.
.
.
CHAPTER 5 : All night long
Catherine memang ingin terus mengembangkan hubungan baik dengan Duke Emeric, namun bukan ini yang ia maksud.
Hari ini perubahan Duke Emeric terlihat semakin drastis.
Selain membicarakan mengenai kerajaan atau pekerjaan, Duke tidak pernah berbicara sepanjang itu apalagi menyangkut hal tentangnya.
"Ada yang ingin anda bicarakan Duke?"
"Apa kau sering mengalami mimpi buruk?"
Hening sesaat. Catherine menatap Edward dengan intens.
"Mengapa anda bertanya?"
"Bukankah kejadian kemarin cukup untuk membuatku bertanya?"
Catherine mengalhikan pandangannya.
"Tidak sering, hanya beberapa kali"
"Apa yang kau mimpikan?"
Kini Catherine mengerutkan dahinya.
"anda tidak perlu tahu, Duke"
Ada semacam batasan yang disebut privasi.
Untuk beberapa saat keheningan menyelimuti mereka.
"Aku mengalami mimpi buruk"
Catherine tak membalas. Membiarkan Edward melanjutkan perkataannya.
"Setiap hari mimpi itu berbeda, tapi semuanya adalah mimpi buruk"
Catherine baru menyadari kantung mata di wajah tampan Edward. Untuk sesaat gadis itu mengingat percakapan lelaki itu dengan Abigail.
'Jadi ini yang di khawatirkan Abigail?'
"Apa anda sudah membicarakannya dengan tabib?"
Edward mengangguk pelan.
"Tidak ada hasilnya"
Catherine baru saja membahas mengenai Batasan. Namun saat ini justru gadis itu yang penasaran.
"Mungkin anda harus mencoba bertemu dengan Saint"
Edward menatap Catherine. Seakan pria itu ingin mengatakan sesuatu namun memendamnya kembali.
Hening kembali. Catherine tak ingin membuka suara lebih dahulu, berusaha membuat Edward mengatakan sesuatu yang ingin ia katakan.
"Bisa kau membuatkanku teh hijau?"
Catherine sedikit kecewa, namun tetap mengangguk melihat wajah lelah Edward, siapa yang bisa menolak?
**
Di lantai 3 manor tepat dimana kamar Catherine berada, tak jauh dari sana terdapat dapur kecil yang terliihat begitu rapi dan bersih.
Edward menghadiahkan semua ini saat dirinya menginjak usia 16 tahun. Karena ia memang beberapa kali suka memasak makanan penutup.
Karena persediaan teh hijau dikamarnya telah habis, mau tak mau disinilah Catherine menyeduh teh hijau dan meninggalkan Edward seorang diri dikamarnya.
Untuk mimpi buruk pria itu...
Catherine tak bisa melakukan apapun. Meskipun mengalami mimpi buruk juga namun akhir-akhir ini mimpi itu datang lumayan jarang sehingga Catherine dapat tidur jauh lebih nyenyak.
Setidaknya ini yang bisa ia lakukan untuk membantu Edward.
**
"Duke?"
Catherine mengerutkan dahinya saat tak melihat siapapun diruang santai pribadinya- dimana tadia ia berbincang dengan Duke Emeric.
Gadis itu meletakan teh hijau yang tadi ia buat ke atas meja.
Mungkin Edward lelah dan kembali ke kamarnya?
Tak ingin ambil pusing, Catherine pun melepas jubah tidurnya dan melangkah menuju ranjang sebelum akhirnya gadis itu membekap mulutnya sendiri.
Hampir saja ia teriak mendapati sang Duke yang berada di ranjangnya.
'Demi dewa apa yang ia lakukan disini?!'
Catherine berjalan mendekat. Berniat membangunkan Duke Emeric.
Samar-samar Catherine dapat mendengar dengkuran halus pria itu dilengkapi dengan wajah lelahnya.
Hati Catherine terlalu lembut untuk membangunkan pria ini.
***
"Siana? Apa yang kau lakukan? Kau tidak menyajikan sarapan tuan putri?"
Dengan wajah khawatirnya, Siana menghampiri Abigail.
"Lady... Putri Catherine tidak menjawab panggilan saya"
Abigail mengerutkan dahinya, setaunya selama ini Catherine tak pernah bangun terlambat sekalipun.
"Kau sudah mencoba masuk?"
Siana menggelengkan kepalanya.
"Saya tidak berani"
Selain sang tuan pemilik kamar, hanya kepala pelayan dan prajurit dengan alasan keselamatan yang boleh membuka pintu kamar sang majikan. Pelayan akan dianggap sangat lancing bila membuka pintu tanpa seizin siapapun.
Abigail terdiam sejenak.
Sudah 2 jam sejak Putri Catherine melewatkan rutinitasnya tanpa kabar.
Menurut peraturan, dengan alasan-alasan itu sudah cukup untuknya membuka pintu kamar sang majikan.
**
Sudah kedua kalinya ia mencoba membangunkan raksasa besar yang sedang memeluknya ini namun hasilnya nihil. Bak pingsan lelaki itu bahkan tak bergerak sedikitpun.
Tak dapat dipungkiri, tidur diposisi ini memang sangat nyaman. Namun ini bukanlah saat yang tepat.
Catherine sendiri harus melawan rasa kantuknya dan mencoba membangunkan Duke Emeric yang nampaknya tak ingin diganggu.
Cklek...
Catherine mengerjapkan matanya.
Tunggu.. suara pintu terbuka?
Sial.
"Nona Catherine-"
Belum sempat Catherine menghentikannya, kini Siana dan Abigail terlebih dahulu melihat keadaan di kamarnya.
"N-nona maaf mengganggu..." ucap Siana sedangkan Abigail sesuai etika prajurit segera mengalihkan arah pandangnya dan memberi hormat sebelum akhirnya keluar dari ruangan tersebut.
Disisi lain, bukannya Siana ingin terus berada disana, hanya saja...
"Keluarlah Siana" ucap Catherine yang tak ingin menjelaskan situasinya.
"I-itu, James sejak 3 jam yang lalu mencari Duke..."
Seakan tahu dirinya dibicarakan, Edward menggeram pelan dengan mata yang masih terpejam.
Tak ingin diganggu, lelaki itu mengubah posisinya dan menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Catherine.
Sedangkan Catherine bahkan tak diberi kesempatan untuk menolak perlakuan Edward.
Gadis itu hanya bisa menghembuskan nafasnya. Tak ingin membuang banyak tenaga sia-sia.
"Pergilah Siana, katakan pada Sir James, Duke Emeric akan segera berada di ruang kerjanya"
***
TBC
Published, 08-06-2023