Daydreaming (gxg)

By coffeerum

42.4K 2.1K 200

"Ibu guru yang cantik itu adalah kekasihku" -kanaya- dipublikasikan sejak Desember 2017 More

Prolog
1. First Meet
2. Kejadian di kelas
3. Hoodie
4. Hari yang Aneh
5. Memerhatikanmu
6. Kepulangan
7. Surat Cinta
9. Ingin Akrab Denganmu

8. Chit chat

454 52 6
By coffeerum

Tringg

Dering notifikasi dari aplikasi chatku. Aku dengan malasnya merangkak dari tempat tidur menuju meja kecil di sebelahnya. Ku lihat ponselku, sudah ada banyak pesan masuk di grup chat.

|Leo
Cepat Naya!
|Leo
Ku tinggal.
|Leo
Bye!
|Jingga
Nay, Kita tunggu di dalam GOR.
|Jingga
Nanti chat lagi kalau udah sampai.
|Jingga
Nay?
|Leo
P
|Leo
P

Ah.. Aku ketiduran. Sudah jam berapa ini? 18.36. Aku lupa ada janji, dengan santainya Ku tinggal tidur siang. Segera Ku balas chat mereka.

Aku|
Aku ketiduran. Pertandingannya gimana?

|Jingga
Ya Ampun.
|Leo
Udah selesai.

Mereka tidak marah, kan? Aku akan minta maaf dengan benar besok Senin. Dengan Beno juga. Pasti Dia kecewa sekali.

Aku terbangun dengan perut lapar. Tidak ada yang membangunkanku. Bi Sul hanya membangunkanku ketika pagi di hari sekolah.

Aku turun ke bawah menuju ruang makan. Sebelum mengambil piring Aku meneguk air putih dari salah satu botol di kulkas. Suasananya sangat sepi, biasanya Bi Sul langsung datang ketika mendengar langkah kakiku menuruni tangga.

Aku mengambil nasi di rice cooker dan mengambil lauk yang sudah ada di meja. Tiba-tiba Aku ragu juga malas untuk membawa makananku ke atas, lalu berakhir dengan memakannya di meja makan. Ada apa denganku ya? Apa karena sudah terbiasa?

Aku mengenakan jaket karena ingin menghirup udara segar di depan. Di taman kecil depan rumah, ada bangku taman. Di situlah Aku duduk sambil memainkan game. Aku juga menyadari Mas Ukin tidak ada di posnya.

Kemana perginya semua orang?

Tringg

|+6281725XXXXXX
Nay, kenapa nggak datang?

Hah? Siapa?

Aku|
Siapa?

|+6281725XXXXXX
Beno.

Aku |
Sorry, Aku ketiduran.

|+6281725XXXXXX
Kamu di mana sekarang?

Aku |
Rumah.

|+6281725XXXXX
Boleh nggak Aku ke rumah?

Yang benar saja.

|+6281725XXXXXX
Bercanda :P

Sekarang Beno tahu aplikasi chat yang Ku gunakan. Dari mana ya? Mungkin karena Dia memiliki nomorku, jadi bisa saja..

Tunggu dulu.

Kalau semua nomor yang disimpan di kontak HP bisa terhubung dengan aplikasi. Jadi nomor Bu Agatha juga.

Setelah Ku cari di daftar kontak aplikasi, langsung terpampang profil beserta fotonya.

Screenshot.

Ini tidak benar, tetapi Aku dapat fotonya. Bisa-bisanya Aku mencuri foto orang lain. Namun kapan lagi, melihat wajahnya saat hari libur begini.

Entah bagaimana, tiba-tiba HP-ku nyaris jatuh dan Ku tangkap dengan sigap. Tetapi tanpa disengaja, Aku menekan tombol panggilan di profil Bu Agatha dan mulai terhubung. Dengan segera Ku tutup panggilan tersebut sebelum terangkat.

Jantungku seakan berhenti.

Aku menunggu risiko apa yang harus Ku terima setelah ini. Namun tidak ada tanda apa-apa pada layar HP-ku.

Hhhhh...

Rupanya Aku hanya khawatir berlebih.

Beberapa menit berlalu, Aku bosan dan memutuskan untuk pergi ke mini market. Jauhnya sekitar 100 meter dari rumah. Berjalan sambil melihat pemandangan malam merupakan kenyamanan sendiri. Rumahku ada di pinggir jalan. Lalu samping rumahku adalah jalan menuju perumahan.

Saat kakiku menginjak halaman mini market, sesuatu yang tidak Ku prediksi terjadi. HP-ku berdering.

Ada panggilan masuk.. dari Bu Agatha.

Aku membeku. Pikiranku berdebat untuk mengangkat panggilan atau mengabaikannya. Lagipula Aku tidak tahu apa yang harus Ku katakan jika mengangkatnya.

"Kenapa tidak diangkat?" tiba-tiba ada suara seseorang yang menyadarkanku.

Bu Agatha ada di depan mataku, sedang duduk di depan mini market. Dia menaruh HP-nya di meja dan menyilangkan lengannya sambil menatapku. Tatapan matanya terlihat lesu.

Aku mendekatinya dan menyadari bahwa Bu Agatha masih memakai seragam batik yang dipakai guru di hari sabtu. Dia belum pulang sampai selarut ini?

"Maaf.. Bu Agatha." kataku lirih.

"Tidak apa-apa. Duduklah."

Aku duduk di sebelahnya dengan pelan dan hati-hati. Aku sedikit takut dengan responnya.

"Maaf, Kanaya. Ibu hanya sedang tidak mood."

Aku mengangguk perlahan.

"Bu Agatha.. baru pulang?" tanyaku.

"Yah.." kata Bu Agatha sambil menatapku.

"Ada rapat dan beberapa hal lainnya." imbuhnya kembali menatap meja di depannya.

Aku menyadari hanya ada botol minuman di mejanya. Dia kelihatan lelah sekali karena beberapa kali menghembuskan nafas panjang.

"Bu Agatha.. S-sudah makan?" tanyaku gugup.

Kali ini Bu Agatha menatapku dengan heran setengah takjub. Mungkin tidak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulutku. Bukankah wajar bertanya pada seseorang apakah Ia sudah makan atau belum?

"Belum?" jawabannya sambil terus menatap mataku.

"Haruskah Kita makan malam?" kataku setengah berbisik.

"Apa?" untung Dia tidak mendengarnya.

"Ah tidak.. biar Saya ambilkan sesuatu." kataku cepat-cepat masuk ke mini market.

Aku tidak tahu makanan apa yang Bu Agatha suka. Kebetulan nasi di sini habis. Jadi Aku hanya membeli Dim Sum, Sosis, Donat dan buah melon potongan.

"Maaf, nasinya tidak ada." kataku memberikan bungkusan yang Ku beli.

"Kenapa Kamu yang minta maaf? Ibu tidak makan nasi kalau malam." katanya menjelaskan.

Aku mengangguk.

"Tapi ini banyak sekali, Kanaya." tambahnya.

"Tidak kok." jawabku singkat.

"Terimakasih." katanya sambilan tersenyum manis sekali.

Ku balas juga dengan senyuman termanis yang Ku punya.

"Kita tidak pernah punya waktu untuk mengobrol panjang ya." katanya sambil membuka kotak dim sum.

"Bu Agatha mau mengobrol apa dengan Saya?"

"Mmm.. banyak." katanya dengan mulut penuh dim sum.

"Ah.. Ibu makan dulu saja." kataku.

Wajahnya menggemaskan sekali saat sedang makan. Tidak seperti sosok dewasa yang Ku temui di sekolah. Aku memperhatikannya terlalu lama hingga Bu Agatha menoleh ke arahku. Aku membuang mukaku segera.

"Jangan melihatku saat makan, Kanaya."

Oh? Akhirnya Dia memakai 'Aku' setelah lama Ku nantikan.

"Maaf."

"Pasti jelek sekali."

Malah sebaliknya.

"Tidak kok." jawabku.

"Ini buatmu." katanya memberikan potongan terakhirnya.

"Saya sudah kenyang." aku menolak dengan halus dan berakhir Ia makan sendiri.

Beberapa menit berlalu dengan hening. Hanya ada suara pintu mini market yang terbuka dan tertutup karena pelanggan lalu lalang. Juga suara motor dan mobil yang keluar masuk parkiran.

"Kanaya.. Kenapa Kamu nggak bertanya apa-apa?"

Aku memiringkan kepalaku karena tidak paham maksud dari perkataan Bu Agatha.

"Saat Kamu menemukanku di sini." katanya lirih.

Aku sedikit tertegun mendengarnya. Kalimatnya seperti puisi di telingaku.

"Kalau Bu Agatha jadi Saya, apa bisa mengajak bicara orang yang lagi menangis?" entah datang dari mana keberanianku ini.

Bu Agatha menatapku dalam-dalam. Aku tidak mengerti apa yang ada di pikirannya.

"Biasanya orang akan penasaran dan mulai bertanya."

"Iyakah? Saya hanya.. nggak mau melewati batas." terangku.

Kami terdiam cukup lama.

"Makasih ya.. Berkatmu.. Aku tidak kedinginan saat pulang."

Aku suka saat Dia bicara kasual denganku, seolah tidak ada jarak di antara Kita. Aku ingin sekali mengikis jarak itu. Wanita ini.. membuatku ingin lebih dekat dengannya.

"Tapi, Bagaimana Bu Agatha menemukan Saya di sekolah?"

"Saat MOS, Aku melihatmu." jawabnya enteng.

Itu tidak menjawab pertanyaanku. Bu Agatha tidak pernah sekalipun menengok padaku saat di mini market.

"Dari mana Bu Agatha tahu wajah Saya?"

"Oh? Dari mana ya Aku menjelaskannya?"

Aku diam menunggu Dia meneruskan kalimatnya.

"Lain kali Ku ceritakan kalau Kita ada waktu mengobrol lagi, Ok?"

Aku hanya mengangguk menyetujuinya. Mengapa Dia sampai menunda untuk bercerita ya, padahal Kita sedang saling bertatap muka begini?

Jam sudah menujukkan pukul 21.15. Ternyata sudah selarut ini. Tiba-tiba Aku ingat perkataan Tante Rossa tentang Aku yang tidak pernah pulang lebih dari jam 9 malam.

"Kanaya.. berapa umurmu?" tanyanya tiba-tiba.

"17. Bu Agatha?"

Sopankah bertanya umur pada guru? Aku tidak berpikir terlebih dahulu dan langsung terucap begitu saja.

"25."

Deg! Entah kenapa setelah mendengar umurnya jantungku seperti berdentum. Selisih umur Kami 8 tahun.

Drrrtt drrrtt

HP-ku berdering. Ada panggilan masuk dari Tante Rossa. Tante ini menelpon di saat yang tidak tepat. Aku enggan mengangkatnya.

"Kenapa tidak diangkat?" tanya Bu Agatha sebelum meneguk minumannya.

Aku mematikan panggilan Tante Rossa. Kemudian berakhir dengan banyaknya pesan yang masuk ke HP-ku. Kenapa Dia mengganggu sekali.

"Sepertinya sudah malam. Kanaya. Kamu pulanglah." kata Bu Agatha membereskan sampah makanannya, dan membawa sisa makanan di bungkusan.

"Ah.. Iya." jawabku sambil beranjak dari kursi.

Bu Agatha masih berkutat dengan perlengkapan berkendaranya. Sebaiknya Aku pulang lebih dulu sebelum Tante itu menelpon lagi.

"Bu Agatha, terimakasih sudah mau duduk dengan Saya." kataku yang sudah berada di depan motornya.

"Ibu yang harusnya berterimakasih." katanya mengangkat bungkusan.

Aku hanya tersenyum.

"Kanaya.. kalau hanya berdua. Kita bicaranya santai saja ya."

Aku sedikit terkejut, Bu Agatha seperti meminta kesepakatan denganku. Tetapi untuk bicara 'Aku-Kamu' kan sangat tidak sopan.

"Saya tidak bisa." jawabku.

"Kamu hanya belum terbiasa aja." katanya enteng.

"A-aku pulang dulu." kataku lalu menutup mulutku yang lancang ini.

Dia tertawa. Sepertinya senang sekali melihatku malu begini. Lalu..

Melihat Dia tertawa lepas begitu, sungguh sesuatu yang tidak pernah sekalipun Ku lihat. Indahnya.. Bagaimana bisa manusia bisa seindah ini.

"Makasih ya, mood-ku jadi bagus lagi." katanya sambil mulai memakai helm.

"Pulanglah." tambahnya.

Aku mengangguk dan mulai meninggalkan mini market.

Aku berjalan menyusuri pinggir jalan sendirian di gelap malam. Hanya ditemani oleh lampu jalan juga lampu kendaraan yang berlalu lalang.

Aku berjalan santai, karena malas sekali harus pulang ke rumah yang penuh dengan kecanggungan. Tidak bisa Ku elakkan bahwa Tante Rossa mempunyai peran untuk mencairkan suasana di rumah. Tetapi di sisi lain, Aku begitu membencinya.

Akhirnya Aku sampai di depan pintu gerbang. Saat Aku hendak membukanya,

Tin tiin..

Ada suara klakson motor yang mengagetkanku. Aku menoleh ke arah sumber suara dan mendapati motor yang melaju melewatiku dengan senyum yang bertengger di wajah pengendaranya.

Bu Agatha.

Lagi-lagi..

Secara tidak terduga telah mengetahui tempat tinggalku. Rupanya sejak tadi Dia mengikutiku dari belakang. Mengagumkan, bukan?

# # #


Aku sedang bersiap untuk pergi ke kafe. Hari mingguku yang berharga harus diisi dengan kegiatan di luar. Sembari membayar hutang pada Beno karena tidak jadi datang dan menghanguskan tiket nontonnya, Aku juga ingin menengok Jingga yang ikut membantu di kafe.

Aku menuruni tangga dengan cepat hingga menimbulkan suara yang bising.

"Naya." kata Ayah yang sedang membaca koran di ruang keluarga.

Aku menghentikan langkahku.

"Jangan lari-lari."

"Iya." jawabku singkat.

Aku melanjutkan langkahku dan mulai berjalan menuju pintu depan.

"Mau ke mana?" tanyanya lagi.

"Pergi dengan teman."

"Ke?"

"Tempat makan?"

"Kenapa kemarin tidak ikut?"

"Nggak ada yang bangunkan Aku."

"Bukan karena sengaja tidur?"

Apa? Memangnya Aku mau ketiduran sampai malam? Aku hanya diam karena tidak tahu mau menjawab apa.

Tiba-tiba Tante Rossa yang sedang membawa secangkir kopi datang dengan wajah yang bingung setengah terkejut.

"Mas, jangan interogasi Kanaya begitu. Kan, sudah Ku bilang Dia tidur. Aku lihat dengan mataku sendiri Dia betulan tidur."

Dia membelaku. Kenyataan Dia masuk ke kamarku kemarin tidak bisa dimaafkan. Ruang Privasiku dilewatinya begitu saja.

"Kanaya, pergilah." dengan gestur tangan untuk menyuruhku pergi.

Aku yang tidak peduli perbincangan mereka, segera beranjak pergi.

"Mas, jangan terlalu kaku dengan anakmu sendiri. Santailah sedikit."

Aku menutup pintu agar pembicaraan mereka tidak bisa Ku dengar lagi.

Aku berada di depan pagar sedang menunggu taksi. Rupanya mereka menyuruh Mas Ukin dan Bi Sul untuk libur di akhir pekan.

Taksiku sudah datang, Aku segera masuk dan Kami melaju sampai ke kafe. Sesampainya di sana, Beno sudah duduk di meja bar berhadapan dengan Leo. Ku lihat sekeliling dan menemukan Jingga sedang mencatat pesanan pelanggan.

Aku tepuk bahu Jingga. Dia terkejut dengan kehadiranku. Aku tidak mau mengganggu waktunya jadi Aku menghampiri Beno.

Beno kemudian menarik tanganku untuk duduk di meja pelanggan yang lebih nyaman.

Dia tersenyum.

"Pesanlah. Aku yang bayar, kan?" kataku datar.

"Baru juga datang." keluhnya.

Jingga menghampiri Kami dan memberikan menu.

"Kalian lagi kencan?" tanyanya.

"Iya." jawab Beno.

"Nggak." koreksiku.

Beno terkekeh.

"Kita harus menyamakan jawaban, Nay."

"Kenapa harus?"

"Karena mantanku ada di sana." dia menunjuk dengan dagu.

Dia pasti sedang bercanda.

"Bukan urusanku, kan?"

Selesai mencatat Jingga melenggang pergi menghampiri Leo di bagian kasir. Mereka ini sudah seperti Suami Istri yang menjalankan bisnis bersama.

"Nay, boleh nggak Aku mendekatimu?"

Apa?

"Ada yang marah nggak kira-kira?"

Tidak ada. Tetapi Aku ingin didekati oleh orang lain, bukan dirimu.

"Aku pikirkan dulu ya."

Dia tertawa mendengar jawabanku.

"Aku kan bukan sedang menembakmu, Nay. Kenapa harus mikir dulu?"

"Bukan begitu."

Aku harus memikirkan alasan yang logis yang bisa Dia terima.

"Ayahku sangat nggak suka, kalau Aku sampai pacaran saat sekolah."

Logis sekali, bukan?

"Ah.." dia mengangguk seperti telah memahaminya.

"Kita coba dulu aja ya?" tambahnya.

Tidak gentar.

Aku hanya menghela nafas panjang, bersamaan dengan datangnya Jingga dengan nampannya.

"Kamu selesai jam berapa, Jingga?" tanyaku.

"Sore mungkin, Aku nggak mau sampai malam."

"Leo membayarmu, kan?"

"Harus." kata Jingga menatap Leo.

"Kenapa kalian nggak kencan aja? Ini kan minggu."

"Ini juga kencan kok."

"Oh? Romantis sekali."

Waktuku di kafe sudah Ku habiskan dengan banyak mengobrol dengan teman-temanku. Tiba saatnya Aku harus pulang meski enggan. Aku memasuki pintu mobil taksi yang telah Ku pesan.

Aku tidak mungkin mengacaukan kencan Jingga dengan ikut bergabung main. Aku juga tidak mungkin main lebih lama dengan laki-laki yang belum lama Ku kenal. Aku hanya waspada dengan menolak ajakannya untuk mengantarku.

Sudah cukup hanya Bu Agatha saja yang tahu alamat rumahku.

Bu Agatha. Kira-kira sedang melakukan apa ya?

Ku buka aplikasi untuk melihat profilnya dan mendapati fotonya telah berganti. Gambar tanaman kecil yang ada di dalam pot. Aku tersenyum sangat lebar.

Gambar itu tidak lain dan tidak bukan adalah gambarku. Gambar yang Ku masukkan ke dalam Surat yang Ku berikan kemarin.

Seketika perasaan bahagia menyeruak ke seluruh tubuhku.

# # #

#Entah kenapa Aku nggak pengen menyebut merk, sekalipun hanya nama kota, aplikasi yg digunakan, merk mobil/motor, merk2 yang ada di dunia nyata. Jadi terkesan spt menghindari penyebutan :D Maaf karena masih amatir dan belajar menulis :)
Semoga masih menikmati ceritanya yaa..

Continue Reading

You'll Also Like

802K 22.4K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
1.7M 73.5K 52
"Jangan deket-deket. Mulut kamu bau neraka-eh, alkohol maksudnya!" Ricardo terkekeh mendengarnya lalu ia mendekatkan wajah mereka hingga terjarak sat...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 71K 35
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
160K 129 27
warning! Cerita khusus 21+ bocil dilarang mendekat!! Akun kedua dari vpussyy Sekumpulan tentang one shoot yang langsung tamat! Gak suka skip! Jangan...