ALINGGA (Completed)

By HumayAira14

745K 59.3K 4K

Walaupun jahil semua orang menyukai Alingga. Kecuali Lyana. Alingga akan bersikap baik pada semua orang. Kecu... More

prolog
1 ALINGGA
2 ALINGGA
3 ALINGGA
4 ALINGGA
5 ALINGGA
6 ALINGGA
7 ALINGGA
8 ALINGGA
9 ALINGGA
10 ALINGGA
11 ALINGGA
12 ALINGGA
13 ALINGGA
14 ALINGGA
15 ALINGGA
16 ALINGGA
17 ALINGGA
18 ALINGGA
19 ALINGGA
20 ALINGGA
21 ALINGGA
22 ALINGGA
23 ALINGGA
24 ALINGGA
25 ALINGGA
26 ALINGGA
27 ALINGGA
28 ALINGGA
29 ALINGGA
30 ALINGGA
31 ALINGGA
32 ALINGGA
33 ALINGGA
34 ALINGGA
35 ALINGGA
36 ALINGGA
37 ALINGGA
38 ALINGGA
39 ALINGGA
41 ALINGGA
42 ALINGGA
43 ALINGGA
44 ALINGGA
45 ALINGGA
46 ALINGGA
47 ALINGGA (End)
Promo Bentar
extra part
yuuuhu

40 ALINGGA

12.5K 987 138
By HumayAira14

"Kenapa lo nggak mau gue hilang?"

Itu adalah pertanyaan yang sama untuk kesekian kalinya sejak semalam, pertanyaan dari perempuan yang duduk bersila di hadapannya. Lyana mendongak, sekali lagi menyuapi Alingga. "Lo suka kan sama gue?"

"Benar kan? Lo suka sama gue."

Alingga tidak menjawab, ia sedang pura-pura sibuk menguyah. Padahal pikirannya sedang berisik dan saling dominan, ingin jujur tentang perasaannya namun di lain sisi dia takut perasaanya membuat Lyana tidak nyaman. Alingga gugup setengah mati untuk menjawab pertanyaan kedua dari perempuan itu.

"Lo suka gue, Ga?" Lagi, pertanyaan itu membuat Alingga terdesak.

Lyana menatapnya makin dalam, seolah menunggu kata apa yang akan keluar dari mulutnya.

Baiklah, tarik napas dan buang! Alingga harus mengatakannya hari ini.

"Gue- ehem!" Laki-laki itu menelan makananya dan mengambil segelas air, meminumnya dengan cepat hingga sisa setengah.

Alingga tersenyum, dan senyum laki-laki itu lenyap ketika ponsel Lyana bergetar kemudian nama Abun tertera dalam layar itu.

Dan Alingga tiba-tiba merasa dirinya marah. Namun, ia tidak bisa marah pada Lyana, jelas ini bukan salah perempuan itu.

"Gue reject ah, takut lo cemburu. Nanti biar gue telfon balik hehe," Lyana langsung menyembunyikan ponselnya di balik selimut dengan wajah gugup.

"Jadi lo suka gue?" Tanya perempuan itu, mengulang.

Alingga menghela napas, lalu menggeleng pelan.

Kemudian hening, laki-laki itu kembali bungkam, tidak jadi mengatakannya. Terlalu takut jika dia akan kalah, takut menerima kenyataan kalau nanti ternyata Lyana akan mengatakan sesuatu yang belum siap dia dengar.

Alingga takut Abun benar, Lyana lebih membutuhkan Abun dari pada dirinya.

"Kok nggak jadi ngomong, lo marah karena Abun nelfon gue?" Tanya Lyana dengan alis mengerut, perempuan itu bergeser mendekat.

"Nggak usah di bahas!" Sembur Alingga dengan ketus. Perasaan laki-laki itu memburuk di minggu pagi ini. Sialan.

"Abun pasti nelfon cuma karena ada perlu, nggak mungkin karena hal lain. Lo cemburu lagi ya?"

"Nggak, ngapain cemburu? Emang apa manfaatnya buat gue."

"Tapi kan-" kata Lyana dengan nada antusias, namun kemudian ia cemberut dan menggeleng pelan. "Gak jadi deh."

Hening lagi, Alingga mengambil piring di tangan Lyana dan melanjutkan sarapannya dalam diam. Sementara perempuan di hadapannya menunduk dengan wajah tertekuk.

Padahal sedikit lagi Alingga memberanikan diri mengatakan ia menyukai Lyana, tapi lagi-lagi gagal. Mungkin hari ini bukan waktu yang tepat, Alingga harus lebih banyak mengumpulkan keberanian.

"Lingga.." panggil Lyana dengan pelan.

Alingga meliriknya sekilas, lalu kembali menguyah makanannya.

"Gimana kalau kita buat perjanjian," Lyana mendongak, ekspresinya mulai ragu. "Gue bakalan cium lo tiap hari asal lo mau jawab pertanyaan gue tadi, hehe. Mau nggak?"

"Nggak!" Alingga langsung menolaknya dengan sinis. "Gue nggak suka lo terlalu maksa gue. Lagian tanpa buat perjanjian sekalipun, gue bebas cium lo."

"Ih beda tau."

Mulai ragu, tapi Alingga tetap menggeleng. "Nggak."

"Jawab dong, ya ya?"

Alingga takut Lyana terbebani dengan perasaannya.

"Jawab ih, lo suka gue kan?"

Tapi Alingga jauh lebih takut Abun mematahkan hati Lyananya.

"Lo pernah bilang lo cemburu, terus lo juga bilang gue nggak boleh hilang. Artinya lo suka, kan?" Lyana benar-benar penasaran dengan laki-laki di hadadapannya. Ia makin gencar memaksa.

"Gue sayang Jennie," Alingga mengatup bibirnya sesaat, menatap Lyana dengan pandangan lelah.

Lelah karena tidak pernah bisa menjadi laki-laki berani untuk Lyana.

"Sayang Jennie, maksud lo?"

"Gue sayang Jennie karena dia selalu nemenin gue kemanapun, gue sayang bi Meli karena dia jagain gue dari kecil. Gue sayang Gean, Abi, Dewa dan Abun karena mereka sahabat gue yang selalu bisa bikin gue ketawa, gue sayang Papa karena dia orang pertama yang ngajarin gue jalan sampai gue bisa berlari seperti sekarang."

Laki-laki itu menutup matanya selama satu detik, menarik napas dalam-dalam.

"Apaan sih Ga, gue tanya apa lo jawab ap-"

"Apa yang udah lo lakuin ke gue, sampai nama lo bisa masuk di barisan mereka?" Tanya Alingga dengan suara pelan dan bergetar.

Laki-laki itu mati-matian memaksa dirinya sendiri untuk berani bicara, kalimat sederhana yang ingin ia ucapkan sejak lama akhirnya keluar hingga membuat jantungnya hampir meledak, tangan Alingga berubah dingin.

"Apa sih Ga? Gue nggak paham!" Sentak Lyana dengan kesal.

"Na.."

"Ngomong nggak usah belibet bisa nggak? Gue cuma tanya lo suka gue atau nggak, itu aja."

Alingga memegangi kepalanya sendiri, makin pusing. Ia terlalu takut Lyana menertawakannya, takut juga di tolak.

Tangannya meraih gelas di depannya dan menenggaknya sampai habis. Suhu tubuhnya tiba-tiba naik dan ia tidak bisa mengontrol rasa gugup sekaligus ketakutannya.

"Ah bini tolol!" Desisnya geram.

Lyana mengernyit. "Kok jadi ngatain sih lo?" Tanyanya tidak senang.

"Ya lo-nya tolol!"

"Eh lo juga ngomongnya nggak nyambung, gue nanya apa, lo jawab apa!"

"Ya artinya lo tolol!"

"Lo yang tolol kali, Ga!"

Alingga mengusap wajahnya dengan kasar,  tidak bisa menahan kekesalannya. Lyana terlalu tidak peka untuk dirinya yang anti berterus terang.

Dan kekesalan laki-laki itu makin meningkat ketika melihat sesuatu. Gean, Abi dan Dewa berdiri di ambang pintu dengan alis menyatu.

"Jadi lo belum nembak?" Tanya Gean tanpa suara.

Wajah Alingga berubah muram, ia menghela napas dan menggeleng pelan.

"YAH BEGO!" Maki ketiganya dengan kesal.

"Eh ada kalian," Lyana mengerutkan keningnya, kaget. Tidak menyadari kalau ketiga laki-laki itu sudah berdiri di belakangnya sejak tadi.

Perempuan itu kemudian turun dari tempat tidur, membereskan sisa sarapan laki-laki itu dan menatap ketiga teman Alingga. "Eh tolong ya urus teman kalian yang sakit ini, nanti sore boleh pulang. Gue kesal sama dia, ngatain gue mulu," sindirnya.

***

Jam 10 pagi dengan kekesalan yang masih tersisa, Lyana menghubungi Abun dan meminta laki-laki itu untuk menjemputnya. Dia tidak mau lagi merawat Alingga, biar saja laki-laki menyebalkan itu sendirian.

Lagi pula soal masalah tadi bukan salah Lyana, perkataan Alingga saja yang terlalu tidak nyambung. Lalu laki-laki itu malah dengan galaknya mengatainya Tolol. Padahal ia hanya penasaran apakah Alingga menyukainya atau tidak, itu saja.

Laki-laki itu tidak perlu memakinya, apalagi tadi ada teman-teman Alingga disana. Lyana malu, itu yang membuatnya kesal.

Perempuan itu berdiri di depan gerbang, menunggu Abun datang. Sampai akhirnya sebuah motor berwarna hitam berhenti di depannya dan Abun membuka helm dengan senyum hangat.

"Nunggu lama?" Tanya Abun.

Lyana menggeleng, ia menaiki motor laki-laki itu.

"Kenapa lagi si bayi besar lo?" Tanya laki-laki itu sambil menyerahkan helm kepada Lyana.

Lyana mendengus kesal. "Lingga tuh- ih! Nyebelin tau nggak? Dia ngata-ngatain gue tolol, padahal yang nggak jelas dia!"

"Oh.."

"Cowok macam apa yang suka sama cewek tapi ngatain tolol? Ah, Gean pasti bohongin gue. Lingga emang nggak suka sama gue!"

Abun hanya menganggukkan kepalanya, menunggu Lyana yang ia lirik dari spion belum juga mengklik helmnya.

"Mungkin aja Lingga emang suka, tapi gengsi," balas Abun dengan tenang.

"Halah! Tadi aja lo nelfon dia biasa-biasa aja, nggak cemburu atau tanya kenapa gue bisa di telfon sama lo. Nggak ada tuh tanda-tanda dia suka, adanya tuh cuma muka nyebelinnya dia!"

Dan setelah melihat Lyana selesai memakai helm, Abun menyalakan mesin motornya kemudian langsung pergi meninggalkan rumah sakit itu.

"Gue mau pulang ke rumah gue Bun, ada yang mau gue lihat," ujar Lyana setelah beberapa menit terdiam.

Abun mengangguk pelan.

"Soal pertanyaan lo di sekolah waktu itu," kata Lyana sedikit memajukan kepalanya. "Iyaudah deh."

"Apa?" Balas Abun sedikit berteriak, suaranya tidak terdengar oleh bisingnya pengendara lain.

"Yaudah, gue mau."


***

"Bi, Wa!"

Kedua laki-laki itu menoleh, yang satu sedang sibuk memakan makanan milik Alingga dan yang satunya lagi sedang mengintip seorang perawat yang baru saja keluar setelah memeriksa kondisi Alingga.

"Busyet cantik bener tuh perawat, jadi pengen sekarat guenya," ujar Abi sambil kembali berjalan kearah Alingga dan Gean.

Dewa menguyah jeruk terakhir lalu tersenyum lebar. "Manis banget jeruknya, semanis senyum gue eaak!"

"Gue mau nembak Lyana, bantu gue."

Gerakan Gean yang sedang menyentil selang infus milik Alingga terhenti begitu mendengar ucapan laki-laki itu, ketiganya mengernyitkan keningnya.

Biasanya Alingga cuma bercerita kalau Lyana semakin menggememaskan, tidak pernah mengatakan pada mereka jika punya keinginan menyatakan perasaan pada perempuan itu. Mereka saja baru tau kalau Alingga masih belum juga menembak Lyana.

"Ga, lo nggak ada firasat mau meninggoy kan?" Tanya Abi, ia mengetukkan kunci motornya ke kepala Alingga. "Gue jadi ngeri cok!"

"Sama," timpal Dewa.

Alingga menepis kesal tangan Abi. "Gue nggak tau Lyana suka gue atau nggak, tapi gue takut Abun ambil dia dari gue."

"Waah subhanallah! Baru kali ini gue nemu manusia yang baru berani nembak istrinya," Abi meloncat ke tempat tidur Alingga, menduduki kaki sahabatnya itu dengan enteng.

"Kaki gue, anjing!" Desisnya.

"Selow bang, selow!" Abi bergeser sambil menyengir, ia kembali menatap serius pada Alingga. "Jadi lo mau minta bantuan apa sama kita?"

Alingga terdiam selama dua detik, lalu kemudian tersenyum lebar. "Bisa nggak wakilin gue nembak dia?"

"Ye si anjing!" Balas Gean sewot.

"Ya kalau sama sekalian wakilin waktu ena-ena sih, gue mau aja," kata Dewa dengan cengiran khasnya.

"Gue tonjok lo Wa! Itu mah luar dalam punya gue semua," Alingga lalu mengambil ponselnya di samping bantal, menunjuk sesuatu pada ketiganya.

"Ini rooftop rumah sakit tempat biasa gue sama Lyana kesana, gue mau nembak dia disini," kata Alingga, menunjuk salah satu foto di ponselnya.

"Oke, bisa di atur. Lo mau konsep kayak apapun kita bantu Ga. Kasihan lo miskin cinta soalnya."

"Sialan!"

Gean mengambil ponsel di tangan Alingga, menatapnya dengan tajam. Kemudian melihat kearah Alingga. "Lo yakin lo nggak tau, Lyana suka lo atau nggak?" Tanyanya.

Alingga mengangguk pelan. "Kayaknya dia mulai suka Abun," ujarnya dengan nada tidak rela.

"Kenapa wallpaper lo kolom chat gini? Ini chat sama siapa?"

"Kerjaan si Lyana tuh, dia ngechat nggak jelas cerita apa, tau-tau di ss di hp gue terus di jadiin wallpaper, katanya kalau di ganti dia bakalan marah."

Gean membuka aplikasi chat milik Alingga, membaca pesan dari Lyana tanpa bertanya pada si pemilik ponsel.

LyanaNya Lingga:
gue mau cerita

Alingga:
Apa?

LyanaNya Lingga:
Jkwkakkwdnru4iirrklrldldlrirkdkfkfkfjjfkfkfkrldldldldlldldldldldmfmfk4j4itiidkslslslslleldutu4idkdkfldlldldlforo4otkfkflfllflfmfkrodldldlldldoritldlslsldlririkdldldltifklslslslslslldritutirkktkfldkdldlkdkddldlldldldldldldldlldlfllfldldldldlldldldldldlldldldldldldlldldlILoveYoudldldlldldldldlldldldldlldldldl2iwkekkdkdkdkdldldllddldkdkdkdkdkdkdkdlldkdkdkdkdldkkdkdkdkdmdkdkkdkfkfjjfkfkfkrldldldldlldldldldldmfmfk4j4itiidkslslslslleldutu4idkdkfldlldldlforo4otkfkflfllflfmfkrodlfkfjjfkfkfkrldldldldlldldldldldmfmfk4j4itiidkslslslslleldutu4idkdkfldlldldlforo4otkfkflfllflfmfkrodlfkfjjfkfkfkrldldldldlldldldldldmfmfk4j4itiidkslslslslleldutu4idkdkfldlldldlforo4otkfkflfllflfmfkrodl

Alingga:
Apaan anjir gak jelas, mending lo pulang netein gue😁

LyanaNya Lingga:
🖕

Mata Gean membulat lebar, tidak perduli Alingga yang masih sakit, ia langsung memukul kepala laki-laki itu dengan kuat. "Tolol anjir! Lo tolol!" Teriaknya geram.

"Apaan?" Alingga terlihat bingung.

"Lo sekolah dari TK ngapain aja si cok? Gini aja lo nggak bisa baca?"

"Apaan dah?" Abi dan Dewa ikut melihat ponsel Alingga, keduanya membaca dengan teliti lalu sama seperti Gean, dua laki-laki itu juga membulatkan matanya dengan ekspresi terkejut.

"Anjing! I love you nggak tuh!" Sindir Abi dengan keras.

Alingga mengernyitkan alisnya, mengambil ponselnya lagi dan membaca ulang pesan dari Lyana satu minggu lalu itu.

"Apaan? Gue masih nggak paham," kata laki-laki itu, wajahnya benar-benar bingung.

Gean menunjuk kata di tengah-tengah tulisan tidak bisa di baca itu, menunjuk gemas dengan jari tengahnya. "Ini tolol! Ini loh! Baca anjir! I love you!!!"

"Eh? Kok bisa gitu?"

"Buset tolol banget temen gue!"

Alingga terdiam, perasaan senang seperti saat dulu pertama kali berkenalan dengan Lyana  membuatnya merasa aneh. Dadanya berdegup kencang dan di lain sisi ada perasaan khawatir. Ia khawatir kalau sewaktu-waktu Abun mengambil Lyana darinya.

Laki-laki itu kembali membaca pesan itu, ia mendongak dan mengulum senyum.

"WAAAARGGHH JANTUNG GUE GAK AMAN!!" Alingga berteriak kencang sambil mengacungkan tinjuannya ke udara. "Culik gue cok! Kalau nunggu nanti sore lama."

"Idih?"

"Buruan Ge, gue harus pulang nih. Aduuh baper, sialan."

"Nyengir kan lo."

Alingga mengangguk dengan cengiran lebar, begitu mandiri ia turun dari tempat tidur, membuka laci dan mengeluarkan pakaianya dari sana. "Cok buruan cok! Gatel banget gue pengen mepet Lyana!" Katanya dengan heboh.

"Izin dulu anjir! Yakali langsung pulang bawa tiang infus!"

"Makanya buruan izinin! Gue ngidam nih pengen nyipok bolak-balik si Lyana!"

"Sialan, mulut lo."

To Be Contine


Continue Reading

You'll Also Like

596K 43.3K 84
Toxic area.⚠️ Komedi Romance Sequel Azila. Cerita bisa dibaca terpisah. "Gue nggak suka cewek." "Berarti, Kak Altair, gay?" Galaksi Altair M. Remaja...
2.2M 184K 59
Ini tentang mereka. Artalyta Venustya dan Feerlycia Angelita, dua remaja yang harus bersatu hanya karena sebuah kejadian. Feerly yang harus sabar da...
664K 46.5K 48
(Part masih lengkap dan sudah terbit di @_gentebooks) Ada tiga hal yang Erlangga benci. Pertama, berisik. Kedua, hal-hal merepotkan. Ketiga, Senja. N...
5.1M 513K 64
[Follow sebelum membaca] [Status: END] Entah setan apa yang membisikannya malam itu hingga ia dengan berani mengatakan hal yang seharusnya dipikirkan...