Axelle keluar lebih dulu, lalu membukakan pintu untuk Amber. Pria itu menggandeng tangan Amber memasuki toko ponsel tersebut. Axelle menyeret Amber ke tempat di mana hanya ponsel dengan harga yang sangat mahal saja yang dipajang di etalase.
Amber menatap penuh tanya pada Axelle yang sayangnya Axelle tidak menatapnya balik karena pria itu sibuk memilih. Terlihat wajah pria itu serius memperhatikan deretan ponsel bermerek itu dan membaca keterangan di setiap ponsel tersebut. Axelle tersenyum ketika berhasil menemukan satu ponsel yang menarik minatnya dan pasti Amber juga menyukainya.
"Aku mau ambil satu yang itu, cepat bungkus untukku."
"Baik, Tuan. Akan saya siapkan, mohon tunggu sebentar."
Penjual itu membungkus sesuai apa yang dipesan Axelle. Amber menatap Axelle dan dibalas pria itu hanya dengan senyuman kecil. Amber berdehem pelan dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. 'Apa yang dilakukan pria ini sebenarnya? Dia sudah punya ponsel tapi mau beli lagi, dasar tukang boros!'
"Ini Tuan, silakan bayar pesanan anda di kasir sebelah sana."
"Ya, terima kasih."
Axelle menarik tangan Amber menuju ke tempat kasir itu. Axelle mengeluarkan kartu ATM warna hitam dari dompetnya. Amber kebingungan saat Axelle mengeluarkan kartu yang berbeda warna dari punyanya Celine yang pernah ia lihat.
Axelle menarik dirinya lagi untuk keluar toko dan memasuki mobilnya kembali. Di dalam mobil, Axelle langsung menyerahkan bingkisan berisi ponsel yang tadi mereka beli kepada Amber. Amber kebingungan, tidak langsung menerima bingkisan itu.
Axelle gemas dengan tingkah polos Amber. Axelle meraih tangan gadis itu dan menyerahkan bingkisan tersebut. Amber menatap bingkisan di tangannya bergantian menatap Axelle. "Ini ... Untukku?"
"Iya. Kau pikir untuk siapa?"
"Ta--tapi, ini mahal sekali. Aku tidak punya uang untuk menggantinya. Aku tidak bisa menerima ini!"
Amber menyerahkan bingkisan itu kembali ke pangkuan Axelle dan hampir saja terjatuh. Axelle menatap tajam Amber, entah kenapa tiba-tiba Amber terlihat ketakutan melihat tatapan yang cukup menusuk itu. Gadis itu menundukkan kepalanya.
"Ini perintah! Aku membelikan ini untukmu, kalau kau tidak mau ambil lalu siapa?! Baiklah, akan aku buang saja kalau begitu!" Axelle hendak membuka pintu mobil, buru-buru Amber menggentikkan pria itu. Amber meraih lengan kekar Axelle yang dibalut jas hitam itu. Axelle menatap tangan Amber yang menyentuh lengannya, Amber langsung menarik tangannya kembali.
"Jangan membuangnya, aku mohon! Baiklah, baik. Aku akan mengambilnya untukmu. Aku akan menabung dari gajiku untuk mengganti uangmu nanti."
"Cih, memang benar lebih baik aku buang saja benda ini!"
" ...!"
Axelle keluar dari mobilnya dengan cepat sebelum gadis itu menghentikannya lagi. Amber mengikuti Axelle keluar dari mobil melalui pintu pengemudi, tetapi kakinya tersangkut pada rem mobil dan dirinya hampir saja terjatuh jika tidak Axelle tahan tubuhnya.
Posisi mereka sekarang adalah Amber yang berada dipelukan Axelle dan tangan Axelle yang menahan bahu gadis itu. Axelle sendiri diam mematung, jantungnya sudah berdebar tidak karuan. Dia berdoa agar Amber tidak bisa mendengarkan nada jantungnya saat ini, menurutnya ini sangat memalukan.
Namun sayang sekali, Amber yang masih bersandar di dadanya bisa mendengar detak jantung pria itu yang cepat. Amber membenarkan posisinya dan berdiri tegak. Axelle memasang muka datarnya dan pura-pura tidak mempedulikan hal yang baru saja terjadi.
"Ekhem, hati-hati!"
"T--terima kasih ...."
Mereka berdua saling terdiam. Axelle membuang mukanya ke lain arah sedangkan Amber yang mukanya masih memerah tidak berani menatap Axelle. Tangannya mengambil paksa bingkisan yang di tangan Axelle dan menyembunyikan di balik tubuhnya. Axelle tersenyum samar.
Tapi, ada sepasang mata tajam yang menatap mereka berdua di sudut tempat gelap. Aura kemarahan sangat kental di sekitar sosok itu. Tangannya berdarah akibat kukunya yang tajam menembus dagingnya karena genggamannya yang terlalu kuat. Lalu sosok itu meninggalkan tempatnya.
Axelle sendiri sebenarnya sudah tahu bahwa gerak-geriknya sedari tadi diperhatikan oleh seseorang yang sudah jelas itu siapa. Dia sengaja keluar dari mobilnya untuk semakin membuat sosok itu cemburu tanpa halangan apapun, tapi siapa sangka kejadian Amber terjatuh tadi tiba-tiba terjadi. Diam-diam pria itu tersenyum dalam hatinya, rencananya berhasil bahkan lebih dari berhasil.
Axelle menyuruh Amber untuk masuk ke dalam mobilnya lagi. Ia akan mengantar gadis ini pulang karena hari sudah semakin larut. Dia juga ada kepentingan di Packnya yang tiba-tiba saja mendapat serangan dari beberapa kawanan Rogue (serigala liar yang suka membuat rusuh).
Sebenarnya, meskipun dia tidak ikut turun tangan mengatasinya pun, betanya itu pasti bisa mengatasi mereka. Tapi untuk malam ini, semangatnya tiba-tiba sangat menggebu ingin bertarung. Dia menyetir mobilnya di jalanan yang sudah lumayan sepi menuju rumah Amber yang gelap.
Axelle membukakan pintu untuk Amber dan sengaja memberikan kecupan singkat di dahi gadis itu. Berkat perbuatannya Axelle itu, Amber melebarkan matanya dan memukul pelan bahu pria itu. Axelle tertawa dan langsung memasuki mobilnya sebelum gadis itu mengomel lebih banyak lagi.
Amber menyentuh dahinya di tempat bibir Axelle tadi mengecupnya. Gadis itu menghapus bekasnya dengan kasar dan melangkahkan kakinya memasuki rumahnya. Amber mengambil kunci rumah yang berada di sakunya dan membuka pintu.
Rumahnya gelap sekali karena sengaja ia tidak menyalakan lampu ruang tamu. Gadis itu menekan sakelar lampu dan duduk di sofa. Ia menatap bingkisan itu sebentar dan membukanya. Ponsel yang lebih bagus dari miliknya yang sebelumya, juga lebih mahal tentunya.
Ia mencoba cara yang sama seperti ponselnya yang lama bagaimana mengaktifkannya dan ternyata bisa. Gadis itu mulai melihat-lihat fitur di dalam ponsel itu yang ternyata lebih canggih lagi. Amber senang sekali. Gadis itu bahkan berteriak saking senangnya.
Amber melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Gadis itu sudah mulai mengantuk saja, jadi dia memutuskan memasuki kamarnya. Sebelum tidur pun, dia sempat bermain sebentar dengan ponsel barunya itu dan tanpa sadar tertidur sendiri.
Sosok yang tadi mengikutinya menampakkan dirinya dan berdiri di samping ranjang gadis itu. Dia berjongkok untuk menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah manis gadisnya. "Bakatmu sangat luar biasa dalam membuatku terbakar cemburu, sayang. Kau tahu, aku hampir saja membunuh semua prajurit kerajaan karenamu. Kenapa kau suka sekali memporak porandakan diriku?"
Sosok itu yang ternyata Giovanni, memandangi sebentar Amber yang terlelap lalu pergi dari sana dengan sekejap mata. Dia masih menahan sesuatu yang ingin keluar dari dirinya, makanya dia tidak berani lama-lama bersama gadis ini. Ia takut menyakitinya tanpa sadar.
Angin malam masuk melalui jendela kamar Amber yang terbuka. Amber semakin mengeratkan pelukannya pada guling. Sesekali gadis itu tersenyum dalam tidurnya.
Keesokan harinya, Amber bangun lebih awal. Matahari terlihat masih bersembunyi tapi gadis itu sudah selesai mandi. Amber sedang menonton televisi yang sedang menayangkan berita. Dia terkejut melihat seseorang yang tentu saja ia kenal, memunculkan wajahnya di televisi tersebut.
"Axelle ... Hebat sekali dia! Dia seorang pengusaha sukses dan kaya raya. Pantas saja dengan tidak pernah mikir ingin membelikanku ponsel mahal itu."
Amber mengganti saluran lainnya dan masih menyiarkan berita. Berita kali ini menayangkan sebuah kasus pembunuhan misterius. Amber membaca keterangan di bawah layar, 'Seseorang ditemukan tergeletak dengan kondisi kehabisan darah di sebuah gang sempit. Terdapat dua lubang seperti bekas tusukan taring hewan buas di leher sang korban.'
Amber memegangi lehernya sendiri dan bergidik ngeri membayangkan jika itu dirinya. Amber kembali mengganti salurannya. Berita barusan cukup membuatnya was-was. Dia takut jika benar-benar nanti dirinya yang akan menjadi korban. Apa lagi tempat kejadian itu masih berada di kota tempatnya ini, tak jauh dari rumahnya.
Ponsel barunya berdering. Amber meraih ponselnya yang berada di samping tubuhnya dan melihat nomor tak bernama di sana. Dia mencoba mengingat nomor siapa kah ini, karena dia seperti pernah melihat sebelumnya.
Dia membalas pesan itu dan tak lama mendapat balasan. Ternyata itu adalah Axelle sendiri. Saat Amber hendak meletakkan kembali ponsel itu, Axelle kembali menghubunginya, kali ini tidak berupa pesan melainkan panggilan suara. Amber menekan tombol hijau, lalu suara dari sebrang terdengar.
"Hallo, nona Amber. Selamat pagi!"
"Pagi juga, Axelle. Ada apa?"
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin menghubungimu saja."
"Oh, begitu. Tadi aku melihatmu masuk televisi, aku tidak tahu ternyata kau sehebat itu!"
"Aku sedang di rumahku. Lagian mana muat jika aku masuk ke televisi itu, kan? Ha ha ha ...."
"Hah, terserah kau saja!"
"Ma---"
Amber langsung menekan tombol merah, memutus sambungan telepon. Pagi-pagi seperti ini capek juga rasanya mendengar gurauan pria itu. Kenapa pria itu selalu seperti itu, selalu bercanda di mana pun dia berada. Tapi lebih baik seperti itu dari pada menjadi seseorang yang pemarah terus, kan? Dirinya pun bisa merasakan hawa positif saat bersama Axelle.
Amber bangkit berdiri menuju dapur rumahnya. Ia akan memasak sederhana saja untuk sarapan. Dia juga tiba-tiba ingin berolahraga di sekitar rumahnya saja. Tangannya mulai mengeluarkan beberapa bahan dan dengan cekatan mencampurkan semua bahan-bahan itu hingga jadilah hidangan yang akan ia santap. Susu putih hangat juga ikut menemani pagi cerahnya ini sebelum kembali menerima sesuatu yang mungkin saja bisa terjadi pada dirinya nanti. Siapa tahu, kan?