AMBER and the vampire prince...

By Nkalestar

254K 11.4K 1.1K

WARNING (18+)❗ Takdir mempertemukan Amber dengan makhluk yang selama ini di anggap manusia hanyalah sebuah mi... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43
Bagian 44
Bagian 45
Bagian 46
Bagian 47
Bagian 48
Bagian 50
Bagian 51
Bagian 52
Bagian 53
Bagian 54
Bagian 55
Bagian 56
Bagian 57 (END)

Bagian 49

2.2K 99 10
By Nkalestar

Elena bekerja dengan giat untuk yang terakhir kalinya. Semua temannya menampilkan ekspresi sedih mereka atas keluarnya salah satu rekan kerjanya. Elena sudah menganggap rekan kerjanya itu sebagai keluarga dan Elena sendiri juga merasa sedih akan hal itu, tapi dia tidak punya pilihan lain karena ini menyangkut keselamatannya sendiri.

"Aku juga sedih harus keluar dari sini. Bisakah kita sering-sering berkumpul di hari libur kalian? Sebagai obat rindu saja."

"Tentu saja bisa, Elena! Aku, Emma, Freya dan Liam akan merasa senang!"

"Terima kasih, teman-teman. Aku pergi dulu, selamat tinggal!"

Elena melangkah keluar dari sana. Elena enggan menatap teman-temannya untuk yang terakhir kali karena itu akan membuatnya menangis. Elena berjalan pulang ke rumahnya, hanya untuk mengemasi barang-barangnya saja. Elena membawa semua pakaiannya dan foto-foto miliknya dan sengaja meninggalkan barang-barang yang Elena pikir tidak penting karena di apartemen Diego semua sudah lengkap.

Elena melirik rumah kosong yang tau jauh dari rumahnya. Sosok vampir yang pernah mencelakainya, sedang berdiri di jendela lantai atas rumah itu. Elena tidak tahu sejak kapan vampir itu sudah berdiri di sana dan terus memperhatikannya. Elena mengemasi barang-barangnya dengan terburu-buru karena takut vampir itu akan menangkapnya lagi.

Elena berlari menuju apartemen Diego yang cukup jauh jarak dari rumahnya. Sesampainya di apartemen, Elena meletakkan semua barang-barangnya di lantai dan ia mengambil nafas dalam-dalam. "Syukurlah dia tidak mengejarku!... Hah... Hah..."

Elena mengambil minuman dari kulkas dan meminumnya dalam sekali teguk. Elena tadi berlari tanpa henti dengan membawa barang-barangnya yang sebanyak itu, jadi wajar saja baginya kehausan seperti ini. 'Ada yang aneh dari vampir itu. Kenapa tadi dia tidak langsung menangkapku, tapi malah menatapku dari sana?'

Elena tak mau ambil pusing tentang itu, bukankah justru lebih bagus dirinya tidak di tangkap vampir itu? Elena mulai merapikan barang-barang miliknya juga membersihkan apartemen itu yang sekarang menjadi tugasnya. Elena tak menyadari bahwa hari mulai menjelang malam lantaran dirinya terlalu sibuk. Elena menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri lalu Elena memutuskan mengistirahatkan tubuhnya yang letih itu di kamar barunya. Awalnya hanya sekedar beristirahat tapi karena mata gadis itu berat, perlahan memasuki dunia mimpi.

Malam hari di kastil vampir. Giovanni mulai di buat sibuk dengan berkas-berkas yang harus dia selesaikan sebelum hari pengangkatannya sebagai raja di laksanakan, salah satunya menandatangani undangan yang akan ia sebar ke beberapa pemimpin bangsa yang ada di dunia immortal ini. Giovanni tidak seorang diri, tapi Diego juga ikut membantunya. Lalu kedatangan Amber di sana membuat kedua pria itu menoleh ke arahnya.

"Ada apa, sayang? Maaf aku sekarang sedang sibuk. Jika kau butuh teman, aku akan menyuruh Isabelle kembali ke sini."

"Tidak juga, aku baru dari taman bersama salah satu pelayan. Aku ke sini hanya ingin menengokmu saja."

Giovanni menaikan satu alisnya lalu berdiri menghampiri Amber dan memeluk gadis itu. Giovanni mengecup puncak kepala Amber. "Terima kasih sudah peduli padaku. Maafkan aku untuk akhir-akhir ini yang jarang ada untukmu. Kau bisa lihat sendiri kertas-kertas yang memenuhi mejaku, minta aku selesaikan secepatnya."

"Aku mengerti, makanya aku ke sini. Apa kau tidak lapar? Kau belum minum darahku tiga hari."

Giovanni melirik Diego, memberi isyarat dengan matanya agar pria itu keluar dari sana. Diego sendiri sebenarnya tanpa di minta pun dia memang akan pergi. Setelah kepergian Diego, Giovanni membopong tubuh Amber menuju kursi. Giovanni mendudukkan Amber di pangkuannya, posisi mereka saling berhadapan.

Amber paham apa yang harus ia lakukan jika Giovanni ingin minum. Amber mengekspos lehernya sendiri dan memiringkan sedikit kepalanya. Kini leher jenjang gadis itu sudah terpampang jelas di depan Giovanni yang berhasil membuat pria itu meneguk ludahnya dengan susah payah.

Taring Giovanni perlahan muncul, iris matanya pun sudah semerah darah. Mulutnya mendekati leher gadis itu dan mencari tempat yang tepat untuknya menancapkan taring itu tanpa menyakiti Amber.

Amber menutup matanya rapat-rapat dan mendesis dikala taring itu menembus kulitnya. Rasa sakit memang muncul di awal, akan tetapi berubah menjadi gelombang kenikmatan bagi Amber. Amber melingkarkan tangannya ke leher Giovanni.

Giovanni menjauhkan mulutnya dari leher Amber ketika dirasa sudah cukup. Meskipun dia lapar, tapi dia mencoba mengendalikan nafsu vampirnya dan tidak sampai membuat Amber pingsan. Amber menatap Giovanni dengan tatapan tidak sukanya.

"Kau yakin kenyang hanya minum sedikit?"

"Kenapa? Kau ingin aku menghisap habis darahmu? Aku tidak sejahat itu pada gadis yang aku cintai."

Wajah Amber memanas. Gadis itu memalingkan muka ke lain arah. Giovanni tersenyum dan menurunkan Amber dari pangkuannya. Giovanni berdiri, kembali ke kursi kerjanya. "Tunggu sampai aku menyelesaikan semua ini, akan aku usahakan selesai dengan cepat. Tunggu aku di kamarmu."

Amber mengangguk dan berjalan keluar dari sana. Amber menutup di belakangnya. Di samping pintu itu dia melihat Diego yang berdiam diri. Amber mengamati pria itu yang seperti sedang melamun.

"Terjadi sesuatu dengan tugasmu membantu Giovanni?"

Diego tersentak, menegakkan kembali punggungnya yang semula ia sandarkan di dinding. "Tidak, ratu. Semua berjalan lancar. Kenapa bertanya begitu?"

"Hey, Diego. Kau teman masa kecilnya Giovanni dan kau juga aku anggap sebagai temanku. Jangan memanggilku begitu, cukup panggil namaku saja. Lagi pula aku belum diangkat menjadi ratu di sini."

"Baik, Amber. Kenapa bertanya seperti tadi?"

"Kau tadi melamun jadi aku asal menebak saja. Kalau bukan itu masalahnya, lalu apa? Kau bisa menceritakannya padaku dan aku dengan senang hati akan mendengarkanmu."

Diego diam, menimang perkataan Amber. 'Aku belum yakin dengan ini tapi... Ah, sudahlah. Mungkin lain waktu saja aku tanya padanya atau pada Giovanni.'

Diego membalas Amber dengan senyuman, "terima kasih untuk niat baikmu, tapi aku baik-baik saja. Aku harus kembali membantu Giovanni, aku yakin pria itu sedang kebingungan sekarang. Aku permisi dulu."

"Baiklah, aku juga berterima kasih padamu sudah membantu Giovanni selama ini."

"Sama-sama, rat-... Ekhem, maksudku Amber. Itu sudah menjadi tugasku sebagai tangan kanannya."

Amber melempar senyum pada Diego, lalu melangkah meninggalkan tempat itu. Diego pun balik memasuki ruangan kerja Giovanni. Diego memperhatikan Giovanni yang mengerjakan berkas-berkas itu dengan cepat, tidak seperti tadi yang seperti orang bermalas-malasan.

"Kenapa tidak sedari tadi kau begitu? Pekerjaan kita akan cepat selesai!"

Giovanni hanya melirik sebentar ke arah Diego, lalu kembali fokus dengan pekerjaannya. Giovanni menumpuk semua kertas-kertas undangan yang baru selesai pria itu tanda tangani, tinggal menyebarkannya ke penghuni dunia immortal ini. Masih ada beberapa purnama lagi menuju hari pengangkatannya tapi Giovanni memilih menyelesaikannya dengan cepat. Tak hanya itu, banyak tawaran dari bangsa lainnya yang ingin menjalin kerja sama dengan bangsa vampir.

"Selesai! Diego, kau boleh pergi. Aku yang akan membereskan semuanya sendiri. Terima kasih kerja kerasmu!"

Diego menaikkan satu alisnya lalu mengangkat bahunya cuek. Giovanni sudah berkata begitu, jadi Diego menurut. Melihat kertas-kertas itu juga sebenarnya membuatnya bosan. Diego berpatroli di sekitar kastil itu. Terdapat dua kastil vampir, namun kastil ini adalah kastil utama. Sementara kastil satunya untuk tempat berlindung jika saja kastil utama mendapat serangan.

Diego pergi ke tempat latihan. Di sana sudah ada beberapa prajurit yang berlatih. Jacob, selaku panglima di sana menghampiri Diego yang baru masuk ke sana. "Kebetulan sekali kau ada di sini, mau berlatih denganku?"

Diego menimang-nimang ajakan itu sebelum pria itu menyanggupinya. Para prajurit yang sedang berlatih itu menyingkir, memberi ruang untuk mereka berdua. Diego dan Jacob membuka baju mereka. Kedua pria itu mengambil ancang-ancang sebelum menyerang satu sama lain.

Jacob lebih dulu melancarkan serangannya yang masih dengan mudah Diego hindari. Diego menyeringai dan melakukan serangan balik terhadap Jacob. Diego menguasai arena. "Lanjut atau berhenti? Lukamu parah, obati dulu."

"Heh, kau pikir aku manusia yang masa penyembuhannya lambat? Luka kecil ini sama sekali tidak berarti bagiku! Tunggu sampai aku membuat luka yang sama di tubuhmu!"

Jacob menyerang Diego dengan membabi buta sampai para prajurit di sana menahan nafas mereka. Posisi mereka seimbang sekarang. Diego menghindar cukup jauh dari Jacob untuk mengambil kesempatan mendiamkan sebentar tubuhnya yang tenaganya terkuras habis.

Bayangan wajah  Elena yang menatapnya dengan tatapan polosnya waktu itu, membuat fokus Diego menurun hingga tidak menyadari Jacob melesat cepat ke arahnya. Tubuh Diego terlempar membentur tembok hingga retak. Darah keluar dari bibir Diego. Diego bangkit dengan susah payah.

"Diego, kau baik-baik saja?" Tanya Jacob, merasa khawatir akan Diego. Diego menggeleng dan meraih bajunya. Memakainya dan pergi dari tempat latihan itu. Jacob menatap kepergian Diego dengan perasaan heran. 'Dia tadi sangat lengah, jarang-jarang dia seperti itu saat latihan. Untung masih latihan, aku tidak bisa membayangkan dirinya lengah di tengah pertempuran. Dia akan mengalami mati konyol!'

Diego pergi ke kamarnya dan membanting tubuhnya ke kasur. Luka yang didapatkan dari Jacob, perlahan menghilang. Diego melihat keluar jendela yang di mana malam mulai larut. Tidak ada bulan yang menyinari tempat itu.

"Apa dia sudah tidur?"

Diego menutup matanya, dan membukanya kembali. "Cih, kenapa denganku!? Hanya karena wajahnya yang imut dan darahnya yang manis, mampu membuat seorang Diego jatuh hati padanya...?"

Continue Reading

You'll Also Like

472K 29.5K 59
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...
1.4M 90.9K 35
Beberapa kali Rank : # 1- Fantasi # 1- Half # 1- Misteri # 1-Arrogant # 1- Romance # 2- Misterius # 3- Vampire 'xavier farel Addison' seorang raja va...
257K 23K 56
FOLLOW sebelum baca, trims! [Ivanovic series #2] Note : Pure Blood Sequel <3 -- SINOPSIS Ares Alfaro Ivanovic, putra mahkota keluarga Ivanovic. Marga...
101K 3.4K 12
"Yang kalau aku selingkuh kamu marah nggk" jennie. "Mau main sampai subuh dua kali?" Lisa. Area JenLisa Chaeso Local 🔞🔞