ABIGAEIL

By parkchim_chim2

666K 51K 4.5K

Abigaeil, namanya manis dan imut anaknya si buntalan daging mengemaskan yang selalu menjadi primadona para te... More

1
02
cast
03
04
05
06
07
08
10
15
09
11
12
13
14
16
00 : 41
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27.
28
29
30
31
32
33
34
35..
36
37
38
39
40
41
42
44
45
46
47
48
49
50
51
Tesss
52
53
54
👋👋
55
56
57
58

43

5.5K 572 54
By parkchim_chim2












🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀













" Anak manis, ahh kau manis sekali"

cup
cup

" Jangan berteriak, manis"

" Sigh baby..hh.. your lips ouhh"

cup

" Argghhh! "

" JUST SHUT UP! "

" Hahaha"

" DIAM!! "

Plak
Plak!

" Shhh...hhh"

Abigaeil melenguh dibarengi isakan tertahan menutup telinganya, dadanya terhimpit sakit sekali rasanya. Ingin rasanya berteriak tapi dirinya tak mampu.

" P-papa..hhh, tolong, tolong hiks "

" M-mama"

Netra kecilnya bergerak gelisah melihat bayangan semu dua tubuh manusia yang terus menghujani dirinya dengan perkataan yang membuat kepalanya berdenyut sakit, semua disini gelap, dingin Abi tidak suka dia ketakutan tapi anehnya dia tidak bisa mengeluarkan suaranya untuk sekedar meminta pertolongan.

Dia hanya bisa menangis meringkuk ketakutan, seolah ada yang benar-benar menyiksa nya.

" Hiks... hiks.. mama, nda tolong!
jangan, jangan pegang-pegang Abi nda mau... argh! "

Dengan penuh ketakutan anak itu terus meringkuk memeluk tubuhnya sendiri.

" Hiks... sakit papa"

" Shutttt.... jangan takut~ "

Abigaeil terdiam merasakan lembutnya tangan yang menutup daun telinga miliknya, perlahan rasa takutnya menghilang hangat di hatinya terasa dengan perlahan membuka matanya kala mendengar suara lembut yang akrab ditelinga nya.

" Jangan takut sayang, Mama disini~ "

" Mama?"

" Hallo malaikatnya Mama~ bungsunya mama, kenapa nangis hm?
mama disini tidak mau peluk mama? "

Abigaeil terdiam sejenak air matanya berlinang menetes turun seiring dengan bibir mungil nya berkedut terdengar isakan kecil tubuhnya tidak lagi bergetar namun tampak membeku, kebingungan tapi bahagia juga.
Tanpa aba-aba lagi segera direngkuhnya tubuh yang jauh lebih besar darinya tidak menyiakan pelukan hangat yang terasa begitu nyaman tidak ingin ia lepaskan selamanya.

" Mama hiks, hiks~ Abi rindu mama
mama kemana aja, Abi ketakutan! hiks kenapa tinggal-tinggalin Abi sendirian, hiks~ takut mama, disini gelap ada orang ja-hat cium-cium Abi, peluk-peluk Abi, Abi ndak suka hiks jahat pukul-pukul, bentak-bentak Abi huks..jangan ditinggal lagi, mama~ "

Abigaeil terisak begitu hebat memeluk tubuh sang Mama yang begitu tenang, hanya tersenyum dan terus mengusap punggung sempit sang anak.

" Shuuut~ udah sayang, jangan nangis lagi, maaf mama sudah meninggalkan Abi sampai ketakutan seperti ini"

" Jangan nangis Sayang Mama ada disini~ "

" Takut, takut Mama... Abi ndak bisa nafas mereka jahat~ " Isak Abigaeil pilu

" Iya-iya,tidak apa-apa sayang Mama sudah disini, semuanya ada dan sayang sama Abigaeil~ jangan takut lagi anaknya Mama, kesayangannya mama. Anak manisnya mama hebat dan kuat"

" Hiks pulang Mama, ndak mau ditinggal lagi " lirih Abi

" Mau pulang sama m-mama? "

Abigael mengangguk pelan dengan sesugukan yang sesekali terdengar.

" Kamu gak mau pulang ke Papa? Mas, kakak kembar sama Abang-abang? "

Anak itu terdiam mengeratkan pelukannya tidak membiarkan bidadari cantik nya beranjak.

" Abi cape ma.."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

" ADEK! "

Sehan segera mendekati ranjang yang mana sang adik tengah berbaring, bergerak gelisah dalam pejam nya. terus meracau tidak jelas dengan air mata yang mengalir dari sudut mata yang masih tertutup.

" Hei.. Sayang adek?! " panggil sehan mengusap kepala sang adik dan menepuk pelan isyarat agar sang adik segera bangun

" Eugh~ hhh~ "

" Jangan hiks, nda mau.. hgg"

" Ndak, ndak Mama! "

" Mama- mama! "

Dengan panik Sehan terus memanggil nama sang adik, ada Sena, Ray, Zai dan juga arseno di sini melihat dengan sedih sang adik yang berteriak dalam tidurnya.

" Kak, adek kenapa? " tanya Ray pada sena, sang kakak menoleh sejenak lalu mengeleng pelan.

" Abi!, Abigaeil..! " sehan menguncang tubuh mungil itu pelan

Tidak lama netra yang semula terpejam kini terbuka menampilkan iris mata yang memerah digenangi air mata, memindai dengan tatapan penuh ketakutan pada sekitar.

Abigaeil membuka matanya tubuhnya bergetar ketika melihat sosok yang tengah memegang kedua bahunya.

" LEPAS!"

" Ugh! LEPASS! LEPAS, JANGAN PEGANG-PEGANG! "

Abigaeil berteriak beringsut mundur  setelah melapas kasar tangan Sehan dari tubuh nya.

Sehan mendapatkan reaksi begitu dari sang adik tertegun, kenapa Abigaeil jadi takut padanya?

" A-dek, i-ini mas..." lirihnya berusaha menggapai Abigaeil yang terlihat ketakutan.

" ARGGHH! JANGAN-JANGAN!! NDAK MAU! PERGI-PERGI!! "

" MAMA! MAMA ! MEREKA JAHAT! MAMA! "

Abigaeil histeris semakin memberontak bahkan infus yang sempat menghiasi tangan mungil itu tercabut paksa hingga mengucurkan darah.

" Kakak~ "

" Adeknya Idan kenapa? "

Sena meluruhkan air matanya melihat abigaeil seperti itu, kemana perginya adik kecilnya yang manis dan penurut. Kenapa Abigaeil tidak mengenali mereka.

" Adek ini mas, kamu tenang... heii~ "

" NDAK! MAMA-MAMA HIKS
JAHAT, JA-HAT PERGI! JANGAN PEGANG-PEGANG! PERGIIII ARGGHH"

Sehan kewalahan menahan tubuh mungil itu, tidak menyangka jika tenaga anak itu akan sebegitu besarnya atau karena Sehan yang melemah terlalu syok dengan reaksi Abigael yang ketakutan dan tidak bisa didekati, ranjang pesakitan Abigaeil sudah tidak berbentuk berantakan karena anak itu melempar semua benda yang ada di dekatnya kepada Sehan.

" Ya Tuhan, Abigaeil sayang ini mas.. jangan begini Adek~ "

Sehan menahan air matanya memeluk tubuh sang adik meskipun mendapati penolakan keras dari si kecil yang terus terisak terus bergumam takut.

" Sayang~ "

" ARRGHH!! "

Tidak lama seorang bersneli putih masuk

" Dokter! Tolong adik saya"

" JANGAN DEKAT! JANGAN DEKAT NDAK, NDAK MAMA! MAMA!!!"

" Shhhh~ "

" Uhuk-uhuk! Ma-maa~ takut"

Abigaeil mulai tenang tidak lagi memberontak setelah dokter menyuntikan obat penenang pada pasien mungilnya itu untuk kedua kalinya.

Sehan mengurai perlahan pelukannya menatap wajah imut sang adik yang memerah, dengan bibir kecilnya yang terdapat luka bekas gigitan, mata sayu nya menatap kosong langit-langit kamar, Abigael ketakutan Sampai tidak mau bersitatap dengan dirinya ataupun saudaranya yang lain, tidak hanya Sehan keadaan abigaeil yang sekarang turut membuat semua orang terpukul.

" Maaf-maaf, ma-aafin mas adek~ " bisiknya

" Eughh~ hiks, hiks m-mama, mau mama~ Kakak jelek~ tolong-tolong Abi, takut huks "

Abigaeil meracau tubuhnya kembali melemas, terpejam perlahan.

" Kakak, adek kenapa gitu~ kenapa dia takut sama kita" Ray terduduk mengusap air matanya

" Dokter? "

" Hhhh~ hal yang terjadi pada adik anda benar-benar membuatnya mengalami trauma berat, perlu penanganan khusus seperti bantuan psikiater untuk menangani nya konsultasi guna menghilangkan kejadian traumatis yang dia alami. "

" Mungkin akan butuh waktu untuk itu, tapi saya minta bersabarlah tuan sebisa mungkin terus lakukan pendekatan, interaksi secara intens namun nyaman untuk pasien, jangan pernah ditinggalkan sendiri untuk sementara waktu, dan yang paling penting jauhkan pasien dari hal-hal yang dapat memicu traumanya kembali muncul"

" Saya dan tim dokter akan mengusahakan yang terbaik untuk kesembuhan adik anda, Tuan muda~ " jelas sang dokter panjang setelahnya undur diri.

" Hhhh" sebuah hembusan nafas kasar dihembuskan si sulung rasanya pundaknya memberat, dengan erangan pelan ia mendudukkan kasar tubuhnya di kursi samping brangkar memperhatikan raut wajah sang adik yang terlihat pias dan lelah lagi-lagi harus dipaksa tertidur.

Membiarkan air mata jatuh, pada akhirnya liburan damai yang ia impikan hanya tinggal angan semata, adiknya terluka untuk sekian kalinya akibat kelalaian mereka dalam menjaga anak manis itu.

" Kenapa harus selalu adiknya Ray sih, Tuhan? apa belum cukup sakitnya selama ini... fisiknya aja apa ga cukup? kenapa harus mentalnya juga..
adiknya Ray salah apa Tuhan..hiks
dia anak yang baik, kenapa bukan Ray aja, jangan adik lagi tolong. Ray lebih nakal..." Rayidan berucap lirih menunduk dalam dengan tangan teremat di depan dada.

Zai mendengar lirihan sang Abang ikut menunduk menatap keramik putih dengan air mata meluruh tapi segera di usapnya.

" Idan lebih nakal Tuhan.  Jangan adik, jangan mas, jangan kakak kembar, gak boleh abang-abang sama Papa juga. tapi idan aja~

...... Tapi Mama Zane lebih nakal..." batinnya.

" SIALAN, BAJINGAN"

Di luar ruangan Abrian mematung netranya sudah sepenuhnya memerah tangannya terkepal kuat, mengumpat dalam hati pada orang yang telah berani memberikan memori mengerikan seperti ini pada ingatan adik kecilnya.
kantong-kantong berisi makanan yang dibawanya ia biarkan tergolek di lantai mengurungkan niatnya untuk masuk malah berbalik dengan seringai tipis tersungging di bibirnya.

" HAMA, BUKAN NYA HARUS DIBASMI KAN? " seringai nya menjauh dari ruangan sang adik.

" Ini semua salah Sena, adek gak akan begini kalo Sena becus jagain nya...ini salah Sena, kenapa? kenapa bukan Sena aja... harusnya adek ga gini..ga~ "

" Just shut up kalo lo emang merasa bersalah " dingin Seno wajahnya yang datar tampak lebih keruh dua hari ini, membuat siapa saja enggan menatapnya lama-lama.

" Gue gak bisa no! Kalo aja gue bisa gue bakal dengan senang hati bertukar tempat dengan adek" Sena masih merasa frustasi dengan semua keadaan yang terjadi, dia mengganggap ini semua akibat ketidakbecusan nya, padahal sudah berulang kali para saudaranya menjelaskan untuk tidak merasa bersalah.

" YA UDAH SANA TUKAR POSISI SAMA ADEK GUE! SIALAN! " maki Seno

" GUE GAK BISA ARSENO! "

" MAKANYA LO DIEM AJA ARSENA, DIEM KARENA SEMUA BACOTAN LO GA AKAN BIKIN ADEK SEMBUH "

" GUE NYESEL, GUE JUGA GAK MAU INI SEMUA TERJADI! "

" DIAM !!!"

Sehan mengeram bangkit dari duduknya menghadap dua adik kembarnya yang kembali adu mulut
tidak penting sama sekali.
sontak dua orang itu menoleh dengan muka kaget, begitu juga dua termuda lainnya yang kompak terlonjak kecil pertama kalinya untuk sekian lama mereka mendengar si sulung berteriak, membentak dengan emosi.

" Shut up Twin's, perdebatan kalian gak guna sama sekali, keluar dari sini... adek butuh istirahat, keluar dan jangan berani temuin adek sebelum emosi kalian berdua stabil"

Tidak membentak lagi, tapi kali ini tegas, kata-kata mutlak tak bisa dibantah.
Sehan menatap tajam sepasang kembar tidak identik itu, air wajah yang biasanya tenang tampak berubah dingin dan datar sekali.

Arseno yang paham segera keluar dengan tergesa menutup pintu dengan bantingan, dia sadar emosi nya sedang naik turun, dia mudah sekali terpancing untuk sekarang.

" Keluar na, mas pikir kamu butuh udara segar tenangin pikiran kamu, dan balik lagi jadi adik, mas yang bisa mas andalkan seperti biasanya. Jangan kaya anak kecil dengan pikiran kaya tadi.
ini bukan kesalahan kamu, kalo mau salahin seseorang kamu bisa salahin mas karena ide liburan mas, dan mas ga expect kejadian ini bakal ada, jadi berhenti nyalahin diri sendiri"

Sena terbungkam dengan penuturan si sulung.

" Maaf, mas~ Sena permisi"

Mengikuti langkah adik kembarnya yang sudah berlalu Sena keluar dari kamar rawatnya si bungsu, merosot pada dinding menyembunyikan wajahnya pada lipatan lututnya dan lantas kembali terisak.

Sepeninggalan dua kembar non-identik itu, ruang rawat milik Abigaeil kembali sunyi hanya terdengar suara helaan nafas berat Sehan beberapa kali Ray dan Zaidan memilih diam di sudut ruangan dengan pikiran masing-masing.

" M-aaf Adek, cepet sembuh... jangan gini lagi. Please... "

" Mas kangen sama adiknya mas yang lucu dan imut, Cepat balik lagi Sayang~
mas janji, ini tidak akan terjadi lagi kita semua tunggu adek.."

Monolog Sehan menyibak rambut lepek sang adik tak lupa mendaratkan satu kecupan pada kening yang terasa hangat itu.

Ia tidak mampu lama-lama menatap Abigaeil, melihat tanda merah di leher sang adik dan juga memar-memar lainnya membuat rasa bersalahnya membuncah..

.
.
.
.
.
.
.

Siang berganti malam, dan anak manis itu masih enggan mengeluarkan suaranya, terbaring di ranjangnya dengan wajah takut dan cemas.

Abigaeil terbangun sore tadi, sempat mengamuk lagi seperti sebelumnya tapi beruntung tidak separah sebelumnya lebih mudah ditenangkan tapi tetap saja ketakutan dan tidak mau di sentuh oleh siapapun hanya diam memeluk boneka usang miliknya.

Semua saudaranya yang ada di dalam ruangan ini hanya di anggapnya angin belaka sebab ia hiraukan keberadaan nya.

Tentu saja hal itu membuat semua orang sedih, dan juga bingung mereka merindukan anak manis yang biasanya berisik, rindu celotehan khasnya, senyuman manis anak itu rengekkan nya.
yang belakangan tidak lagi diperlihatkan oleh si empunya yang hanya diam, dengan sorot ketakutan.

" Adeknya mas, mau makan sesuatu? "

Sehan masih disana, setia mengajak anak imut itu berbicara meskipun tanpa respon.
bicaranya begitu lembut senyum melengkung di pada wajah si sulung tak juga mampu mengurangi rasa takut Abigaeil sepertinya, sebab afeksi yang di berikan Sehan ditolak keras si bungsu.

Kecewa, tentu saja Sehan dan yang lainnya merasa begitu tapi tak apa, mungkin dengan ini ia dan adik-adiknya yang lain bisa lebih belajar bertanggung jawab dan bersabar tentu saja.

" Mau minum susu ga adek? Udah mas bikinin loh~ "

" Mm, tadi kak No beli roka-roka sama jeruk, adek mau? "

Sehan terus bertanya, tapi respon sang adik hanya diam menatap dirinya dengan takut seolah akan menyakiti anak manis itu.

" M-mama" suara lirih itu berulang kembali terdengar menyakiti hati mereka.

" Mau sama Mama, kakak jelek tolong panggil~ "

" A-dek.. " Sehan menghembuskan nafas pelan

" Ndak mau, jangan sentuh... Abi mau Mama. Ndak mau sama alien asing" cicit abi menunjuk saudaranya yang menatap sedih dirinya.

" Sayang~ ini mas Sehan, bukan orang asing" ucap Sehan mencoba menyentuh kepala sang adik tapi dengan segera ditepis Abigaeil.

" Nda~ " geleng Abi

" Heii, adik tenang... it's okay tidak ada orang jahat disini"

Melihat raut wajah lelah mas nya, Rayidan bangkit dari duduknya mencoba mendekati Abigaeil.

" Abi? " Ray tercekat mengusap wajah nya pelan lantas mengukir boxy smile-nya

Abigaeil beringsut mundur mencengkeram selimutnya lebih erat ketika Rayidan mendekat kepalanya menunduk takut dengan mulut terus bergumam.

" Heiy adiknya Abang Ray~ tidak ingat Abang hm? coba angkat dulu kepalanya..."

" Tidak ada yang akan menyakiti kamu disini Sayang~ " dengan gerakan perlahan Ray menyentuh bahu bergetar Abigaeil

" Ini Abang Ray, bukan Alien asing tapi Alien Abang ingat?
adek suka panggil gitu kan," ujar Ray dengan nada seriang mungkin persis seperti awal-awal pertemuan ia dan sang adik.

Sehan tersenyum, sentuhan Ray tidak ditolak oleh si bungsu, melempar tatap pada adik-adiknya yang lain yang berkumpul di sofa mengamati keadaan.

" Adek ingat, dulu kamu sama Abang suka iseng ngetukin kamar mas, kakak-kakak, dan juga Abang. Suka ngemilin selai strawberry di bawah meja takut di omelin kak Na, dan oh! kita juga pernah diamuk kak no waktu pangkasin bonsainya sampe botak"

Ray tertawa kecil mengingat-ingat kejahilan sering kali ia lakukan bersama sang adik, bukan hanya Ray bahkan semua juga mengingat kenakalan-kenakalan kecil yang sering dilakukan Abigaeil bersama yang lain, jelas saja anak manis itu berguru pada si jahil Rayidanta.

" Adek... inget kan Sayang?
please., jangan kaya gini... jangan takut gak akan ada yang berani menyakiti kamu disini~
liat itu saudara kamu Abigaeil, tidak ada orang jahat disini..." Ray menyentuh kepala yang terus tertunduk dan mengangkatnya perlahan

Senyumnya mengembang sempurna kala tidak mendapatkan penolakan dari si bungsu meskipun pandangan mata itu tidak fokus padanya

" Liat itu disana ada mas Sehan... Kak Sena, kak Seno, Abang Ian, Abang Idan dan Abang Ray... kita saudara kamu Abigaeil tidak akan menyakiti kamu... jadi jangan takut~ " tangan besar Ray bergerak menangkup pipi chubby sang adik mengusap nya perlahan

Abigaeil tertegun dia tidak bisa menolak Ray, rasa nyamannya sedikit mengurai ketakutannya, rasa cemasnya berkurang sedikit dengan sedikit keberanian ia tolehkan kepalanya melempar tatap pada semua saudaranya yang juga menatapnya dengan tatapan lembut penuh kasih sayang.

Ada hangat dirasanya, sedikit ketenangan dan perasaan nyaman hinggap di relung hatinya.
bibirnya bergetar melengkung ke bawah dengan isakan lirih terdengar diikuti butiran kristal bening yang mulai berjatuhan dari manik indahnya.

Mengemaskan..

" M-mama? "

Ray tersenyum mencium puncak kepala sang adik, rasanya berkali kali lipat bahagianya kala biasanya ia bisa mengecupi adiknya sesukanya tapi untuk dua hari ini rasanya sangat sulit jangankan bisa memberi kecupan, melakukan sentuhan kecil berbicara saja bisa membuat adiknya histeris. Tapi detik ini adiknya telah kembali tidak banyak tapi cukuplah untuk sekarang sisa nya ia akan berusaha lebih keras untuk mengembalikan binar cerah di mata itu dan juga senyuman sang adik.

" Mama? Mama ada Sayang, selalu ada di sini menyayangi kamu selamanya~ " jawab Ray

" Mau Mama, ta-kut mereka ja-hat" ucap Abi pelan

" Shuttt udah jangan di ingat-ingat lagi~ ada Abang disini, semua ada di sini tidak akan terjadi apapun lagi~" bisik Ray

Abigaeil masih terisak kecil menatap Rayidanta.

" Jangan takut, gak ada yang akan menyakiti kamu lagi adek~ berhenti menangis~ " lanjut Ray mengusap air mata sang adik.

" Ndak ada o-orang jahat? nda pukul-pukul lagi? " cicit Abi

Ray mengeleng kuat meyakinkan semua akan baik-baik saja.

" Hiks... hiks.. Ta-kut mereka ja-hat, jelek, peluk-peluk.. A-abi hiks nda suka.."

Baik Sehan maupun adik-adiknya yang lain mengepalkan tangannya mendengar isakan sang adik, panas hati nya mendengar cerita Abigaeil. Tapi ada yang berbeda Abrian tampak tenang bahkan smirk terukir di bibirnya.

" Iya, jangan di ingat-ingat lagi.
it's oke kamu aman sekarang gak akan ada yang akan berani menyentuh kamu lagi Adek.. tidak akan ada.."

" J-jangan ditinggal hiks A-abang, Ta-kut"

" Never, ab-ang tidak akan pernah meninggalkan adik kesayangannya Abang lagi sendirian, janji! "

" Mau Abang peluk? " tanya Ray tentunya dia harus izin untuk melakukannya takut adiknya terkejut dan tidak nyaman.

" Huks.. Mau.. hiks ab-ang, mau Mama~ Mau Pa-pa, ta-kut hisk.. " Isak Abigaeil segera membenamkan wajahnya di dada sang Abang

" Iya nanti Papa datang, jangan nangis lagi~ " respon Ray mengeratkan pelukannya lega rasanya melihat si bungsu menerima nya, sesak dihatinya menguap begitu saja berganti rasa senang, melirik semua saudaranya di seberang sana pada si sulung yang menatapnya dengan hangat dan berkaca.

" Terimakasih~" gumam Sehan tanpa suara

Rayidanta tidak menjawab hanya tersenyum ditengah lelehan air matanya.

" Terimakasih, terimakasih banyak sudah kembali adiknya Abang... jangan takut lagi, tidak ada yang akan menyakiti kamu lagi, jangan nangis kita semua Sayang sekali sama kamu Abigaeil~
terimakasih sudah kuat dan bertahan bungsunya wishnutama..."

Cup

Abigaeil terisak-isak di dalam dekapan sang abang,tidak ada ketakutan ia rasakan hanya rasa hangat dan nyaman seolah semua sakit dan kecemasannya menghilang pelukan sang Abang begitu nyaman dan tempat aman bagi nya.

" Jangan ditinggal, Abi ndak mau sendiri lagi~ " racau Abi

Ray mengangguk mengusap punggung sempit yang masih bergetar pelan mengecupi puncak kepala sang adik dan terus mengucap kan kalimat penenang hingga suara racauan sang adik berganti dengan deru nafas teratur dan manik yang kembali tenggelam. Anak manis itu tertidur rupanya nyatanya dekapan Rayidan lebih hangat daripada apapun membuat si pemilik gummy smile itu kembali berlabuh di alam mimpi.

" Hhhhhh~ "

" Good job Rayidanta! " Zaidan berseru tertahan mengacungkan jempol nya pada sang Abang

" Akhirnya adek bisa tenang juga, meskipun cuma sama Ray setidaknya dia udah ga se takut kemarin" imbuh Sena dengan senyum manisnya.

" Terimakasih, Abang~ sudah membawa adik kembali"

Sehan yang masih berdiri di samping brangkar mengusak pelan rambut Ray lengkap dengan senyum hangatnya.

" Cepat sembuh Sayang~ " lanjutnya mencium telapak tangan mungil sang adik yang terkulai di atas kasur dengan lembut.

Abigaeil sudah tertidur kembali ditemani Rayidan tentunya yang juga ikut tiduran di ranjang karena ternyata Abigaeil tidak mau melepas pelukannya.

" Hhhh, syukur deh adik lebih baik" lega Zai

Sehan mengangguk akhirnya bisa menyesap kopi nya dengan bahagia, begitu pula dengan si kembar yang belakangan juga sudah berdamai usai cekcok sebelum nya.

" Kita balik ke Jakarta kapan mas? " tanya Sena

" Tunggu sampe adek lebih baik setidaknya stabil...
it's oke kalo diantara kalian ada yang mau balik, apalagi Ian sama Ray kalian harus masuk sekolah juga kan" lanjut Sehan

" Ck, skip dulu lah mas sekolahnya~ males juga.." Ray segera menyela

" Eh gak bisa gitu dong, Abang. Kalian udah mau lulus loh~ nanti ga bisa universitas repot. " ujar Sehan

" Gampang itu tinggal suruh Papa bikinin kampus, kalo enggak tinggal beli aja kampusnya.. hehhe.. kenapa harus susah-susah" cengir Rayidan

" Heh! mana ada gitu.. itu sih mau-nya kamu aja, dasar pemalas! " sewot Sena

" Btw... Papa udah dimana, mas? " tanya Seno

" Papa, udah di jalan" jawab Sehan ketika menerima pesan singkat dari sang Papa.

" Huuh~ jelas bakal kena omel sih kita.." Seno

" Ya jelas lah kak No, mendingan kalo cuma kena omel. Daripada di coret dari KK, apa tidak ngeri? " sambar zaidan

" Kita udah bikin anak bungsunya gini, bisa-bisa kita di coret dari daftar warisan..hiiii~" lanjutnya bergidik

" Dihhh, warisan aja otak kamu " Sena menyentil pelan dahi sang adik

" Ya ga papa sih, toh tanpa warisan dari Papa. Kakak udah kaya emang kamu beban keluarga~" lanjut Sena

" Enak aja.." Zaidan tidak terima

" Hahaha, kak Na kalo ngomong emang suka bener" Ray berucap pelan dengan sebelah tangan masih terus mengusap kening mulus sang adik.

Sehan hanya bisa tersenyum gemas menghembuskan nafasnya, setidaknya suasana tidak Secanggang dan se-tegang dua hari ini. Adik-adiknya sudah bisa tersenyum dan saling melempar candaan kembali tinggal menunggu si bungsu juga kembali sehat dan bisa bercanda lagi, bersikap manja pada mereka lagi.
Melirik adik satunya lagi yang diam-diam saja di sudut sofa, itu Abrian ekspresi datarnya meskipun dia sesekali ikut tersenyum respon atas candaan yang lainnya, Sehan paham akan sulit mengembalikan mood seorang Abriansyaa jika sudah terlanjur buruk.

" Shit! "

Semua menoleh pada Arseno yang tiba-tiba mengumpat menatap layar ponselnya.

" Kenapa? " tanya Sena

Entah kenapa si kembaran malah tersenyum miring dengan tatapan kembali seperti semula.

" You deserve that's way... fuck !"

" No, mulutnya tolong ya... emangnya kenapa sih sumringah banget kamu?" si sulung bersuara

" He's gone~ " Seno menyeringai menatap mas-nya

" He? siapa? "

" Bajingan itu, sudah memenuhi ajakan malaikat maut untuk pergi ke neraka..." jawab Seno

" H-hah? " Sehan sepertinya masih belum paham

" Sampah sialan yang sudah berani menyentuh adek, dia sudah mati" jelas Seno

Sehan melotot kaget, tadi malam kata dokter yang juga menangani orang itu sudah membaik laporan dari bawahannya,, tapi kenapa sekarang sudah mati? mendadak sekali? pikirnya.

" Kok bisa? padahal d-dia belum dapat hukuman nya" Sehan masih tak percaya.

" Bunuh diri..." jawab Seno

" Ck, klasik~ padahal belum di kebiri" decak Ray

" Mati hukuman paling adil untuk hama seperti itu... sampah tidak berguna"

Sehan mengerutkan keningnya mendengar jawaban acuh, Abrian sadar jika anak itu baru mengeluarkan suaranya sedari tadi.

" Hm! setuju, ga perlu repot-repot buat turun tangan dia lebih memilih jalannya sendiri" timpal Sena air wajahnya begitu tenang

" Penyebabnya mati apa? " tanya Sehan

" Melukai nadinya dan keracunan pembersih lantai, mengenaskan sekali" Seno puas

" Ya ampun, dasar gila memang itu pasti sakit~ ga elit banget masa minum vixal ga enak banget, harusnya pake Vodka aja kan mahalan dikit" Ray mengeleng

" Ck bego nya alami memang, mana ada orang mati keselek Amer goblok" decak Zaidan mendengar celetukan Rayidanta.

" Kurang sadis sih, tapi cukuplah setidaknya dia sudah menghilang dari bumi, dasar polusi.." timpal Sena

" Hhhhh, apapun itu... dia yang memintanya~" gumam Sehan menangkup tangannya

Sehan baru sadar adik-adiknya akan benar-benar menyingkirkan nurani mereka, kepada orang-orang yang sudah berani mengusik ketenangan mereka apalagi terkait orang-orang yang mereka sayangi dan lindungi.

Zaidan tersenyum miring melirik Abrian yang terlihat begitu tenang mengusap-usap punggung tangannya yang terlihat memar.

" Kerja bagus bang~ setidaknya untuk kehidupan sekarang ini adek ga akan pernah lagi ketemu manusia brengsek itu..."

Bahkan Zaidan bisa mencium bau amis darah dari tubuh Abrian,...
abangnya yang satu ini memang sesuatu... bergerak macam bayangan tak terlihat tapi jelas hasilnya.

Abriansyaa, si manusia dingin berwajah datar, si kalem yang jarang bersuara.
namun apabila sudah terusik dia bisa berubah menyeramkan, mematikan.

Senyuman Abrian tampak menyeramkan, kian melebar meregangkan lehernya ke kiri-kanan hingga berbunyi.

"Hhhh....rasanya menyenangkan, sayang bajingan itu cepat sekali matinya.. padahal party nya belum selesai" seringainya.

Masih jelas dalam ingatannya bagaimana si bangsat itu meregang nyawa setelah ia recoki dengan cairan pembersih lantai hampir tiga botol banyaknya hingga membuat tubuhnya membiru, dia masih mengingat bagaimana orang itu memohon untuk diampuni, memohon untuk kehidupannya. Ahh itu menarik sekali...

Tapi sayang Abrian bukan manusia berhati malaikat, No mercy bagi siapapun yang sudah dengan berani menantang dirinya membangkitkan sisi iblis dalam dirinya.

" Ck... menyusahkan saja" gumamnya melihat punggung tangannya yang membiru dan memar.

Bangkit dari duduknya dan berjalan ke sisi ranjang sang adik yang tertidur pulas.

" Cepat sembuh Adek, orang jahat nya udah pergi.
sudah Abang kirim ke neraka " Bisik Ian lirih mengecup pipi chubby Abigaeil yang masih memar

Rayidanta mengernyit sebentar mendengar bisikan sang Abang, selanjutnya helaan nafas kasar terhela dari bibir nya.
masih melihat Abrian dengan Lamat.

" Mas, Ian balik ke hotel ya. mau mandi gerah banget" pamit Abrian

" Oh, oke. Hati-hati Abang~ " jawab Sehan

" Mandi yang bersih bang, Lo bau amis soalnya~" sarkas Rayidan

Ian tidak menjawab, keluar begitu saja dari sana.
Menghiraukan tatapan aneh dari mas dan juga kakak-kakak nya.

" Adek gue, emang "

Seno menatap punggung Abrian yang sudah hilang ditelan pintu dengan senyum manisnya.













.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.






.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.

.....


















🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀

voment juyeso ☺️✋

Continue Reading

You'll Also Like

1M 85.4K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
397K 27.3K 44
NO CONFLICT ABOUT ATTALA'S DAILY LIFE AND MISCHIEVOUS BEHAVIOR Atta kenapa gak masuk kelas ?. Jangan bilang kamu telat lagi!"greget Pak Dika karena...
52.2K 2.8K 20
Nasa Ravalouzio Alexander. Bungsu keluarga Alexander ini memiliki dua marga, yang berasal dari keluarga ayah bundanya. Nasa sangat dicintai dan disay...
33.8K 1.6K 22
squel dari 'kai and my dad' Kaizo yang dulu nya kecil sekarang sudah tumbuh besar seperti remaja pada umumnya Kai sekarang sudah memasuki usia ke 16...