The Owner of The Psychopath (...

By BlackStarofIN

331K 18.5K 3.8K

[21+] "You're mine, dangerous psychopath man." "I own myself, sweet baby girl." "Is that so? Well... we'll s... More

PROLOGUE
1 Keberangkatan
2 Kasus Pembunuhan Berantai
3 Meet Him
4 Dominic Griffin
5 Rekan Rumah Tangga
6 Puncak Duniawi (18+)
7 Panas Tubuh
8 Dekat Sekali (18+)
9 Mulai Bekerja
10 Proof
11 Pembuktian (21+)
12 Brutal (21+)
13 Pain
14 Dangerous
16 Mine
17 Tantangan (21+)
18 Pintar
19 Is That You?
20 Sakit
21 Best Gift (21+)
22 Reckless
23 Test
24 We'll See
25 Bet (21+)
26 His Past
27 Emotion
28 Name & Soul
29 Wait
30 He is Come
31 Krystal's Family
32 I'll Protect Her
33 Suap (21+)
34 The Mandate
35 Long Journey
36 New Identity
37 God
38 No Others
39 Touch (21+)
40 Safe
41 END : The Owner Of The Psychopath
Full Story

15 Pelaku

4.6K 346 96
By BlackStarofIN

Hey Guys...!!! Welcome back to my story...!!!

Gimana kabarnya penikmat Krystal dan Dom?? Ada yang masih nungguin??

Malam ini Author datang bawain kelanjutan ceritanya Dom dan Krystal loh. Pokoknya bakalan diajak menerka nerka kita.

Sebelum itu pastikan dulu kalian pencet tombol vote dan komen di chapter ini ya. Jangan sampe nggak loh.

Mari kita mulai. Hope you guys enjoy it, ket's check this out.

Enjoy and happy reading.

*
*
*

Krystal menyentuh pipi Dom yang masih bersandar di pahanya. Ia membaca pergerakan dan bahasa tubuh pria yang masih bersimpuh di depannya.

Tampak Dom yang masih menatap Krystal langsung memejamkan matanya merasakan sentuhan Krystal di pipinya. Meresapi perasaan aneh yang menelusup ke dadanya. Hal yang begitu asing ia rasakan. Tapi tak dapat dipungkiri jika dirinya menyukai perasaan ini.

"Sejak awal memang aku tidak memiliki kewajiban untuk dekat denganmu. Aku hanya sekedar menolongmu yang sekarat." ucap Krystal datar.

"Kau bersikap berbeda dari kemarin." balas Dom.

"Kaulah yang memaksaku untuk berhubungan dengan segala kebejatanmu. Dari awal memang kita tidak memiliki ikatan untuk selalu bersikap intim. Jadi perbedaan mana yang kau maksud?" sahut Krystal lagi masih dengan ekspresi datar.

Dom mulai membangkitkan tubuhnya dari posisi semula. Pria itu kemudian beranjak berdiri dan menatap Krystal dengan tatapan kosong.

"Aku tidak mengerti dengan bahasa tubuhmu." ucap Dom.

Mendengarnya membuat Krystal tersenyum miring. Ia segera membalas tatapan Dom.

"Kalau kau mengerti tentang emosi maka kau akan mengetahuinya." balas Krystal masih tersenyum miring.

"Aku tidak pernah melihat emosi sepertimu." ucap Dom lagi.

"Emosi bukan hanya dilihat. Tapi dirasakan. Kau juga memiliki emosimu sendiri." balas Krystal lagi.

Dom diam dan tidak berkata apapun. Ia masih memandangi Krystal dengan intens.

"Ya tentu saja kau tidak mengerti. Karena kau tidak memiliki emosi." ujar Krystal menatap Dom lekat.

Dom masih diam dan tidak mengatakan apapun. Ia masih mencoba membaca ekspresi dan bahasa tubuh Krystal.

Krystal beranjak berdiri. Mendekati Dom yang masih berdiri tepat di hadapannya. Ia meraih rahang Dom dan mengarahkannya ke wajahnya, mendekatkan kepalanya.

Krystal dapat melihat Dom sama sekali tidak memiliki perubahan emosi di wajahnya. Pria itu hanya terus menatap lekat dirinya. Bahkan saat kedua kepala mereka sudah hampir bersentuhan.

Krystal semakin mendekatkan bibirnya dengan bibir Dom hingga akhirnya kedua bibir itu bersentuhan.

Cup.

Hanya menempel. Itulah yang terjadi pada bibir Krystal dan Dom dengan kedua mata mereka yang masih bertatapan. Krystal dapat melihat tatapan Dom yang menatapnya dengan kilat berbeda. Seiring dengan pergerakan yang mulai terjadi di kedua bibir mereka.

Namun sebelum pergerakan yang dilakukan Dom lebih jauh, Krystal sudah lebih melepaskan tautan bibir mereka. Kembali menatap Dom yang kini sudah menatapnya dengan sedikit emosi di wajahnya. Sebuah emosi pertama yang Krystal lihat benar-benar asli dari dalam jiwa Dom.

"Anggap itu sebagai ciuman perpisahan dariku. Segera kemasi semua barangmu dan pergilah dari sini." ucap Krystal dengan keberanian luar biasa. Ia sungguh tahu apa yang ia hadapi saat ini. Menampung manusia seperti Dom bisa membahayakan dirinya, kecuali ayahnya berada di sekitarnya.

Dom yang masih tidak mengatakan apa-apa hanya menatap Krystal lekat sebelum dirinya berbalik dari kamar Krystal dan segera menuju kamarnya untuk berkemas.

Krystal menghela napas berat begitu Dom keluar dari kamarnya. Sungguh apa yang ia lakukan sangat berbahaya. Ia berharap kegilaan ini akan segera berakhir.

***

Dom mengemasi barang-barangnya dengan raut datar. Hal yang ia hadapi kali ini membuatnya merasakan hal yang sangat tidak menyenangkan. Ia sangat tidak menyukai perasaan ini. Krystal menginginkannya menjauh.

Dom tidak berusaha menolak lagi karena ia tidak ingin terus-terusan mendengar kata-kata pengusiran dari Krystal. Hal yang membuatnya selalu merasa sakit di dadanya. Ia segera keluar dari kamarnya begitu selesai menyelesaikan urusan berkemasnya. Ia menatap suasana ruangan apartment milik Krystal yang menjadi tempat tinggalnya selama hampir sebulan ini.

Sebuah perasaan tidak enak kembali menyerang Dom. Seolah-olah memintanya untuk tetap tinggal di sini. Tapi karena permintaan Krystal yang tidak ingin berurusan dengannya lagi membuat Dom menekan perasaannya dan segera keluar dari tempat ini.

***

Besoknya, saat Krystal keluar dari kamarnya bersiap-siap untuk berangkat kerja, ia merasakan perasaan janggal karena tidak ada aktivitas apapun di dapurnya. Ya ia baru mengingat kalau ia mengusir Dom tadi malam. Jadi pria itu benar-benar meninggalkan apartment-nya?

Krystal hanya menghela napas sebelum beranjak pergi dari sana karena tidak ada seseorang yang harus ia berikan sarapan kali ini. Krystal kembali menuju rumah sakit dengan pengawalan yang kembali berjalan normal.

Pasien yang menjadi saksi atas kasus pembunuhan itu kini tampak normal. Hanya saja wajahnya tampak pucat dan tubuhnya terlihat kuyu. Ia hanya memandang kosong ke arah jendela saat Krystal datang memeriksanya.

"Hai." sapa Krystal mendekati pasien itu.

Pasien bernama Shawn itu menoleh pada Krystal dan menatapnya datar.

"Untuk apa kau ke sini?" tanya pasien itu.

Krystal cukup terperangah karena pasien ini menunjukkan perkembangan yang cukup baik saat ini karena sudah bisa diajak berkomunikasi.

"Tentu saja untuk mengunjungimu." jawab Krystal yang mendudukkan dirinya di atas ranjang bersebelahan dengan pasien itu.

"Aku tidak butuh dikunjungi." ujar pasien itu ketus.

"Siapa bilang? Setiap manusia pasti berharap akan dikhawatirkan oleh orang lain. Mereka ingin diperhatikan dan disayangi oleh orang lain." bantah Krystal.

"Kau adalah orang asing. Untuk apa mengunjungiku?" tanya pasien itu. Ia memperhatikan pakaian yang dikenakan Krystal.

"Ah kau hanya ingin menanyakan pertanyaan yang menyiksaku seperti pria menyebalkan itu kan?" lanjut pasien itu lagi.

"Dokter Doughlas maksudmu?" tanya Krystal memastikan.

"Siapa lagi pria yang paling suka menyiksaku. Ah setelah diingat-ingat kau juga beberapa kali datang." jawab pasien itu lagi.

"Hmm... ya bisa dikatakan begitu. Tapi aku datang ke sini hanya ingin menjadi temanmu. Daripada bertanya dengan kaku seperti Dokter Doughlas lebih baik kita berteman saja." ujar Krystal pada akhirnya.

"Kenapa kau ingin berteman denganku? Kau hanya mengasihaniku saja kan?" tanya pasien itu terlihat tidak percaya.

"Tentu saja tidak." balas Krystal mengelak.

"Lalu kenapa?" tuntut pasien itu lagi.

"Karena rasa kemanusiaan. Aku melihatmu terus sendiri dan tidak mau berinteraksi dengan yang lain. Bagaimanapun juga kau butuh bersosialisasi. Semua manusia butuh bersosialisasi. Kita tidak bisa hidup sendiri." jawab Krystal lagi.

Pasian itu menatap Krystal sejenak sebelum menanyakan sesuatu.

"Apa maksudmu semua manusia yang bersosialisasi memiliki rasa kemanusiaan?" tanya pasien itu.

"Rasa kemanusiaan itu timbul dari dalam hati. Kita sebagai manusia memiliki bermacam-macam emosi dan perasaan. Jadi ya seharusnya manusia memiliki rasa kemanusiaan." jawab Krystal ringan. Ya dia tidak ingin berbicara kompleks dengan pasien yang baru bisa berkomunikasi dengan normal setelah kekacauan kemarin.

Pasien itu tersenyum sinis mendengar jawabannya.

"Kau salah." ucap pasien itu.

"Apa maksudmu?" tanya Krystal.

"Tidak semua manusia memiliki rasa kemanusiaan. Terutama dia." jawab pasien itu dengan menekankan kata terakhirnya.

"Dia? Dia siapa maksudmu?" tanya Krystal lagi.

"Seseorang yang tak memiliki hati dan perasaan. Dia jelas bukan manusia." jawab pasien itu lagi semakin membuat Krystal penasaran.

"Apa maksudmu seseorang itu adalah pelaku pembunuhan kekasihmu?" tanya Krystal hati-hati.

Pasien itu menoleh dan menatap Krystal lekat-lekat.

"Lingkungan kita tidak aman. Dia bisa berada di mana saja. Kau harus membawaku pergi dari sini. Atau dia akan kembali dan membunuhku." ucap pasien itu terdengar panik.

Krystal segera menyentuh bahu Shawn dengan kedua tangannya bermaksud menenangkannya.

"Hei, rumah sakit kita dijaga oleh sekumpulan polisi. Mereka menjamin keselamatanmu. Kau tenang saja." ucap Krystal menenangkan.

"Tidak. Polisi saja tidak cukup. Cepat bawa aku pergi dari sini. Aku tidak ingin bertemu dengannya!" tolak Shawn yang semakin panik dan membuat Krystal segera memencet tombol darurat di atas ranjang Shawn untuk meminta bantuan karena ia tidak mungkin menangani sendiri pria dewasa yang sedang berontak seperti ini.

***

Detektif Sean Wesley kembali datang ke rumah sakit setelah mendapat kabar dari bawahannya mengenai perkembangan dan aktivitas Shawn.

Kali ini detektif Sean langsung diarahkan untuk bertemu dengan Krystal yang melakukan percakapan dengan Shawn sebelum pasien itu mengalami serangan panik.

"Selamat siang Dokter Krystal?" sapa detektif Sean sambil mengulurkan tangannya kepada seorang dokter yang terlihat begitu cantik di matanya.

"Siang." balas Krystal menjabat uluran tangan detektif Sean.

"Berdasarkan laporan dari bawahan saya, pasien Shawn bereaksi setelah melakukan percakapan dengan Dokter?" tanya detektif Sean.

"Ya, benar." jawab Krystal singkat.

"Bisa Dokter ceritakan apa saja yang kalian bicarakan sampai membuat Shawn mengalami serangan panik?" tanya detektif Sean.

"Kami hanya melakukan percakapan ringan karena saya pikir dia sudah cukup bisa diajak berkomunikasi. Namun itu tidak berlangsung lama setelah kami membahas tentang kemanusiaan. Dia mulai bereaksi dan mengatakan bahwa 'Dia' tidak memiliki rasa kemanusiaan, 'Dia' bukanlah manusia." jawab Krystal tenang.

"Apa Dokter tau siapa 'Dia' yang dimaksud?" tanya detektif Sean.

"Ya, sepertinya dari gelagatnya 'Dia' adalah pelaku pembunuhan yang kalian cari. Pembunuh itu tidak memiliki hati dan perasaan." jawab Krystal lagi.

"Sebelumnya Dokter Doughlas mengatakan ada kemungkinan pembunuhan dilakukan dengan menggunakan bolpoint sebagai senjata. Karena setelah melihat bolpoint, reaksi Shawn benar-benar tak terkendali." ujar detektif Sean.

"Senjata yang digunakan bukanlah senjata pada umumnya yang digunakan untuk melakukan tindak kriminal. Dari penggambaran Shawn yang mengatakan kalau pelaku itu tidak memiliki hati dan perasaan, lalu bagaimana pemilihan ide senjata yang tidak biasa, pelaku ini bukanlah orang biasa." komentar Krystal.

"Dokter benar. Dia sangat jenius. Kami menemukan kejanggalan dengan rekaman CCTV di tempat kejadian. Rekaman itu telah dimanipulasi dengan sangat baik hingga membutuhkan waktu lebih bagi kami menemukan kejanggalannya." ucap detektif Sean kembali mengingat apa yang telah dia temukan.

"Hmm... Manusia yang sangat jenius serta dapat melakukan sesuatu dengan sangat baik tanpa meninggalkan jejak apapun, serta tidak memiliki hati dan perasaan. Dilihat dari trauma yang dialami Shawn sepertinya sesuatu yang dilakukannya bukanlah sesuatu yang bisa diterima dengan rasa kemanusiaan. Sepertinya apa yang sedang kalian cari adalah seorang psikopat." ujar Krystal menyimpulkan.

Detektif Sean sempat tertegun sejenak sebelum kembali bersuara.

"Maksud Dokter pelaku kasus pembunuhan berantai ini adalah seorang psikopat?" tanya detektif Sean.

"Aku hanya mencoba menyimpulkan dari perilakunya berdasarkan cerita dan dampak trauma dari Shawn. Aku tidak mengetahui tentang cerita lainnya. Tapi dari kasus Shawn ya, sepertinya dia memang psikopat." jawab Krystal lagi.

"Korban yang berjatuhan memang sangat sulit ditelusuri kaitannya satu sama lain. Kami memiliki 2 dugaan yang mengatakan kalau pelakunya adalah orang yang sama atau orang yang berbeda." balas detektif Sean.

"Psikopat bertindak selalu memiliki pola. Meskipun korbannya sama sekali tidak berkaitan dari segi latar belakang, bisa jadi situasi mereka yang sama. Hal-hal paling kecil pun bisa mereka jadikan sebagai pola untuk bertindak. Yang jelas untuk menangkap psikopat dibutuhkan kejelian yang luar biasa karena tidak ada psikopat yang bodoh. Mereka jauh lebih jenius dari manusia normal. Bisa jadi apa yang kalian rencanakan, dia sudah mengetahuinya." ujar Krystal terdengar serius.

Detektif Sean mendengarkan dengan serius apa yang dikatakan Krystal. Baginya berdiskusi dengan Krystal lebih menarik dibandingkan dengan dokter Doughlas.

"Satu lagi. Shawn mengatakan bahwa polisi saja tidak cukup untuk mengamankannya dari 'Dia'. Itu tandanya pelaku itu sangat berbahaya dan bisa berada di mana saja. Termasuk di rumah sakit ini." tambah Krystal.

Detektif Sean melebarkan kedua matanya. Ia segera meraih ponselnya untuk memberikan instruksi kepada bawahannya.

***

Krystal berjalan dengan pelan menuju apartment-nya. Hari ini benar-benar melelahkan. Apalagi pembahasannya dengan detektif Sean mengenai pelaku pembunuhan yang sedang terjadi saat ini.

Kalau memang seorang psikopat berbahaya sedang berkeliaran di kota ini dan mengancam nyawa penduduk tak bersalah, bukannya pemerintah harus melakukan sesuatu? Bukankah setidaknya diperketat keamanannya?

Bahkan saat ini Krystal sedang berjalan sendirian di jalanan yang sepi. Bukankah dirinya sungguh menantang maut? Sepertinya dia butuh meminta kendaraan saja daripada berkeliaran sendirian seperti ini.

Krystal menoleh ke kanan dan kiri.

"Keluarlah." ucap Krystal bermaksud menyuruh pengawal yang biasanya menjaganya tanpa terlihat untuk muncul agar mereka berjalan bersama saja. Tak dapat dipungkiri kalau ia juga merasa takut.

Namun sampai beberapa detik tidak ada satupun pengawalnya yang keluar.

"Apa kalian tidak mendengar perintahku? Kubilang keluar kalian semua!" ulang Krystal sedikit menaikkan nada suaranya.

Namun bukannya pengawal yang biasa menjaganya yang keluar, justru seseorang yang tidak diharapkannya lah yang keluar. Dom.

Terlihat Dom keluar dari balik bangunan dekat jalan sedang berjalan ke arah Krystal. Pria itu mengenakan pakaian sewarna malam dari ujung kepala sampai ujung kaki. Membuatnya tidak terlihat jika di tengah kegelapan.

Krystal yang melihatnya pun membeku. Kenapa malah Dom yang keluar? Dimana para pengawalnya?

"Kenapa malah kau yang keluar? Dimana para pengawalku" tanya Krystal tegas saat Dom sudah sampai di hadapannya.

"Mereka membereskan masalah untukmu." jawab Dom.

"Apa maksudmu?" tanya Krystal.

"Mereka membereskan preman yang mencoba menghampirimu. Kenapa kau harus melewati jalanan yang sepi seperti ini?" tanya Dom.

"Itu bukan urusanmu. Lalu kenapa kau bisa ada di sini?" Krystal balik bertanya.

"Untuk menjagamu." jawab Dom menatap Krystal lurus.

"Bukankah sudah kubilang kalau kita tidak memiliki urusan satu sama lain? Kenapa kau harus menjagaku di sini?" tanya Krystal balik menatap Dom.

"Kita punya." jawab Dom lagi.

"Apa maksudmu?" tanya Krystal datar.

"Kau dan aku sudah menyatu. Kau sudah menjadi bagian dari hidupku. Jadi kita masih memiliki urusan, sampai kapanpun." jawab Dom datar.

*
*
*

TBC

Gimana chapter ini?

Kalian penasaran?

Kalo kalian penasaran yuk vote nya jangan lupa. Ramaikan juga kolom komentar ya seperti chapter sebelumnya kan rame tuh. Chapter ini ramaikan juga dong.

Oh iya yg nanya ada jadwalnya apa nggak, untuk saat ini Author belum bisa kasih jadwal untuk up ya karena memang jadwal Author juga lumayan padat. Jadi Author usahain untuk selalu up di setiap minggu deh.

Ok, see you in the next chapter

Continue Reading

You'll Also Like

12.8K 1K 40
Kasar, manis, pendiam, baik, galak, dan mengerikan merupakan karakter yang cocok menggambarkan seorang Galaksi. Cowok yang punya banyak kepribadian...
679 113 12
[Dalam proses revisi] Ini tentang Dishana Revintika Albarack yang mencintai seorang Ravif. Namun, Ravif dijodohkan dan harus menikah dengan Regina Al...
778K 44.5K 55
⛔ Bocil ❎ ⛔ 18+ ✔ Agler King Axcellion, pria angkuh dan kejam terobsesi membuat Aline Scartlett William tunduk padanya. Sosok yang begitu mirip deng...
699K 31.9K 61
DILARANG KERAS MENGCOPY CERITA INI YA..!!! berhubung karena sekarang banyak yang suka menjiplak makanya author private secara acak. Jane cornelie , s...