Woman's Need

By WriteontheWall77

2.1M 21.6K 384

Kumpulan cerita pendek Only for 21+++ Disclaimer: adult romance, mature, sex scene More

Birthday Girl 1
Birthday Girl 2
Heartbreak Sex
Heartbreak Sex 2
You Belong in My Bed 1
You Belong in My Bed 2
You Belong in My Bed 3
Papaku, Kekasihku 1
Papaku, Kekasihku 2
Papaku, Kekasihku 3
My Lovely Girl
My Lovely Girl
My Lovely Girl
My Professor 2
Acting, Go!
Acting, Go! 2
Acting, Go! 3
Acting, Go! 4
Swipe Right 1
Swipe Right 2
Dear Teacher 1

My Professor 1

103K 1K 15
By WriteontheWall77

Setiap orang di kampus pasti mengenal Pak Hendra, dosen termuda yang menjadi ketua jurusan. Aku pertama mengenalnya di semester pertama kuliah, tepatnya di mata kuliah Pengantar Ilmu Politik, mata kuliah dasar yang harus diambil semua mahasiswa baru. Caranya mengajar membuat mata kuliah yang membosankan, jadi fun.

Aku pun terpesona oleh kepintarannya. Di tahun pertama kuliah, aku begitu mengagumi Pak Hendra.

Aku pun menyadari perasaan itu berubah di tahun kedua. Kuakui, aku menyukai Pak Hendra. Rasa kagum itu berubah jadi suka seiring waktu.

Namun, perasaan itu terlarang. Sebagai mahasiswa, tidak seharusnya aku menaruh suka kepada dosenku sendiri. Namun, aku tidak bisa menahan perasaanku yang berkembang begitu cepat.

Selain itu, status Pak Hendra yang sudah menikah juga membuat perasaanku makin terbebani. Aku tidak seharusnya menyukai pria beristri.

Di akhir tahun kedua, istrinya meninggal. Selama beberapa saat, aku merasa kehilangan Pak Hendra. Dia yang tengah berdua memutuskan untuk istirahat sejenak. Selama satu semester, aku tidak tahu kabar Pak Hendra.

Ketika dia kembali ke kampus di tengah tahun ketiga, kupikir perasaanku sudah berubah. Nyatanya, di hari pertama bertemu dengannya lagi, kusadari aku begitu merindukannya.

Mungkin perasaan suka itu sudah berubah menjadi cinta, dan aku tidak menyadarinya.

Saat libur semester, aku magang di sekretariat kampus. Saat itulah aku semakin sering berinteraksi dengan Pak Hendra. Suasana kampus yang sepi karena mahasiswa sedang libur membuatku lebih sering bergaul dengan dosen atau karyawan sekretariat.

Mungkin aku telah jatuh cinta kepada Pak Hendra di salah satu makan siang. Di kantin kampus, obrolan dengannya awalnya hanya sebatas masalah kuliah. Lalu  aku jadi curhat masalah hidup, termasuk masa depan yang mendadak kabur karena aku enggak tahu apa yang akan kulakukan setamat kuliah. Dari obrolan itu, aku terinspirasi Pak Hendra untuk lanjut kuliah master di Belanda, dan nanti menjadi dosen.

Mungkin itulah cikal bakal perasaanku kepadanya.

Aku ingat sore itu, saat terjebak di kampus karena hujan, aku hampir mencium Pak Hendra. Entah apa yang merasukiku saat itu.

Aku mungkin tidak akan senekat itu kalau saja Pak Hendra tidak menanggapi. Aku yakin, Pak Hendra juga mau menciumku. Pertentangan di matanya terlihat jelas. Di detik-detik terakhir sebelum bibirnya menyentuhku, dia berhenti.

"Seharusnya kamu mencium laki-laki seusiamu," katanya saat itu.

Penolakan itu seperti tamparan yang menyadarkanku akan jurang perbedaan yang begitu jauh.

Di tahun keempat kuliah, aku pacaran dengan Abhi. Namun, perasaanku hanya untuk Pak Hendra.

Aku sering mendapati Pak Hendra menatapku dengan tatapan nyalang dan wajah keras setiap kali berpapasan di kampus. Apalagi kalau aku bersama Abhi. Imajinasi liarku mengatakan, Pak Hendra cemburu.

Hanya tiga bulan, aku tidak bisa membohongi Abhi lebih lama lagi karena aku tidak bisa membalas perasaannya. Terlebih, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa yang sebenarnya aku inginkan adalah Pak Hendra.

Kejadian kedua yang membuatku hampir lupa diri terjadi ketika aku menjadi tim penelitian yang dilakukan Pak Hendra di Malang. Semua teman satu tim sudah kembali ke Jakarta, tinggal aku dan Pak Hendra.

Saat itu kami tengah membahas soal hasil penelitian. Aku tidak bisa berkonsentrasi. Aku terbuai oleh mata Pak Hendra yang begitu bagus, selalu terlihat berbinar dan dalam. Dia selalu menatap lawan bicara lekat-lekat saat berbicara, membuatku hanyut ke dalam tatapannya.

Tanpa sadar, aku mengulurkan tangan untuk membelai rambutnya. Rambut itu terasa halus, di usia pertengahan empat puluhan, mulai muncul rambut abu-abu yang justru membuat Pak Hendra semakin menarik.

Seharusnya dia menepis tanganku. Namun dia tidak melakukannya. Pak Hendra hanya diam menatapku tajam.

Saat itulah akal sehatku hilang. Aku mencium Pak Hendra.

Seharusnya Pak Hendra menolak ciumanku. Mungkin mendorongku menjauh. Namun dia malah membalas ciumanku.

Selama tiga tahun lebih aku mendambakan bibirnya, kini aku bisa merasakan bibir yang tebal dan hangat itu melumatku dengan sangat dalam.

Meski aku yang memulai, nyatanya aku takluk di tangan Pak Hendra. Dia menciumku seolah-olah waktu yang kami miliki terbatas.

Saat bibirnya melumatku, aku merasakan sentuhannya. Berawal di punggung, dan sentuhan itu berpindah ke payudaraku. Aku terkesiap. Lenguhanku ditelan oleh cumbuannya. Saat Pak Hendra meremas payudaraku, aku membenci sweter dan bra yang kupakai. Aku ingin merasakan telapak tangannya bersentuhan dengan putingku yang membengkak dan mendambakan sentuhannya.

Pak Hendra terus mencumbuku, remasannya di payudaraku semakin keras. Hasratku kian menggebu. Seluruh penantian bertahun-tahun berakhir di malam ini.

Aku siap menyerahkan diriku kepada Pak Hendra. Aku ingin merasakan sentuhannya di sekujur tubuhku tanpa sehelai benang pun yang membatasi.

Namun, aku kembali menjejak realita saat ponselnya berdering.

Ketika Pak Hendra melepaskanku, tubuhku meronta ingin merasakan sentuhannya lagi. Belum pernah aku merasa sangat berhasrat seperti ini.

"Saya seharusnya tidak menciummu," gumamnya.

Aku tahu karena seharusnya aku juga tidak mencium Pak Hendra.

Hubunganku dan Pak Hendra jadi berjarak. Hingga di semester akhir, Pak Hendra menjadi pembimbing skripsiku.

Ssbtu itu, Pak Hendra memintaku untuk bimbingan skripsi di rumahnya. Aku tidak sendiri. Ada Rayhan, temanku, yang juga menjadi mahasiswa bimbingan Pak Hendra. Setelah selesai bimbingan, aku menolak tawaran Rayhan untuk pulang bareng. Aku sengaja tinggal lebih lama di rumahnya.

Pak Hendra sepertinya tahu akal-akalanku, karena begitu suara motor Rayhan hilang dari pendengaran, aku mendekatinya.

"Lana..." gumamnya.

Aku tidak memberinya izin untuk berkata lebuh banyak dan menciumnya. Pak Hendra menbalas ciumanku, menenggelamkanku ke dalam cumbuannya yang menyiksa dan membuatku tidak ingin mengakhirinya.

Pak Hendra menarik tubuhku hingga menempel ke tubuhnya. Aku bisa merasakan otot lengannya yang berkedut saat aku membalas dekapannya. Dadanya yang liat dan hangat saat tubuhku tenggelam sepenuhnya dalam pelukannya. Aku terlihat begitu mungil dan Pak Hendra begitu menguasaiku.

Aku terkesiap saat kedua telapak tangannya yang besar dan lebar menangkup bokongku. Erangan kembali keluar dari mulutku saat dia meremas bokongku.

Jariku refleks menjambak rambutnya saat cumbuan Pak Hendra turun ke leherku. Bukannya melepaskan diri, ciumannya terasa makin dalam melumatku.

Kedua telapak tangannya menangkup payudaraku. Remasan itu awalnya lembut, lalu berubah kasar saat hasrat menguasai kami berdua.

"Pak..." desahku.

Ciuman itu turun ke dadaku. Dari balik sweter, bibirnya mencumbu payudaraku.

Sekali lagi, aku membenci pakaianku yang menghalangi putingku merasakan langsung cumbuan Pak Hendra.

Aku menarik lepas sweter itu. Juga bra yang membungkus payudaraku.

Pak Hendra menatapku dengan tatapan berkilat, sebelum tatapannya turun ke payudaraku.

"Kalau saja kamu tahu, susumu sering membuat saya hilang fokus," gumamnya.

Aku tersenyum membayangkan Pak Hendra kesulitan mengendalikan hasratnya di kampus.

"Tidak seharusnya saya membayangkan rasanya melumat susumu."

Aku tahu itu benar. Tidak seharusnya aku berdiri bertelanjang dada di hadapannya.

Pak Hendra menyusuri putingku dengan ujung jari, mengirimkan getar ke seluruh tubuhku. Putingku yang membengkak menjadi tanda betapa aku menginginkannya.

Jarinya terus menyusuri putingku, menyiksaku dalam gelombang hasrat yang makin menjadi-jadi.

Aku menyentuh bibirnya dengan jariku, keinginan merasakan bibirnya melumat payudaraku begitu besar. Aku ingin bibirnya meninggalkan jejak di setiap jengkal tubuhku.

"Pak, cium aku di sini." Aku menunjuk payudaraku.

Pak Hendra menunduk. Tak lama, lidahnya menyapu putingku, membuat tubuhku bergetar. Aku begitu mendamba sentuhannya, menunggu momen ini selama bertahun-tahun.

Ciuman ringan di payudaraku berubah menjadi lumatan kasar. Sebelah tangannya juga meremas payudaraku tanpa ampun.

Aku hanya bisa merintih meningkahi rasa nikmat yang diberikan oleh cumbuannya.

Pak Hendra menyudahi siksaan itu dengan cumbuan panjang, lalu melepaskanku. Aku menunduk dan mendapati putingku yang mengkilat basah karena ludah Pak Hendra, kini berdiri tegak. Menantang untuk kembali dicumbu.

"How wet are you?" Bisiknya.

Sejak tadi, aku merasa tidak nyaman karena celana dalamku yang basah oleh cairanku sendiri. Sebelum aku sempat menjawab, aku kembali terkesiap ketika Pak Hendra menangkup kewanitaanku. Meski dibalut jeans, aku yakin dia bisa merasakan kewanitaanku yang meronta untuk disentuh.

Pak Hendra menenggelamkan wajahnya di rambutku. Samar aku mendengar dia menggeram. Tak lama, dia mengambil langkah mundur untuk menjauh.

"Pak..." protesku.

Ada pertentangan di matanya saat menatapku. Pak Hendra menggeleng.

Ekspresi wajahnya menunjukkan hal berbeda dibanding apa yang keluar dari mulutnya.

"Kalau saja kamu bukan mahasiswa saya, saya sudah menelanjangimu saat ini juga."

Aku meneguk ludah. "Kalau aku bukan lagi mahasiswa Pak Hendra, Pak Hendra bakalan menelanjangiku?"

"I'm gonna fuck you until you can't stand on your feet."

Aku sudah menunggu selama empat tahun. Aku bisa menunggu sedikit lebih lama lagi.

Jadi, ketika aku selesai sidang dan dinyatakan lulus, orang pertama yang kucari adalah Pak Hendra. Aku bukan lagi mahasiswanya.

Aku ingin menagih janjinya untuk berhubungan seks denganku.

Pak Hendra tidak ada di kampus. Aku bertahan sedikit lebih lama untuk merayakan kelulusan bareng teman-teman. Setelahnya, aku berangkat menuju rumahnya.

Rumah di daerah Tebet itu sepi di saat aku datang. Tidak terlihat mobilnya. Aku memutuskan untuk menunggu sampai Pak Hendra datang.

Satu jam kemudian, aku melihat mobilnya memasuki pekarangan. Hanya dengan melihat sosoknya yang turun dari mobil, aku sudah dikuasai oleh nafsu.

Pak Hendra berumur 45 tahun, dua kali usiaku yang tahun ini menginjak 22 tahun. Namun tubuhnya yang fit, dengan otot kekar tersembunyi di balik kemeja yang dipakainya, membuatnya begitu menggoda. Pak Hendra punya wajah tampan yang seksi di balik facial hair yang kini juga mulai ditumbuhi rambut abu-abu.

Sosoknya terlihat kasar, membuatku penasaran apakah dia juga berlaku kasar di ranjang? Aku tidak keberatan jika dia memperlakukanku dengan kasar saat bercinta denganku.

"Kenapa kamu bisa ada di sini?" Tanyanya saat berada di depanku.

"Tadi aku cariin di kampus enggak ada, makanya aku ke sini." Aku menjawab tegas.

"Ada masalah dengan skripsimu?"

Pertanyaan basa basi. Dia ada di sana saat aku dinyatakan lulus.

"Aku sudah lulus," seruku.

"I know," jawabnya pelan.

"Artinya aku bukan mahasiswa Pak Hendra lagi."

"Maksudmu apa?" Aku bisa melihat kilat di matanya saat bertanya.

Aku memutus jarak dengannya. Aku meraih sebelah tangannya dan mengarahkannya ke selangkanganku, lalu menahannya dengan tanganku agar tidak bergerak.

"Artinya, aku mau menagih janji Pak Hendra. Aku siap ditelanjangi. Aku siap menampung kontol Pak Hendra." Aku berjinjit hingga bibirku menyentuh telinganya. "I want to have sex with you."

Aku bisa mendengar geramannya. Namun, saat aku melepas genggamanku yang menahan tangannya, dia bergeming di selangkanganku.

Saat Pak Hendra melepaskanku, aku mengerang protes. Aku tidak sanggup menunggu lebih lama lagi.

"Pak..." erangku.

Pak Hendra tidak menjawab. Dia pun membuka pintu rumahnya. Setelah pintu itu terbuka, Pak Hendra melangkah masuk.

Dia menghadapku. "Kamu harus tahu Lena, begitu kamu melangkah masuk melewati pintu ini, kamu enggak bisa keluar lagi."

Aku meneguk ludah, ada nada mengancam di balik peringatan itu.

"Saya sudah cukup lama menahan diri untuk tidak menidurimu. Jadi, pikirkan baik-baik. Kamu masih punya kesempatan untuk mundur," ujarnya.

Tidak menghiraukan peringatan itu, aku mengambil satu langkah mendekat.

Pak Hendra kembali menggeram. "Saya sudah lama menginginkanmu, jadi jangan harap saya bisa menahan diri. Saya tidak akan memperlakukanmu dengan lembut "

Bayangan seks yang kasar dan liar dengan Pak Hendra membuatku semakin berhasrat. "Saya juga tidak mau diperlakukan dengan lembut."

Sebaris senyum sinis tersungging di wajahnya.

"Come here. Bring your pussy. Saya sudah tidak sabar ingin memuaskanmu."

Dengan satu langkah final, aku melewati pintu rumah Pak Hendra.

Continue Reading

You'll Also Like

659K 29.3K 26
Yang mau order bisa WA : 083857111237 Janin itu tumbuh dan berkembang di rahim Inesya. Ia tak pernah menduga malam petaka dan tak akan pernah bisa di...
26.4K 951 20
PLAGIAT MENJAUH Konten Dewasa *** Berisi cerpen karya Dewi Norma. Sad Ending, Happy Ending, ada juga yang nggantung Ending. cerpen di sini hadir den...
2.5M 38.1K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1.9M 91.9K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...