Iridescent

By RaraCitra023

2.3M 206K 7.1K

Aurora tersenyum tipis, menatap Aric tanpa benci sedikitpun. "Aku harus apa, Ar?" Lirihnya. Aric tertegun. "A... More

00| Blurb
01| Start
02| Be brave
03| How we
04| Talk that
05| About us
06| Xavierous
07| Beautiful Ghost
08| Party
09| Still Try
10| New Version of Us
11| Hate you
12| Be Selfish
13| Sweet Male Lead
14| Danger!
15| Revenge
16| What?!
17| Stay with me
18| How about me?
19| Typa Girl
20| Kai, Thanks
21| Aurora's Past
22| Why You-?
23| War Is Coming!
25| Nothing-
26| War Begins!
27| I'm Sorry
28| Please,
29| Goodbye, Marsel
30| Who is Vanilla?
31| Endings must Happen
32| The Truth
33| Next Chapter
34| Never like past
35| Two Characters
36| Karma
37| Goodbye, Miss Popularity

24| Hallo, Daniel!

40.9K 4.4K 173
By RaraCitra023

Senyuman manis terbit di bibir Aurora saat menatap rintik hujan yang mengiasi pagi ini, Aurora menyukai ketika titik air itu mulai menghiasi minggu pagi yang begitu tenang ini. Semalam, setelah mengembalikan amplop itu pada tempatnya, Aurora lantas kembali ke rumah dengan meminta supir untuk menjemputnya.

"Pagi mama cantik" sapa Aurora ketika menemukan sang mama sibuk menata sarapan bersama beberapa pelayan di meja makan.

"Pagi, Aura"

Aurora memeluk mama-nya dengan manja, ia bagaikan bayi yang begitu enggan berada jauh dari sang mama. Menyadari putrinya yang sedang dalam mode manja, Helena pun menepuk pelan tangan Aurora yang melingkar di pinggangnya.

"Mama mau siapin sarapan dulu, kamu bantuin mama ambil buah di dapur sana" ujar Helena lembut.

"Aye aye boss" Aurora melepaskan pelukannya dan berjalan riang menuju dapur. Saat Aurora kembali ke ruang makan, ia menemukan papa-nya sedang memeluk sang mama layaknya apa yang Aurora lakukan beberapa saat lalu.

"Papa, itu mama-nya Aura" keluh Aura sambil menatap papa-nya kesal.

Dengan jahil, Jendra mengecup pipi Helena cepat. Tentunya hal itu membuat Aurora semakin cemberut, "Papa!"

"Papa, suka banget godain anaknya" tegur Helena namun hanya diacuhkan oleh Jendra, bahkan kini Jendra hanya menatap Helena lekat tanpa memalingkan wajahnya sekalipun.

"Morning kiss?"

Helena tersenyum geli, lantas dengan secepat kilat mengecup bibir suaminya. Jendra terkekeh pelan, kemudian melepaskan pelukannya pada sang istri dan mendekatkan dirinya pada Aurora. Saat berada dekat dengan Aurora, Jendra mengecup pucuk kepala putrinya hangat sambil menepuk pelan pucuk kepala putrinya.

Aurora tersenyum senang, ia membalas dengan memberikan kecupan hangat di pipi kanan sang papa. Suasana ini yang ia inginkan, senyum merekah indah dari sang mama inilah yang selalu Aurora rapalkan dalam doanya dulu. Aurora menuduk dan sejenak berusaha menahan ledakan bahagia yang membuncah dihatinya.

"Abang mana?" Tanya Jendra yang tak menemukan keberadaan Axel.

Tak lama Axel nampak menuruni tangga dengan langkah pelan, wajahnya memar pada bagian rahang atas dan pelipis. Melihat sang putra yang tampak lebam-lebam pun Helena segera menghampirinya.

"Ini kenapa bisa gini, bang?" Tanya Helena khawatir

"Aman, ma. Allaric udah panggil dokter semalem" kekeh Axel sambil menatap Helena.

Jendra menggelengkan kepalanya pelan, "Selagi masih bisa ketawa gitu kalo anak cowok nggak masalah, ma" sahutnya santai.

Aurora menatap lekat pada abangnya, perasaannya kacau seketika. Apakah artinya Axel telah lolos dari waktu kematian?

Allaric mengatakan jika markas Xavierous diserang, lantas Axel pagi ini datang dengan wajah lebam. Apakah waktu pertarungan yang berhasil menggugurkan Axel di kehidupan sebelumnya telah terlewat? Apakah artinya Aurora sejenak bisa lega mengenai abangnya?

Lamunan Aurora buyar ketika Axel kini telah duduk manis di sampingnya, menepuk pelan bahu Aurora yang hanya diam mematung. Pandangan Aurora kini beralih pada Axel sepenuhnya, menatap luka memar yang menghiasi wajah Axel.

"Abang baik-baik aja, Allaric yang parah tuh" bisik Axel pelan.

Aurora hanya mencibir pelan, mengalihkan pandangannya. "Nanti kalau Aura nggak sibuk, Aura tanyain. Tapi kalau nggak masuk rumah sakit kayaknya nggak papa"

"Dasar"

Jendra memulai sesi sarapan dengan khidmat, bahkan kini hanya denting pelan yang menghiasi keheningan ruang makan kediaman keluarga kecil Haidar ini. Setelah beberapa saat berlalu, menyadari semua telah menyelesaikan sarapan. Jendra pun berdehem sejenak, menatap sang istri yang telah memberikan kode untuk membuka suara.

"Nanti malem kita dapat undangan dari Maximillan group untuk acara ulang tahun perusahaan, kalian harus ikut. Papa nggak menerima penolakan apapun dari kalian, terutama kamu, Axel"

Aurora dan Axel hanya bertatapan, kemudian menatap papa-nya cemberut. Mengangguk pelan sambil menghela napas pelan.

"Welcome dunia tipu-tipu" bisik Axel pelan entah pada siapa.

Aurora menatap mama dan papa-nya sejenak, "Aura mau izin keluar sebentar nanti boleh, pa?"

"Mau kemana?" Tanya Axel posesif.

Aurora menatap Axel kesal, "Mau ketemu temen di cafe"

"Hati-hati, mau nyetir sendiri atau dianter supir?" Jendra menatap putrinya lekat.

"Nyetir sendiri. Boleh kan, pa?"

Jendra mengangguk, membuat Aurora tersenyum senang. Axel menatap Aurora lekat, alarm dalam pikirannya berbunyi saat menyadari ada sesuatu yang disembunyikan Aurora.

"Aura, kamu nggak sembunyiin apapun dari abang kan?"

Aurora hanya mampu terdiam mendengar bisikan Axel.

■■■■

Aroma kopi dipadukan dengan manisnya aroma cake yang memenuhi etalasi cafe membuat siapapun tergiur dengan aroma dan visualnya. Pun pula Aurora yang telah memesan sepotong kue tiramisu dipadukan dengan ice latte, terlihat jelas kerena kedua pesanannya telah tersaji dengan indah dihadapan Aurora.

Denting bel di pintu masuk selalu menjadi suara yang begitu mendebarkan setiap di dengar, ada perasaan takut bagi Aurora. Langkah ini terlalu besar untuk ia ambil, namun juga harus ia lakukan cepat atau lambat.

Foto-foto Vanilla dalam genggamannya berhasil membuat pikiran Aurora melayang jauh, ia merasa takut. Kenangan buruk itu menjadi kilasan yang terputar begitu saja dalam ingatannya, rasa sakit itu. Aurora tidak ingin merasakannya kembali, tidak untuk kedua kalinya. Dengan tangan gemetar, Aurora meraih ponsel dalam sakunya, masih dengan tangan kiri yang menggenggam foto-foto Vanilla.

"Halo, Sa. Ini aku, Aurora"

"Iya. Gimana kabar kamu, Aurora?"

Aurora tak melepaskan tatapannya dari foto-foto Vanilla. "Baik, kamu gimana, Sa?"

"Aku alhamdulillah baik, Ra."

Aurora menghela napas, "Sa, aku boleh minta bantuan kamu?"

Sejenak suara panggilan sepi, Aurora menggigit bibirnya gugup. Ia tidak pernah mengalami ini sebelumnya, tidak pernah sejauh ini.

"Boleh, aku bantu sebisa aku. Maaf ya lama, tadi aku lepas mukena dulu"

Aurora menatap kosong foto-foto Vanilla ditangannya, "Sa, kalau aku nggak salah, dulu waktu di Navaleon kamu pernah nawarin Zila temen sekelas kita, yang waktu Zila kena hack akun instagram-nya-" Aurora sejenak mengalihkan tatapannya pada jendela besar di apartemen Allaric.

"-kamu bilang, sepupu kamu pinter dalam bidang informasi gitu, semacam hacker. Kira-kira kamu mau bantuin aku kenalin ke dia nggak, Sa? Aku ada perlu penting"

Helaan napas terdengar, "Ra, kamu serius?"

Aurora mengangguk meski tak mampu terlihat oleh temannya, "Aku serius, Sa. Aku perlu banget bantuan kamu, aku nggak tau harus minta tolong ke siapa lagi" nada Aurora terdengar begitu putus asa.

"Oke, aku bantu kamu. Tapi aku juga nggak janji, itu keputusan dia mau bantu kamu atau enggak"

"Makasih banyak ya, Sa"

"Besok ketemuan di cafe deket SMA Navaleon aja, jam 1 siang. Kamu bisa nggak, Ra?"

"Bisa, makasih banyak ya Alyssa"

"Okey, aku tutup ya, Ra" Panggilan akhirnya diakhiri secara sepihak oleh Alyssa.

Aurora menatap jendela besar itu sendu, memandang foto-foto Vanilla dalam genggamannya dengan gamang. Tak ada air mata yang jatuh dari pelupuk mata Aurora, namun ada kecewa dan amarah yang begitu besar dalam hatinya.

'Dulu, salah aku sama kamu apa, Van? Kita nggak kenal, tapi kenapa kamu bisa sejahat itu sama aku?' Batin Aurora berkecamuk.

Lamunan Aurora buyar ketika seorang gadis cantik berpasmina hijau matcha dipadukan dengan inner dress senada dengan hijabnya dan cardigan putih memanggil nama Aurora. Lantas duduk di depan Aurora bersama seorang laki-laki yang terbilang tampan dengan sedikit wajah khas timur tengah yang cukup mirip dengan gadis pasmina.

"Maaf ya, Ra. Kamu nunggu lama, nggak?"

Aurora menggeleng, mempersilahkan kedua orang tersebut duduk. "Enggak kok, baru aja"

"Oiya, ini sepupu aku, Daniel"

Laki-laki bernama Daniel itu mengulurkan tangannya mengajak Aurora untuk berkenalan, "Daniel Azkano Mahendra"

"Aurora Navycalista, panggil Aurora aja" Aurora lantas menyambut uluran tangan Daniel dengan senyuman ramahnya.

Alyssa menatap keduanya canggung, ia berdehem sejenak yang membuat fokus Aurora dan Daniel berpusat padanya.

"Maaf banget ya, aku nggak bisa nemenin kalian ngobrol. Aku harus ngajar anak-anak di les, aku duluan ya?"

Aurora mengangguk ramah, "Makasih ya, Sa. Kamu hati-hati di jalan"

Alyssa mengangguk cepat, mengacungkan jempolnya pada Aurora. Ia menatap Daniel garang, "Jangan dimodusin!" Tegasnya.

Daniel hanya mengangguk acuh, lantas menatap Alyssa yang telah meninggalkan cafe, menyisakan Aurora dan Daniel dalam keheningan.

"Jadi? Apa yang perlu gue bantu, Aurora?"

Aurora menghela napas panjang, mulai menatap serius pada Daniel. "Gue mau semua data lengkap termasuk riwayat hidup Vanilla Marvalia, termasuk riwayat hidup mama-nya"

Daniel tersenyum miring, mendekatkan wajahnya pada Aurora. "Lo berani bayar gue berapa, Aurora Navycalista Haidar?"

Aurora tertegun, ia ingat tadi ia tidak menyebutkan nama marganya. Dalam hati, Aurora merapalkan doa agar langkah yang ia ambil ini tidaklah salah.

"-berapapun yang lo mau, asal lo bisa berhasil temuin siapa ayah kandung Vanilla" Aurora menatap serius manik hitam Daniel.

Daniel tersenyum, kembali duduk dengan tenang di kursinya. Ia terkekeh menatap kepolosan seorang Aurora, "Oke, gue setuju"

Aurora tersenyum lega, "Gue tunggu kabar baik dari lo secepatnya, Daniel"

Daniel mengangguk, ia tersenyum tipis pada Aurora. Meraih ice latte milik Aurora dan meminumnya dengan santai seolah tanpa dosa, sementara Aurora hanya mampu menatapnya terkejut. Bahkan setelahnya mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya dengan santai.

"Oiya, gue kalo minggu nggak bisa dihubungin. Ibadah" Aurora yang sejak tadi memalingkan wajahnya dari Daniel seketika menatap Daniel lekat.

"Lo bukannya-?" Perkataan Aurora lebih dulu dipotong oleh Daniel.

"Gue Katolik, sepupu jauh Alyssa. Nggak usah kaget gitu"

Aurora hanya diam, kelu tanpa suara.

"Lo cantik, by the way"

■■■■

13 Juli 2023

To be continue🐾

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 12.3K 33
Jatuh cinta dengan keponakan sendiri? Darren William jatuh cinta dengan Aura Wilson yang sebagai keponakan saat pertama kali bertemu. Aura Wilson ju...
3.8M 301K 63
Lunaria dalam bahasa bunga memiliki arti kejujuran, ketulusan, dan juga kemakmuran. Seperti arti namanya, ia menjalani hidupnya penuh ketulusan hingg...
972K 89.3K 49
[BACA SELAGI ON GOING] Kita yang tanpa bicara, menghancurkan dunia masing-masing." - Perfect Mom Sarah dan Jonathan adalah kombinasi pasangan old mon...
1M 70.4K 45
Daddyyyyyy😡 "el mau daddy🥺"