What If [Series]

By tx421cph

3.1M 291K 465K

❝Hanya ungkapan tak tersampaikan, melalui satu kata menyakitkan. Seandainya... ❞ PART OF THE J UNIVERSE [read... More

Disclaimer
1. Jeno x Jeha
2. Jeno x Jeha
3. Jeno x Jeha
4. Jeno
5. Jeno
[side story] Jeno x Jeha
1. Jaemin x Jeha
2. Jaemin x Jeha
[side story] Jaemin x Haknyeon
1. Guanlin x Jeha
2. Guanlin x Jeha
3. Guanlin x Jeha
2. Truth - Hwang Je No & Baek Je Ha
3. Truth - Hwang Je No & Baek Je Ha
[side story] Juno & Jeni
[side story] The J's Family
[side story] Na's Siblings
[side story] Na's Siblings (2)
[side story] The Kang's Family
[side story] They're Passed Away
[side story] Little Jeno and Jeha
[side story] Between Us
[side story] Dear Dad
[side story] Hukuman Ayah
[side story] Ayah dan Anak Pertama
[side story] Someday In 2017
Side Ending of J's Universe
[alternate] Reality
[side story] Jung Jaehyun
[side story] Seongwoo x Sejeong
[side story] Daddies
[side story] Him
[side story] Keluarga Na Bangkrut?
[side story] Harta, Tahta, Tuan Muda Kaya Raya
[side story] sunsetz
[side story] Dear Papa
[side story] Ayah dan Anak Bungsu

1. Truth - Baek Min Ho & Ye Hwa

10.8K 1.5K 624
By tx421cph


"Seandainya kau tidak pergi hari itu."

[what if—Baek Min Ho; Ye Hwa]
Permintaan what if couple ini bener-bener membludak, mumpung aku lagi mood jadi langsung ku kerjakan karena aku juga kangen mereka 😢🥺

Song recommendation; cardigan — taylor swift

Selamat Membaca

Sejak awal, pernikahan mereka didasari oleh sebuah negosiasi antar pangeran kerajaan.

Sejak awal, tak pernah ada cinta sedikit pun di antara keduanya.

Sejak awal, sama sekali tak ada yang menduga bahwa keduanya harus terikat dengan sebuah ikatan bernama pernikahan.

Ikatan sehidup semati.

"Apakah kalian akan pergi ke Goryeo, Jenderal Yeo?"

Pria itu berbalik, sebelum menjawab, ia sempat membungkuk kecil untuk menghormati perempuan yang baru saja melempar pertanyaan kepadanya. "Benar, Yang Mulia."

"Apakah... aku boleh ikut?"

Yeo Woon sempat terdiam, hingga kemudian pria itu tersenyum tipis. "Maaf Yang Mulia Putri, tapi Pangeran Baek Min Ho tidak mengizinkannya, mohon anda menunggu di istana sampai kami kembali."

"Mengapa begitu? Aku... hanya ingin menemui orabeoni." Gadis itu terlihat sedih.

"Saya telah bertanya sebelumnya pada Pangeran apakah anda ikut, tapi beliau sudah berkata jika anda benar-benar tidak diizinkan."

"Yeo Woon, mengapa kau lama—"

Perbincangan kecil antara Ye Hwa dan Yeo Woon terputus ketika seseorang datang dari arah gerbang. Yeo Woon mundur untuk memberi jalan, begitu pula Ye Hwa yang mundur selangkah untuk memberikan penghormatan pada Pangeran Mahkota Baekje yang baru saja datang menyela.

"Tuanku," gadis itu menyapa dengan suaranya yang selembut permainan Gayageum Seon Jae Hyun.

Baek Min Ho hanya menatap istrinya sesaat, kemudian mengindahkannya dan berpaling kepada Sang Jenderal. "Aku menyuruhmu untuk cepat, kita harus segera ke Goryeo sebelum malam tiba, siapkan kudanya sekarang."

Yeo Woon membungkuk, "baik Yang Mulia."

Jenderal itu menyingkir, meninggalkan pasangan suami istri yang saling berdiam diri di halaman istana Baekje. Tatapan Baek Min Ho masih seperti biasanya, dingin dan tak bersahabat.

"Anda..."

"Jangan pergi dan tetaplah di sini," seolah tahu apa yang ada di pikiran Ye Hwa, Baek Min Ho segera memberikan keputusannya yang mutlak.

"Tapi Ye Hwa ingin bertemu orabeoni, sebentar saja, setelah itu Ye Hwa akan langsung kembali."

Kening Min Ho mengernyit, "bukankah kau mengatakan jika kau akan patuh padaku? Lalu sekarang kau tidak bisa menuruti perintah kecil ini? Kau harus tahu bahwa ini bukan permintaan, tapi perintah."

Nada suara Baek Min Ho terdengar semakin meninggi, Ye Hwa tak bisa mengatakan apapun untuk membantah, perempuan itu hanya menurunkan pandangannya sebentar dan mengangguk kecil.

"Maafkan Ye Hwa, jika begitu... tolong Tuanku sampaikan pesan kepada orabeoni bahwa Ye Hwa merindukan mereka—"

Baek Min Ho bahkan tidak mau mendengar permintaan terakhir istrinya, dia hanya berbalik dan gerakannya itu membuat Ye Hwa mengangkat kepalanya kembali.

"Tuanku, kembalilah dengan selamat."

Pangeran Mahkota Baekje sempat berhenti sejenak saat kalimat kedua dilantunkan oleh suara lembut istrinya. Hingga kemudian dia kembali berjalan menjauh tanpa menjawab apapun, sedikitpun.

***

"Ye Hwa-ya! Ye Hwa-ya!"

"Ku mohon tetaplah jaga kesadaranmu! Jangan terlalu banyak bicara!"

"T-tuan...ku— rasanya... m-menyakit...kan..."

"Aku tahu! Aku tahu! Karena itu ku mohon dengarkan aku... aku akan segera membawamu pada tabib! Bertahanlah!

"Aku mencintaimu! Aku mencintaimu, istriku.. ku mohon bertahanlah!"

"?!"

Perempuan itu membuka sepasang matanya, dia sangat terkejut, napasnya menggebu dan tanpa sadar ia berkeringat hingga leher dan dahinya basah.

Itu adalah mimpi buruk.

Tapi yang membuat Ye Hwa lebih terkejut bukan karena mimpi yang dia alami, namun karena seseorang yang menghalangi pandangannya begitu ia segera membuka mata.

Baek Min Ho.

Entah sejak kapan suaminya sudah tiba kembali di Baekje— bahkan kini berada di sisi ranjang dengan tangan yang menempel di dahinya.

Sepasang netra indah Sang Putri dan oniks kelam Pangeran kemudian bersua.

Baek Min Ho tersadar, dia segera membuang pandangan dan menarik tangannya yang menempel di dahi Ye Hwa dengan cepat, kemudian pria itu berdiri.

Ye Hwa terduduk, mengusap peluhnya sendiri. "Tuanku sudah kembali, maaf karena Ye Hwa tidur lebih dulu."

"Lanjutkan tidurmu," dingin Min Ho. "—dan jangan pikirkan yang baru saja terjadi, aku hanya memeriksa suhu tubuhmu karena kau terlihat menggigil tadi."

Terlihat sekali dari gesturnya jika pria itu sedang kikuk. Jika Yeo Woon melihatnya, Si Jenderal pasti sudah menertawakannya. Baek Min Ho seperti remaja bodoh.

"Sejak kapan... tuanku sampai?" Perempuan itu bertanya, "Ye Hwa akan membuatkan teh jelai—"

"Tidak perlu!"

Min Ho sedikit berteriak ketika Ye Hwa baru saja ingin bangkit dari ranjangnya, gadis muda itu langsung berhenti.

"Kau... lanjutkan saja tidurmu, aku akan segera beristirahat."

Pria itu segera berjalan keluar dari kamarnya sendiri, kemudian menutup pintu lumayan keras hingga menimbulkan debaman yang cukup bisa membangunkanmu. Ye Hwa terdiam, memainkan jari-jarinya sendiri.

Jauh dalam lubuk hatinya dia benar-benar ingin bertanya apa yang dilakukan Baek Min Ho saat dia tertidur, apakah dia benar-benar menggigil karena mimpi buruk yang ia alami? Ataukah hal lain?

Ye Hwa juga merasa sangat tidak nyaman ketika Baek Min Ho pergi dimana jelas-jelas ini adalah kamar milik suaminya sendiri, pria itu harus mengalah padanya dan tidur di kamar lain semenjak mereka menjadi suami istri.


———oOo———

"Bagaimana, nak? Apakah masih belum?"

"Ye?"

Pagi itu, Ye Hwa dipanggil menghadap mertuanya, Ratu Baekje. Hubungan mereka memang cukup baik, ibu Pangeran Baek Min Ho itu sangat menyayanginya dan menganggapnya sebagai putri sendiri— tanpa tahu bahwa hubungan Ye Hwa dan putranya tidaklah seindah dan seharmonis yang ia bayangkan selama ini.

"Maaf, apa maksud ibu—"

"Kehamilanmu," jawaban ibu mertuanya membuat Ye Hwa terkejut, "apakah kau sudah mengandung penerus Baekje, anakku?" Wanita itu terlihat sangat berseri-seri.

Ye Hwa meneguk ludahnya sejenak, sempat mengulum bibirnya. Sebenarnya ia sudah memiliki firasat jika mertuanya akan menanyakan hal ini lagi, Ye Hwa benar-benar merasa bersalah, Raja dan Ratu Baekje benar-benar menginginkan seorang cucu secepatnya.

Bagaimana mungkin dia bisa hamil? Tidur satu ruangan saja ia dan suaminya tidak pernah sama sekali.

Perempuan itu tersenyum sedih, "maaf, ibu..."

Mendengar jawaban Ye Hwa, ibunda Sang Pangeran itu hanya tersenyum menghela seolah mengerti, meski tersirat sebuah raut kekecewaan di wajahnya. Tapi mereka berdua memang tergolong belum terlalu lama menikah, jadi mungkin jangan terlalu terburu-buru.

"Tidak apa-apa, jangan meminta maaf," Sang ratu mengusap kepala Ye Hwa lembut, "ah haruskah ibu membuatkanmu ramuan? Aku akan meminta tabib untuk membuat ramuan yang sehat untukmu, ya?"

Mau sebanyak apapun Ye Hwa meminum ramuan dari berbagai tanaman herbal yang mahal sekalipun, sepertinya akan sulit.

Tapi lagi, karena tidak mau mengecewakan mertuanya, dia hanya mengangguk sembari tersenyum teduh.

"Ibu."

Perhatian kedua perempuan itu teralihkan ketika seseorang keluar dari paviliun Raja. Seorang pria gagah dengan pakaian hitam-hitamnya dan ikat kepala senada, dengan sebilah pedang di pinggang dan sekantong anak panah di punggung. Seorang pria yang sejak tadi ada di pikiran Ye Hwa.

"Min Ho-ya."

Ye Hwa hanya memberikan salam penghormatan tanpa berkata apapun pada suaminya.

"Kami akan pergi berburu sekarang, sebaiknya ibu masuk ke dalam."

Ibunya itu nampak terkejut, "berburu? Sekarang juga?"

"Ya," lalu tanpa diduga Baek Min Ho menarik pergelangan tangan Ye Hwa agar mendekat ke arahnya. "Kami akan kembali nanti malam— jika memungkinkan."

"Eh? Min Ho-ya—"

"Ayo."

"T-tuan."

Tanpa banyak bicara, Pangeran Mahkota Baekje itu segera merangkul bahu istrinya dan membawanya menjauh dari area paviliun raja. Baek Min Ho sepertinya benar-benar tidak berminat untuk menanggapi pertanyaan macam-macam ibunya, karena itu lebih baik dia segera menyingkir dari sana.

Tapi... berburu? Tiba-tiba sekali?

Ye Hwa bahkan tidak tahu jika mereka akan pergi berburu— tidak, dia lebih terkejut karena Baek Min Ho juga mengajaknya. Bukankah ini sangat tidak biasa?

"Tuanku, apakah kita benar-benar akan—"

Dugh!

Di tengah perjalanan menuju gerbang istana, Baek Min Ho melepaskan rangkulannya, mendorong Ye Hwa menjauh. Perempuan itu tentu saja terkejut, meski dorongannya tidak terlalu keras dia tetap terhuyung.

Baek Min Ho langsung memasang wajah suntuk seperti biasanya, "persiapkan dirimu, kita akan segera berangkat berburu, jangan membuang-buang waktuku."

"Mengapa... Ye Hwa harus ikut juga?"

Mendengus pelan, Baek Min Ho menolehkan kepalanya sedikit, "kau tidak mau bertemu dengan kakak-kakakmu? Jika kau tidak mau tidak masalah—"

"Iya! Ye Hwa akan ikut!"

Mendengar kabar mengejutkan bahwa kakak-kakaknya juga akan pergi berburu, gadis itu mengangkat kepalanya, dia mengangguk dengan sebuah senyum yang sangat cerah.

Senyum lebar yang tidak pernah Baek Min Ho lihat sebelumnya.

Memalingkan pandangan dengan cepat, Baek Min Ho mengibaskan jubahnya dan bergegas pergi dari hadapan istrinya. Ye Hwa bergegas pergi ke kamarnya untuk mengemas beberapa barang yang akan ia bawa, namun Yeo Woon kemudian menghadangnya.

"Yang Mulia, akan pergi kemanakah anda? Mari kita berangkat."

"Oh, uh... aku akan mengemasi barangku sebentar, karena ini sangat mendadak—"

"Ahh itu, Pangeran Baek Min Ho sudah menyiapkannya tadi, ini dia," Yeo Woon menyela, mengangkat buntelan kain sutra dengan corak bunga sakura. "Saya akan membawakannya."

Baek Min Ho yang menyiapkan barang bawaannya? Itu berarti perburuan ini memang sudah direncanakan?

Lalu siapa yang menyangka? Acara perburuan itu lumayan ramai juga, Ye Hwa senang bukan kepalang ketika tahu bahwa semua kakak-kakaknya ikut dalam perburuan bersama Baekje hari itu.

Wang Yeol, Wang Jin, Wang Hun, Wang Han, sampai Wang Jae.

Bahkan Guan Yu pun hadir di sana. Ye Hwa sempat bersua sejenak dengan pria itu, dan dia sebisa mungkin untuk tidak bersikap canggung.

Hwang Je No dan Seon Jae Hyun tidak ada, katanya sedang sibuk dengan tugas dari Raja.

"Ye Hwa-yaa!!"

"Orabeoni! Ye Hwa sangat terkejut karena kalian semua datang!"

Sang sulung, Wang Yeol, hanya tertawa terbahak-bahak, "ini ulah suamimu! Suamimu!"

Kemudian Wang Jin menjajari tandu Ye Hwa dengan kudanya, "kami mendapat undangan perdana dari Baek Min Ho untuk berburu, kita akan pesta daging malam ini!"

Awalnya, Ye Hwa pikir rencana perburuan ini datang dari ide Wang Yeol atau Wang Jin— karena mereka memang sangat suka berburu dan seringkali mengadakan acara berburu bersama, namun rupanya jawaban dari kakak-kakaknya barusan cukup membuat Ye Hwa terkejut untuk yang ketiga kalinya dalam sehari.

Untuk apa Baek Min Ho mengadakan acara perburuan dengan para Pangeran Goryeo? Apakah... pria itu merencanakan sesuatu? Atau—

"Tapi Ye Hwa ingin bertemu orabeoni, sebentar saja, setelah itu Ye Hwa akan langsung kembali."

Seketika, wajah Ye Hwa terasa panas dan tanpa sadar ia merona.

"Duh! Aku tidak ingin ikut, kau tahu Ye Hwa, cuacanya panas! Panas sekali!"

Wang Han yang juga berada di dalam tandu, duduk di hadapan Ye Hwa sembari mengipasi wajahnya. Bahkan sebenarnya sejak berangkat tadi dia sudah mengomel, Wang Han benar-benar tidak ingin ikut, tapi dia diseret oleh kakak-kakaknya.

Memang kakak-kakak brengsek. Wang Han ingin menyumpal tenggorokan mereka dengan kipas kesayangannya.

"Kau sangat manja, Han! Kapan lagi kita bisa berburu bersama Ye Hwa, ini termasuk keajaiban karena Baek Min Ho mengizinkannya!" Jin memukul tandu kayu itu dengan kepalan tangannya hingga dua adiknya di dalam sempat oleng sedikit.

"Kita harus mendapatkan banyak binatang buruan hari ini, para Pangeran sekalian," Yeo Woon menimpali sembari tertawa kecil— karena melihat perdebatan antar Wang bersaudara.

"Aku akan mendapatkan paling banyak tangkapan," Hun menyahut, meneguk arak dalam botol yang ia bawa.

"Bagaimana jika kita bertaruh? Yang mendapatkan hewan buruan paling banyak akan mendapatkan hadiah," sambung Yeo Woon.

Mendengar kata hadiah, Jin langsung berbinar. "Bagus! Aku akan menangkap semua harimau dan serigala di hutan ini!"

"Orabeoni..." Ye Hwa meringis masam. Agak merinding.

"Guan Yu! Kau harus membantuku, mengerti?!" Jin menyeru pada Guan Yu yang berkuda tak jauh di belakang tandu.

Mau tak mau, Guan Yu hanya menurut. "Ye, hwangja-nim."

Duk!

Wang Yeol, "eiy kau tak boleh curang," si sulung itu memukul kepala adiknya.

"Aih, kalian berburulah dengan cepat saja dan segera kembali untuk pesta daging! Jangan terlalu lama di luar, kulitku bisa terbakar!" —Wang Han.

"Hwangja-nim anda ingin menangkap apa nanti?" Guan Yu bertanya dengan nada pelan.

"Apa saja." —Wang Jae yang asyik dengan dunianya sendiri.

"Apa sih kau ini Han! Saat berburu itu harus dinikmati! Kau tidak tahu betapa menyenangkan menyatu dengan alam! Kau banyak mengeluh seperti gadis perawan! Kenapa kau tidak ajak Wen Fei Yu saja dan meminta perlindungan darinya!" Wang Jin bersungut, sepertinya dia sengaja mengundang kekesalan pangeran ke lima.

"Brengsek! Aku sejak awal tidak ingin ikut tapi kau menyeretku seperti karung beras!! Dan apa itu barusan?! Wen Fei Yu?! Berhenti menyebut-nyebut pria itu Wang Jin brengsek! Kau brengsek!!"

Duk duk dukk!!

"O-orabeoni..."

Wang Han tentu saja kesal setengah mati, entah sudah berapa kali dia mengumpati Wang Jin dalam sehari. Sekarang Ye Hwa harus memegangi tangan Wang Han sebelum kakak kelimanya itu menjebol tandu untuk memukul pantat Wang Jin.

Begitulah kemudian para Wang bersaudara itu berdebat di tengah perjalanan menuju hutan. Guan Yu yang menjaga di belakang hanya merotasikan netranya dengan jengah, Wang Jae bahkan sampai berpindah ke depan, tak jauh di samping Baek Min Ho yang memimpin jalan karena tidak tahan dengan keberisikan saudara-saudaranya.

~~~

Perburuan siang hari itu benar-benar heboh— sebenarnya hanya para Pangeran Wang saja, karena Baek Min Ho bahkan tidak terlihat peduli dengan lima bersaudara yang gila itu, sementara Yeo Woon entah mengapa malah menanggapi kegilaan mereka.

"WANG JIN BRENGSEK PERHATIKAN LANGKAHMU! LIHAT BURUNG PIPITNYA KABUR!"

"Aih! Salahmu sendiri kenapa memasang perangkap di situ!"

"SALAHMU BODOH! KAU BILANG AKAN MENANGKAP HARIMAU JADI PERGILAH MASUK KE HUTAN!"

Wang Han dan Wang Jin kembali berseteru, kali ini Pangeran ke lima itu marah besar karena Wang Jin yang ribut tidak sengaja menyandung jebakan burung pipit yang dipasang adiknya hingga burung itu bebas dan terbang menjauh.

"Duh! Nanti aku carikan lagi deh!!"

"Sudah sudah, ini Han aku mendapatkan burung merpati." Wang Yeol menengahi, datang sembari membawa seekor burung merpati berbulu putih yang ia pegangi kedua kakinya.

"Aku tidak mau! Aku mau pipit!"

"Merpati enak lho, dagingnya juga lebih banyak dari pipit."

Karena masih sangat kesal sekaligus berpikir lumayan juga, Han segera merampas burung merpati tidak berdaya itu dari tangan kakaknya dan memasukkannya ke dalam kurungan.

"Tch, jauh-jauh dariku Wang Jin sialan! Aku akan menjejali mulutmu dengan batu jika kau menggangguku lagi!" Dengusnya marah.

Wang Jin tidak menjawab, hanya mencibir dan mengolok-olok dengan gestur, kemudian Pangeran kedua bergegas lari ketika Han berancang-ancang untuk melemparinya dengan batu.

"Kalian hanya dapat burung? Aku sudah dapat rusa."

Pangeran keempat datang tak lama kemudian, membawa seekor rusa yang lumayan gemuk yang sudah mati tertancap panah Wang Hun di perutnya.

"Woah, Pangeran Hun kau sangat keren!" Yeo Woon bergegas menghampiri, membantu mengangkat rusa yang terlihat cukup berat. "Sepertinya Pangeran Hun yang akan mendapatkan hadiah hari ini."

Wang Jin melotot, "tunggu saja aku, Yeo Woon! Aku akan mendapatkan lebih! Lebih banyak!"

Yeo Woon, hahaha anda perlu masuk sedikit lebih dalam ke hutan untuk mencari hewan liar, Hwangja-nim."

"Sepertinya aku harus segera mendapatkan harimau untuk mengalahkan Hun," Wang Yeol tertawa.

"Orabeoni, tidak ada harimu di hutan pedesaan seperti ini," Ye Hwa hanya tersenyum masam.

"Aku tidak akan menolongmu jika kau yang akhirnya jadi santapan harimau itu, hyung." —Han.

"Aih, jahat sekali." —Yeol.

"Hyung! Bagaimana jika kita bekerja sama untuk mengalahkan Hun?!" —Jin.

"Lebih baik kau bekerja sama dengan Wang Jae, sepertinya dia menganggur."

"Tidak, terima kasih." —Wang Jae.

Mereka semua sibuk membicarakan tentang hewan buruan sekaligus berdebat, Ye Hwa hanya tersenyum menghela melihat kebiasaan kakak-kakaknya yang tidak pernah berubah itu. Dia merasa lega, syukurlah, sepertinya semua baik-baik saja. Mungkin perasaan tidak nyaman yang selama ini mengganggunya hanya sekadar halusinasi berlebihan.

Memilih untuk berjalan-jalan sebentar, Ye Hwa menuju ke sungai hutan. Menuruni lereng kecil yang ditumbuhi begitu banyak bunga kecil-kecil berwarna putih. Anemon Jepang yang terlihat sangat cantik.

Benar apa yang dikatakan Wang Han sebelumnya, cuaca terasa cukup panas, karena itu Ye Hwa ingin merendam kakinya dalam air sebentar.

Tapi sejenak sebelum Sang putri mendudukkan dirinya di tepi sungai, seseorang menghampiri, menyita perhatiannya. Bahkan tanpa bersuara, Ye Hwa bisa mengenali kehadirannya.

"Gongju-nim."

Pada akhirnya, pria itu memanggil dengan pelan.

Seorang pria bertubuh jangkung yang membawa beberapa tangkai bakung, terjebak dalam rasa canggung yang tak dapat ia bendung.

Ye Hwa menatap pria itu, mendongak karena Guan Yu benar-benar tinggi saat berhadapan dengannya.

"Saya... menemukan ini, untuk anda. Maaf..."

Kalimat itu benar-benar sangat pelan. Ye Hwa masih terdiam.

"Maaf atas... segala hal yang telah saya lakukan dan membuat anda kecewa, Yang Mulia."

Guan Yu benar-benar nampak tertekan dengan gesturnya yang kaku. Jika bisa, dia benar-benar ingin lenyap saja dari muka bumi. Melihat wanita yang dia cintai kini memandangnya dengan cara yang berbeda, dia tak sanggup.

Ye Hwa pada akhirnya hanya tersenyum, seperti kebiasaannya selama ini. "Aku tahu anda adalah pria baik, silhaengja-nim. Karena itu..."

Syut!

Crash!

"?!"

"Oh, maaf tanganku sepertinya licin."

Kedua orang itu— Guan Yu dan Ye Hwa, menoleh dengan cepat ke arah sumber sebuah panah yang barusan melesat dengan cepat hingga menghancurkan bakung-bakung yang dibawa Guan Yu.

Betapa kesalnya ia saat melihat itu adalah Baek Min Ho. Guan Yu bahkan hampir menarik Zamrud Hijaunya dan menebas Pangeran Baekje detik itu juga, hanya saja dia sedang berhadapan dengan Ye Hwa sekarang.

"Hal gila apa yang kau lakukan?" Desisnya, "panahmu bisa melukai Yang Mulia Putri—!"

"Tenang saja, kau tidak perlu khawatir tentang itu," Baek Min Ho berjalan mendekat, "karena aku tidak. Akan. Pernah. Melukainya."

Setiap kata yang ditekan itu membuat Guan Yu mengernyit dengan tajam, apalagi saat Baek Min Ho merangkul pinggang ramping Ye Hwa dari samping dan memangkas jarak di antara keduanya.

Guan Yu benar-benar berusaha untuk meredam emosinya, sebagai ganti dia meremat bunga di tangannya sampai hancur.

"Jangan repot-repot memberi istriku bunga, kami sudah memiliki cukup banyak bunga di Baekje, jadi... yang kau bawa itu sama sekali tidak berarti."

"Siapa yang peduli dengan Baekje? Aku hanya ingin berbicara dengan Yang Mulia Putri."

Baek Min Ho mendengus geli, "apa kau lupa jika dia adalah wanita yang sudah bersuami? Atas dasar apa kau berani berbicara empat mata seperti ini dengan seorang calon permaisuri Baekje? Aku adalah suaminya."

"Kau—"

"Tuanku, sepertinya lebih baik kita bergabung dengan orabeoni dan yang lain," Ye Hwa segera menengahi aura menegangkan di antara dua pria jangkung yang seperti ingin menghancurkan hutan siang itu, dia menarik mundur suaminya. "Mari, ayo kita pergi."

Baek Min Ho dan Guan Yu masih beradu tatapan tajam yang menusuk, sementara Ye Hwa bergegas mendorong suaminya untuk pergi dari sana dan mengajaknya berjalan bersama menjauh dari tepi sungai.

Pangeran Baekje itu mempererat rangkulan di pinggang Sang istri seolah dia sangat sengaja, seperti ingin Guan Yu melihat lebih jelas dan berkata "wanita ini adalah milikku, jadi enyahlah bersama masa lalumu yang menyedihkan itu."

Pria itu mengajak Ye Hwa menjauh, menjauh dari Guan Yu dan para Pangeran yang entah sedang apa sekarang. Sejak tadi tidak terlihat, rupanya Baek Min Ho telah mendapatkan seekor rusa dan kijang dengan tanduk besar.

Entahlah, dari yang Ye Hwa lihat, suaminya itu nampak sedang kesal. Langkahnya bahkan berdentum-dentum.

"Tuanku—"

Dugh!!

Lagi lagi.

Pria itu mendorong tubuh istrinya, Ye Hwa bahkan nyaris menubruk semak-semak. Dengan sebuah kekesalan yang tertahan di ubun-ubun, Baek Min Ho berseru tertahan.

"Mengapa kau menemuinya? Kau gila? Menemui pria lain saat suamimu ada di sini?"

Sang Putri meraih tangan suaminya, "bukan seperti itu, tuanku sepertinya anda salah paham."

Baek Min Ho dengan cepat mengibaskan tangan Ye Hwa, "salah paham? Memberi bunga pada wanita yang sudah beristri, sepertinya akal sehat Guan Yu telah dimakan oleh pedangnya yang terkutuk itu."

"Tuanku, Guan Silhaengja hanya meminta maaf karena telah menyebabkan anda terluka beberapa waktu lalu," gadis itu masih menjawabnya dengan sabar.

"Kenapa harus padamu? Dia membuatku terluka jadi seharusnya dia meminta maaf padaku dan berlutut di bawah kakiku, aku benar-benar ingin menginjak kepalanya!"

"Anda tidak perlu melakukan itu," Ye Hwa tidak menyerah, dia kembali meraih, "tuanku anda tidak perlu berkelahi dengannya lagi."

"Kau selalu membelanya, kau masih mencintai bajingan itu, kan? Bisakah kau berhenti membela dia? Aku benar-benar muak!"

"Apakah... anda cemburu?"

Mendapat pertanyaan yang tidak terduga, Baek Min Ho yang baru saja menyumpahserapah langsung terdiam. Ada sedikit kejutan di raut wajahnya ketika Ye Hwa melemprkan pertanyaan itu dengan ragu-ragu.

Cemburu pada Guan Yu?

"Apa kau gila?! M-mengapa aku harus cemburu pada kalian berdua?! Kau sungguh tidak waras...!"

"Tapi..."

Baek Min Ho berbalik, kemudian dia menggertakkan gigi sembari mengusap wajahnya yang terasa panas, meninggalkan istrinya di belakang.

***

Malam sepertinya semakin larut. Ye Hwa baru saja selesai berendam dengan air hangat untuk merelaksasi pikirannya, hari ini terasa cukup melelahkan, tapi bagaimanapun dia sangat senang.

Rupanya benar, Baek Min Ho repot-repot mengundang para Pangeran Wang berburu bersama untuk menuruti keinginannya yang rindu pada saudara-saudaranya.

Perempuan itu tersenyum, wajahnya merona sesaat ketika kembali memikirkan itu.

Rupanya Baek Min Ho peduli padanya.

Ketika memasuki kamar, langkah Ye Hwa terhenti. Sosok yang baru saja dia pikirkan sudah ada di dalam sana, membuat dadanya berdegup, ah terasa lumayan kencang, tidak seperti biasanya.

Baek Min Ho yang sedang— entah sedang apa, pria itu nampak memeriksa beberapa gulungan surat di atas meja, kemudian membalikkan tubuhnya.

Bertatapan dengan seorang wanita cantik seelok Dewi, Baek Min Ho dengan gerak refleksnya segera memalingkan pandangan.

"Apa kau akan beristirahat sekarang?" Tanya pria itu, masih berfokus pada beberapa suratnya.

"Em, iya."

Selanjutnya, tak ada obrolan lebih lanjut, suasana kamar terasa sangat sunyi. Benar-benar sunyi seperti hutan di malam hari yang hanya dihuni serangga dan suara burung hantu. Begitulah suasana canggung di antara pasangan itu.

Ye Hwa berjalan ke arah cermin, dia ingin duduk di depan meja rias itu, namun merasa sungkan. Entah, segala yang ingin ia lakukan terasa serba salah.

"Itu..." —Ye Hwa, Min Ho.

Keduanya saling pandang ketika tanpa sengaja sama-sama bersuara dengan kata yang sama pula.

"A-anda bisa mengatakannya lebih dulu," perempuan itu mempersilahkan.

"Tidak, kau saja."

Karena diperintah seperti itu, akhirnya Ye Hwa tak memiliki pilihan lain meski dia sempat ragu apakah benar-benar harus mempertanyakannya.

"Apakah... tuanku benar-benar akan menyerang Goryeo? Tentang kudeta itu, apakah sungguhan?"

Pertanyaan itu mengalihkan perhatian Baek Min Ho sebelumnya, Sang pria memandang gadis cantik yang masih berdiri dengan kaku di seberang, menunggu jawaban darinya, seperti takut dengan jawaban yang akan ia lontarkan.

"Tidak ada yang seperti itu."

"Eh?"

"Penyerangan, kudeta, tidak ada yang seperti itu," Baek Min Ho menggeleng kukuh, sorot matanya benar-benar menunjukkan keseriusan.

Ye Hwa sempat kebingungan, karena ini di luar dugaan. Dia sendiri tahu sebesar apa rasa benci Baek Min Ho pada kerajaannya.

"Mengapa? Mengapa anda membatalkannya..."

"Apakah kau masih bertanya alasan untuk itu?"

"Apa?"

Sepasang suami istri itu saling pandang, netra sebening kristal dan oniks sekelam malam yang bersua.

"Apakah aku harus tetap melakukan hal itu saat istriku tidak menginginkannya?" Baek Min Ho menjawabnya tanpa keraguan sedikit pun.

Ye Hwa termenung di tempatnya.

Dia seperti tak bisa memercayai apa yang baru saja dia dengar. Seperti festival yeondeungheo dengan seribu lampion yang diterbangkan ke langit, semuanya terasa seperti mimpi indah baginya. Hatinya sangat membuncah, seperti tumbuh ladang bunga mugunghwa yang menggelitik jantungnya.

Perempuan itu tersenyum. Cantik, cantik sekali.

Wanita tercantik yang pernah Baek Min Ho jumpai dalam hidupnya.

"Terima kasih... Yang Mulia," ujarnya lembut, "selamat beristirahat, anda bisa menggunakan kamar ini, saya akan menemui ibu Ratu terlebih dahulu."

Gadis itu undur diri setelah memberikan salam penghormatan kepada Sang suami, dia berbalik, namun sebuah tangan besar yang memegang tangan kecilnya membuat kakinya urung melangkah.

Ye Hwa kembali menoleh, Baek Min Ho masih memegang tangannya dengan lembut.

"Kau... bisa tidur di kamar ini bersamaku."






Fin





Baper baper baper 🥹

Min Ho — Ye Hwa jaya jaya jaya!

Continue Reading

You'll Also Like

913K 55.1K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
938K 77K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
116K 11.9K 34
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
286K 31.1K 33
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...