Percobaan 44

By nataliafuradantin

50.7K 2.6K 382

Jata benar-benar kehilangan kesabaran. Setelah enam bulan menikah, Puput tetap perawan. Tentu saja, harga dir... More

Sebelum Semuanya Dimulai
Prolog: Bayangan Kelam
1. Suami Istri Baru
Cast
2. Malam Pertama
3. Bulan Madu
Mimpi Buruk
4. Gairah Tak Kesampaian
5. Lobster
Canyon Keramat
Demam
8. Mata Merah
Mandi
Laba-Laba Jantan
11. Peringatan
12. Kurapan?
Ini Cinta?
14. Terluka
15. Asrul
16. Makanan Busuk
17. Saran Papa
18. Video Hebat
19. Penyusup
20. Buku Reproduksi
Siapa Dia?
Gangguan
Bau Belerang
Lamaran Asrul
25. Penumpang Hitam
Perawan?
Mimpi Buruk (Lagi)
28. Psikiater
29. Dokter Azizah
30. Hati Perempuan
31. Tangan Cinta
32. Kunjungan si Cantik
33. Gagal Menjadi Manusia
34. Matang Kaladan
35. Bicara Sendiri
36. Peluk Aku
37. Pasangan Mesum
38. Jurang Kelam
39. Makhluk Itu Lagi
40. Orang Loksado
41. Wina Lagi
42. Pindah Tidur
43. Dukun Billy
44. Sepasang Korban
46. Janji
47. Torpedo
48. Kunjungan Sang Petinggi
49. Godaan Asrul
50. Mimpi di Siang Hari
51. Amplop Billy
52. Terjerumus
53. Petaka
54. Suami yang Payah
55. Bahaya dan Aib
56. Penjelasan
57. Kesepakatan
58. Berbaikan
59. Mesra Lagi
60. Utusan Khusus
61. Dia Kanaya
62. Buaya Besar
63. Janji Dengan Asrul
64. Serangan Kepada Matias
65. Ikatan Leluhur
66. Ayah dan Anak
67. Ikatan Naga
68. Perubahan
69. Kekerasan
70. Bilah
71. Latihan Jata

45. Ritual Billy

258 29 3
By nataliafuradantin


Suara-suara ribut di dari arah kerumunan menyadarkan Jata dan Wina. Orang-orang akan mengevakuasi kedua jenazah untuk diotopsi. Jata menarik tangan dan mengalihkan pandangan dengan wajah bingung. Wina tersenyum terkulum mendapati mimpinya semalam menjadi kenyataan. Mimpi indah bergandengan tangan dengan Jata di tepi danau.

"Sama siapa kamu ke sini?" tanya Jata tanpa memandang Wina, namun tidak menjauh. Suaranya sudah jauh lebih lunak.

Wina menunjuk ke arah kerumunan. "Tuh, sama Billy. Dia penasaran sama hal-hal beginian. Dia memaksa ke sini. Padahal aku tadi males banget. Eh, ternyata ketemu kamu lagi. Nggak sia-sia aku ke sini." Senyum Wina terkembang manis. Jata hanya sanggup melihat senyum itu dengan sudut mata.

Billy menghampiri mereka. Entah mengapa, kehadiran lelaki itu membuat Jata tidak nyaman. Pandangan lelaki itu menjelajahi dirinya, seperti mencari-cari kelemahan.

"Kenapa muka kalian aneh?" tanya lelaki itu.

Jata menggeleng. Rahangnya terkatup rapat, tidak berniat untuk menjawab.

Billy masih menuruti rasa penasarannya. "Kamu melihat sesuatu yang aneh, ya?" tebaknya. "Jangan-jangan kalian...."

Wina langsung memukul lengan lelaki bertubuh pendek itu. "Jangan aneh-aneh!" tegurnya. Tapi mulutnya tersenyum terkulum.

"Bukan itu yang kumaksud, Wina." Billy mengalihkan pembicaraan karena melihat Jata tersinggung. "Maksudku, apa barusan kamu dan Jata mengalami kejadian mistis terkait kematian kedua anak itu?"

"Menurutmu?" balas Jata dengan enggan. "Kamu melihat apa di sini tadi?"

"Oh, ini cuma kecelakaan biasa. Tidak ada yang aneh," tukas Billy. Suaranya terdengar sumbang.

Jata tertawa dalam hati. Dasar dukun sok tahu, rutuknya dalam hati.

"Saya kok merinding terus dari tadi, ya," ujar Jata, sengaja memancing. "Bener nggak melihat ada apa-apa di sekitar sini?"

"Kamu menguji saya? Saya melihat ada kegelapan besar yang menyelimuti kamu. Hati-hati ya, kamu dan Wina. Aura kalian sama-sama gelap!" Billy terlihat gusar.

Jata tertegun. Perkataan Billy itu ada benarnya. Sikap Wina dan perasaannya yang menjadi tak terkendali setiap berdekatan dengan wanita itu cukup menjadi bukti ada yang tidak beres pada dirinya dan Wina. "Maaf. Saya benar-benar bertanya, bukan mau menguji. Jangan tersinggung dulu, Bro."

Billy tersenyum puas. "Jata, Wina. Aku kasih tahu kalian, ya. Berhati-hatilah mulai sekarang. Aku benar-benar melihat kegelapan menyelimuti kalian berdua. Kalau tidak segera melakukan ritual pemutusan ikatan, aku nggak yakin dengan nyawa kalian."

Mendengar penuturan Billy, Wina langsung memucat dan memandang Jata dengan wajah sok memelas. "Ayo dong ... kita lakukan ritual itu. Cuma sebentar aja, kok. Aku nggak mau mati muda, Jat!"

Jata menelan ludah. Billy barangkali tidak bisa melihat makhluk-makhluk itu dengan jelas, akan tetapi kegelapan yang dia katakan itu benar adanya.

"Iya deh. Aku ikut kamu. Tapi aku minta satu hal. Tolong hal ini dirahasiakan. Jangan sampai ada yang tahu. Aku nggak mau ribut dengan istriku. Dia tahu kita pernah pacaran. Nggak enak banget kan kalau ketahuan pergi ritual sama kamu."

Wina menggenggam tangan Jata sambil tersenyum manis. "Jangan kuatir. Aku juga tidak mau ketahuan orang lain kok. Rahasia ini cuma kita bertiga saja yang tahu."

Kali ini Jata menyentakkan tangan. "Nggak usah pegang-pegang begitu!"

"Iya, iya! Dasar galak!" Wina tidak keberatan dibentak. Dia tahu, Jata hanya gengsi saja. Pijar mata Jata saat mereka berpegangan tangan tadi menyorotkan rindu, sama seperti saat mereka berpacaran dulu.

"Di mana dan kapan?" tanya Wina ke Billy.

Lelaki beranak tiga itu mengedipkan mata. "Nanti kuatur. Selama modal lancar, semua beres!"

"Ah, dasar dukun mata duitan!"

"Loh, uang itu bukan buatku, tapi buat kalian. Ritual gaib itu harus memakai sarana dan prasarana. Semua membutuhkan biaya. Siapa yang akan memakai? Kalian, kan?"

"Jangan mahal!" pinta Wina lagi. Ia menoleh ke Jata, lalu memasang wajah memelas. "Aku bokek."

Jata tak mau menanggapi. "Ini kan urusan berdua, ya dibagi dua, Win. Tapi sebelum dijalankan, aku minta perincian biaya dulu."

Wina berkacak pinggang sambil menggelengkan kepala. "Aku baru tahu kamu perhitungan banget!"

"Kalau nggak mau ya, udah. Batal!"

"Win, Jata bener, kok," ujar Billy sambil mencolek lengan Wina untuk memberi kode tersembunyi.

"Kalau mintanya aneh-aneh aku batal!" Jata berlalu meninggalkan kedua orang itu.

Baik Jata, Wina, maupun Billy tidak tahu ada sepasang mata lain mengawasi mereka dengan tatapan tajam. Bersamaan dengan kepergian Jata, orang itu pun diam-diam menyingkir dari kerumunan, lalu menghilang di belokan jalan.

Wina dan Billy saling pandang.

"Sabar, Win."

"Iya, aku sabar, kok."

"Dia baik, kok. Bapaknya tajir, loh."

Wina langsung menatap Billy dengan kening berkerut dan tatapan tidak terima. "Hubungannya apa, ya?"

"Masa masih nanya? Tajiran dia dari Dedi, kan?"

"Hubunganya apa!" Wina mulai sewot.

"Masa depanmu terjamin. Kamu masih kepingin balik ke dia, kan? Masih termimpi-mimpi?"

Wina melengos ditebak jitu begitu. Apa yang bisa disembunyikan dari seorang paranormal?

"Aku tadi cuma mengganggu dia aja. Nggak serius mau merebut. Aku masih waras, kok. Pelakor itu nggak berbudi banget."

"Syukurlah."

"Bil, apa hasil ritual itu?"

"Kalau belenggunya hilang, ada dua kemungkinan. Kalian akan rukun lagi dengan pasangan masing-masing. Tapi anak sulung kalian akan menjadi tumbal, meninggal atau lahir cacat."

"Atau?"

"Atau kalian menikah...." Billy terdiam.

"Menikah tapi?"

"Tapi setelah mengakibatkan pasangan masing-masing meninggal dunia."

Wina mendelik seketika. "Kamu ... kamu tega banget! Aku nggak mau!"

"Memang begitu aturan dunia gaib. Ada rupa, ada harga. Pikirkan lagi masa depanmu. Terjebak dalam pernikahan dengan orang yang salah itu bakal menyiksamu seumur hidup."

"Aku nggak mau suami atau anakku meninggal. Batal aja ritualnya!"

"Boleh. Asal kalian siap mati muda."

"Hah?"

"Aku serius! Sudah kuingatkan berkali-kali sejak dulu. Biar mangkir ke sana ke mari, ujung-ujungnya kamu harus kembali ke Jata juga. Coba kamu pikir, apa yang kamu dapat setelah ninggalin dia? Cuma kesialan, kan?"

☆☆☆

Asrul mengetuk pintu rumah Jata dengan menenteng buah durian. Seraut wajah ayu muncul dari balik pintu. Senyum merekah di bibir kemerahan itu membuat napas Asrul tersekat sejenak.

"Kakak? Ayo masuk," sambut Puput dengan ramah.

"Suamimu mana?"

"Belum pulang. Kakak nggak ketemu dia?"

"Kami kan beda divisi. Dia mengurus power house, aku mengurus fisik bendungan dan lingkungan."

"Kakak nggak masuk dulu?"

"Nggak usah. Aku cuma mau mengantar ini." Tiga butir durian yang terikat menjadi satu berpindah tangan.

Mata Puput melebar. "Aku suka banget durian."

"Dicobain, ya. Durian sini enak, loh. Apalagi yang baru dipetik begini."

Asrul ingin berbalik untuk pulang. Namun sepasang mata bening dengan bulu mata lentik itu membuatnya tertegun. Istri Jata ini sungguh cantik.

"Kamu kerasan di sini?" tanya Asrul dengan nada yang dalam. Suasana rumah itu begitu dingin, membuatnya merasa aneh. Dingin namun menggairahkan.

"Kerasan, Kak." jawab Puput. Sepasang pipi bulat dan mata jenaka milik Asrul membuat hatinya riang lebih dari biasa. Apalagi Asrul pintar bercerita. Suasana selalu cerah setiap pemuda itu berkunjung.

"Di sini dingin, ya?" Entah mengapa, Asrul ingin memperpanjang pembicaraan.

"Masa, sih? Sejuk kali," seloroh Puput. Ia belum rela ditinggal cepat-cepat. "Mau kubuatkan kopi, Kak?"

Asrul berpikir sejenak. Mereka hanya berdua di situ. Apa kata Jata bila menemukan mereka berduaan di rumahnya? "Makasih, aku harus pulang."

Asrul meninggalkan rumah itu. Saat sepeda motornya melewati gerbang, ia menoleh sejenak ke teras. Puput masih berdiri di sana, tersenyum dan melambai.

Asrul mengelus dada yang dengan kurang ajarnya bergemuruh keras.

Jata, Jata. Istrimu cantik dan baik. Kenapa kausia-siakan?


☆-Bersambung-☆

Komen, pleaseee ....

Continue Reading

You'll Also Like

160K 12.7K 32
Jovita Yaslin mungkin telah menjatuhkan hatinya pada pemuda salah. Tapi percayalah, bukan ini yang Ia inginkan. Alvin Pradipta mungkin satu dari seki...
815K 63.2K 30
Di usia dua puluh sembilan, Juniara terus didesak keluarga untuk menikah. Kepulangannya dari Taiwan menjadi awal baru bersama duda beranak satu, Bask...
46.2K 3.3K 164
[ BL TERJEMAHAN ] RAW TRANSLATE!! NO EDIT!! di terjemahkan dengan Google Translate Judul Asli : 風水大佬穿成豪門假少爺後 Penulis: 飲爾 Status: Complete (155 + 5 ex...
ELUSIF By

Romance

4.1K 568 40
"Aku sudah membuktikan kalau aku mampu bertahan sejauh ini, dan tidak terbawa ego untuk pulang sendiri. Tapi jika Tuhan menahanku agar bertahan lebih...