Supranatural High School [ En...

By rainsy

2.6K 91 35

Mereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke R... More

Kertas Selebaran
Teror (1)
TEROR (2)
Malam Satu Suro (1)
Malam Satu Suro (2)
Selamat Berjuang
Ujian Masuk
Pintu Rahasia
Peraturan Sekolah
Dia Telah Kembali
Topeng yang Terlepas
Kisah Lampau
Kutukan Sedarah
Gerhana Bulan
Hari yang Baru
Pelatihan
Museum yang Terabaikan (Noni Belanda)
Museum yang Terabaikan (Penjajah)
Bangkitnya Cay Lan Gong
Kesurupan Massal
Ritual
Rajah
Makanan Sesaji
Segel Pentagram
Gerbang Gaib
Gending Jawa
Dedemit
Arthur Samuel (Khodam)
Baron Bagaskara
Dylan Mahardika
Ernest Prasetyo
Ziarah
Welthok
Timur & Barat
Kelas Selatan
Helga Maheswari
Santet
Timbal Balik
Jenglot
Kuncoro
Umpan
Hira
Kuntilanak Merah
Taktik Licik
Penyelamatan
Jerat
Lolos
Membunuh atau Dibunuh
Tugu
Mata Batin

Kelas Utara

6 0 0
By rainsy

Di samping jalanan beraspal yang dipadati hiruk-pikuk para pengendara, tampak Dylan tengah berdiri gelisah menunggu Bus yang dinantinya. Lama menunggu, akhirnya Bus terakhir menuju Kota Sleman tersebut akhirnya datang juga. Tanpa ragu, remaja lelaki itu melangkahkan kaki masuk menaiki Bus yang rupanya sepi akan penumpang tersebut.

Banyak sekali jok kosong dalam kendaraan umum itu, hanya terdapat lima orang pemuda yang sebaya dengan Dylan duduk di kursi belakang, sepasang suami-istri yang sudah lanjut usia duduk di kursi bagian kanan Bus dan dua orang  wanita kantoran yang asyik ngerumpi di kursi  belakang sang Supir.

Tak ingin diganggu atau mengganggu siapa pun, Dylan memutuskan untuk duduk di kursi bagian kiri Bus yang memang saat itu masih kosong penghuni, barisannya. Dengan sangat hati-hati, lelaki ABG itu meletakan tas ranselnya pada kursi kosong di sampingnya, lalu memilih memposisikan punggungnya untuk bersandar pada sandaran kursi. Tubuhnya terasa lelah dan berat hari itu, penat pun seolah menambah bobot kepala yang ditopangnya. Entah, rasa letih yang sedang Dylan rasakan saat ini mungkinkah hanya rasa lelah biasa ataukah efek dari janjinya untuk membawa Welthok pulang.

Masih ingat dengan jelas dalam benak Dylan perihal alasan kenapa makhluk astral itu ada di tambak lobster milik mendiang Mbok Sri. Dengan mimik ketakutannya, salah satu demit pesugihan itu mengaku bahwa dirinya memang diutus oleh seseorang untuk merusak dan menggagalkan tiap panen peternakan hewan laut itu. Dan yang paling mengejutkan, Welthok mengaku bahwa Ferry Atmaja adalah orang yang mengutusnya.

"Ferry Atmaja. Bisa-bisanya ya dia ngelakuin itu demi buat Papa bangkrut." gumam Dylan seraya mengurut keningnya yang terasa pening.

Sepengetahuan Dylan. Ferry merupakan partner bisnis lama ayahnya, Mahesa yang sudah dianggap oleh ayah Dylan sebagai saudaranya sendiri. Tapi  kenapa sekarang beliau malah berniat merusak kerjasama mereka yang sudah sangat lama terjalin? Apapun itu alasannya, yang jelas Dylan sudah memberitahu ayahnya untuk berwaspada pada tindak-tanduk yang Ferry Atmaja lakukan.

Merasa benang kusut dalam kepalanya akan hilang jika Dylan memejamkan mata, pemuda berbibir penuh itu pun lantas mulai merilekskan tubuhnya agar nyaman terlelap di kursi Bus barang sejenak. Detik jam mulai bergulir. Daerah demi daerah telah terlewati. Meski hanya segelintir orang, namun beberapa penumpang bergantian naik dan turun dari mobil Bus tersebut. Kala kendaraan umum itu tiba di Terminal pemberhentian terakhir, Dylan yang cukup lama tertidur pulas di tempatnya pun sontak kaget. Karena ketika ia membuka mata, hanya tinggal seorang kondektur-lah yang ada di dalam Bus tersebut untuk membangunkannya sekaligus meminta ongkos.

"Eh, udah sampai ya? Cepet banget." seloroh Dylan sembari satu tangannya sibuk menggosok-gosok mata.

"Lha ..., hampir tiga jam di dalam mobil dibilang cepet. Mas-nya terlalu pulas tidur nih pasti." celetuk Sang Kondektur sekenanya.

"Masa sih?" Dylan tersenyum kecil lalu memberikan ongkos yang Sang Kondektur minta dengan uang pas. "Ya udah kalo gitu, ayo kita pulang!" seru Dylan yang kemudian menggendong tas ransel hitam yang semula dibiarkan tergeletak di samping kursinya.

Mendengar celotehan Dylan, Sang Kondektur mengernyit bingung. Pasalnya, Dylan mengatakan itu pada tas ransel hitamnya yang seolah-olah hidup. Bahkan cara Dylan mengenakan tasnya di punggung juga berbeda, tidak asal-asalan. Tatapan aneh mengiringi langkah kaki Dylan yang bergerak menuruni Bus. Setelah tubuh anak remaja itu tak lagi terlihat, Sang Kondektur memutuskan untuk membersihkan ruang dalam Bus sebelum akhirnya ia juga akan pulang ke rumah. Namun baru beberapa kursi ia bersihkan, suara seseorang yang memanggilnya dari luar kendaraan roda empat tersebut membuatnya menghentikan kegiatannya.

"Maaf, Pak. Anu ..., kalo daerah yang ada Tugu udangnya itu Kaliurang, kan? Kira-kira kalo dari sini ke Kaliurang jalan kaki bisa gak ya?" tukas Dylan bertanya.

"Jalan kaki? Ya jauh toh, Lek. Kowe numpak ojek wae. Di sana tuh, di perempatan jalan besar depan, biasanya ada tukang ojek seng podo mangkal, nah kowe minta anter nang tukang ojek'e, yo?" sahut Sang Kondektur memberitahu.

Dylan tersenyum ramah meresponnya lalu kembali berpamitan. Selepas kepergian Dylan, Sang Kondektur kembali melanjutkan kesibukannya yang tertunda, namun sekelebat ingatannya sontak membuat Sang Kondektur tercekat seketika. Tadi, saat kepala Dylan menyumbul dari luar Bus, Sang Kondektur juga sempat melihat sosok aneh yang postur tubuhnya mirip seperti Dobby dalam Film Harry Potter, tengah digendong oleh Dylan di punggungnya. Sosok itu memiliki tempurung kepala yang terbuka dan dari dalam kepalanya itu mengeluarkan cahaya seperti bara api yang menganga merah.

Sekujur tubuh Kondektur mendadak merinding, bersamaan dengan saat dirinya menemukan sebuah cangkang udang dari jok tempat Dylan duduk di dalam Bus tadi. Jika diingat-ingat lagi ..., sepanjang perjalanan dari Purwodadi hingga sampai di sini, Dylan hanya tertidur pulas. Sang Kondektur yang sering wara-wiri menagih ongkos pada penumpang, tak pernah melihatnya makan sesuatu. Tapi bagaimana bisa ada cangkang udang sebanyak itu berserakan di atas dan di bawah tempat yang sempat Dylan duduki seorang diri?

©Rainsy™

Sudah satu jam lebih sebuah kendaraan roda dua mengitari area Kaliurang. Sang Supir yang masih memfokuskan netranya pada hamparan jalan di hadapannya mulai mengeluh, "Aduuh, sebenernya ini Mase mau ke mana toh? Kok dari tadi cuma muter-muter doang, ndak jelas juntrungannya? Ini udah larut malam lho, Mas. Saya juga mau pulang." protesnya membuat Dylan yang duduk di jok belakang merasa bersalah. "Atau gini aja deh, Mas coba telepon keluarga Masnya yang tinggal di sini, alamat pastinya itu di mana?"

"Waduuh, beliau gak punya HP tuh, Pak. Beliau cuma bilang, rumahnya itu di Kaliurang." ungkap Dylan lantas menoleh ke belakang kilas. "Ah, iya! Saya baru inget. Kalo gak salah, rumahnya itu dekat Kali Boyong atau Kali kuning yang banyak udangnya itu lho, Pak." imbuh Dylan yang malah membuat Sang Tukang Ojek refleks menghentikan laju motornya.

"Kali Boyong atau Kali Kuning yang banyak udangnya? Oalah, Masnya emang udah berapa tahun ndak mampir ke keluarga Mas itu? Sejak Gunung Merapi erupsi di tahun 94 'kan daerah Kaliurang sudah tidak bisa lagi menghasilkan udang. Soalnya semua udang di sungai pada mati, habis dilalap lava Merapi." Jelas Sang Tukang Ojek membuat Dylan terkejut.

"Serius, Pak?"

"Lha, ya iya. Mosok saya bohong."

"Tapi ..., beliau bilang masih ada udangnya sampai sekarang loh, Pak. Di Desa Kinahrejo kalo gak salah 'kan ada jalur buat pendakian ke Merapi juga tuh, nah ..., di sekitar-sekitar situ mungkin rumahnya."

Alih-alih paham maksud pembicaraan Dylan, Sang Tukang Ojek justru meminta Dylan untuk turun dari motornya. Mau tak mau, karena diminta akhirnya Dylan pun turun dari kuda besi itu.

"Masnya ini beneran manusia apa jelmaan lelembut sekitar sini toh? Sejak Meletusnya Gunung Merapi di tahun 2010, jalur pendakian lewat Desa Kinahrejo itu sudah ditutup untuk umum. Wedus gembel merusak semuanya. Jalur itu sekarang dipakai cuma untuk acara ritual penduduk asli sini saja. Jalurnya ekstrem, Mas. Jangankan motor, jalan kaki saja bisa sangat berbahaya kalo ndak hafal medannya. Lebih baik, Masnya ikut saya pulang aja. Kalo Mas berkenan, Masnya boleh nginep di rumah saya. Nah, besok pagi kita ke sini lagi. Kita cari lagi alamat rumah keluarga Mas itu."

Alih-alih menerima tawaran baik dari Sang Tukang Ojek yang tampak mencemaskannya, Dylan justru menolak dengan sopan ajakan tersebut. Berdalih bahwa ia juga ingat masih memiliki kawan yang rumahnya tak jauh dari tempatnya berhenti, Dylan menyuruh Sang Ojek untuk kembali.

"Mas yakin mau ditinggal di sini sendirian? Serius?"

"Iya, Pak. Gak apa-apa. Bapak boleh balik lagi ke pangkalan atau pulang ke rumah. Saya bisa kok nyari rumah temen saya yang tinggal di sekitar sini." ungkap Dylan dengan ponsel yang tersemat di telinga kanannya. "Nah, nih. Teleponnya juga udah nyambung, Pak." aku Dylan membuat Sang Tukang Ojek akhirnya mengalah dan memilih untuk pergi meninggalkan Dylan seorang diri di pertigaan jalan Desa.

"Fiuuh ...." Dylan membuang napasnya lega. Lalu memberikan seekor udang  dari dalam kantung kresek yang ditentengnya ke bagian belakang tubuhnya. "Gara-gara lo, gue terpaksa bohong." omelnya pada Welthok yang ternyata sudah cukup lama berada di balik punggung Dylan. "Jadi, jalur mana nih yang harus gue ambil? Kiri atau kanan? Kiri ya? Masuk ke Hutan?"

Sang Tukang Ojek yang rupanya masih memerhatikan Dylan lewat kaca spion motornya refleks bergidik ngeri melihat Dylan berbicara seorang diri tadi.

"Wah, beneran dedemit kali ya itu orang?" gumam Sang Tukang Ojek seraya mempercepat laju motornya.

Supranatural High School bukan hanya mampu mengolah kemampuan batin para anak didiknya. Karena berkat pelatihan serta ragam mata pelajaran yang wajib diikuti di tempat itu pula, tak sedikit remaja yang pemalas berubah menjadi remaja yang aktif. Dari yang tak bisa bela diri ataupun tak suka berolahraga menjadi pandai ilmu bela diri juga ahli dalam berolahraga. Hal itu juga cukup dirasakan manfaatnya oleh Dylan.

Gelapnya malam yang seolah membuat sebagian besar orang jadi takut untuk bepergian seorang diri, menjadi hal yang lumrah bagi Dylan. Mendaki perbukitan atau melakukan perjalanan jauh yang  cukup meletihkan untuk kaum pemula juga tak dirasakan lagi oleh Dylan. Tarikan napasnya tampak teratur, meski jalan setapak yang Dylan lalui kian menanjak nan terjal. Gangguan-gangguan dari sosok gaib penunggu suatu wilayah pun bukan lagi momok yang menakutkan bagi Dylan, karena di SHS, pemuda dengan gaya rambut yang dipotong pendek itu dibekali beragam cara dan penangkal agar mereka kaum astral, tak dapat mencelakainya.

Gemericik suara mata air yang mengalir deras, terdengar merdu di telinga. Dengan memposisikan tubuhnya untuk berjongkok, Dylan menurunkan Welthok di sebuah Sungai dalam Hutan. Sungai dari mata air yang jernih itu tampak belum tersentuh oleh banyak tangan manusia, selain lokasinya yang tersembunyi karena berada jauh di sudut Hutan, jalan terjal menuju sungai itu juga cukup memacu adrenalin. Bahkan jalan yang Dylan lalui tadi terbilang  curam, karena harus melewati beberapa tebing dengan kontur tanah yang labil. Melihat keasrian nan banyaknya satwa penghuni sungai yang bersliweran, cukup menghibur netra Dylan yang  lelah.

Beruntungnya malam itu cahaya Bulan membantunya untuk menerangi keadaan sekitar. Sehingga meski sendirian, namun Dylan tak begitu merasa tercekam.

"Pantesan minta pulang. Orang rumahnya nyaman gini." seloroh Dylan seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Tetaplah tinggal di sini. Seindah apapun tempat di luar sana, tetap kampung halaman 'kan yang selalu lo rindukan?" Dylan menepuk-nepuk bahu makhluk astral itu lalu memberikan sekantung udang padanya. "Gue pamit ya? Jangan pernah lagi mau diajak oleh manusia berhati iblis seperti mereka. Jika berpapasan, bersembunyi saja. Karena kalo sampe kita ketemu lagi, gue gak janji bakalan tetap ngebiarin lo hidup kayak sekarang ini." Pesan Dylan sebelum beringsut meninggalkan sosok itu yang langsung memasak buah tangan dari Dylan.

Beberapa meter telah pemuda tinggi itu lalui dari lokasinya meninggalkan Welthok di sisi Sungai tadi. Dan saat jalan turun menuju perkampungan Kinahrejo, Dylan justru tak sengaja bertemu seseorang yang tak pernah terduga-duga.

"Loh, Kak Aiden? Ngapain Kakak malem-malem ada di sini?" Dylan dibuat terkejut, menyadari kakak kelas yang ditemuinya itu tampak tak membawa perbekalan barang sedikit pun. Padahal jika dilihat dari arahnya muncul, Aiden tampak baru turun dari puncak.

Bukannya menjawab, Aiden yang ditanyai seperti itu oleh adik kelasnya tersebut malah tertawa. "Harusnya gue yang nanya, lo ngapain di wilayah kerajaan Eyang gue?"

"Eyang? Kerajaan?" Mendengar Aiden mengatakan hal itu, seketika Dylan teringat akan kisah hidup Aiden sebelum menjadi kakak kelasnya di SHS.

Aiden adalah satu-satunya orang yang dianggap sebagai anak oleh Jin penguasa gunung Merapi. Jika seluruh dedemit penghuni gunung merupakan anak buah Eyang Merapi, maka bukan hal yang tabu jika Aiden masih menganggap bahwa gunung Merapi adalah rumahnya. Maka tak heran di waktu libur sekolah ini, Aiden memutuskan untuk mengunjungi bekas rumahnya tersebut. Meski masih bisa dibilang wajar, tetap saja Dylan masih tak tak menyangka bahwa ia akan dipertemukan dengan Aiden di tempat seperti itu.

Tak ingin rasa canggung membunuh kebersamaan mereka, Dylan pun membuka suara menanyakan perihal kenapa Aiden bisa ada di tempat itu.

Sebuah batang pohon asam yang sudah roboh di sisi jalan masuk Hutan menjadi kursi dadakan bagi Dylan dan Aiden untuk mengobrol.

"Ini tentang Banas Pati gue." ucap Aiden dengan kepala tertunduk.

Menangkap nada sedih dari suara Aiden, Dylan bisa langsung menebak bahwa mungkin kakak kelasnya itu baru saja memberitahu 'Eyangnya' tentang apa yang terjadi pada Banas Pati yang katanya 'adik' dari Aiden tersebut, setelah kasus pemulangan Jailangkung seminggu yang lalu.

"Apa Banas Pati milik Kakak gak bisa balik lagi?"

"Hal yang gaib jika sudah menyatu dengan benda berkekuatan spiritual tinggi, maka yang gaib itu akan selamanya menjadi isi dari pusaka itu." ungkap Aiden memberitahu. "Tapi gue lega sih. Gue seneng akhirnya jiwa adik gue gak lagi jadi makhluk astral yang gentayangan. Meski gue masih nyimpen benci sama tuh Bocah Panda, tapi gue percaya, gak ada orang yang bisa ngurus pusaka keramat sebaik dia di dunia ini. Lo sendiri, kok bisa mulangin salah satu Welthok yang hilang dari tempat ini? Saat di jalan, Welthok gak gigit lo? Nyakar lo atau gimanain lo mungkin?"

Dylan menautkan sepasang alisnya seraya berpikir. Lalu perlahan menggelengkan kepalanya lemah. "Nggak. Makhluk tadi baik kok. Malah dia cukup anteng dan penurut."

Mendengar pengakuan Dylan, satu alis Aiden terangkat ke atas. "Serius lo?! Hahaha ..., penurut lo bilang? Welthok itu salah satu makhluk astral yang diam-diam sadis tau. Kalo bukan pawangnya, Welthok pasti udah nyerang lo!" papar Aiden membuat Dylan syok. "Kalo orang lain yang ngegendong dia dari Kota sampe ke Hutan kayak yang lo lakuin tadi, mungkin nyampe sini tuh orang bakal mati karena kehabisan darah, tau! Welthok itu kayak vampir. Suka ngehisap darah."

"Seriusan lo, Kak? Lo gak lagi bercanda 'kan?"

"Lha ..., ngapain gue bercanda! Segini gue ngomongnya serius juga." seloroh Aiden meyakinkan. "Tapi, lo beneran gak tau kenapa Welthok bisa nurut banget sama lo tadi?"

"Beneran, Kak. Suer! Gue gak tau kalo ternyata Welthok itu ganas. Karena dari awal gue nemuin dia di keramba lobster, ekspresi tuh Welthok kayak orang takut gitu."

Lagi. Untuk yang kesekian kalinya, Aiden menanggapi perkataan Dylan dengan tawanya yang renyah. Setelah puas menertawakan hal yang tak Dylan mengerti, Aiden bangkit berdiri, lalu beralih mendatangi sebuah semak yang ada di belakang tubuh Dylan. "Seriusan lo pengen tahu alasan kenapa Welthok begitu nurut sama lo?"  tanya Aiden yang direspon anggukan mantap dari Dylan saat memutar tubuhnya menghadap Aiden. "Alasannya adalah karena ada dia yang jadi pengawal spiritual lo."

Seekor Macan hitam dengan wajah sangar muncul dari dalam semak yang baru saja Aiden geser dedaunannya. Melihat betapa besarnya tubuh gagah hewan karnivora itu, Dylan sampai jatuh terjengkang dibuatnya.

"Ii-itu ...."

"Hewan ini adalah bentuk lain dari banyaknya energi positif orang-orang yang udah lo bantu, dan doa mereka agar lo senantiasa terlindungi, menjadi alasan kenapa Macan Kumbang ini muncul menjadi khodam yang akan selalu ngejagain lo. Dylan, selamat. Lo naik level."

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

57.3K 6.3K 46
Bagaimana jadinya pasca kecelakaan telah merubah hidupnya. Kecelakaan yang menimpanya empat tahun lalu membuka mata batinnya untuk melihat yang tidak...
43.8K 1.7K 200
Not the romance stories, but these are just my unspoken feelings. You may read it or not. :)
315 29 2
BASED ON A TRUE STORY [Follow sebelum Membaca] "... ieu sanes panyawat sapertos biasana, tapi teluh bilatung tilu welas." Sari Damawanti, gadis remaj...
26.1K 2.6K 30
[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 7 Ziva dan Raja mendadak harus dihadapkan oleh masalah besar usai pernikahan Mika dan Santi terselenggara. Pengi...