Make Your Dream Project [END]

Da Dkatriana

5.6K 1K 284

Sebuah projek besar baru saja diluncurkan. Namanya Make Your Dream. Katanya projek tersebut bisa mengabulkan... Altro

Prolog
01 :: Eternal Dream
02 :: Nostalgia
03 :: Skenario Mimpi
04 :: Dream in a Dream
05 :: Penghuni Lantai Lima
06 :: Queen
07 :: Class Meeting
08 :: Berkah Orang Sakit
09 :: How Deep is Your Love
10 :: DΓ©jΓ vu Syndrome
11 :: Universe
12 :: Accidental
13 :: Favorite Girl
14 :: Prettier
15 :: Matahari dan Bunga
16 :: Terlupakan
17 :: Tragedi
18 :: Lebih Dari Biasa
19 :: Afeksi
21 :: Tentang Mereka
22 :: Make Your Dream Project
Epilog

20 :: Pulang

151 35 6
Da Dkatriana

Ratu menatap iba Diantika yang terlihat frustasi sambil mengotak-atik ponsel pintarnya. Entah sudah panggilan yang keberapa kali, Diantika sejak tadi sibuk sampai tak punya waktu untuk menangisi kepergian atasannya.

Pagi ini berita kematian Atmadja sudah menyebar cepat dan menjadi headline news di semua media. Puluhan karangan bunga sudah berjejer rapi di depan kantor berisi ucapan bela sungkawa.

Belasan reporter menunggu di depan sana untuk mencari kabar terbaru yang bisa diberitakan. Sementara rekan-rekan Diantika sibuk mengurus berbagai hal. Beberapa pengawal telah dikerahkan untuk mengamankan prosesi pemakaman.

Di tengah kekacauan itu, seorang perempuan muda berlari menghampiri Dianti yang baru saja selesai menutup ponselnya.

“Mbak Dianti!” serunya dengan napas tersenggal-senggal.

“Keluarga Pak Atmadja ingin bertemu Mbak.”

Dianti tampak menghela napas, tapi kemudian dia mengangguk. “Saya berangkat sekarang, kamu tolong gantiin saya ngecancel acara ulang tahunnya Bastian.”

Perempuan itu mengangguk lalu balik badan dan pergi entah kemana.

“Ratu maaf, banyak yang harus aku urus. Kamu ditinggal di sini nggak apa-apa?”

Ratu tersenyum kecil sambil mengangguk. “Aku bakal di sini jagain Bastian.”

“Makasih.” Kemudian Dianti pergi meninggalkan Ratu yang kini memilih tinggal di ruang Bastian.

Di tengah kekacauan itu, sosok Bastian masih terpejam di ranjang laboratorium. Wajahnya terlihat tenang seperti manusia yang tak memiliki beban. Ratu jadi bertanya-tanya apa yang akan terjadi bila lelaki itu terbangun dan mendapati ayahnya telah tiada.

“Padahal kamu udah punya segalanya. Kamu punya keluarga yang hebat, harta yang nggak akan habis serta dikelilingi orang-orang yang peduli padamu, tapi kenapa kamu malah memutuskan untuk mengerjar aku yang bukan siapa-siapa? Bahkan sampai ke dunia mimpi?” Ratu bermonolog di samping ranjang Bastian.

Dia menyentuh pipi Bastian, mengusapnya pelan dan hati-hati seolah dia sedang menyentuh barang paling berharga di dunia.

Bersamaan dengan itu, memorinya berputar ke belakang. Tepatnya sehari setelah dia mendaftarkan diri untuk berpartisipasi dalam MYDP.

Waktu itu tiba-tiba Atmadja menemuinya. Ratu sudah tahu siapa Atmadja, tapi dia tidak tahu bahwa Atmadja juga terlibat dalam proyek MYD.

“Saya datang ke sini untuk memastikan apa kamu sudah yakin ingin mengambil progran eternal dream?” tanya Atmadja. Suaranya tenang dan karismatik.

“Iya, saya sudah memikirkannya berkali-kali.”

“Meski itu artinya kamu akan meninggalkan kehidupan kamu seutuhnya di sini dan meninggalkan orang-orang yang peduli sama kamu?”

Ratu mengangkat salah satu ujung bibirnya. “Nggak ada orang yang peduli sama saya mau saya hidup atau mati, dan ikut program eternal dream adalah opsi yang lebih baik daripada mengakhiri hidup begitu saja kan?”

Atmadja menghela napas dalam-dalam sembari sibuk memutar otak untuk mencari cara membujuk gadis di depannya agar mengurungkan niatnya mengambil program mimpi abadi itu. Atmadja tidak bisa membiarkannya karena ia tahu gadis di depannya adalah gadis yang disukai putranya.

“Apa keputusanmu ada hubungannya dengan orang tuamu? Saya dengar mereka bukan orang tua kandungmu.”

“Itu hanya salah satunya.”

“Dan soal nenekmu?”

“Nenek saya udah lama meninggal, tapi jika nenek masih ada mungkin saya memang akan mempertimbangkan untuk tetap hidup di sini.”

“Apa tidak ada alasan lain yang bisa kamu pertimbangkan? Gimana sama teman-teman kamu?”

“Saya nggak punya teman.”

Atmadja mengernyit. Sebenarnya apa saja yang sudah dialami gadis muda ini hingga dia terlihat begitu putus asa sampai tak tersisa setitik cahaya pun dalam tatapannya.

“Saya bisa bantu cari orang tua kandung kamu,” tutur Atmadja tak mau menyerah.

“Terima kasih, tapi tidak perlu. Mereka sudah membuang saya itu tandanya sejak awal mereka memang tak menginginkan saya. Kalau pun sekarang mereka menginginmannya, saya sudah tidak punya muka untuk bertemu mereka.”

“Kenapa?”

“Saya adalah anak yang gagal.”

“Gagal?”

Ratu menarik napas kemudian mengulas senyum sedikit lebar pada Atmadja. “Terima kasih atas niat baik Bapak, tapi keputusan saya sudah bulat. Saya tetap akan mengikuti program itu.”

“Selama alasannya belum bisa saya terima, saya tidak akan mengijinkannya.” Atmadja memberi ultimatum. Meski terkesan semena-mena, tapi Atmadja benar-benar tidak mau melihat Bastian sedih karena ditinggal perempuan yang disukainya.

“Kalau gitu, mungkin cerita saya yang ini bisa mengubah keputusan Bapak.” Dengan mata memerah yang sudah sedikit berair, Ratu terpaksa kembali membongkar ingatannya tentang kejadian dengan papanya. Kejadian yang membuat mental Ratu terguncang dan kejadian yang menjadi awal mula kehancuran hidupnya.

Ratu menceritakannya kepada Atmadja secara garis besar sambil berusaha menahan agar air matanya tidak tumpah. Tangannya sedikit gemetar karena ini pertama kalinya ia menceritakan hal ini kepada orang lain hingga seorang Atmadja pun tercengang setelah mendengarnya.

Lelaki paruh baya itu terdiam beberapa saat setelah Ratu menyelesaikan ceritanya. Ia kehilangan kata-kata. Niat untuk membujuk Ratu membatalkan keikutsertaannya pada program eternal dream hilang sudah. Rasanya tidak adil jika ia tetap memaksa hanya karena tidak ingin melihat putranya bersedih.

“Saya yakin pasti masih ada orang yang peduli sama kamu, tapi mungkin kamu tidak menyadarinya.” Atmadja menatap Ratu iba. “Saya nggak akan menghalangi kamu lagi, saya akan mengijinkan kamu ikut program eternal dream,” putus Atmadja pada akhirnya.

Saat itu Ratu tidak tahu kalau orang yang dimaksud Atmadja adalah Bastian. Ia sama sekali tak menyangka Bastian akan sepeduli ini padanya hingga rela menyusulnya ke dunia mimpi.

Kalau dulu dia mengetahuinya, apa yang akan dia lakukan ya?

🗨🗨🗨

Kedua mata Bastian terbuka perlahan lalu mengerjap pelan menyesuaikan diri dengan pencahayaan dalam ruangan. Tatapannya berpendar ke segala arah hingga berhenti pada sosok perempuan yang tengah tertidur di sampingnya. Perempuan itu menggenggam tangan Bastian, kepalanya menoleh tepat ke arah wajah Bastian.

Di detik itu pula Bastian langsung mengenali siapa perempuan itu.

“Ra-tu,” ucap Bastian terpatah-patah. Ia menarik tangannya dan menyentuh wajah Ratu dengan susah payah.

Ini beneran kamu.

Bastian memandang perempuan yang masih terpejam itu dengan penuh haru. Wajahnya bahkan kini sudah banjir dengan air mata.

Bastian menangis lega bisa kembali melihat sosok Ratu.

“Ratu ....”

Ratu yang merasakan sentuhan di wajahnya, tiba-tiba terbangun dan terkejut melihat Bastian sudah sadarkan diri.

“Bastian!” pekiknya yang langsung berdiri. “Astaga kamu udah bangun.” Ratu bersiap untuk memanggil siapapun di luar sana, tapi tangan Bastian dengan lembut menahannya.

“Aku perlu manggil seseorang untuk ngecek keadaan kamu.”

Kepala Bastian menggeleng lemah. Otot-otot tubuhnya pasti masih kaku karena ia terlalu lama berbaring di tempat tidur.

“Kamu pulang?” tanya Bastian. Ratu akhirnya kembali duduk di bangkunya lalu menggenggam tangan Bastian yang tadi menahannya.

“Iya aku udah pulang Bas, jauh sebelum kamu bangun.” Kedua mata Ratu mulai berkaca-kaca. Melihat Bastian menangis, ia juga jadi ingin ikut menangis. “Kamu kenapa baru bangun sekarang? Katanya kamu pergi ke sana buat nyusul aku, tapi kenapa malah kamu yang terakhir pulang?”

“Maaf.” Mereka berdua bercucuran air mata. Ratu sendiri tidak menyangka ia akan menangis seperti ini, padahal ia sempat bingung apa yang harus dia katakan jika Bastian sudah bangun. Ia takut merasa canggung, nyatanya setitik air mata mampu mewakili ratusan kata yang tak bisa ia ucapkan.

“Makasih, makasih.” Bastian terus menggumamkan kata itu sembari mencoba menghapus air mata Ratu yang terus mengalir tak mau berhenti.

“Kenapa kamu senekat ini Bas? Kenapa kamu sampai nyusul aku ke sana? Kamu punya kehidupan yang lebih baik dari aku, kamu udah punya segalanya, jadi kenapa Bas?”

Bastian tak menjawab apa-apa. Dia hanya menangkup wajah Ratu dengan sebelah tangan dan kembali menangis bersama. Padahal Bastian bukan tipe orang yang mudah menangis, tapi di hadapan Ratu dia bisa berubah selembek ini. Terakhir kali Bastian menangis hebat adalah ketika kepergian mamanya.

“Aku harus manggil Kak Dianti, kamu harus diperiksa Bas.” Setelah tangisnya mereda, Ratu segera meraih ponsel di atas meja dan langsung menghubungi Dianti.

Dua kali percobaan Dianti belum juga mengangkat panggilannya. Lalu di percobaan ketiga Ratu baru ingat kalau Dianti pergi ke pemakaman Atmadja sejak tadi siang.

Atmadja meninggal.

Papanya Bastian sudah meninggal.

Tubuh Ratu membeku. Ia menatap Bastian cemas, apa yang harus dia katakan? Karena terkejut dengan Bastian yang bangun dari mimpinya, Ratu sampai melupakan soal Atmadja.

“Bas—”

“Halo Ratu?” Suara Dianti di sebrang telepon menginterupsi ucapan Ratu. “Ada apa?”

“Bastian udah bangun Kak,” jawab Ratu tanpa sadar.

“Hah?” Dianti memekik kaget. Ratu bisa membayangkan bagaimana ekspresinya. “Tunggu, aku akan ke situ sekarang. Kamu segera panggil Asmi, dia harusnya lagi jaga di lab.”

“Iya Kak.” Kemudian panggilan terputus. Ratu kembali menatap Bastian serba salah.

“Aku harus manggil seseorang dulu.” Kali ini Bastian mengangguk.

🗨🗨🗨

Usai pemeriksaan yang dilakukan tim MYD, Bastian kembali ke ruangannya. Sama seperti Ratu dulu, Bastian belum bisa berjalan sendiri jadi Dianti mendorongnya dengan kursi roda. Bedanya karena ingatan Bastian tentang dunia nyata tidak pernah dihapus, jadi dia bisa langsung mengingat semuanya entah itu memori yang ada di dunia nyata, maupun di dunia mimpi.

“Kalau kamu ngerasa pusing atau ngerasa ada yang aneh sama tubuh kamu, langsung lapor ya?” ujar Dianti sambil tersenyum. Tak ada yang tahu bahwa dibalik senyumnya itu ia sedang memikirkan berbagai macam cara untuk memberitahu Bastian soal kematian papanya. Dianti menimbang-nimbang kapan dia harus memberitahunya.

“Iya.”

“Besok kamu juga masih harus melakukan pemeriksaan.”

“Iya.” Bastian hanya menjawab patuh sambil memegang tangan Ratu agar gadis itu tak pergi lagi darinya.

“Bas ....” Dianti menatapnya ragu-ragu. Jika mengingat watak Bastian, sepertinya akan lebih gawat jika Dianti menunda memberitahunya soal Atmadja.

“Papa kamu ....”

Brakk

Pintu ruangan Bastian tiba-tiba terbuka kasar sebelum Dianti menyelesaikan ucapannya.

Seorang wanita berpakaian serba hitam muncul dengan wajah tak bersahabat. Di belakangnya, sang putri mengekor dengan angkuh.

Mereka adalah Wanda dan Elina, ibu dan adik tiri Bastian.

“Ternyata bener kamu udah bangun!” ucap Wanda berjalan mendekat ke arah Bastian.

Dianti melotot. Dia tak menyangka mereka akan menginjakkan kaki ke sini, padahal dulu Atmadja sudah mewanti-wanti untuk tidak mengijinkan mereka masuk.

Cengkraman Bastian pada tangan Ratu menguat ketika tatapnya bersirobok dengan Wanda. Ratu yang tak megenal siapa mereka, hanya menatap Bastian dan Wanda bergantian dengan raut bingung.

“Entah ini kebetulan atau apa. Bisa-bisanya kamu bangun di hari yang sama dengan kematian papa kamu.”

Bastian mengerutkan dahi. Apa maksudnya kematian?

“Bu Wanda, kondisi Bastian saat ini—” Dianti mencoba untuk mencegah keributan yang hendak dilakukan Wanda. Ia memang berencana memberitahu Bastian soal papanya, tapi tidak dengan cara seperti ini.

“Walaupun sekarang kamu udah bangun, jangan harap kamu bisa kembali ke rumah!” potong Wanda. Wanita serupa iblis itu memang tidak bisa membaca situasi. Dianti dulu heran mengapa Atmadja mau-maunya menikahi dia.

“Kak Bastian aku turut berduka ya. Sekarang nggak akan ada lagi orang yang belain Kakak.” Elina ikut berceloteh sambil memasang wajah sok iba yang memuakkan.

“Oh, karena Kakak udah bangun mending Kakak langsung nemuin Papa deh, Papa pasti senang liat Kak Bastian udah bangun. Ya walaupun Papa cuma bisa melihatnya dari alam kubur.”

Mata Bastian melebar. Belum sempat dia bertanya apa maksudnya, Ratu tiba-tiba maju dan menampar wajah Elina.

“Apa-apaan kamu!” Wanda berteriak pada Ratu.

“Saya kira orang tua saya adalah manusia paling jahat di dunia, ternyata ada yang lebih jahat ya?” sarkas Ratu. Entah mendapat keberanian dari mana hingga ia bisa menampar putri bungsu keluarga Wijaya tanpa pikir panjang. Padahal Ratu dulu bahkan tak mampu melawan orang tuanya untuk sekedar membela diri.

“Apa pantas orang terhormat seperti kalian menertawakan kematian seseorang, terlebih orang itu adalah keluarga kalian sendiri?”

“Siapa anak ini? Dasar tidak sopan!” Wanda murka.

“Dia pasti cewek itu Ma, cewek yang disukai Kak Bastian,” adu Elina sambil menatap berang ke arah Ratu.

Wajah Wanda yang semula terlihat marah, kini kembali tenang dan menatap Ratu sambil merendahkan. “Oh, jadi ini cewek jalang yang melakukan hal tak senonoh dengan papanya sendiri?”

Bastian dan Dianti melotot kaget sementara tubuh Ratu seketika menegang.

Kenapa mereka tahu?

Napas Ratu mulai tak beraturan, detak jantungnya meningkat tiba-tiba. Selain pada Atmadja yang sudah tiada, ia tak berniat menceritakan hal itu kepada siapapun lagi. Terlebih dia tidak mau sampai Bastian mengetahuinya.

Tapi dari mana mereka tahu? Apa Atmadja mengkhianatinya?

Happy weekend guys ^^

Jangan lupa vote & komen biar authornya semangat buat lanjut.

_________________________________
#Semarang, 14 Agustus 2022

Continua a leggere

Ti piacerΓ  anche

130K 1.4K 39
Hanya beberapa rekomendasi cerita yang ada di wattpad bukan bermaksud spoiler atau semacam nya. saya hanya merekomendasikan cerita yang menurut saya...
1.4M 63.9K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
381 161 20
Masa SMA yang dijalani Dita berbeda. Gadis itu sempat lelah menjalani hari-hari di SMA Gunadarma yang begitu berat, tapi Dita bersyukur karena tidak...
6.3M 267K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...