ABIGAEIL

By parkchim_chim2

666K 51K 4.5K

Abigaeil, namanya manis dan imut anaknya si buntalan daging mengemaskan yang selalu menjadi primadona para te... More

1
02
cast
03
04
05
06
07
08
10
15
09
11
12
13
14
16
00 : 41
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27.
28
29
30
31
32
33
34
35..
36
37
38
39
40
41
43
44
45
46
47
48
49
50
51
Tesss
52
53
54
šŸ‘‹šŸ‘‹
55
56
57
58

42

7.6K 676 69
By parkchim_chim2


🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Malam harinya, Vilaa tempat menginap para bujang wishnutama terlihat lebih tenang semuanya berkumpul di ruang tamu dengan tampang yang lebih segar dan sudah berpakaian rapi kembali.

Semuanya berkumpul di satu sofa yang sama, menumpuk rapi karena sedang melakukan panggilan video Dengan, Andhika. Diseberang sana

" Papa-paapa! tadi juga kan, Abi liat lumba-lumba, ketemu tuan crab juga
tapi ndak ketemu Spongebob..."

Sejak beberapa menit yang lalu panggilan video itu hanya diisi oleh si bungsu yang begitu riangnya bercerita, melaporkan setiap kegiatannya dihari ini pada sang papa sempat protes juga karena papa-nya tidak ada disini dan ikut berlibur bersama mereka.

Andhika diseberang sana, hanya mendengarkan dengan seksama cerita anak bungsunya tertawa gemas sesekali kadang menangapi, bertanya juga.

" Oh, ya senang banget kayanya. Adek suka? "

" Iya! nanti mau pergi liburan juga sama Papa, ya pa! "

" Pasti! nanti kita liburan lagi, adek mau liat salju kan?"

Abigaeil berbinar, mengangguk kuat-kuat. Ray disebelahnya tersenyum mengusak rambut sang adik dengan gemas.
sementara yang lain hanya bisa menyimak

" Pa, we have to go" Sehan menyela

" Kita mau cari makan dulu, adek udah ngidam ikan bakar dari Jakarta pah" Sena menimpali menunjuk si kecil

Andhika tertawa kecil mengangguk kan kepalanya.

" Adek udah lapar kan? " tanya Abrian

Abigaeil mengangguk jujur, dia kelaparan sebenernya.

" Haha, having fun kid's!
Adek, makan yang banyak ya sayang.
jaga diri baik-baik, pokoknya jangan sampai sakit dan terluka. Promise sama Papa"

" Pomisee! bye Papaa, Abi mau mam ikan dulu!" pamit Abigaeil pada layar tab milik Mas-nya

" Sayang Papa! " serunya lagi

Diseberang sana Andhika terkekeh,ingin rasanya berada di sana memeluk tubuh mungil sang anak. hahh baru sehari saja berpisah Andhika sudah rindu dengan si bungsu.

" Sayang adek juga, take care sayang! "

" Mas Papa titip adik-adiknya ya, heafun! "

Sehan hanya mengangguk melambai pelan pada sang Papa lanjut mematikan sambungan telepon.

" Mas! ayo-ayo!! "

" Sabar adek, restoran nya gak akan lari" jawab Zaidan

Abigaeil nyengir mengandeng tangan besar Arseno.

Beberapa menit kemudian ketujuh pemuda tampan itu, tiba di sebuah restoran yang cukup terkenal dan ramai dikunjungi. Tidak ingin menganggu ketenangan adik-adiknya Sehan sudah menyiapkan private room untuk mereka.

Abigaeil paling semangat tidak bosan melompat-lompat kecil tidak sabar menunggu makanan mereka tiba.

" Mam~ mam~ Abi mau mam ikan! "

Anak itu terus bergumam ribut menghentakan sendok dan garpu nya hingga menimbulkan bunyi pada meja kayu itu, semua saudaranya hanya bisa pasrah tersenyum menanggapi tingkah si bungsu.

" Sabar cil, ikannya masih harus dicari di laut" Ray nyeluk

" Hg masa iya? lama dong~ "

" Mas, nanti boleh pesan es-krim kan?"

" Mmm~ ga, puding aja ya dek... tadi panas-panasan juga kamu banyak minum minuman dingin nanti batuk" jawab Sehan mengalihkan perhatian dari buku menu yang tengah dibacanya.

Seketika abigaeil mempout kan bibirnya kecilnya, menatap Sehan dengan wajah memelas.
tapi si sulung itu tetap tidak goyah akan pendiriannya meskipun hatinya dugun-dugun ditatap seperti itu.

" Iya atau enggak sama sekali"  tegas Sehan

" Huft, deal puding.. tapi dua ya mas" pinta Abi mengalah

" Emh~" permintaan sang adik diangguki oleh Sehan

Hingga akhirnya makanan mereka tiba, memutus obrolan keduanya kembali diisi dengan decakan kagum si bungsu yang begitu senang melihat banyaknya makanan yang telah tersaji di hadapannya.

" Huwaaa! ikannn!" anak itu berseru

" Wooo, ada cumi-cumi juga, em kerang, udang na besar huwaa, ikan lagi.. mm, Kakak ini apa?" tanya Abi usai mengabsen makanan diatas meja

" Sate lilit~ " jawab Seno mendekat kan piring itu kehadapan nya.

" Oo, wah~ Kakak-kakak! liat ada tuan crab juga besar-besar!! " Abi kembali menunjuk kepiting besar diatas piring

" Um, makan gih~ makan yang banyak oke! " Sena yang menjawab

Abigael mengangguk dan mulai mengambil beberapa menu makanan yang sudah tersedia, bahkan ada sushi juga disini.

" Hati-hati, makan yang benar dan liat tulangnya jangan sampe keselek" peringat Sehan disela kunyahan nya

" Okw! eeemm, yummy! yummy! "

Semua bergantian menatap si bungsu yang begitu suka dengan makannya sepertinya mulutnya penuh hingga membuat pipi chubby nya semakin tumpah kepala yang bergoyang mengikuti kunyahan nya menandakan Abigaeil menyukai makanan nya.

" Abang bantu pilihan duri nya "

Ian yang paling dekat dengan abigaeil segera meraih piring sang adik membantu membersihkan duri pada ikannya, ada juga yang sudah bersih dari duri sebenarnya tapi Abigaeil kekeuh memilih ikan bakar madu nya.

" Terimakasih Abang! " Ian hanya mengangguk kecil fokus pada kegiatannya

" Emm, Ini enak banget! "

" Kakak, coba. Udang na enak banget~ manis emm"

Abigaeil mengarahkan udang yang ia pegang dengan tangannya mengarahkannya pada Arseno yang hanya memakan sate dan juga bebek yang entah apa namanya.

Si pemuda tampan berdimple manis itu, hanya tersenyum melihat tangan kecil itu teracung kearahnya.

" Oh ya, kalo gitu abisin ya... Kakak makan ini aja.."

Abigaeil bingung ketika Seno malah menyuapi kembali udang itu kedalam mulutnya.

" Eh"

" Kak no, gak bisa makan seafood Adek" sambar Sena.

Seketika Abigaeil merasa bersalah karena telah menawari Arseno.

" Kak No maafin, Abi ndak tau~ " lirih Abi

" Hum, it's okay~ lanjut makan lagi habisin ya" Seno tersenyum menambah daging kepiting yang sudah ia bersihkan ke piring sang adik.

" Buru deh dek, abis ini kita coba streat food Bali... " Zaidan menimpali

" Aah setuju! " ditambah suara keras Ray

Sehan hanya mampu mengeleng menyadari nafsu makan adik-adiknya, terutama tiga yang termuda begitu besar.

" Makan aja terus"

.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ini sudah hari ketiga mereka berlibur, sudah banyak kegiatannya yang dilakukan selama tiga hari ini.
bermain dipantai, menikmati kuliner nya, menikmati sunset dan juga sunrise, snorkeling, surfing dan masih banyak lagi meskipun tidak semua bisa Abigaeil nikmati tapi dia cukup bahagia melihat wajah kesenangan Mas, Kakak dan juga Abang-abang nya.

" Gimana, enakan ga dek? "

Tanya Sehan lengkap dengan raut cemasnya mengambil tempat diatas ranjang dimana sang adik tengah berbaring lemas

" Mau kerumah sakit? " sehan masih saja cemas

Abigaeil menarik nafasnya perlahan, lengkap dengan kerutan samar di dahinya.

" Ndak.. m-mau.." Abigaeil menjawab serak dan lemah.

Sehan menatap sendu Abigaeil yang terlihat lemas sekali mengecek beberapa kali Nebulizer yang membantu sang adik bernafas.

" Jangan sakit adek, mas takut~ " Lirih Sehan mengusap dada sang adik teratur.

Abigaeil mendengar suara serak Mas-nya hanya bisa diam, dia juga tidak mau sakit tapi ya mau bagaimana lagi.

Sehan begitu panik dan takut, pagi tadi ketika hendak membangunkan Abigaeil dirinya di kejutkan dengan sang adik yang setengah sadar mencengkeram dadanya kuat-kuat kesulitan bernafas.
dalam kalutnya ia berusaha menenangkan Abigaeil dan menelpon dokter yang sudah ia siapkan sebelumnya.
hingga menjelang siang kondisi abigaeil mulai membaik meskipun belum bisa terlepas dari masker oksigen nya tapi sudah lebih baik.

" Maaf..hh"

Abigaeil merasa bersalah lagi, karena liburan kali ini berantakan karena dirinya.
melihat wajah sedih Mas-nya dan juga yang lainnya membuatnya semakin merasa bersalah, melihat kesamping ranjangnya ada Rayidanta yang tertidur dengan mata dan mulut sedikit terbuka dan tidak jauh dari sana disofa panjang ada Abriansyaa yang juga tertidur dengan memeluk buku tebal miliknya.

" Maaf, adek ngerepotin lagi~ " lirih Abigaeil lagi

Sehan mengeleng pelan, mengusap kepala adiknya perlahan.

" enggak, adek gak pernah merepotkan siapapun~ jangan pikirin apapun supaya cepat sembuh"

" Mm~ nanti kita jadi naik pisang boat kan? mass " tanya Abigaeil mengangkat kepalanya menatap Sehan

Sehan mengerut sejenak lantas tersenyum.

" Banana boat Sayang~ nanti ya kalo udah sembuh" jawab Sehan

" Yaah kok nanti? kan sembuhnya lama mas~ " decak Abi

Sehan tertegun melihat raut wajah si kecil yang kembali menyendu.

" Nanti kalo adek sudah lebih baik" ucap sehan kembali.

" Sekarang adek bobo lagi ya, biar cepat sembuh dan bisa lanjut main lagi"

" Um, mau peluk.  boleh? " jawab Abi

Sehan mengangguk seraya merebahkan dirinya, Untung kasur nya Abi ini besar dan luas sehingga bisa menampung beberapa orang, abigaeil segera menyamakan dirinya di pelukan si sulung memainkan kancing baju milik Sehan sementara sehan hanya tersenyum tipis mengusap kening mulus sang adik
Setelahnya hanya hening yang tersisa di kamar ini, dengkuran halus mulai terdengar Abigaeil sudah berlabuh ke alam mimpi.

Ditengah kesunyian ini yang terdengar hanyalah suara deru ombak yang tidak jauh dari penginapan bahkan Sehan bisa melihat pantai dari balik jendela kaca besar yang tirai nya di singkap, hening tapi tidak dengan pikirannya yang berkelana jauh yang di dominasi tentang remaja kecil yang berada dipeluknya yang berstatus adik kecilnya itu

" Cepat sembuh Adek, mas sudah terbiasa dengan kehadiran kamu dihidup Mas...
jangan pernah menghilang karena mas gak tau apa yang bisa mas lakuin, kalo gak ada kamu... Abigaeil~ "

Sehan menatap sendu wajah damai sang adik mencium puncak kepala yang tercium harum switzal.

.
.
.
.
.
.
.

Sore harinya masih di tempat yang sama, kini Abigaeil sudah berlarian lagi kesana-kemari seperti bukan anak itu yang sakit tadi pagi.

Sena berada disana berdecak sedikit kesal dengan tingkah Abigaeil yang tidak bisa diam, padahal janjinya hanya akan bermain ditepi pantai dengan tenang tapi lihatlah abigaeil malah berlari dengan menarik benang layangan ditangannya senyumannya merekah begitu lebar

" Adek, jangan lari-lari! " pekik Sena

Menghembuskan nafasnya seraya berkacak pinggang

" Abigaeil! "

Abigaeil menghentikan langkahnya kala mendengar suara tegas arsena menyentak lengkap dengan wajah datarnya

" Kakak~ " melasnya, layangan yang tertinggal tidak jauh dibelakangnya tergolek diatas pasar membiarkan digerakkan angin.

" Diem, janjinya apa tadi? "

Sena mendekati sang adik yang menunduk, memainkan sekumpulan benang nilon ditangannya

"  Duduk manis, ndak boleh lari-larian~ " cicit Abi

" Tuh, masih inget... Kamu baru aja kambuh Adek, jangan sampe sakit lagi" pinta Sena lembut mengusap kepala adiknya yang tertunduk

" Minta maaf, Kakak gak lagi-lagi deh"

Abigaeil akhirnya duduk agak jauh dari bibir pantai, menyeret layangan nya, duduk menatap orang-orang yang tengah asyik di pantai ada yang sedang berenang, menaiki wahana laut seperti banana boat, dan melakukan surfing dan mungkin salah satunya Zaidan.

Arsena yang tidak tega melihat raut wajah sedih si bungsu hanya menghela nafas pelan jika bukan karena Abigaeil yang terus-terusan merengek meminta main lagi dengan alasan bosan meskipun sekarang anak itu sudah membaik tapi tetap saja ia dan yang lainnya tetap harus waspada mengingat tubuh si bungsu memang se-rentan itu.

Bak seperti bohlam lampu menyala di kepalanya, si tampan itu menemukan ide yang cukup bagus senyum manis terukir melirik penjual perkakas mainan anak-anak tidak jauh dari tempatnya.

Tidak lama langkahnya tertuju pada sosok mungil adiknya yang masih duduk dengan wajah tertekuk memainkan pasir hingga mengotori pakaiannya. Udara cukup hangat kali ini bahkan disore hari ini, matahari masih bersinar cerah sekali  meskipun tidak terlalu panas
mendekati remaja kecil yang dibalut kemeja khas pantai dengan warna soft blue dipadukan dengan celana pendek selutut dan tidak lupa memakai topi jerami nya. Wajah chubby yang sedikit merah dengan mata berembun menunduk hanya menampilkan bibir pink-nya yang terpout bila diperhatikan sebab sebagian memang terhalang topi lebarnya.

" Adek?" Sena tersenyum mendudukkan dirinya di samping sang adik

" Liat kakak bawa apa?! "

Abigaeil mengintip dari balik topinya sedikit tertarik dengan apa yang dipegang sang kakak

Beberapa ember kecil, cetakan ada yang bentuk kerucut, kotak, bulat dan segi panjang sekop plastik berwarna hijau

" Mau bikin istana pasir? " tanya Sena tersenyum hangat

Abigaeil berbinar segera meletakkan layangannya asal meraih barang-barang itu dari tangan sang Kakak.

" Ayoo! " pekik Abi semangat mengacungkan sekop kecilnya

Mulai mengerok pasir putih dan lembut itu, mengumpulkan ke suatu sisi.
dalam sekejap anak itu melupakan kekesalannya sebab dilarang ini-itu oleh para saudaranya. Bermain layaknya anak kecil, aha bukan balita di pinggir pantai Abigaeil tidak sadar atau terlalu menikmati padahal membuat istana pasir hanya dilakukan oleh anak-anak kecil tidak salah juga sih, kan Abigaeil itu juga masih anak kecil. Bayi besar lebih tepatnya.

Arsena hanya menyimak bangga dengan ide cemerlang miliknya, setidaknya kegiatan ini tidak akan membuat sang adik mengeluarkan tenaga banyak dan berakhir kelelahan
ini opsi terakhir membuat anak itu berhenti merengek dan tetap bisa bermain.
sesekali dia pun turut menimpali kegiatan abigaeil yang begitu asyik sesekali bergumam, bersenandung dan berseru sendiri. 

Abigaeil memang seperti anak kecil, kegiatan ini cocok untuknya.

" Kita bikin tembok na, tambah kubah na tinggi-tinggi! "

" Oh-oh, jalan! jalan, Abi harus buat jalan juga supaya kuda pacu na bisa lewat..."

" Hg, Kakak... sudah mirip istana Elsa belum? " tanya Abi setalah asyik berceloteh

Sena diam mengamati sebentar, wajahnya ditekuk serius membuat Abigaeil berkerut

" Um, bagus-bagus! tapi akan bagus kalo dibikin tangga di dekat bukit dibelakang itu tuh" Sena menunjuk

Abigaeil segera mengangguk kembali mengumpulkan pasir kedekat nya dan mulai berkarya kembali, sang kakak lagi-lagi hanya bisa tersenyum gemas melihat raut serius wajah cantik itu. mengusap butiran pasir di dahi sang adik yang berkeringat

" Wooo, istana na Abi almost done!
hurry! hurry supaya Elsa na bisa cepat masuk istana"

Abigaeil total mengabaikan sekitarnya, begitu serius dengan kegiatannya bahkan arsena yang beberapa kali memotret dirinya mencubit pipinya pelan sambil berdecak gemas.

" Uhuk ! "

Arsena mengerut mendengar suara batuk sang adik, lebih ke cemas sebenarnya.

" Adek ga papa? " tanya Sena sembari mengangkat topi lebar Abigaeil

Anak itu mengangguk tanpa melihat sang Kakak padahal Sena sudah cemas sebab Abi kembali terbatuk dengan wajah sedikit memerah.

" Mau minum ga dek? " tawar Sena

Abigaeil mendongak dan mengangguk meskipun tidak terlalu haus tapi dia meng-iya kan saja. Toh tenggorokan terasa sedikit kering akibat beberapa kali batuk padahal dia tidak apa-apa, tapi sang Kakak terlihat sangat khawatir.

" Kakak, Abi ndak papa~ cuma batuk gak sampe ngik-ngik " ucap Abi lucu mengeluarkan gummy smile-nya

" Dih, amit-amit jangan sampe kambuh bisa jantungan kakak liat kamu susah nafas" Sena mengeleng

Abigaeil nyengir lebar kembali mencetak pasir menggunakan cetakan berbentuk kerucut nya.

Selagi sang adik sibuk Sena mulai mencari air mineral untuk Abigaeil seingatnya dia membawanya tadi.

" Dek botol air sama inhaler kamu mana? bukannya tadi udah disiapin mas Sehan ya? " tanya Sena tidak bisa menemukan dua benda itu

" Emh~ oh! Abi tinggalin di villa! "

Abigaeil melotot dia benar-benar melupakan benda penting miliknya itu, inhaler.

" Ck, kebiasaan deh... Suka banget lupa" decak Sena

" Ya udah tunggu sebentar disini kakak ambil dulu, jangan kemana-mana. Dengar kan Abigaeil jangan kemana-mana " peringat Sena

Abigaeil mengangguk-angguk mengerti, tersenyum pada sang Kakak yang mulai berlari memang jarak dari villa mereka dengan lokasi pantai ini memang tidak terlalu jauh butuh beberapa menit jalan kaki.

Beberapa menit berlalu setelah kepergian Arsena, Abigaeil sudah menyelesaikan istana pasir buatannya terlihat indah dan besar sebuah decakan kagum terlontar dari bibir mungil itu.

" Woahh! selesai!! "

" Cantik, Abi mau pamer-pamer sama Mas, kakak dan Abang! "

Anak itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling melihat tidak terlalu banyak orang disini hanya ada beberapa keluarga yang sibuk mengawasi anak-anak mereka bermain ada yang sekedar bersantai di bawah payung.

Mata kucingnya melebar sebentar bangkit segera dari duduknya ketika melihat sosok yang mirip dengan salah satu abangnya, itu Rayidan sepertinya.

" AB-ANG! "

Merasa sang Abang tidak mendengar teriakannya, kaki-kaki kecilnya refleks melangkah bahkan hingga berlari kecil menyusul sosok yang katanya mirip Rayidan itu?
tanpa sadar menghiraukan peringatan Arsena sebelumnya untuk tidak pergi kemanapun.

Abigaeil terus berlari bahkan hingga sedikit jauh melewati pondok-pondok di tepi pantai, berjalan di bawah pohon kelapa hingga menjauh dari jangkauan saudaranya, meninggalkan istana pasir yang telah berdiri kokoh dan cantik

" Hhhh Abang pergi kemana? kok ndak ada lagi sih?? "

tampak ditengah lenggang nya tempatnya ini Abigaeil kebingungan Karena tidak bisa menemukan sosok itu lagi, terus celingukan mencari di antara orang-orang yang berlalu lalang.
Hampir menangis dia sebab sadar jika telah mengabaikan peringatan kakak nya untuk tetap ditempatnya.

" Aduh ini dimana? pasti kakak cari-cari Abi"

Anak itu mulai gelisah memutar langkahnya menyusuri jalan yang sebelumnya dia lalui. Wajahnya kentara bingung dan takut jelas terlihat hingga merasakan sesuatu menarik tubuh mungil nya menjauh dri sana...

" AWW" 

Abigaeil meringis tertahan, meronta ketika tubuhnya ditarik kasar.

" AAA, LEPASSS.." anak itu berteriak berusaha memberontak agar seseorang itu melepas cengkramannya.

Belum sempat dia berteriak mulutnya lebih dulu di bungkam dengan telapak tangan besar, abigaeil jelas semakin panik dan ketakutan merasakan sosok itu menyeringai menyeret tubuhnya.

.
.
.
.
.
.
.
.

Sena kembali ke tempat dimana ia meninggalkan Abigaeil,

" Adek? " panggil nya ketika tidak melihat keberadaan sang adik disana mendekat hanya menemukan istana pasir yang sepertinya telah diselesaikan abigaeil lengkap dengan peralatannya yang bertebaran

" Adek? Abi? " panggil Sena lagi

Seketika wajahnya pucat menyadari Abigaeil sudah tidak berada ditempatnya, dengan gusar ia celingukan kesana kemari mencoba menemukan sang adik.

" kamu dimana, Abi! Abigael!! " seru Sena sembari mengedarkan pandangannya tapi nihil

" Permisi?" Sena menghampiri seorang

" Maaf, apakah anda melihat adik saya? tadi dia duduk disana" tanya Sena menunjuk tempat Abigaeil sebelumnya

Wanita itu mengernyit sebentar

" Anak kecil berkemeja biru? "

Sepertinya orang-orang juga keliru mengenai umur abigaeil, sehingga dengan mudahnya menyebut anak kecil..
Sena segera mengangguk cepat dengan wajah memelas terlihat sangat khawatir

" Tadi saya lihat dia berjalan kesisi sana" jawab perempuan itu seraya menunjuk jalan di belakang tempat penyewaan pelampung, papan selancar

Arsena membeku meremas botol plastik berisi air mineral dan juga inhaler ditangannya, kemana abigaeil pergi pikirnya.
dengan langkah cepat Arsena segera menuju tempat yang ditujukan wanita barusan tidak lupa berterimakasih sebelumnya. langkahnya cepat tubuhnya bergetar saking takut dan cemas nya dia sekarang.

" Adek kamu dimana, jangan bikin kakak takut" lirih Sena mengigit bibirnya

" Na..."

Arsena menoleh melihat Arseno menghampiri nya dengan membawa papan selancar ditangannya

" Noo! " seru Sena

" What's going on?  are you okay? " tanya Seno melihat wajah memerah Sena.

Sena mengeleng gelisah mencengkeram tangan sang kembaran tidak identik, yang dihadiahi tatapan bingung Seno

" Adek no"

Oke, sekarang Arseno turut merasakan takut dan gelisah, masalah dan itu menyangkut adik kecilnya dia mulai kehilangan ketenangan nya.

" Kenapa? kenapa sama Abi? " tanyanya tidak kalah cemas

" A-adek gak ada no, adek ga ada... A-dek hilang"

Seno melotot mendengar ucapan Sena, mengeleng tidak percaya

" APA!? KOK BISA? " pekik Seno melempar papan selancar miliknya

" Maaf, t-tadi Adek ha-us, airnya ga ada, j-jadi adek ditinggal" jawab Sena terbata dia gugup melihat aura gelap sang kembaran

" GILA, LO NINGGALIN ADEK NA?! " 

Sena mengangguk lirih, merasa terintimidasi dengan suara bentakan adiknya itu

Arseno mendengus kesal mengeram tertahan, menghentak tangan Sena yang masih menggenggam tangan miliknya lantas meraih handphonenya.

" Kode merah, diulangi kode merah! Abigaeil hilang segera menyebar lokasi terakhir Utara pantai"

Ucapannya tenang melirik Arsena yang tampak kacau.

" SIALAN! "

" LO NGAPAIN AJA SIH, KAK? KENAPA JAGA ABIGAEIL AJA GAK BECUS!
GIMANA KALO SESUATU TERJADI SAMA ABI! "  marah Seno dia benar-benar kesal dan marah sekarang

" Maaf " gumam Sena dia tidak marah karena dia pantas menerima semua kemarahan sang adik pikirnya.

Seno menghiraukan berjalan segera meninggalkan Arsena yang menahan tangisnya memikirkan nasib adik kecilnya,

Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada anak manis itu? memikirkannya saja sudah membuat dadanya sesak.

.
.
.
.
.
.
.
.

Sementara itu, Abigaeil meluruhkan air matanya ketakutan muncul lagi mengingat kejadian dimana ia pernah dibekap seperti ini.

" Mama "

" Shutttthh, i don't want to hurt you sweatheart  " suara berat nan rendah terdengar membuat Abigaeil semakin menangis bergetar ketakutan, berbisik tepat ditelinga nya aroma menyengat keluar dari mulut orang itu, dia mabuk sepertinya.

Berusaha memberontak, memukul lengan panjang yang melingkar di sekitar leher nya,tapi nihil hasil orang itu seolah tidak merasakan pukulan Abigaeil padahal dia sudah mengeluarkan tenaganya

" Don't move, sweetie~ " suara berat mendayu, abigaeil bisa merasakan hembusan nafas hangat di telinganya membola kala merasakan telinganya dijilat

" Hmmmp!! "

Abigael berteriak tapi hanya suara tertahan saja yang terdengar, tidak kehabisan akal anak itu mengunakan sikutnya menyikut bagian perut orang itu, dan memukul sekuat tenaga wajah orang itu, berhasil orang itu meringis hingga membuat cengkramannya terlepas. Seringai buas melihat Abigaeil yang sudah berlinang air mata berusaha menjauh dari jangkauannya.

" Little bitch! "

" Argghhh! LEPAS!! "

" AAARGHH_ !! "

Abigael berteriak kesakitan ketika orang itu menarik rambutnya dan kembali mencengkeram lengannya kali ini semakin kasar rasanya sakit sekali.
Abigael tidak bisa melawan hanya terisak sambil terus meronta.

Brukkk!

Tubuh mungilnya dihempaskan dilantai kotor, berdebu ini seperti bangunan toilet tapi sepertinya sudah tidak terpakai lagi karena tidak terlihat terawat.
sakit nya berlipat ketika pinggulnya menghantam kerasnya lantai menjalar hingga belakang kepalanya Abigaeil ingin menjerit rasanya

Belum hilang sakitnya sekarang anak itu semakin bergetar hebat mencoba mundur menyeret tubuhnya menjauhi seseorang yang menatap penuh minat padanya, menyeringai lebar padanya.

Seorang laki-laki, Laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali bertubuh tinggi besar rambut gondrong pirang dan tato di sekitar lehernya.

" Fucking cute, babe! "

" Hahaha come to your Daddy love"

Abigaeil mengeleng dia pintar berbahasa Inggris dan jelas dia tahu artinya, dia semakin gelisah ketika melihat raut wajah orang itu berubah menyeramkan.

" Naughty boy... hm? "

" Argh! your lips make me crazy baby"

" Hiks... hiks.. Papa.. hhh" Abigaeil mengeleng ribut lengkap dengan isakan tertahan

Krak!

" Look at me! pretty! "  laki-laki itu menyeringai berlutut di hadapan Abigaeil lalu tanpa perasaan mencengkram dagu anak itu hingga membuat anak meringis

" Silent! don't cry! bitch... "

" Lepass..hhh, lepas.. ndak mau " Abigaeil mengeleng ribut memukul-mukul tangan yang masih mencengangkan dagunya

Laki-laki itu mengerem dia tidak suka melihat air mata yang mengalir dari mata indah laki-laki cantik itu, dia benci mendengar suara tangis anak itu.

" Fucking your mouth!
baby"

Plakkk
plakk!

Abigaeil membeku kepalanya tertoleh merasakan perih dan panas di pipi tembem yang memerah saking kerasnya tamparan yang baru saja mendarat di wajahnya.

" shut up... shup up! if ... i'il hurt you anymore just keep your mouth and enjoy the show"  desis nya

Menyentuh air mata yang mengalir di di wajah putih Abigaeil dan tanpa rasa jijik menjilat nya, Abigaeil melotot melihatnya.

" Sweet, same like you... how about your body? Sweet right~ "

" NOUH... LEPASSS, TOLONGGG! TOLONG...!!
KAKAK!! PA-PA.. HIKS.. TOLONG _ "

PLAKK!

Satu tamparan lagi membuat Abigael terbungkam kembali menatap laki-laki dihadapannya dengan mata memerah, tubuhnya bergetar

" JUST SHUT UP! BITCH! "

Abigaeil menutup mulutnya, rapat reaksi dari tubuhnya yang kian bergetar ketika laki-laki itu berteriak keras dihadapannya mengatakan hal-hal yang tidak pantas, dan kotor Abigaeil tentu saja tidak mengerti semuanya dia hanya bungkam mengigit bibirnya sendiri. kilasan-kilasan kejadian dahulu ikut bertamu dikepalanya sekarang kepalanya sakit, dada nya berdetak kencang dan terasa sesak dia tidak bisa berteriak seolah-olah ada yang benar-benar membungkam mulutnya, traumanya kembali membuatnya semakin tersiksa.

Kepalanya terus mengeleng, bergerak gelisah dengan air mata kian menderas.

P-papa tolong Abi ndak bisa nafas"

" Mass, Abi takut~ "

" Good boy... yes that's it, emhh"

Laki-laki gila itu memeluk posesif tubuh yang jauh lebih kecil darinya, menciumi nya, mengungkung nya erat

" J-jangan hiks... shhh.. uhuk! "

" Lepas, jangan cium-cium.. huks
arggh! "

" Akhh.. sakit..hhh" lirih Abigaeil kecil merasakan lehernya dihisap kuat.

Dadanya kian menyesak dia sudah tidak bisa merasakan apa yang di perbuat laki-laki itu pada tubuhnya merasakan sesuatu kenyal menyapa bibirnya menyesapnya bahkan hingga mengigit dia hanya bisa menangis tangan mungil berusaha mendorong dan terus bergumam sakit.

" To much sweet! argg your lips so sexy! i want more.."

" Don't cry asshole! just sigh~ eghh"

" Uhuk-uhuk! "

" Hiks... Hukss, lepwass hhh, uhuk "

Bukannya mendesah? seperti permintaan lelaki gila barusan Abigaeil malah terbatuk kuat.

" Hiks..hiks... T-tolong, ka-kak... mas, Aba-ng, huks " anak itu meracau di ambang batas kesadarannya

" How sweet! are you looking for help? hahaha don't worry love... you fucking beauty i'm going crazy because your sexy butt "

Dengan gerakan cepat kemeja milik Abigaeil sudah terbuka hingga dada, orang itu menarik paksa hingga robek menampilkan dada putih bersih yang terlihat naik turun tidak beraturan
melihat tubuh putih sosok mungil itu, membuat laki-laki tadi semakin menggila.

Akan tetapi belum sempat ia memberi tanda di bagian itu  sebuah gebrakan mengehentikan aksinya, matanya membelalak siapa yang sudah berani menganggu kesenangan nya.

Krakkk!

Takkk!!

Pintu kayu yang hampir lapuk itu terlempar tergolek di lantai berdebu.

" SIALAN! "

" ADEKKK?!! "

Meremang sekujur tubuh Arseno, iya orang itu Arseno, hampir terlambat melihat kondisi sang adik yang mengenaskan tergolek dilantai berdebu dan kotor, dengan keadaan acak-acakan, kemeja yang dipakainya telah kotor dan robek membuat pikiran Arseno melayang, apalagi ketika melihat hidung kecil itu mengeluarkan darah dan tanda merah di leher putih itu.

Mendidih darah seorang Arseno melihat adik kecilnya yang mati-matian dijaganya di perlakukan seperti ini oleh orang yang sama sekali tidak ia kenali, tangannya terkepal kuat mengeram dengan wajah mengeras hingga  urat-urat lehernya tercetak jelas mata nya memerah

" You must be dead! BASTARD! "

Langkahnya memburu langsung menghantam punggung orang dengan tendangan yang tidak main-main membuat laki-laki terlempar pelan dan menghantam tembok

Bruk!

Krakk

Bunyi tulang berderak terdengar dibarengi suara lenguhan laki-laki berambut pirang itu

Tidak sampai disitu Arseno segera menarik orang itu menindihnya dan melayangkan pukulan-pukulan dengan tangan yang terkepal memukul bertubi-tubi orang itu

Bugh
bugh
bugh
bugh...!

Krak
takkk

" ARSENO! "  Seno tuli bahkan tidak mendengar teriakkan Mas-nya yang telah sampai disini

Diikuti oleh Sena,  Abrian dan juga Zaidan yang baru saja masuk.

Sena berhenti di depan pintu lututnya melemas melihat penampilan kacau Abigaeil, jatuh merosot begitu saja berpikir ini semua adalah kesalahannya.

Abrian sama kagetnya melangkahkan kakinya mendekati abigaeil yang sudah tidak bergerak.

" A_ A-adek... "

Ian jatuh berlutut disamping sang adik, dengan gerakan pelan sekali memangku kepala sang adik yang sudah terkulai lemas tapi Abigaeil masih membuka matanya.

" A-dek? Heiy sayang, sayang~ " Ian bergetar melepas kemeja miliknya hingga menyisakan koas putihnya saja dan segera memasangkannya pada tubuh mungil yang bisa Ian rasakan bergetar pelan

" J-jangan tidur, semua akan baik-baik aja. A-adek say-ang d-dengar Abang kan? "

" A-dek? " zaidana ikut berlutut mengenggam tangan mungil itu melihat bercak ungu di lengan itu dan bekas di leher putih sang adik seolah menjelaskan yang terjadi di sini, dia hanya berharap yang terjadi tidak sejauh pikirannya, buku-buku tangannya memutih kepalan tangannya mengeras. Tidak boleh. orang sudah berani menyentuh adiknya tidak berhak hidup lagi....

" Rumah sakit" Bisik Ian parau, Zaidan tersadar mengalihkan pandangannya dari seseorang yang sudah terkapar dengan wajah hampir hancur menerima amukan Arseno yang di luar kendali padahal ada Sehan yang mencoba melerai.

Tanpa banyak bicara lagi Zaidan segera menggendong sang adik perlahan dan berlari meninggalkannya tempat itu bersama Abrian.

" SIALAN! SIALAN!!! MATI- MATI!!! BERANINYA BANGSAT INI MENYENTUH ADIK AKU!!! "

Bugh
Bugh
bugh

" BERANI SEKALI KAU MEMBERI TANDA PADA ADIKU, DASAR SIALAN
JUST GO TO THE HELL! BAJINGAN !! "

Bugh
Bugh

" ARSENO! MAS BILANG BERHENTI! "

" SENO SIALAN! DIA BISA MATII!!" pekik Sehan mendorong tubuh besar Arseno hingga jatuh

" ARGGH! LET ME GO, ANJING! " teriak Seno tanpa sadar mengumpati orang yang paling ia segani.

Plak!

Satu tamparan akhirnya mendarat diwajah tampan Arseno mengembalikan kesadaran nya.
menatap mas nya lekat dan juga laki-laki yang terbaring di lantai

" MAS! "

" SADAR NO, MAS GAK MAU KAMU MENJADI PEMBUNUH! " Sehan balas berteriak ketika tamparan menuai protes dari si tengah

" TAPI DIA PANTAS MATI! " Seno berseru

" Kamu tidak berhak memutuskan Arseno! masih ada hukum yang  berlaku"

" Percayalah mas adalah orang pertama yang sangat ingin bajingan ini mati, mas sangat ingin melukai dengan tangan mas sendiri. Ingin dia merasakan apa yang dirasakan oleh Abigaeil! "

Sehan mengeleng pelan menundukkan kepalanya, rahangnya mengeras.

" Tapi hukuman yang menyakitkan segera menanti nya, akan mas pastikan dia menderita dan memilih memohon kematian nya sendiri..."

" Sampah, seperti ini tidak pantas diberi pengampunan" desis Sehan dengan suara rendahnya berbisik di telinga laki-laki yang setengah sadar itu, dan Sehan yakini orang itu dapat mendengar suara nya.

" Aaaargh!! " Arseno mengacak rambutnya frustasi, menendang laki-laki yang sudah tidak berdaya itu sekali lagi dan pergi dari sana.

Sehan menatap kepergian sang adik yang tengah di puncak emosi dengan wajah pasrah, melirik Arsena yang masih terdiam di tempatnya.

" Hhhh, Sialan..! " dengusnya

.
.
.
.
.
.
.

Di sebuah hotel mewah kini mereka berada, hotel yang merupakan salah satu kepunyaan keluarga wishnutama

Semua ada disini, hanya kurang si bungsu yang tengah dalam penanganan dokter. Menurut keterangan dari dokter tidak ada luka serius yang dialami anak itu hanya luka memar akibat tamparan yang diterima dan beberapa luka lecet lainnya begitu juga dengan penyakitnya tidak banyak berulah, Abigaeil hanya terserang panik yang menyebabkan sampai pingsan akan tetapi bukan itu fokusnya. Kejadian ini berhasil memicu traumanya kembali muncul bahkan di perparah dengan kejadian pelecehan yang dialaminya meskipun tidak mencapai hal-hal yang buruk tapi memori-memori tentang kejadian hari ini jelas akan berbekas di ingatan nya.

Tengah malam suasana di hotel ini kian menegang, Arseno yang sedari awal kepayahan mengontrol emosi semakin menjadi-jadi ketika belasan penjaga keamanan yang harusnya menjaga keamanan mereka malah melalaikan tugasnya.

Aura gelap suasana panas memenuhi ruangan ini yang mana anak-anak wishnutama duduk dihadapan para bodyguard yang berdiri tegak dengan kepala tertunduk, bersiap menerima konsekuensi dari lalai nya mereka dalam bertugas.

Awal mereka masuk dan menjadi bagian dari Wishnutama, keluarga terpandang yang disegani mereka telah menyiapkan diri mempertaruhkan nyawa mereka, bersumpah setia menjalankan tugas mereka tentunya setara dengan apa yang mereka dapatkan sebagai imbalan balasan dari keluarga wishnutama.

Sehan sudah uring-uringan di sofa nya, mendadak harus ikut mengawasi kelakuan adik-adiknya yang sedang dalam mode senggol bacok padahal dia sudah sangat ingin menemani si bungsu di rumah sakit.
tidak bisa di pungkiri dia menyesal karena ini harus terjadi pada adiknya, apa yang orang gila itu lihat dari Abigaeil ya meskipun dia akui Abigaeil itu cukup cantik untuk ukuran pria, apalagi setelah mendengar cerita Abrian tentang laki-laki yang sama terobsesi dengan tubuh adiknya. Hal itu jelas membuat si sulung itu naik darah.
Hanya tidak bisa membayangkan jika mereka sedikit terlambat dan bajingan berkedok manusia berhasil menyentuh Abigaeil...

Tanpa sadar ia meringis membayangkannya, tangannya terkepal erat bahkan hingga melukai kulit nya sendiri mengunakan kuku-kukunya. Pada akhirnya liburan damai mereka yang diharapkan mampu membawa kenangan yang indah untuk si bungsu malah menghantarkan nya pada memori kelam yang seharusnya tidak pernah dialami anak kecil sepolos adiknya hampir di lecehkan yang naas nya oleh sesama pria.
Sehan bingung, dia marah kenapa takdir jahat sekali pada Abigaeil, selalu menempatkan anak itu dalam masalah seolah apa yang sudah dialami anak itu belum cukup.

Entahlah jika Sehan di posisi sang adik mungkin dia akan lebih memilih menyerah, tapi sekali lagi ia bersyukur Abigaeil-nya tidak selemah itu. Abigaeil itu anak yang kuat dan hebat sekali.

Hingga remasan tangan dingin di lengannya membuyarkan lamunannya, kepalanya tertoleh melihat wajah sendu tatapan berkaca Arsena tertuju padanya.

" M-mas " gumamnya

Menghela nafas pelan, Sehan membalas kembali genggaman sang adik, dia lupa dibandingkan dirinya jelas-jelas kembaran tidak identik Arseno itu jauh lebih merasa bersalah karena Abigaeil terakhir ada bersamanya, pasti Sena menyalahkan dirinya tentang apa yang terjadi sekarang padahal mereka semua bersalah karena malah sibuk dengan diri mereka sendiri dan membebankan tanggung jawab hanya pada satu orang.

" It's oke, ini bukan kesalahan Kakak... tapi kita semua" hibur Sehan mengusap kepala sang adik, dia sadar sedari tadi Arsena benar-benar diam tanpa kata.

" T-tapi_ "

Bughh!

Suara pukulan menghentikan ucapan Sena, kini fokus mereka tertuju pada Arseno yang kembali melayang satu pukulan pada bodyguard yang hanya pasrah kembali bangkit mengabaikan luka sobek di ujung bibirnya.

Bugh

" KAK!"

" Stttt, biarin aja kak no butuh pelampiasan dia bakal meledak kalo ga benar-benar puas~ "

Zaidan mengentikan Ray yang hendak melerai sebagai sesama pemilik emosi yang sulit di kendalikan. Zaidan jelas paham bagaimana Arseno sekarang.

" ANJING KALIAN SEMUA! APA KALIAN DIBAYAR OLEH KELUARGA INI HANYA UNTUK BERSENANG-SENANG HA?!!
BERANI SEKALI KALIAN MELALAIKAN TUGAS KALIAN! "

Bugh

" SIALAN! MESKIPUN INI PRIVATE  HARUSNYA KALIAN  TETAP WASPADA!
BUKANNYA MALAH LALAI !! "

Arseno benar-benar diluar kendali, mengembuskan napas kasar mata memerah dengan air mata mengenang.

DORRR!

Suara tembakan terdengar membuat suasana menjadi hening seketika, dibarengi suara pekik kesakitan tapi hanya untuk sebentar.

Seno pelaku penembakan melempar asal Revolver miliknya, mereka bukan mafia yang bebas memiliki senjata semacam itu, tapi mengingat status mereka sebagai orang terpandang, konglomerat yang tidak mungkin tidak memiliki musuh. Jadi hal seperti itu diperlukan untuk melindungi diri.

" Anggap itu tembakan peringatan, pergi. "

Seno mengusap wajah nya, berjalan tenang menghiraukan para saudaranya yang menatap dirinya Dengan pandangan sulit diartikan.

" Segera berikan dia perawatan, untuk sementara waktu pergilah ke kantor cabang dan jabang...
beruntung peluru itu hanya menggores bahunya, saya tidak akan bertanggung jawab jika peluru selanjutnya akan bersarang di kepala salah satu dari kalian jika kembali melakukan kesalahan"

Sehan memberitahu,air wajahnya tampang lebih tenang seperti biasanya, tapi tidak dengan tatapan tajam menusuk mengintimidasi si lawan bicara hingga ciut nyalinya.
mengangguk paham dan segera meninggalkan tempat itu.

" Adek sadar~ kerumah sakit Mas? "

Sehan menoleh menganggukkan kepalanya, melirik Rayidan yang selesai berucap.

Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya mereka kembali tiba di rumah sakit tempat dimana si bungsu di rawat.

Awal memasuki kamar rawat Abigaeil, Sehan dan adik-adiknya sudah di hadapkan dengan dokter yang terlihat kelelahan, semakin bingung dengan keadaan ranjang Abigaeil yang berantakan.

" Ada apa ini? " tanya Sehan

" Bukannya adik saya sudah siuman? bagaimana keadaan nya dokter? " buru nya cepat.

Dokter dan beberapa perawat perempuan itu menoleh.

" Maaf tuan, tadi adik anda sempat mengamuk menolak di dekati dan disentuh siapapun, terus berontak dan juga berteriak"

Sehan tertegun mendengar ucapan dokter, kejadian itu terulang lagi dimana Abigaeil trauma histeris jika didekati.

" Lalu? " tanyanya lagi

" Kami terpaksa membius nya kembali, maaf. Tapi itu untuk kebaikan pasien, adik anda  sepertinya sangat terguncang ketakutan sekali kejadian ini memicu trauma untuknya saya sarankan untuk mengatasinya Anda bisa berkonsultasi dengan psikolog guna mengatasi traumanya"

Jelas dokter menatap penuh prihatin pada pasiennya dan juga anggota keluarga yang hadir.

" Hhhhhh, kenapa Tuhan? kenapa? " lirih Sehan mengusap wajahnya kasar

" M-aaf, maaf.. Ini gak akan terjadi kalo, Sena becus jagain adek.. ini semua salah Sena"

Sena menunduk dalam meremas kedua tangannya yang bertaut, meluruhkan air mata selepas kepergian tim dokter.

" Syuttt~ Jangan merasa bersalah kak, kita semua bersalah" Ray bersuara

" Maaf, tapi seharusnya adek ga boleh kaya gini, kalo aja kakak becus i-ini gak akan terjadi.."

" Na, udahh~" Sehan mengeleng lelah

" Gimana tadi kalo Seno telat nemuin adek, dan_ dan... kejadian nya lebih buruk... hh.. Se-naa harus gimana, "

" Astaga, kak Na stop! tenang..." Zai  mendekat memeluk tubuh tinggi sang Kakak

" Jangan nyalahin diri sendiri, dan berhenti memikirkan hal itu... adek baik-baik aja dia hanya butuh support dari kita... kita temanin dia sampai sembuh dan kedepannya kita hanya perlu menjaganya lebih baik lagi"

" Semua ini bukan kesalahan Kakak" Ray tersenyum ikut memeluk arsena yang terisak kecil.

Sementara Abrian mendekati ranjang pesakitan dimana adik kecilnya tengah terbaring dengan tangan terinfus dan tambahan selang oksigen yang terpasang dihidungnya.

" Pasti kamu ketakutan ya dek? sakit banget ya" Ian meneteskan air matanya melihat memar di pipi chubby kesayangannya menodai wajah kulit putih sang adik

Jemarinya bergetar menyentuh bercak merah di sekitar bibir mungil itu mengusapnya pelan.

" Bajingan! sialan orang yang sudah berani menyentuh kamu~
beraninya dia menyakiti adiknya Abang, berani dia bikin kamu takut... Dia akan membayar ini sayang "

Bahu nya bergetar pelan mengigit bibirnya sendiri, dia tidak bisa membayangkan bagaimana takutnya sang adik disentuh oleh laki-laki itu, bagaimana adiknya yang polos harus mengalami pengalaman menyakitkan hingga menyebabkan trauma.
kepalan tangannya menguat melihat tanda merah di leher putih sang adik bahkan kini berubah ungu kebiruan.

" Sialan, anjing! "

Sehan ikut mendekat berdiri di samping brangkar, menangkup tangan mungil yang terasa dingin itu.

" Ma-aafin mas" pintanya lemah

" Maaf, karena kelalaian kami. Kamu harus mengalami ini sayang~ "

" Mas mohon segera sembuh dan tolong jangan benci kami, Adek"

Lirih Sehan mengecup kening Abigaeil pelan.
menatap penuh kesedihan sang adik yang lagi-lagi harus terbaring lemah tidak berdaya dan kali ini merupakan akibat kecerobohan mereka semua
Sehan menyesal karena bukannya memberikan kebahagiaan untuk sang adik, justru anak itu lebih banyak mendapat masalah setelah berada di dekat mereka.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

























🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀




Voment juyeso ☺️✋


Continue Reading

You'll Also Like

288K 29.1K 27
Lava si anak tengil. Mungkin jika melihat dari sikap Lava sekilas, kalian akan mengatakan seperti itu. Lava si anak pembangkang, tidak memiliki sopan...
196K 9.6K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
Stayed with father By HUMAN

Historical Fiction

405K 28.1K 56
"17 tahun dan kau baru datang?"
397K 27.3K 44
NO CONFLICT ABOUT ATTALA'S DAILY LIFE AND MISCHIEVOUS BEHAVIOR Atta kenapa gak masuk kelas ?. Jangan bilang kamu telat lagi!"greget Pak Dika karena...