pada kesedihannya. Lelaki tua itu merupakan saksi bagaimana Catherine berjuang hingga bisa mencapai titik ini. Pasti gadis itu merasa tak adil.
"Aku akan memikirkannya," jawab Catherine.
"Jangan ragu menghubungiku jika kau membutuhkan sesuatu"
Setelahnya, pembicaraan pun kembali berangsur ringan.
Sembari memakan kukis dan meminum teh yang disediakan mereka berbincang dan menanyakan kabar masing-masing.
Terutama Catherine yang baru saja dikurung oleh tunangannya.
"Omong-omong, pemberkatan pernikahanmu akan diselenggarakan di istana"
"Apa jadwalnya tetap 1 minggu setelah debutante-ku?"
Horion mengangguk sebagai jawaban.
"Edward bersikeras. Pria itu tak ingin ada pengunduran sama sekali"
Bukannya ingin merencanakan kabur, hanya saja Catherine merasa ini terlalu cepat.
Ia ingin menikmati rasanya menjadi gadis dewasa yang bebas, bukannya langsung menjadi istri seseorang dan langsung menjabat sebagai Duchess.
"Catherine... pernikahanmu dan Edward sudah tidak mungkin dibatalkan, jadi cobalah terima dia ya? Edward terlihat begitu menyayangimu" ujar Horion dengan halus.
Berbeda dengan isi hatinya, Catherine hanya mengangguk.
"Meskipun sulit, cobalah lupakan mimpimu mengenai Edward, aku tidak ingin itu menghambat kebahagiaan kalian"
Catherine tersenyum tipis,
"Tidak semudah itu, Yang Mulia"
"Aku tahu, namun cobalah... akan ada banyak kebahagiaan yang terlahir jika kalian bersama"
"Lalu bagaimana dengan kebahagiaanku?"
"Edward akan membuatmu bahagia, aku akan menjamin itu"
Catherine menatap teh dihadapannya dengan tatapan menerawang.
"Raja....
Pernahkah kau merasakan, rasanya mati karena belahan jiwamu lebih memilih wanita lain?" lirih Catherine.
Dan kali ini, Horion hanya bisa terdiam. Untuk pertama kalinya Catherine membahas detail mengenai mimpinya.
"Aku pernah merasakannya...
Berulang-ulang kali... hampir setiap malam aku terus merasakannya. Awalnya aku menyangkal dan berkata bahwa itu hanyalah sebuah mimpi sampai akhirnya aku mengetahui berkat yang telah dewa berikan..."
Air yang mulai berkumpul di pelupuk mata Catherine tak menghentikan gadis itu untuk terus mengutarakan perasaannya.
"Aku begitu mencintai Edward... tapi kenapa?
Aku selalu bertanya-tanya. Mengapa rasanya aku tak pantas dicintai... pemikiran itu terus berputar dikepalaku hingga rasanya aku sangat tercekik.
Namun pada akhirnya aku bisa menerimanya. Aku mencoba bangkit perlahan dan membuat rencana agar aku bisa pergi tanpa harus mengorbankan siapapun. Namun tiba-tiba Edward bertingkah selayaknya ia mencintaiku dan membuatku terlihat seperti orang jahatnya..."
Mengingat segala hal yang telah ia lewati hingga titik ini. Rasanya begitu tak adil.
Jangan anggap gadis itu tidak menyadari perubahan Edward. Sungguh gadis itu merupakan orang pertama yang menyadarinya.
Setiap malam dimana ia harus berada di ranjang yang sama dengan Edward jantungnya berdebar bahagia dan kesakitan disaat yang sama.
Dirinya begitu bahagia bisa terus berada didekat Edward dan merasakan seluruh perilaku lembut dari seseorang yang dicintainya, namun disisi lain mimpi itu terus menghantuinya seakan ia tak boleh merasa bahagia.
Catherine sungguh tersiksa dengan semua ini.
Dan hanya dengan kalimat bahwa Edward bisa membahagiakannya, semua itu tidak akan hilang begitu saja.
"Catherine..."
Horion bangkit dari duduknya dan segera membawa Catherine kedalam pelukannya.
Sungguh, lelaki itu sama sekali tidak bermaksud membuka luka yang selama ini Catherine coba tutup sendiri.
Mereka tenggelam dalam perasaan mereka masing-masing tanpa menyadari adanya seorang insan yang membeku dihadapan pintu.
Ia mendengar segalanya.
***
TBC
Published, 14-07-2023