.
.
.
CHAPTER 20 ; Lies beneath the truth
Pengadilan atas kasus eksperimen terlarang yang telah memakan ribuan jiwa sudah dimulai. Sidang pertama beberapa hari lalu menunjukan seluruh wajah para pelaku yang terlibat dihadapan publik.
Kecuali 2 orang.
Wessel dan Wesley.
Mereka tak ada di persidangan dan mungkin tak akan pernah ada.
Berbeda dengan para tahanan lainnya, disinilah Wessel dan Wesley. Di penjara terbawah dan terdalam istana yang hampir tak ada percikan cahaya sedikitpun.
Dengan James yang memegang obor, Edward menatap kedua orang itu dengan tatapan menjijikan.
Mereka belum mati namun bertingkah layaknya orang mati.
Kondisi mereka kini jauh dari kata baik-baik saja.
Kaki mereka patah lebih dari 3 bagian dan semuanya berlumuran darah, perut mereka membiru dengan luka terbuka yang belum cukup untuk membunuh keduanya, dan jangan lupakan luka di dahi mereka yang dihasilkan dari besi panas.
Kaki, perut dan dahi. Bagian-bagian dimana Catherine merasakan paling sakit ditubuhnya sesaat setelah insiden penculikan tersebut.
Edward akan membalasnya ribuan kali lipat hingga titik dimana mereka memohon untuk kematian.
**
Setelah sedikit membenahkan tubuhnya di kamar tamu, tanpa menunggu lama, Edward langung melangkahkan kakinya menuju ruang perjamuan dimana janji temunya dengan Raja berada.
Begitu Edward memasuki ruangan tersebut, para prajurit penjaga pun keluar dan meninggalkan mereka berdua didalam ruangan sesuai perintah.
"Jadi hal apa yang membuatku harus membatalkan jadwalku siang ini?" tanya Raja pada sang keponakan.
"Siapa yang menangani acara pernikahanku dan Catherine?" tanya Edward tidak berbasa-basi sama sekali.
Mendengar pertanyaan yang ia tak duga sama sekali, Raja Horion terdiam sesaat.
Dari luar, wajahnya memang tak menunjukan ekspresi apapun namun benaknya berkecamuk.
'Catherine pasti belum memberitahunya'
"Tidak mungkin pernikahan keluarga kerajaan tidak dipersiapkan dari sekarang bukan" sindir Edward.
Horion terkekeh.
"Lihatlah siapa yang tak sabar menikah dengan tunangannya"
"Jawab pertanyaannya, Yang Mulia"
Tak menghilangkan senyum miringnya, Horion menatap Edward penuh ejekan.
"Kenapa? Bukankah awalnya kau yang menolak perjodohan ini?"
Edward mengeraskan rahangnya. Bukan karena fakta yang baru saja di katakan Horion, melainkan karena pria tua itu terus menghindari pertanyaannya.
"Saya tidak memiliki banyak waktu untuk berbasa-basi"
"Mengapa sangat terburu-buru? Santai lah sedikit, kau baru saja tiba di istana"
Dan membiarkan Catherine menunggunya lebih lama? Edward tak akan membirakannya.
"Jika istana tidak mampu menyelenggarakan acara pernikahan, maka Dukedom Emeric yang akan melakukannya" ujar Edward dingin sembari bangkit dari duduknya.
Raja Horion terdiam sesaat.
Edward melangkahkan kakinya menuju pintu, dan hampir meraih gagang pintu sebelum ucapan sang raja menghentikannya.
"Istana akan menyelenggarakan pernikahan kerajaan bila memang akan ada pernikahan"
Raja menatap punggung Edward dengan tatapan rumit.
Masih menatap keterdiaman Edward, Raja kembali melanjutkan.
"Orang yang seharusnya kau tanyai mengenai pernikahanmu bukanlah aku, Edward"
***
Sesuai janjinya, Edward sampai di manor tepat pukul 8 malam.
Tak langsung memasuki kamarnya. Pria itu justru hanya terdiam dihadapan pintu.
Pikirannya berkecamuk dan ada bagian dihatinya yang terasa tak tenang.
Apa yang terjadi? Pikiran itu terus berputar diotaknya. Bertanya-tanya dengan apa maksud sang raja.
Beberapa menit berlalu, dan akhirnya Edward pun membuka pintu kamarnya dan mendapati Catherine dalam posisi duduk diatas ranjang sedang membaca buku.
"Duke? Kau sudah kembali?"
Perasaan hangat menjalar di dadanya saat ia mendapatkan sambutan tersebut.
Sebagai jawaban, Edward hanya menganggukan kepala dan berjalan mendekat kearah ranjang.
Pria itu mendudukan tubuhnya disebelah Catherine dengan posisi berhadapan.
"Apa ada masalah?" tanya Catherine, heran saat Edward menatapnya dengan tatapan rumit.
Edward menggeleng pelan.
"Apa yang kau baca?"
Catherine mengangkat bukunya, memperlihatkan pada Edward.
"Buku romansa"
"Apa kau menyukainya?"
Catherine mengangguk.
"Pemeran utamanya menyukai bunga juga, jadi banyak penjelasan mengenai tanaman yang bahkan aku belum mengetahuinya" jelas Catherine semangat.
Edward tersenyum lalu menepuk kepala Catherine 2 kali.
"Lanjutkanlah membaca, aku akan membersihkan diri lalu kita akan tidur, oke?"
Dengan enteng Catherine hanya menganggukan kepalanya.
***
One week later....
1 minggu sudah kembali berlalu, dan kini Catherine sudah mampu berjalan hampir normal. Meskipun belum bisa terlalu lama, namun setidaknya gadis itu tidak harus terus menyusahkan Edward ataupun Abigail untuk mengangkatnya kemanapun yang ia mau.
"Abi, Duke Emeric akhir-akhir begitu sibuk ya?" tanya Catherine pada Abigail yang senantiasa berada di belakangnya selama perjalanan menuju taman belakang.
"Duke Emeric disibukan dengan beberapa hal, Yang Mulia"
Catherine hanya menganggukkan kepalanya. Meskipun ia tahu betapa sibuknya seorang pimimpin dari Dukedom terbesar di Eudonia, ia tetap merasakan sesuatu yang aneh.
Edward terlihat seperti...
Menghindarinya?
Sesampainya di gazebo yang di kelilingi bunga, Catherine mendudukan dirinya dengan tatapan menerawang, sedangkan Siana dan para pelayan lainnya dengan sigap menyajikan beberapa cemilan sehat di hadapan sang putri.
'Apakah Edward diburu pekerjaan setelah menelantarkannya selama ia merawatku?' batin Catherine.
'Sesibuk itu kah sampai seminggu ini aku tak pernah melihat wajahnya?'
Jangan salah paham, Catherine terus mencari kesempatan untuk menemui Edward adalah untuk membahas perihal pertunangan mereka. Hal tersebut sudah terulur terlalu lama, dan itu bukanlah hal yang baik.
Catherine menghembuskan nafasnya gusar sembari memakan cemilan nya.
Setelah pulang dari istana 1 minggu yang lalu, Edward seakan menghindarinya.
Lelaki itu akan mulai bekerja di pagi buta dan akan kembali ke kamar untuk tidur lewat tengah malam.
"Yang Mulia, apakah cemilan-nya tidak sesuai dengan selera anda?" tanya Siana khawatir dengan ekspresi wajah Catherine.
Catherine mengerjap, dan menggeleng lembut.
"Tidak, ini lezat, apakah ini resep baru koki dapur?" tanya Catherine, berusaha mengalihkan pikirannya untuk sesaat.
"Duke memesannya langsung dari café yang baru saja buka di pusat kota, Yang Mulia."
Dan itu bukanlah hal asing bagi Catherine.
Edward bak memanjakannya dalam bayangan.
Pria itu akan membelikannya banyak barang ataupun makanan namun disisi lain, ia tidak menunjukan batang hidungnya.
Catherine bahkan sudah berbicara dengan James dan Simon, meminta agar mereka menyampaikan pada Edward bahwa Catherine ingin berbicara. Namun hasilnya nihil. Tak ada tanggapan sama sekali.
Sebenarnya apa yang terjadi?
***
TBC
Published, 06-07-2023