Iridescent

By RaraCitra023

2.2M 199K 6.9K

Aurora tersenyum tipis, menatap Aric tanpa benci sedikitpun. "Aku harus apa, Ar?" Lirihnya. Aric tertegun. "A... More

00| Blurb
01| Start
02| Be brave
03| How we
04| Talk that
05| About us
06| Xavierous
07| Beautiful Ghost
08| Party
09| Still Try
10| New Version of Us
11| Hate you
12| Be Selfish
13| Sweet Male Lead
14| Danger!
15| Revenge
16| What?!
17| Stay with me
18| How about me?
19| Typa Girl
20| Kai, Thanks
21| Aurora's Past
22| Why You-?
23| War Is Coming!
24| Hallo, Daniel!
26| War Begins!
27| I'm Sorry
28| Please,
29| Goodbye, Marsel
30| Who is Vanilla?
31| Endings must Happen
32| The Truth
33| Next Chapter
34| Never like past
35| Two Characters
36| Karma

25| Nothing-

37.8K 4.2K 194
By RaraCitra023

Malam terasa begitu gelap, hanya bulan yang berani menunjukkan dirinya ditengah-tengah gelapnya mendung yang menutupi indahnya langit. Tak jarang, beberapa kali cahaya bulan meredup tertutup awan yang berhembus pelan. Layaknya cahaya bulan yang meredup, Aurora pun begitu. Ia sejak tadi hanya menatap pantulan dirinya dalam cermin.

Aurora telah siap dengan dress-nya, nampak begitu anggun dan mempesona. Senyum Aurora perlahan terukir indah, ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja kali ini.

"Cantiknya putri mama" Helena masuk ke dalam kamar putrinya.

Aurora tersenyum cerah, memeluk mama-nya erat. Aurora tak pernah bosan memeluknya, pelukan yang selalu terasa nyaman apapun keadaan yang Aurora alami.

"Mama sama papa berangkat dulu, abang kamu juga. Kamu nunggu Allaric kan?"

Aurora mengangguk, "Iya, katanya udah dijalan, ma"

Helena mengangguk, ia menggenggam tangan putrinya erat. "Hati-hati ya dijalan, mama sama papa berangkat"

"Mama sama papa hati-hati"

Helena meninggalkan kamar putrinya, sementara Aurora mulai meraih sling bag putih miliknya dan bergegas menyusul sang mama.

Aurora tersenyum ketika dua mobil mewah melaju meninggalkan halaman rumah, tak lama berselang sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan Aurora. Sosok Allaric keluar dengan jas senada dengan miliknya, dengan kemeja putih yang tertutup jas maroon dipadukan dengan celana bahan hitam juga sepatu hitam. Allaric layaknya pangeran dalam dunia fantasi, pangeran yang entah mampu Aurora gapai selamanya atau tidak.

Aurora tersenyum tipis ketika Allaric membukakan pintu untuknya, setelahnya mempersilahkan Aurora masuk ke mobil. Ketika mobil telah membelah jalanan, Aurora dan Allaric sibuk diam tanpa membuka suara. Aurora sejenak milik pada lebam yang menghiasi wajah tampan Allaric.

"Ar, kamu nggak papa?"

Allaric menoleh, tersenyum tipis lantas mengulurkan tangannya untuk menepuk pucuk kepala Aurora. "I'm okay"

"Ar, aku mau-"

Perkataan Aurora terpotong ketika sebuah panggilan masuk ke ponsel Allaric. Dengan cepat Allaric menggunakan airpods nya dan menatap Aurora sesal.

"Aku angkat dulu ya" Aurora mengangguk, lantas sibuk menatap pemandangan jalan yang entah mengapa tak menarik lagi bagi Aurora. Sesekali Aurora mencuri dengar pembicaraan Allaric.

"Al, mereka mulai bergerak"

"Jangan mulai kalau mereka nggak mulai"

"Javier sama Hendry udah siap, kita siap"

"Hm"

"Lo harus siap kapanpun itu, mereka bakalan habis-habisan. Gue udah lacak mereka, berusaha cari tau, tapi ada yang lindungin mereka"

"Gue tau, thanks"

Dapat Aurora lihat Allaric mengeratkan genggamannya pada setir, sejenak Aurora berusaha menelaah apa yang sedang terjadi saat ini.

"Kamu mau apa tadi?" Allaric kembali memfokuskan dirinya pada Aurora.

Aurora menggeleng, "Nanti, bentar lagi sampai" Aurora memilih membahasnya nanti, karena ia jelas mengetahui jika pembicaraan ini akan panjang.

■■■■

Ketika pintu besar itu terbuka, terlihat jelas dekorasi yang begitu memanjakan mata. Layaknya sebuah perjamuan kelas atas yang begitu mewah beraksen emas dan maroon, senada dengan dresscode malam ini yang berwarna maroon. Tamu undangan yang mengenakan pakaian mewah juga para pelayan yang kesana kemari membawa nampan berisi wine mahal.

Genggaman tangan Allaric pada Aurora begitu hangat, Aurora menoleh manatap Allaric yang begitu berwibawa malam ini. Dengan penuh keanggunan, keduanya melangkah pasti semakin masuk dalam lingkaran kerumunan untuk mencapai pusat kerumunan. Dapat Aurora lihat, kakek Allaric tersenyum puas melihat kehadiran Allaric. Umurnya yang tak lagi muda tidak menyurutkan aura penuh kuasanya.

Allaric dan Aurora bergabung, genggaman keduanya belum juga terlepas. Aurora berusaha mengukir senyuman terbaiknya karena tak hanya orang tuanya dan orang tua Allaric disana, namun juga beberapa kolega yang tidak Aurora kenal.

"Jadi gadis ini yang membuat pewaris tunggal Maximillan bertekuk lutut?" Kekeh salah satu kolega tersebut, Aurora tak mengenalnya. Namun melihat dari umurnya yang setara dengan kakek Allaric membuat Aurora mulai menerka sosoknya.

Allaric hanya diam, namun menatap salah satu pelayan untuk membawa minuman bagi dirinya dan Aurora. Saat pelayan tersebut akan menyodorkan wine, Aurora lebih dulu menahannya.

"Juice, please" sela Aurora cepat, ia menatap Allaric tajam sebelum berbisik pelan pada tunangannya itu.

"Kamu nyetir kalau kamu lupa dan aku yang jadi penumpang kamu" bisik Aurora

Allaric tersenyum, "Satu teguk wine nggak akan bikin mabuk, Aurora"

Aurora diam-diam mencubit lengan Allaric, namun Aurora bertindak seolah tak terjadi apapun pada keduanya dan melanjutkan perbincangan dengan penuh senyuman paksa.

Beberapa menit bergabung dengan lingkaran bisnis itu berhasil membuat Aurora jenuh, maniknya mulai mencari sosok sang abang yang entah berada di mana. Allaric yang menyadari Aurora mulai tak fokus pun berinisiatif mengajak Aurora untuk pergi.

Baru saja langkah Aurora berusaha mengikuti Allaric, sebuah suara berhasil menghentikan Aurora. Suara yang tidak lagi asing bagi Aurora, suara yang berhasil tertawa diatas semua penderitaannya. Aurora menoleh, menemukan sosok yang ia cari.

"Permisi tuan dan nyonya, untuk hidangan kali ini disajikan oleh chef Margareta pemilik Camaraderie Restaurant"

Manik hazel Aurora berkilat, apalagi saat tangan Margareta menjabat tangan sang papa dan mama. Aurora berusaha mengendalikan dirinya, namun manik hazelnya melihat Margareta beberapa kali melirik sang papa yang sibuk berbincang dengan daddy Allaric. Aliran darah Aurora seolah mendidih karena emosi, ia tak lagi mampu melepaskan pandangan dari Margareta.

Aurora tidak bodoh untuk menyadari adanya ketertarikan dari Margareta untuk sang papa, kali ini ia tidak akan diam. Bertepatan dengan itu, suara alunan musik dansa terdengar di ballroom, otak Aurora mulai memikirkan cara agar sang papa terhindar dari ular betina tersebut.

Perlahan Aurora melepaskan genggaman Allaric dan mendekat pada sang papa dengan langkah pasti. Aura keanggunan bercampur paras ayunya berhasil memicu decak kagum dari siapapun yang menatapnya, apalagi ketika senyuman miring tipis dari bibir ranumnya yang terhias liptint berwarna cherry.

Ada sekelebat kilatan tak terima dari manik Margareta ketika pandangannya terhalang oleh Aurora. Tentu hal tersebut disadari oleh Aurora, namun Aurora nampak acuh dan semakin menutup arah pandangan Margareta dari sang papa.

"Pa, boleh Aura minta sesuatu?" Bisik Aurora pelan.

Jendra menunduk, berusaha mendengar lebih jelas gumaman sang putri. Aurora tersenyum senang, "Aura mau dansa sama papa"

Jendra terkekeh, lantas melirik Allaric yang menatap Aurora bingung. "Allaric nanti cemburu" bisik Jendra.

"Apakah tuan-tuan ingin berdansa?" Tanya Margareta pada kerumunan tersebut, namun maniknya menatap Jendra lekat.

Aurora semakin kesal, ia menatap lekat pada sang papa, "Papa.."

"Papa sama mama, Aura. Jangan ganggu punya mama, kamu sama Allaric aja" Helena tertawa sambil merangkul manja suaminya.

Aurora mencibik, namun dalam hatinya memekik kesenangan ketika melihat wajah Margareta yang memerah. Tak lama, tiba-tiba Allaric mendatangi dirinya dan dengan cepat menariknya dalam pelukan hangat laki-laki itu. Keduanya bertatapan, hingga Allaric meniup pelan manik Aurora agar berkedip.

"Jangan nakal"

Aurora tak terima, maniknya membulat menatap penuh protes pada Allaric. "Aku mau sama papa"

"Papa kamu udah dansa sama mama kamu"

Aurora menoleh, menatap keberadaan sang papa dan mama. Senyuman tipis terukir dari bibirnya, pikirannya mulai merencanakan apa yang harus ia lakukan pada Margareta.

'Kali ini kamu akan hancur, bahkan sebelum kamu sentuh keluarga saya' Aurora bertekad dalam hatinya.

Aurora tertarik dari lamunannya dan hanya terpaku ketika Allaric mengecup pelan dan penuh hati-hati pada pipi kanannya, lantas mulai memposisikan Aurora untuk menjadi pasangan dansanya. Gerakan keduanya begitu elok, Aurora sejak tadi hanya diam dengan manik yang tak lepas menatap dasi Allaric.

Dalam diamnya, Aurora berusaha menyusun kata yang akan ia berikan pada Allaric. Belum saja satu kata terucap, perkataan Allaric lebih dulu membungkam dirinya.

"Ra, aku sayang sama kamu. Apa kamu masih belum percaya?"

Aurora menatap lekat manik Allaric, tatapannya begitu serius membius Allaric. Aurora tersenyum tipis, "Apa bisa aku percaya ketika aku sendiri liat kamu cari tau soal Vanilla? Untuk apa? Hm?"

Allaric kelu, diamnya lagi-lagi membuat Aurora teringat akan masa lalunya. Diamnya Allaric adalah rasa sakit tersendiri bagi Aurora.

"Kenapa diem, Ar? Aku perlu jawaban?"

'Cukup sekali diam kamu menghancurkan semuanya, Ar. Kali ini aku butuh jawaban' batin Aurora.

"Aku akan kasih tau semuanya ketika kebenarannya udah pasti, aku janji"

Aurora tersenyum pahit, "Jawaban kamu secara nggak langsung adalah jawaban aku untuk pertanyaan kamu sebelumnya"

"Ra, percaya sama aku, please"

Aurora menggeleng pelan, "Gimana aku bisa percaya ketika kamu udah tutupin sesuatu dari aku?"

Allaric menarik Aurora semakin dekat padanya, "Aku bakal bilang semuanya, tapi nanti" bisiknya yang membuat Aurora mengeratkan genggamannya pada lengan Allaric.

"Okay-" Aurora mengalungkan tangannya di leher Allaric, keduanya berdansa mengikuti alunan melodi.

"-tapi jangan salahin aku, ketika aku juga lakuin hal yang sama ke kamu" bisik Aurora tajam.

"Ra?!" Allaric terkejut, ia menatap Aurora lekat.

"Kenapa? Cuma kamu yang boleh sembunyiin sesuatu?" Aurora menatap manik Allaric lekat.

Tangan Allaric semakin menarik Aurora mendekat padanya, membuat jarak keduanya seolah tak bersisa. "Lakuin, tapi kita liat sejauh mana kamu bisa tutupin sesuatu dari aku" bisik Allaric tajam.

Aurora menatap Allaric tak kalah tajam, kemudian tersenyum miring. "Liat seberapa egois diri kamu, Ar"

Baru saja Allaric akan membalas perkataan Aurora, Axel datang dengan wajah panik. Lantas entah berbisik apa pada Allaric, hingga membuat Allaric meninggalkannya di tengah-tengah lantai dansa. Sebelum meninggalkannya, Allaric lebih dulu mengecup keningnya cepat, pun pula Axel yang menepuk pucuk kepalanya dengan tatapan yang tak mampu Aurora jelaskan.

Aurora menarik napas dalam, air mata seketika berdesakan keluar dari pelupuk matanya tanpa Aurora ketahui alasannya. Dengan segera ia meninggalkan lantai dansa, meraih sling bag miliknya dan keluar dari ballroom hotel. Aurora merasakan napasnya sesak, rasa sakit itu entah kenapa melintas dalam hatinya. Tatapan Axel tadi bagaikan sebuah ingatan kelam yang membayangi Aurora.

"Daniel, dia pasti bisa lacak abang" tangan gemetar Aurora meraih ponsel miliknya, dengan cepat menghubungi Daniel.

"Apa-"

Aurora lebih dulu menyela waktu bicara Daniel, "Cari tau keberadaan ketua geng Valcon, sekarang!"

"Ra?"

"Sekarang, Niel. Please, perasaan gue nggak enak"

"Okey, wait"

Aurora menangis, Allaric dan Axel pergi bersama bukankah berarti berkaitan dengan geng? Kenapa perasaan Aurora mendadak tidak nyaman? Bahkan tatapan Axel beberapa saat lalu membayangi Aurora, harusnya waktu kematian Axel telah terlewat, harusnya pertarungan kemarin sudah usai. Lantas mengapa perasaan Aurora begitu tak menentu?

"Bang Axel, jangan buat Aura khawatir" gumam Aurora pelan.




■■■■

16 Juli 2023

To be continue🐾

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 76.2K 40
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
262K 22.4K 21
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
137K 12.8K 36
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...
1.2M 103K 51
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...