THE VILLAIN (BibleBuild)

By biy_yourmamagula

115K 13.5K 1.9K

Pensiun dari dunia Ice Skating akibat cedera kaki, Build merasa bahwa seluruh tujuan hidupnya hilang. Kondisi... More

0. Prolog
1. The Rising Star, Build Jakapan
2. I Wish I Was You, Pete
3. I Am Pete Jakapan
4. The Night Club
5. By The Way, I'll Change The Story
6. Something's Wrong
7. The Unspoken Truth
9. Unpredictable Secret
10. Desire (M)
11. Q-Time With Phi Mile
12. Mr & Mr(s) Ratanaporn
13. The Man Who Can't Be Moved
14. Who's Nirmala?
15. Lies Over Lies
16. Have You Ever Loved Me?
17. Tasted Like a Real Heaven (M)
18. I Got You
19. Are You Coming Back, Pete Jakapan?
20. Start, Now! (Jak's POV)
21. The Forbidden Name
22. Jealousy, Jealousy
23. Adopted Son?
24. Lana, The Last Nirmala
25. Accident

8. Ain't Your Omega (M)

5.9K 687 107
By biy_yourmamagula

Skatium, studio gelanggang es yang namanya berulang kali disebut sebagai latar tempat di novel Stay With Me itu akhirnya ditemukan oleh Jakapan berkat bantuan aplikasi penunjuk arah. Dengan tampak luar yang asri nan bersih, cukup mengherankan untuk melihat bagaimana tak ada satupun orang yang berkeliaran di sekitarnya.

Satu genggaman tangan Jakapan mendorong pintu geser yang terbuat dari bahan kaca anti tembus pandang. Meski sempat ragu mengenai peraturan penggunaan alas kaki, ia akhirnya memutuskan untuk tetap menggunakan sepatunya karena lantai marmer berwarna biru langit yang memenuhi seisi bangunan tak dilapisi oleh karpet ataupun bahan lain yang akan kotor terkena debu.

"Permisi, apakah hari ini kalian membuka penyewaan?" Pertanyaan penuh nada sopan santun itu Jakapan ajukan pada seorang pria muda yang nampak sibuk di balik meja penerimaan tamu.

1 detik,

2 detik,

3 detik.

Tak ada respon apapun yang Jakapan terima.

"Halo? apa kau mendengarku?"

Sesaat setelah pertanyaan kedua diajukan, pria muda yang semula berkutat pada layar komputernya itu akhirnya mendongak ke arah Jakapan dengan tatapan yang tak bersahabat. "Aku mendengarmu. Tapi, studio ini tak akan pernah aku sewakan pada seseorang yang hanya akan memancing ketidaknyamanan penyewa lain. Lagipula, ini sudah tahun kedua setelah kau berhenti latihan, untuk apa sekarang kau datang kemari?" tanyanya ketus.

Untuk beberapa saat, celah kecil terbuka diantara kedua labium milik Jakapan. Omega manis itu sempat tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar menggunakan telinganya. Sayang sekali aku bertanya kepadanya dengan penuh tata krama. Si bangsat satu ini ternyata minta ditampar oleh kenyataan, pikirnya.

"Ekhem, okay." Jakapan berdehem seraya menyampirkan poni panjangnya pada salah satu telinga.

"Sebelumnya, aku mau mengapresiasi dulu inisiatifmu untuk beralih fungsi dari seorang penerima tamu menjadi seorang pemilik studio yang berhak atas penolakan seorang pelanggan."

Meski air wajah Jakapan nampak tenang, tiba-tiba saja pria muda yang berhadapan dengannya saat ini dilanda kecemasan. Senyum manis di wajah omega pria itu seakan memiliki makna lain terlebih saat kartu berwarna hitam yang berasal dari dalam dompetnya ia tarik dan buang ke bawah kakinya.

"Aku kaya. Kuras isi kartu ini dengan nominal yang dapat membeli harga dirimu. Pastikan pula bahwa hanya aku yang menggunakan studio ini sekarang. Jangan biarkan siapapun bergabung, aku tak ingin keringat dan bau badan orang lain mengganggu konsentrasiku."

Setelah masalah izin penyewaan itu diselesaikan dengan damai melalui perantara uang, Jakapan pun akhirnya memiliki akses penuh atas Studio Skatium dan gelanggang es di dalamnya yang nampak sepi tanpa penghuni.

"Woah, ini.. sudah lama sekali aku tidak merasakan suhu dingin ini."

Haru biru kembali menyelimuti Jakapan. Meski hidup sebagai tokoh antagonis dalam sebuah novel bukanlah perkara mudah, segala rintangan yang dilaluinya seakan impas bila ditebus dengan kedua kakinya yang sehat dan berdiri tegap menopang tubuhnya.

"Memang gila. Pakaian dan sepatu latihan yang Pete Jakapan simpan rapi pun benar-benar pas di tubuhku. Bukankah ini semua terlalu aneh untuk dibilang kebetulan?"

Kaus lengan pendek, celana panjang kain dan sepatu skates dengan warna hitam pekat mencetak lekuk tubuh Jakapan dengan baik. Rupa yang ditampilkan pada bayangan di cermin pun mengingatkan Jakapan tentang dirinya di kehidupan sebelumnya. Penulis novel ini terinspirasi dariku atau bagaimana, sih? pikirnya terheran-heran.

"Baiklah, ayo kita mulai dengan gerakan paling mudah."

Spin.

Hockey glide sebagai entrance teknik itu dimulai dengan kaki kiri yang ditempatkan di depan kaki kanan dan diselaraskan dengan uluran tangan kiri ke arah depan serta tangan kanan ke arah samping menyerupai huruf L. Dalam posisi ini, kaki kanan akan digunakan untuk menopang tubuh dan memberikan dorongan hingga blade pada sepatu bergesekan dengan es.

Gerakan maju akan dilanjutkan dengan putaran ke arah dalam hingga menyerupai lengkungan pada simbol hati. Bila ujung jari kaki kiri sudah bertemu dengan garis biru pada gelanggang es, kaki kanan di arah belakang akan melakukan half swizzle atau dorongan hingga tubuh berputar dengan kedua ibu jari kaki yang bertemu dan kedua tangan ditaruh di dada dalam posisi hands in.

Untuk menghentikan teknik ini, ice skater perlu melakukan exit push dengan cara mendorong kaki kiri ke arah luar dan membentangkan kedua lengan seakan sayap dimilikinya.

"Hockey glide and.. push around. Toes..in, hands in, and.. ouch!"

Menciptakan bunyi yang cukup keras, Jakapan terjatuh dan membentur gelanggang es setelah gagal untuk melakukan exit push menggunakan pergelangan kakinya.

"Ugh.. sialan. Pete Jakapan, dua tahun kamu berhenti dari dunia ice skating dan tubuhmu sudah kaku seperti kayu begini!"

Jakapan tidak menerima ini semua. Ia adalah seorang atlet kelas internasional yang paling ditakuti oleh lawan di setiap ajang perlombaan. Jangankan melakukan spin, teknik sesulit lutz jump saja dapat dieksekusinya dengan begitu sempurna. Jatuh dan bertemu wajah dengan gelanggang es merupakan aib terbesar yang melukai harga dirinya.

"Tidak bisa seperti ini. Aku harus berlatih lebih keras."

Sesaat setelah kalimat motivasi itu terucap, Jakapan benar-benar menyiksa dirinya sendiri. Berapa kalipun ia terjatuh, sesakit apapun denyut pada pergelangan kakinya, ia tak ingin berhenti meski bau amis sudah samar tercium dari dalam sepatu skates yang dikenakannya.

"Kalau kau terus memaksakan diri, bisa-bisa kakimu cedera."

Terpecahlah fokus Jakapan yang secepat kilat menolehkan kepala ke arah sumber dari suara yang memberikan komentar pada sesi latihannya.

"Siapa kau? aku yakin sudah memberitahu pria di meja penerimaan tamu bahwa studio ini hanya disewa untukku saja."

Untuk sesaat, Jakapan tertegun. Pria yang menyandarkan tubuh pada salah satu pembatas gelanggang es di hadapannya benar-benar mempesona. Riasan mata yang dibubuhi perona merah muda nampak menyala dan serasi dengan kelopak double-eyelid yang dimilikinya. Meski soft coral bukanlah warna yang mencolok, namun kedua labium penuhnya dapat menyesuaikan diri dengan baik. Atasan yang terbuka dengan sangat rendah merepresentasikan keberanian yang dimilikinya dalam berbusana. Lebih dari itu..

"Aroma chamomile.. kau, seorang omega?"

Lagi-lagi, Jakapan dilanda kebingungan. Ia benar-benar buta akan identitas pria di hadapannya. Siapa, ya? bukannya omega lain yang ada dalam novel hanya Phi Thana? apa aku melupakan sesuatu lagi? pikirnya.

"Jakapan, aku tahu kau sudah dua tahun tak bertemu denganku. Tapi, bukankah keterlaluan untuk bersikap selayaknya kita berdua merupakan orang asing? kau sombong sekali."

Jakapan menggeleng. "T-tidak. Bukan, bukan begitu maksudku. Aku hanya.. aku hanya bingung. Sudah sangat lama sejak aku kembali ke gelanggang es. Sepertinya pikiranku sedikit kacau. Kalau.. kalau kau tak keberatan, bisakah kita berkenalan ulang?" ujarnya.

Pria omega yang mendapat uluran tangan dari Jakapan hanya menatap bingung sebelum akhirnya merotasi malas kedua bola matanya.

"Hah.. rupanya kau benar-benar tidak menganggapku lawan yang sebanding. Aku tahu, aku selalu menjadi juara kedua. Disaat semua sanjungan berfokus kepadamu, aku hanya menjadi bayang-bayangmu saja. Bukankah ini tidak adil? aku menjadikanmu sebagai alasan terbesar untuk berlatih dengan lebih giat. Di sisi lain, kau bahkan tidak mengingat namaku."

Memutar kembali ingatan, Jakapan seketika teringat akan satu scene dimana Pete Jakapan menerima penghargaan terakhirnya sebelum menikah dengan Vegas Wichapas. Meski singkat, nama lengkap dari tokoh figuran yang memberinya selamat dengan penuh suka cita disebutkan oleh penulis dalam satu paragraf.

"Tay.. Nititorn?"

Pria omega yang mendapat pertanyaan pun beranjak dari sandaran tubuh dan menarik satu lengan Jakapan hingga tubuh keduanya berhadapan dengan jarak yang begitu sempit antara satu sama lain.

"Apa kau berubah menjadi seorang kidal? mengapa ayunan dan putaran tubuhmu dilakukan ke arah yang berlawanan jarum jam? jelas saja kau gagal mengeksekusi teknik spin tadi."

Pernyataan yang dilontarkan padanya membuat Jakapan termenung. Ia benar-benar lupa akan fakta bahwa saat ini tubuh yang digunakannya adalah milih Pete Jakapan.

Bila Build Jakapan adalah seorang skater yang terbiasa melakukan aktivitas menggunakan tangan kiri, Pete Jakapan tentu berbeda.

"Astaga, bisa-bisanya aku lupa!" ujar Jakapan dengan kekehan kecil.

"Terima kasih, ya. Kau sudah membantuku, Niti."

Sesaat sebelum Jakapan kembali masuk ke tengah gelanggang es, pergelangan tangannya ditahan oleh Niti. "Tunggu dulu! sebenarnya apa yang terjadi? kau bersikap seolah-olah saat ini adalah kali pertama kita bertemu. Selain itu, apa-apaan tadi? bagaimana bisa kau melupakan orientasi pergerakan tanganmu sendiri? apa kau menderita amnesia di dua tahun terakhir ini?" tanyanya bertubi-tubi.

Menghela nafas panjang, Jakapan melepaskan genggaman tangan Niti dan tersenyum ke arahnya. "Banyak hal terjadi padaku. Kalau kau keberatan dengan perubahan yang terjadi, lebih baik kau pergi dan anggap saja hari ini kau tak pernah melihatku disi-"

"INI TAK ADIL! KAU TIDAK TAHU SEBERAPA BESAR PERJUANGAN YANG AKU LAKUKAN!"

Pekik kemarahan dari Niti mengejutkan Jakapan. Wajah cantik yang semula nampak tenang itu kini diredam merah dengan nafas yang memburu. Meski samar, Jakapan dapat menangkap bagaimana kilat tercipta dari kedua mata indah milik Niti.

"Bertahun-tahun aku selalu menjadi bayanganmu. Tidak peduli seberapa lama aku berlatih, tidak peduli seberapa keras pelatih menyiksaku, kau selalu lebih unggul dan tidak terkalahkan. Lalu, dua tahun lalu kau tiba-tiba saja mengundurkan diri sebagai atlet dan menghilang dari jangkauan media."

"Bukankah bagus? artinya kau tidak memiliki saingan, kan?" timpal Jakapan.

"Benar. Pada akhirnya aku menjadi juara satu setelah kau berhenti. Tapi, apakah menurutmu aku bahagia setelah semua orang tetap membanding-bandingkan diriku denganmu? haruskah aku merasa puas setelah semua orang berkata bahwa kemenanganku merupakan hasil dari ketiadaan sang juara yang sesungguhnya?"

Jakapan menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal. Jujur saja, ia bingung harus bereaksi seperti apa. Tay Nititorn yang hanya disebutkan satu kali dalam novel rupanya memiliki hubungan yang cukup rumit dengan Pete Jakapan. Meskipun berada dalam cakupan rivalitas, tetap saja hal ini terlalu mengganggu untuk diabaikan.

"Begini, Niti. Kau lihat sendiri tadi, kan? aku bahkan baru kembali ke gelanggang es setelah dua tahun berhenti. Kalau boleh jujur, tubuhku terasa sangat kaku. Aku mungkin butuh waktu untuk latihan lebih giat sebelum kembali ke ajang perlombaan. Kalau dibandingkan denganmu, jelas kau sudah menjadi lebih unggul. Kau dapat-"

"TIDAK!" sela Niti.

"YA TERUS KAU MAU APA?! KAU MAU AKU BAGAIMANA?!"

Kembali menghadapkan tubuhnya dengan Jakapan, Niti mencengkram kuat kedua bahu milik pria omega di hadapannya. Jejak air mata di kedua netranya sudah dihapus habis. Kini, hanya ada api gelora yang membara di balik kilat dalam binar cantik.

"Aku akan membantumu dan berlatih bersamamu. Saat kau sudah kembali menjadi Pete Jakapan dengan bakat yang sama seperti dua tahun lalu, ayo kita bertanding lagi dalam sebuah ajang perlombaan dan memperebutkan gelar juara dengan adil!"

*****

Menghabiskan sekitar tiga jam untuk berlatih dengan bantuan Niti, Jakapan akhirnya pulang dan meninggalkan studio di tengah hari. Setelah memerintahkan supir pribadinya untuk pulang lebih dahulu, pria omega itu terjebak di dalam mobil yang dikemudikannya akibat kemacetan jalan.

"Oh yaampun, aku benar-benar lapar. Apakah ada kedai atau restoran di sekitar sini?"

Mengedarkan pandangannya ke arah luar jendela mobil, satu-satunya bangunan yang berdiri di tengah gedung bertingkat adalah sebuah motel dengan papan nama yang begitu mencolok dari segi warna maupun ukuran tulisannya.

"Aduh, apa mereka membuka pelayanan makan siang jug- eh, tunggu." Kedua mata Jakapan memicing untuk mencapai kejelasan tinggi dari pandangan.

"Itu.. Tawan Nanaphat. Untuk apa dia datang ke motel? apakah Wichapas sudah menunggu di dalam sana?"

Tiba-tiba saja Jakapan tertawa geli sambil memikirkan tentang dua sejoli yang tak dapat mengontrol nafsu birahi mereka hingga terpaksa menyewa motel ketika hari masih terang-benderang. Ya memang, itu bukan urusan Jakapan. Pria omega itu tidak ingin ikut campur sekalipun kedua tokoh utama bercinta di balik semak belukar.

Hanya saja.. entah mengapa firasatnya berkata bahwa ada sesuatu yang janggal dibalik gerak-gerik Naphat.

"Kenapa dia gelisah begitu? apa dia takut akan ketahuan olehku?"

*****

Tiba di mansion milik Wichapas, Jakapan melenggang masuk ke dalam kamar dan membuka asal jaket pelapis baju latihannya yang sudah banjir oleh keringat. Rasa lelah yang menyerang Jakapan menjadi pemicu bagi pria omega itu untuk melemparkan diri ke atas ranjang dan berbaring santai.

"Hari ini kau bercinta dimana? apakah nikmat?"

Suara yang begitu familiar membuat pejaman mata Jakapan kembali terbuka diiringi dengan kebangkitan diri yang dilakukan secepat kilat.

"W.. Wicha?"

Mendapati eksistensi sang suami yang nampak berdiri di hadapan jendela kamar, Jakapan memiliki satu pertanyaan yang terngiang-ngiang dalam kepalanya. Kalau Wichapas ada disini, lalu Naphat akan menemui siapa di motel tadi? pikirnya.

"Kenapa terkejut begitu? aku suamimu. Aku berhak untuk menemuimu kapanpun, dimanapun dan untuk alasan apapun."

Wichapas berjalan mendekat ke arah ranjang. Meski pencahayaan kamar nampak sedikit redup akibat tirai, tatap tajam milik Wichapas yang seakan mampu untuk melubangi sukma tetap dapat ditangkap jelas oleh Jakapan.

"Kau mau apa?!"

Menghiraukan pertanyaan Jakapan, Wichapas berdiri tegap di hadapan sang suami yang masih bertahan dengan posisi setengah duduknya.

"Kau tahu kalau aku suamimu kan, Jakapan?"

Dengan pergerakan yang lamban, satu tangan Wichapas bergerak menarik tengkuk Jakapan dan membuat omega pria itu tersentak ke arah depan hingga wajah cantiknya bergesekan langsung dengan dingin dari gelangan gesper yang terbuat dari besi.

"Lep-"

"Shut up!"

Perlawanan yang dilakukan Jakapan untuk melepaskan diri nampaknya akan berakhir sia-sia sesaat setelah Wichapas melepaskan kontrol atas feromon dalam tubuhnya.

"Ugh- Wi..Wicha!"

Sensasi asing dari meningkatnya suhu tubuh dirasakan oleh Jakapan. Aroma feromon Wichapas yang sebelumnya hanya terasa sendu dan mendominasi kini berubah menjadi satu hal yang memabukkan nalar. Berbeda dengan efek meminum cocktails ataupun tequila, perubahan fungsi syaraf yang Jakapan rasakan saat ini terjadi ke sekujur tubuh bahkan hingga ke bagian yang paling memalukan dari dirinya.

"Kekasihmu itu, dengan tidak tahu malunya berkata di hadapanku bahwa ia merasakan nikmat setelah menghabiskan satu malam denganmu. Bukankah itu keterlaluan, Jakapan?"

Dalam satu dorongan keras, tubuh Jakapan berhasil untuk dibaringkan dalam kungkungan Wichapas yang membelenggu begitu erat. Dalam posisi seperti ini, Jakapan dapat melihat bagaimana wajah tampan Wichapas dihiasi oleh lebam-lebam bekas perkelahian yang ia yakini baru saja diciptakan.

"Dimana saja bajingan itu menyentuhmu? hm.. lips?"

Tanpa izin dari Jakapan, Wichapas meraup ranum miliknya dengan ganas. Lumatan dan gigitan yang diberikannya meninggalkan kesan liar tanpa celah untuk diimbangi. Berulang kali Jakapan memalingkan wajah ke arah lain, berulang kali pula Wichapas menangkapnya dalam belitan lidah dan benang saliva yang menolak untuk terputus.

"Dimana lagi?"

Pertanyaan yang tidak disertai dengan maksud untuk menunggu jawaban pun menjadi pembuka bagi Wichapas untuk merobek kasar kaus hitam yang dikenakan Jakapan. Satu tangannya terangkat untuk mencengkram kedua tangan Jakapan di atas kepala, sedangkan satu tangan lainnya ia gunakan untuk memilin dan mengusap noktah merah muda di salah satu bagian dari dada berisi milik Jakapan.

"Ain't it funny? Kau sudah menjadi istriku selama dua tahun dan kau lebih dulu menunjukkan pemandangan indah ini di hadapan alpha lain?"

Menurunkan wajah, Wichapas menyapu salah satu noktah diatas gundukan yang terbebas dari genggamannya untuk dimanjakan oleh hisapan dan disengat dalam gigitan kecil.

"Angh-"

Erang kenikmatan yang lolos dari penahanan Jakapan mengundang senyum bagi Wichapas. Tiba-tiba saja alpha dalam dirinya merasa bangga dan penuh dengan harga diri. Insting untuk membuahi omega cantik di hadapannya pun kian menggebu-gebu.

Ikat dia.

Tandai dia sebagai omegamu.

Buat dia melahirkan anak-anakmu.

"Don't hold it, Jak. Berteriaklah dengan kenikmatan sebagaimana yang kau lakukan dengan kekasihmu itu."

Melepaskan genggaman pada kedua tangan, Wichapas bergerak mundur dan melipat bagian bawah dari celana bahan yang dikenakan Jakapan hingga nampaklah perhiasan yang melingkari pergelangan kakinya.

"Apa tak cukup dengan memiliki kaki yang sangat cantik? haruskah kau menambahkan gelang yang membuatnya lebih menggoda?"

Ditariknya satu kaki Jakapan hingga berhadapan dengan wajah Wichapas. Pergelangan kaki yang dihiasi pendaran cahaya dari berlian-berlian kecil itu dihirup dalam satu tarikan nafas panjang sebelum akhirnya dikecup hingga basah oleh salivanya.

"Wi..cha! le.. angh.. lepas!"

Wichapas mendadak tuli. Bagian selatannya sudah meronta dalam harap untuk bertemu dengan rumah yang belum pernah ia jamah. Aroma chrysanthemum yang biasanya terkesan menenangkan, kini menguar hebat dari sekujur tubuh bersimbah peluh milik Jakapan dalam konotasi erotis.

"Kalau kau dapat melebarkan kakimu di hadapan alpha lain, kau harus bisa juga melakukannya untukku!"

Dalam rangkaian pergerakan yang sembrono, Wichapas melepaskan celana kain yang dikenakan Jakapan. Renda pada pakaian dalam berwarna merah terang yang dikenakan sang omega lagi-lagi memompa pacu jantungnya hingga menggila. Rengekan dan penolakan yang diperdengarkan oleh Jakapan justru menjadi melodi yang begitu merdu dan menjelma candu.

"Serahkan dirimu pada- JAKAPAN! APA YANG KAU LAKUKAN?!"

Suasana panas yang mengelilingi Wichapas seketika buyar saat Jakapan nampak menodongkan pisau lipat tepat ke arah perpotongan lehernya sendiri. Meski tak tahu darimana asal senjata tajam itu, Wichapas langsung bergegas untuk merebut dan menjauhkannya dari Jakapan.

"LEPAS! INI TUBUHKU! HANYA AKU YANG BERHAK ATAS SEGALA HAL YANG TERJADI PADA TUBUHKU! DARIPADA AKU MERELAKAN DIRI UNTUK TUNDUK DI BAWAH PENGARUH FEROMON SIALANMU ITU, LEBIH BAIK AKU MATI!"

Adegan tarik menarik pisau lipat diantara Wichapas dan Jakapan berlangsung cukup lama hingga ujung runcing dari benda itu melukai keduanya.

"Fine! i'll stop, Jakapan! aku tidak akan melakukan apapun padamu, tapi lepas!"

Wichapas menarik selimut hingga menutupi tubuh nyaris telanjang yang Jakapan miliki. Ia angkat kedua tangannya di samping kepala sebagai tanda berhenti atas segala tindakan yang telah dilakukan. Tatapnya diselubungi kabut, Wichapas benar-benar takut akan tindakan bodoh yang akan dilakukan Jakapan.

"Kenapa.. kenapa kau melakukan itu padaku? kau.. kau harusnya mengabaikanku!"

Jakapan melemparkan pisau lipat bermuluran darah dalam genggamannya ke sembarang arah. Selimut putih yang menutupi tubuhnya ia tarik hingga membungkus diri. Pria omega itu benar-benar muak. Ia tak suka disentuh secara paksa dalam kendali feromon.

"Kau memperlakukanku seperti binatang! sebenarnya apa salahku?!"

Wichapas mengusap kasar wajahnya. Luruh sudah ekspresi khawatir yang semula singgah pada wajah tampannya. "Kemana cincin pernikahan yang selalu kau kenakan? kenapa kau melepaskannya? untuk apa kau mengubah penampilanmu, sikapmu dan perasaanmu seakan-akan kau sudah tak lagi mencintaiku?!" tanyanya bertubi-tubi.

Jakapan mematung. Ingin sekali lisannya berucap bahwa ia bukan lagi Pete Jakapan yang buta akan cinta pada Vegas Wichapas. Ingin sekali lisannya berucap bahwa omega naif bernama Pete Jakapan itu sudah mati ditelan penderitaan.

"Apakah Nattawin sudah memiliki hatimu?"

Melihat kediaman diri dari Jakapan, Wichapas tersenyum miring. "Lihat wajahku. Tadi pagi, kekasih gelapmu yang begitu kau cintai itu bertengkar hebat denganku setelah dengan tanpa rasa malu ia membanggakan tentang malam menggairahkan diantara kalian berdua," ujarnya disertai kekehan.

Jakapan kini mengerti. Alasan dari lebam pada Wichapas, juga alasan dari kemarahan Wichapas padanya adalah terkait kesalahpahaman konyol tentang hubungannya dengan Nattawin yang ternyata masih berlanjut.

"Harus berapa kali aku katakan padamu? Nattawin itu sahabatku! aku tidak melakukan apapun dengannya! aku bukan dirimu yang dengan murahannya tidur dengan kekasih gelapmu disaat jelas-jelas kau sudah memiliki is-"

"Aku tidak pernah tidur dengan Tawan!"

Interupsi yang diberikan Wichapas pada ucapannya tiba-tiba saja membuat Jakapan diam melongo. Cukup lama ia terdiam sampai akhirnya ingatan Jakapan tertuju pada satu momen tentang tajuk diskusi forum khusus pembaca novel Stay With Me yang sempat ia ikuti di social media. Aku lupa, para pembaca sudah mengungkapkan kemarahannya pada forum itu. Tentang bagaimana penulis hanya mencantumkan adegan dewasa diantara Vegas-Pete, mereka mengajukan protes karena adegan dewasa diantara Vegas-Tawan tidak dimunculkan bahkan hingga akhir cerita, pikirnya.

"Kami tinggal bersama itu betul. Kami adalah sepasang kekasih juga betul. Faktanya memang seperti itu, dan harus seperti itu. Tapi, aku tidak pernah menyentuhnya. Kami bahkan tidur di ranjang yang berbeda." Kembali Wichapas melangkah untuk mendekat ke arah Jakapan.

"Aku melakukan semua hal sesuai dengan apa yang dicantumkan. Tapi kenapa? kenapa kau berubah? selayaknya aku yang menjadi kekasih Tawan dan membencimu, kau juga seharusnya tetap mencintaiku dan mengejarku, Jakapan!"

Ungkapan hati dari Wichapas menciptakan celah yang lebih besar dalam tanda tanya yang Jakapan miliki. "Apa yang kau bicarakan? apa yang seharusnya? sesuai dengan yang dicantumkan dimana?" tanyanya.

Raut wajah panik milik Wichapas seketika hadir setelah pertanyaan Jakapan diajukan padanya. Entah sesal atau keterkejutan atas hal yang telah diutarakannya, Wichapas nampak berusaha keras untuk memutar otak dan mengalihkan pembicaraan.

"Wi-"

Sesaat setelah dering panggilan dari handphone Wichapas berbunyi, pria alpha itu bergegas menjawabnya dengan penuh kegusaran.

"Halo."

"..."

"Aku sedang sibuk. Anak itu bisa pulang sendiri."

".."

"Tapi-"

"..."

"Okay! i'll go! don't be annoying, dad!"

Seakan memberi jawab bagi Jakapan yang ditinggalkan seorang diri oleh Wichapas dalam keadaan bingung, handphone milik omega pria itu bergetar dan menampilkan notifikasi pesan masuk dari sebuah nama yang begitu familiar.


TBC

Halo!

Untuk menemani malam senin kalian, biy upload chapter ini ya ^^

Continue Reading

You'll Also Like

1M 13.3K 25
BoyPussy Bxb Cowo Bermeki
454K 976 15
🔞 kisah sx abang tiri dan adik tirinya
474K 24K 45
Bagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.
1.2M 74.8K 35
"Di tempat ini, anggap kita bukan siapa-siapa. Jangan banyak tingkah." -Hilario Jarvis Zachary Jika Bumi ini adalah planet Mars, maka seluruh kepelik...