ABIGAEIL

Door parkchim_chim2

666K 51K 4.5K

Abigaeil, namanya manis dan imut anaknya si buntalan daging mengemaskan yang selalu menjadi primadona para te... Meer

1
02
cast
03
04
05
06
07
08
10
15
09
11
12
13
14
16
00 : 41
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27.
28
29
30
31
32
33
34
35..
36
37
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
Tesss
52
53
54
👋👋
55
56
57
58

38

11K 964 140
Door parkchim_chim2


🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀







Abigaeil menatap lamat wajah papanya yang duduk dihadapannya, sesekali pada sendok berisi bubur yang di sodorkan sang papa.

" Kenapa liat papa begitu? "

Andika bertanya merasa terus ditatap anak bungsunya. Fokusnya masih pada mangkuk kecil berbentuk kepala beruang sangat lucu seperti pemiliknya. Abigaeil..

Merasa tidak mendapatkan jawaban dari Abi, andhika lantas mengalihkan pandangannya pada sang anak.
Bisa dilihatnya wajah anak itu yang masih pucat, mata yang berembun menatap sayu dirinya, hidung yang memerah begitu pula dengan pipi chubby seputih salju itu yang ikut memerah dan jangan lupakan keberadaan plaster penurun demam masih menempel di dahi yang tertutup poni itu.

" Adek kenapa hm? kenapa liatin papa gitu?
Bosen hm" tanya andhika, Abigaeil mencebik tak lama mengeleng.

Andhika diam sejenak menghembuskan nafas pelan.

" Lanjut lagi ya makannya"pintanya

Kembali mengulum bibirnya kala tangan mungil yang masih dipasangi infus pada lengan terangkat ke udara isyarat penolakan dari sang anak.

Ia paham anaknya kembali mood swing, dan ia hanya bisa tersenyum pasrah bersabar menghadapi perubahan suasana hati Abigaeil yang sulit di tebak.

" Makannya udahan? "

Abi mengangguk lagi, menundukkan kepalanya.

" Ya udah deh, padahal masih sedikit banget makannya" sesal Andhika meletakkan mangkuk yang masih menyisakan sebagian besar isinya.

" Kenyang~" jawab Abi pelan masih dalam posisi kepala tertunduk.

" Iya ga papa, nanti kalo laper lagi atau adek mau makan sesuatu bilang papa ya. " ujar andhika seraya mengusap kepala sang anak. Abigael mengangguk lagi mendengar ucapan papa-nya.

" Habis ini minum obat ya, biar cepat sembuh"

Abigaeil memayunkan bibirnya mengintip kegiatan sang papa, yang mulai menyiapkan beberapa butir obat dalam satu piring kecil. Jujur ia sangat muak dengan butiran butiran kecil itu, tapi mau bagaimana lagi dia hanya bisa pasrah toh tanpa benda itu ia mungkin tidak akan bertahan.

" Papa.."

" Hum" jawab andhika ketika mendengar suara serak Abi.

" Ndak mau berhenti sekolah"

Andhika menghentikan kegiatannya melirik si bungsu yang tiba-tiba berucap.

" Pokok na Abi nda mau berhenti sekolah. " ulang Abi lagi ketika papanya hanya diam.

Sang Papa menghembuskan nafasnya untuk yang kesekian ternyata anak itu mendengar perdebatan yang dilakukannya dengan anak-anaknya yang lain beberapa hari lalu. Tentang keputusan berhentinya si bungsu dari sekolah dan fokus pada pengobatannya saja.

Mengingat betapa rentanya kondisi Abigaeil, nyatanya collapse beberapa hari yang lalu harus membuat anak manis itu kembali mendekam di rumah sakit untuk menerima perawatan yang lebih intensif. Meskipun fasilitas medis yang dipindahkan kerumah itu tergolong lengkap tapi tetap saja tidak bisa membuat dirinya dan anak-anaknya yang lain merasa tenang dan puas.

Virus yang bersarang sebagai di tubuh tubuh sang anak, bergerak dari jinak berjalan ke ganas.

Itu adalah penjelasan dari dokter beberapa hari yang lalu

Membuat kondisi kesehatan si kecil menurun secara drastis padahal mulanya sudah membaik, akan tetapi tanpa alasan Abigaeil yang tengah berjalan usai dari kamar mandi mendadak kehilangan keseimbangan bahkan tubuhnya sempat mati rasa hingga beberapa menit dan parahnya bahkan hingga membuat tulang kering Abigaeil mengalami keretakan tanpa sebab. Sudah terbayang betapa kesakitannya anak manis itu bahkan sampai sekarang abigaeil masih kesulitan bergerak.

Maka dari itu ia dan anak-anaknya yang lain sepakat memutuskan agar si bungsu benar-benar berhenti dari kegiatan sekolah.

Ia juga sudah menduga akan mendapat penolakan dari sang anak, diam-diam ia merutuki dirinya sendiri selain wajah tampan yang ia wariskan pada sang anak ternyata sifat keras kepala juga ikut menurun pada Abigaeil.

" Adek..." ujar andhika lembut

" No pokok na ndak mau berhenti sekolah! "

" Nda mau~ nda mau.." Abigaeil mengeleng ribut menatap memohon pada sang papa.

Ia masih punya banyak impian, ia masih punya banyak hal yang ingin dilakukan.
lebih dari itu ia hanya ingin tumbuh selayaknya remaja di luar sana,dan menurutnya dengan dirinya tetap bersekolah. Ia bisa mendapatkan semuanya pengalaman yang bagus, membuat kenangan indah dimasa sekolahnya terus ikut kelas musik memainkan piano dihadapan semua orang membuat orang-orang berdecak kagum akan hasil kerjanya dan tak jarang mendapat pujian, mendapatkan prestasi yang bagus hingga orang-orang tidak akan meremehkan dirinya dan ia bisa bangga menunjukkan dirinya sebagai bungsu dari keluarga terpandang seperti WISHNUTAMA.

Dan dia tidak bisa meninggalkan sahabat satu-satunya miliknya, Fathar sendirian di sekolah itu.

Ia pernah berjanji pada Titan tinggi itu akan menemani hingga lulus nanti...!

Hanya sebuah janji dan Abigaeil akan berusaha menepatinya sampai ia benar-benar tidak bisa lagi... Sampai ia benar-benar tidak mampu lagi dan berhenti berjuang.

Maka ia akan pergi tanpa menyesali apapun sebab menikmati indahnya dunia

Abigaeil tahu ia memiliki kekurangan yang akan mungkin merepotkan orang-orang disekitarnya. Akan tetapi itu bukan satu alasan untuk membuatnya berhenti bermimpi kan?

Tapi bolehkah, ia juga hidup normal?
ia hanya menikmati hari-harinya tanpa harus dibedakan.

Meskipun dari awal ia bersekolah hari-harinya dipenuhi dengan ketidakadilan, tapi semuanya sudah membaik bukan?

Ia sudah merasa senang dan nyaman dengan sekolah nya, ia menikmati hari-harinya sungguh hanya disekolah ia bisa benar-benar melakukan apa yang ia inginkan meskipun terkadang tidak lepas dari pantauan abang-abang nya. Tapi abigaeil menikmatinya ia merasa senang menjalani hari-harinya sebagai pelajar.

Ia ingat betapa senangnya mama-nya dahulu ketika tahu abigaeil mendapatkan beasiswa untuk menjadi salah satu pelajar di DARMA UTAMA, sekolah elit yang sangat terkenal.

Abigaeil selalu mengingat bagaimana semangat nya sang Mama menyiapkan bekal untuknya di pagi hari, mengantar dan menjemputnya setiap hari tanpa ada kata lelah.

Ia masih mengingat bagaimana senyuman dan pekikan senang sang Mama kala ia mampu membawa satu tropi sebagai juara kelas kala itu.

Betapa Mama-nya berjuang memastikan dirinya tidak pernah kekurangan apapun selama bersekolah di sekolah elit itu, tidak akan cukup dengan apa yang diusahakan Abigaeil sejauh ini. menurutnya apa yang ia raih sekarang ini, terlepas dari titel juara kelas, murid unggulan dan segala macam prestasinya yang ia dapatkan belum cukup membayar perjuangan sang Mama
Dan masih ingin membanggakan sang mama dan keluarga nya dengan melakukan yang terbaik..

Abigaeil masih berhutang satu janji yang sangat ingin ia penuhi pada mama-nya.

Memainkan lagu kesukaan sang Mama di depan semua orang

Tahu Beethoven? Pianist terkenal sepanjang masa itu.

Mamanya adalah penggemar berat lagu-lagu ciptaannya, dan mama-nya punya satu lagu karya Beethoven yang sangat disukainya.

Moonlight Sonata...

Dulu Riani sangat menyukai lagu itu, dia selalu memandang takjub Setiap pianist yang mampu memainkan lagu romantis yang memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi untuk dimainkan., apalagi untuk seorang amatir seperti Abigaeil menurut anak itu.

Dan Abigaeil mengakui dirinya masih cukup payah dalam bermain piano sebab sampai kini ia belum mampu memainkan lagu itu.

Untuk sang Mama.

Sampai sekarang, bahkan sekarang ia terlambat melakukan nya.

Tapi ia sudah bertekad akan melakukannya suatu saat nanti, meskipun tidak bisa disaksikan langsung oleh sang Mama. Ia masih sangat ingin melakukannya jika kesempatan itu ada.

Mengingat nya kembali membuat dada abigaeil berdenyut sakit, bukan pertanda sesaknya akan datang melainkan penyesalan yang teramat.
Andai ia bisa berusaha lebih baik dan berlatih lebih keras mungkin kesempatan itu akan datang.

Tapi apalah daya, bidadari cantik dalam hidupnya itu lebih memilih pergi tanpa mau menunggu lebih lama.

Dengan bahu bergetar pelan, suara sayup tangisan si kecil mulai lirih terdengar tetesan air mata mulai berjatuhan dari manik indah itu, menyakiti hati sang Papa yang menyaksikan bagaimana anak itu melamun panjang usai menyampaikan protesnya.

Tidak sampai hati Andhika lantas mendekat, menyamakan posisinya dengan sang anak yang setengah duduk terisak pilu. Tanpa alasan yang bisa ia mengerti.

" Hiks... Hiks.."

Isakan lirih itu menggetarkan relung hati andhika, dengan gerakan lembut menyandarkan tubuh ringkih itu dalam pelukan hangat nya. Terdiam saja ia tidak akan bertanya sebab ia mengerti sekali anak bungsunya itu. Anak itu akan semakin terisak ketika ada yang menanyakan penyebab tangisnya, maka dari itu andhika lebih memilih diam. Merasakan si kecil yang meremat kuat pelukannya dengan isakan menyakitkan di pendengarannya, ingin rasanya ia marah pada hal-hal yang membuat tangisnya si bungsu pecah.

" Shuttt, anak bungsunya papa... udahan nangisnya"

Andhika akhirnya bersuara kala yang terdengar hanya suara sesugukan sang anak, helaan nafas yang terasa berat dan hawa panas yang masih setia menjalari tubuh mungil itu.

" Udah sayang, p-papa sedih sekali mendengar adek nangis kaya gini..." andhika melirih mengusap air mata Anaknya dengan tatapan penuh kasih sayang.

" M-aaf_ Hiks "

" Jangan minta maaf~ anak Papa tidak pernah salah" balas andhika.

Abigael berusaha menekan gejolak perasaan nya, yang campur aduk entahlah ia hanya merasa muak, bosan dan merasa tidak berguna sebab harus terjebak di dengan semua ini.

Abigaeil juga tak paham, semakin kesini ia semakin mudah overthingking, memikirkan hal yang tak penting bahkan tak jarang pikiran negatif bermunculan di kepalanya.

" Papa mohon, jangan seperti ini... Papa benar-benar sedih loh dek, akhir-akhir ini adek jadi kebanyakan murung nya. "

Andhika mulai mengeluarkan isi hatinya atas perubahan si bungsu tiga hari belakangan ini, anak itu lebih layu dari biasanya jarang tersenyum jarang bercanda atau pun merespon candaan yang dilontarkan saudara-saudaranya yang lain. Mata sayu yang terlihat tanpa binar

Membuat mereka bingung sekaligus merasa sedih dengan sikap si bungsu yang jarang sekali seperti ini

Semua merindukan Abigaeil yang ceria, heboh, aktif dan berisik, kemana perginya senyum gummy yang manis itu mata kucing yang selalu berbinar cerah.

Tidak ada yang terbiasa dengan keadaan seperti ini, tidak ada yang menerima perubahan si bungsu.

" Jarang senyum, padahal papa pingin sekali liat senyumannya adek.
p-papa ada salah ya dek? "

Tanya andhika memastikan letak kesalahannya selain masalah sekolah?

Abigaeil reaksinya tentunya panik, dan merasa bersalah ia tidak menyangka jika perubahan moodnya begitu mempengaruhi keluarganya.
dengan gelengan ribut abigaeil menjawab sang papa.

" N-nda ada!
Papa nda ada salah na~ Huks Abi yang nakal, ma-af" jawab Abi lagi menatap manik sendu papanya.

" Maafin papa kalo misalnya keputusan yang papa ambil menyakiti hati Abi~ egois tanpa memikirkan perasaan Abi. Papa tidak bermaksud papa hanya berusaha melakukan yang terbaik untuk kamu, sayang...

Memastikan kamu sehat, dan bahagia
tapi ga berpikir kalo itu salah. "

Abigaeil menyimak seksama ucapan sang papa.

" Tolong maafkan papa, Abi boleh marah tapi please, jangan cuek begini
jangan diem terus...
Papa sakit liat adek sedih, murung begini"

" Pa-pa, jangan minta maaf Abi jadi hiks makin sedih~ " ucap Abi hampir menangis lagi.

Mengeratkan pelukannya pada sang papa, demi apapun ia merasa bersalah.

Hingga beberapa saat berlalu keduanya masih tampak terdiam, andhika memilih bungkam terus memberikan usapan-usapan lembut pada kening sang anak meskipun terhalang plaster penurun panas ia tetap melakukannya, mencium puncak kepala sang anak tanpa henti.

Abigaeil sudah merasa lebih tenang dari sebelumnya menikmati usapan-usapan yang diberikan Papa padanya. Sementara ia diam memainkan kancing kemeja sang Papa.

" Papa? "

" Iya.." respon Andhika

" Boleh kan? Abi ndak berhenti sekolah? " tanya Abi sedikit ragu, tapi ia masih berusaha melakukan negoisasi

" Adek"

" Sekali ini aja, tolong jangan larang-larang Abi... "

Abigael memasang puppy eyesnya menatap penuh harap, Andhika yang masih bungkam.

" Abi masih mau sekolah, masih punya banyak hal yang mau Abi lakuin~ Abi masih pingin sekolah sampe Abi nda bisa lagi~ "

Andhika kian bungkam meremat sedikit pelukannya pada si Bungsu yang masih betah menatapi dirinya. Ia bimbang tak sampai hati mengabaikan permintaan sang Anak, dirinya lemah jika harus dihadapkan Abigaeil mode anak kucing minta dipungut
itu menggoda sekali.

" Hhhh... fine, you can get your want baby " jawab Andhika pada akhirnya.

" And stop use your puppy eyes, dangerous for Papa heart"

Lanjutnya lagi menoel hidung memerah sang Anak, Abigaeil sudah sumringah kembali menarik senyum di bibirnya lantas kembali memeluk tubuh tegap sang Papa.

" Um! Terimakasih Papa! " pekiknya tertahan

Andhika membalas pelukan hangat itu ikut tersenyum melihat senyuman manis yang ia rindukan kembali terlengkung di bibir mungil sang Anak.

" Tapi Papa punya syarat..."

Abigaeil mendongak membuka mulutnya sedikit dengan alis hampir bertaut mendengar celetukan sang Papa.

" Adek harus mau ya berobat. Nurut sama dokter~ "

Abigaeil terdiam sejenak pikirannya menerawang jelas ia tahu maksud Papa-nya.
Lantas dengan senyum manisnya ia mengangguk paham, jelas ia butuh pengobatan agar bisa sembuh bukankah ia masih ingin hidup lama di dunia masih butuh banyak waktu untuk mencapai mimpinya.

" Um~ i Will try my best " jawab Abi dengan aksen lucunya

Hingga hening tercipta setelah percakapan yang cukup menyita emosi beberapa menit lalu. Akhirnya andhika bisa sedikit meregang kan tubuhnya ketika melihat sang Anak yang mulai kembali ke alam mimpi dengan sebotol susu tinggi kalsium menyumpal mulut mungil yang bergerak perlahan menghisap nipple karet itu.

" Papa akan mengusahakan segala yang terbaik untuk kamu Sayang... Maaf ya sejauh ini Papa masih belum bisa melakukan apapun untuk kesembuhan kamu~ "

Andhika bergumam pelan mengusap kening si bungsu secara teratur.

Plop

" Eughh~ Papa..."

Kuluman pada botol susu itu terlepas dengan mata masih terpejam Abigaeil meracau meraih tangan papa-nya.

Andhika mengernyit sebentar, tersenyum menggapai tangan kecil yang terasa hangat itu

" Papa.."

" Iya, Papa disini Adek" jawab Andhika

" Pa-pa_ " lenguh Abi

" Iya Sayang~ Adek heii kenapa hm" panggil Andhika sedikit cemas pada si bungsu yang terus meracau mengabaikan botol susunya yang coba di jejal kan kembali olehnya.

" Nda~ " anak itu mengeleng dengan mata setengah terbuka menolak botol susunya.

" Hei... Anaknya Papa kenapa?
... Coba bangun dulu Sayang~ " pinta Andhika merasakan remasan pada tangannya.

" Adek"

Abigaeil bergerak gelisah dalam tidurnya, air mata mengalir dari sudut mata yang setengah pejam itu

" M-mama.. " cicit nya

Andhika berhenti sejenak, terpaku mendengar suara parau Abigaeil.

" A-adek, Abi sayang~ "

" Mama~ hhh" manik kucing itu terbuka sepenuhnya, menatap Andhika yang berdiri kaku di tempatnya melihatnya dengan tatapan penuh kecemasan.

Abigaeil masih mencerna keadaan terdiam dengan wajah polosnya, irisnya berkedip lambat dengan sisa air mata disana.

" Pa,. Mau Mama~ "

Berdesir sekujur tubuh sang Papa mendengar permintaan si Bungsu, tidak ini terlalu tiba-tiba.
Tidak biasanya anak itu meminta hal semacam ini ini pertama kalinya ia menyinggung pasal Riani setelah sekian lama. Apalagi anak itu tengah sakit sekarang, pikiran Andhika jadi tabu

" .... Mau ketemu Mama, papa " pinta Abi,

" Huh? " Andhika tidak lancar berucap

" Mama~ " ulang Abi lagi

Andhika mengeleng pelan mendudukkan dirinya di atas brangkar dan langsung memeluk Abigaeil.

" No... J-jangan dulu sayang, Pa-pa_
belum siap~" lirih nya mendekap erat pelukannya.

" Papa belum siap, tidak akan pernah siap!
Jangan pernah mencoba pergi dari hidup Papa sayang"

Batin ayah beranak tujuh orang itu, meloloskan air matanya.
Pikiran negatif mulai memenuhi kepalanya membuat dirinya tidak mampu berucap.

Abigaeil-nya tidak akan pergi... kan?

" Papa? " Abigael sedikit sesak merasakan betapa kuatnya sang Papa memeluknya makin bingung kala merasakan sesuatu yang basah menetes di wajahnya. Yang dia tahu ia sedang tidak menangis.

" Papa, sesak ihh~ " anak itu akhirnya merengek ketika tidak ada gerakan berarti dari Andhika.

" Sesak! maaf, m-aaf.. Sebentar Papa panggil dokter sebentar ya" seru Andhika gusar

" Nda, Papa! " Abigael menghentikan gerakan sang Papa yang terlihat sangat khawatir, bahkan sampai menangis?

" Abi fine, nda papa" ujarnya lembut

" Papa jangan na-ngis~ " Abi tersenyum mengusap telapak tangan Papa-nya.

Andhika masih terdiam, terhenyak dalam dengan kepala tertunduk lihatlah bahu tegap itu bergetar.

" Papa~ mau ketemu Mama. "

" Mau berdoa, dirumah Mama
kata mama, mama rindu sekali sama Abi"

Andhika mengangkat kepalanya, sekarang wajahnya malah bingung.

" Rumah? " beo andhika.

" Makam " batinnya

" Um-um~ " abigaeil mengangguk dengan wajah sendunya

" Kerumah mama ya? adek mimpiin Mama? " tanya Andhika

abigaeil mengangguk lagi mendongak menatap dirinya.

" Mau kesana" jawab Abi

Andhika mengembuskan napasnya pelan, mendadak lega.

" Iya nanti kalo adek udah sembuh dan keluar dari rumah sakit kita jengukin Mama ya sayang" ujarnya pada akhirnya bisa tersenyum. Pikirannya sudah melalang buana sebelumnya.

Mengecup pipi chubby sang anak

" Jangan pernah tinggalkan Papa" ucapnya pelan.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pukul 3 sore...

Arsena baru bisa menginjakkan kakinya dibangunan rumah sakit, setelah berkutat dengan rangkaian kegiatan dihari Ini.

Masih dalam pakaian formal berupa setelan jas hitam dan jangan lupakan kaca mata hitam yang menambah kesan tampan nya, membawa paper bag ditangannya ia mulai melangkah menyusuri lorong-lorong panjang itu.

Brukkk!

" Aishh! " decakan kesal terlontar dari mulut Arsena kala badannya tidak sengaja menubruk sesuatu yang cukup keras. Sama dengan dirinya sosok yang baru bertabrakan dengan dirinya juga turut mendengus mengeluarkan bahasa mutiara nya.

" Shit "

" E-h, kak na? "

Zaidan membulatkan matanya melihat siapa yang baru saja di umpatinya. Kakak nya.

Sementara Sena langsung menurunkan kacamata nya menatap tajam Zidan yang nyengir lebar.

" Hehehe, sorry kak Na" tidak perlu ucapan, Zai sadar dia salah.

" Bagus banget, biasain pake bahasa kaya gitu" dengus Sena.

" Maaf kak, ga diulang lagi... " ucap Zai

" Mau kemana kamu? kok gak jagain adek? " tanya Sena

Zaidan mengaruk pelipisnya sebentar.

" Keluar, ada urusan penting kak" jawabnya

" Urusan apa? tawuran lagi? " terka Sena

" Hg.." Zaidan tak bisa mengelak lagi

" Hehehe i'm busy you know " jawab Zai

" Idan punya banyak jadwal kak" lanjutnya

" Hm, jadwal tawuran kan? "

Zaidan melebarkan cengiranya menanggapi Arsena yang kentara kesal sekali.

" Mm ga papa loh kak, udah izin Papa kok. Santai" ujarnya lagi

Arsena mengehela nafas panjang, percuma dilarang pun zaidan akan tetap melakukannya. Adiknya yang satu itu susah sekali di beri tahu.

" Mau kakak siapin UGD? atau TPU sekalian jaga-jaga kalau ga tertolong " sarkas nya, tentunya tidak serius.

Baru kemarin memar-memar di tubuh tegap Zaidan membaik dan anak itu mau menambahkan nya lagi.

" Ye kak Na, do'anya jelek banget. " protes Zai

" Harusnya kakak kasih dukungan, supaya Idan bisa semangat menangin tawuran nya. Bukannya malah disumpahin " gerutu Zai

" DIH, apaan. Gila kakak dukung kamu! "

" Ah, udah deh cape aku denger kakak ngomel mulu cepat tua baru tau rasa" celetuk Zai

" Iya, bisa! stress kakak punya Adek nakal banget kaya kamu, bandel ga bisa dibilangin"

Tangan Sena terangkat menoyor dahi sang adik pelan sekali, Idan nyengir lagi.

" Young blood kak Na, young blood! " ujar zaidan

" Young blood, matamu! " dengus Sena.

" Udah sana pergi, kakak mau ke Adek dulu" usir Sena

Zaidan terdiam ditempatnya menatap wajah Sena

" Apa? "

" Donasi please" anak itu menaik turunkan alisnya mengulurkan tangannya di depan sang kakak.

" G ada.. " misuh Sena, ia tahu adiknya itu tengah dihukum oleh mas-nya.

" Kak na tega? idan miskin banget loh kali ini, liat deh masa makan ciki warung~
biasanya Starbucks loh kak, ga kasian nanti perut sultan Idan sakit gegara ngemil jajanan begini"

Zaidan mengangkat Snack ditangannya, menunjuk muka melas pada sang kakak dia benar-benar miskin usai membelikan kamera baru untuk Abang nya. Rayidanta beberapa waktu lalu tentu saja tidak murah harganya belum lagi penarikan fasilitas oleh mas-nya sebagai hukuman.

Sena berdecih mengangkat sudut bibirnya, julid mode on.

" Dih, miskin aja banyak gaya kamu! makanya jangan bandel biar ga terus-terusan di hukum sama Mas! "

Sena kembali mengerutu, tapi tetap saja mengeluarkan satu black card nya. Membuat zaidan tersenyum bahagia manik bulatnya berbinar dengan mulut masih mengunyah ciki.

Ah, anak itu tidak pernah bisa hidup tanpa Snack rupanya.

" Nih, jangan boros"peringat Sena

" Asaaa! " Zaidan merampas cepat kartu hitam itu.

" Kak na, emang yang paling baik! paling ganteng pokoknya... love you kak! bye..! " cerocos Zai berlari pergi dari sana.

Sena mengeleng tak paham dengan kelakuan adiknya itu, menghembuskan nafasnya lantas melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti akibat gangguan dari monster kelinci.

Tring

Ponsel disaku nya bergetar, membuat Sena kembali mengehentikan langkahnya.

Ceo kehilangan barang

" Na, kunci mobil gue ilang
masa?
Na Lo inget pw laptop gue ga?
gue lupa, lagi "

Sena menghembuskan nafas jengah, giginya mengeram tertahan. Itu kembaran tidak identiknya yang mengirimkan pesan, jelas saja isinya pasti berupa keluhan yang membuatnya kesal.

" Cek saku lo coba, kalo ga wastafel Lo kan suka aneh-aneh bawa barang ke kamar mandi! "

" Tanggal lahir adek No
next jangan lupa catet di hp biar ga lupa lagi!"

" Giliran hilang barang aja Lo inget gue, lain kali lupa aja kalo gue kembaran lo!"

" Lagian gunanya sekretaris Lo apa?!
kalo barang ilang aja harus gue yang cari! "

Sena mengerutu mengetik pesannya, mengeluarkan kekesalannya.

Ceo kehilangan barang :

" hehehe 😚💓"

" Ihhh.. najis! " dengusnya melihat balasan sang kembaran.

Menatap layar ponselnya dan melanjutkan perjalanan nya, yang tak sampai-sampai.

Bruaakk!

Sena mengeram lagi, kali ini ingin rasanya berteriak kesal. Siapa lagi yang menabraknya, apakah manusia setampan dirinya tinggi semampai macam dirinya tak terlihat sehingga orang-orang suka sekali bertabrakan dengan dirinya.

" Bisa tidak? gunakan mata anda jika berjalan! " tidak membentak hanya saja penuh penekanan.

Sosok yang bertabrakan dengan nya terdiam, mengerjap lambat menatap Arsena yang terlihat kesal memperbaiki kacamata hitam miliknya.

" Ah.. Ma-af, saya tidak sengaja"

Itu suara seorang perempuan, tanpa mengatakan apapun lagi. Sena segera memutar tubuhnya hendak beranjak
sebelum sebuah suara mengintrupsi langkahnya.

" Tapi anda juga bersalah, anda bermain ponsel tanpa memperhatikan sekitar" ucap perempuan itu lagi.

Sena berdecih sebentar kembali menghela nafas kesal, bisa-bisanya ia disalah kan saat jelas perempuan itu yang lebih dulu menabraknya menurunkan kacamatanya dan berbalik sebentar.

Terlihat seorang perempuan, tidak terlalu tinggi berdiri kaku ditempatnya menatap Arsena dengan mata membulat.

" Oh ya, kalo begitu maaf... "

Tidak ingin memperburuk keadaan dan lagipula moodnya yang sudah benar-benar kacau, Sena lebih memilih mengalah dan pergi dari sana tanpa mendengar balasan kalimat dari perempuan. Yang terdiam tanpa kata.

" Urakan sekali, apa itu bisa disebut sebagai seorang perempuan...
kucel"

Monolog Sena berjalan lebih cepat menuju tujuannya yang sebenarnya.

.
.
.

" Ck..! "

" Hiih,. Sombong banget
mentang-mentang ganteng! "

gerutu si perempuan membenahi rambut lepek nya, yang terlihat acak-acakan maklum dia sudah tidak keramas selama tiga hari sebab sibuk bekerja.


.
.
.
.
.
.
.
.

Senyum milik arsena merekah melihat sang adik yang tengah bersandar di ranjangnya dengan mata tertuju pada TV besar disana menampilkan film kartun.

" Kakak! " Abigael sedikit memekik kecil melihat keberadaan sang kakak.

" Hai?! adeknya kakak lagi apa hm" tanya Sena menghadiahi kecupan singkat dikening sang adik.

" Nonton" jawab Abi menunjuk film didepan sana

" Papa mana? kok sendiri" tanya Sena lagi

" Bobo, tuh di sofa"

Arsena mengangguk ketika telunjuk kecil itu terarah pada sang papa yang terlelap diatas sofa besar diruangan itu.

" Hm, adek udah makan? terus gimana hari ini sudah lebih baik? " tanya Sena

" Hg, udah ga panas badannya" ujarnya lagi usai mengecek suhu tubuh sang adik.

" Mm.." abigaeil mengangguk saja melirik paper bag yang dibawa sang kakak.

" Itu cream soup, adek mau? " tanya Sena

" No, adek sudah makan tadi disuap Abang idan" jawab abigaeil disertai gelengan pelan.

Sena mengangguk menata beberapa barang diatas nakas.

" Kak Na, sini deh" pinta Abi

" Hh? "

" Deket sini"

Sena menurut saja saat Abi menarik jas miliknya hingga membuatnya membungkuk sedikit.

" Kakak pake jepit rambut? " tanya Abi menemukan jepitan di sela pakaian Sena.

" Enggak lah,. ini..." Sena mencoba mengingat siapa pemilik jepit rambut dengan bandul bunga Daisy

" Kakak juga ga tau, dahlah ga penting juga" ujarnya memasukkan benda itu kedalam sakunya.

Sena tersenyum cerah mendudukkan dirinya di kursi samping brangkar, menemani adiknya mengobrol menceritakan apa saja yang ia lakukan dihari ini.

" Jadi hari ini mau fisioterapi? "

Anak itu mengangguk menderetkan gigi rapi nan kecilnya.

Sena ikut tersenyum tapi kali ini binarnya menyendu melihat lengan yang dibubuhi selang infus sedikit membengkak menimbulkan bercak berwarna keunguan disana. Tercubit hatinya melihat nya itu pasti sakit.

" Kakak temenin, adek ga takut kan? " tanya Sena

" No-no! i'm Superman you know" anak itu memekik kecil masih dalam senyum manisnya.

" Adeknya kakak memang hebat sekali!
Ga boleh takut kakak dan yang lainnya disini akan selalu menemani, adek harus semangat dan optimis supaya bisa sembuh"

" Iya, kakak! " jawab Abi senang

" Oh, Kakak punya sesuatu buat adek"

Sena berucap sedikit berbisik melirik sekeliling, dan jatuh pada Papa-nya yang masih terlelap merasa aman segera ia keluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya.

Abigaeil membulatkan matanya, binar cerah itu seakan menjawab segalanya.

" Hg..! Kora-kora!!" pekiknya semangat

Sena meringis tertahan kembali melirik Papa-nya tidak berharap pekikan adiknya bisa membangun kan sang Papa. Bisa kena omel dia.

" Shttt... Roka-roka adek, bukan kora-kora~ "

Abigael nyengir ganteng meraih bungkusan bola-bola coklat dalam kemasan gold itu dengan gerakan pelan, matanya masih berbinar cerah sudah lama ia merindukan makanan manis sedikit crispy itu. belakangan ini dia sangat menyukai produk coklat itu meskipun tidak bisa menggeser posisi jeruk keprok dihatinya tapi tetap saja roka-roka turut mengisi hatinya.


" Itu hadiah buat adek, karena sudah berani terus nanti mau fisio!
.... Tapi jangan bilang yang lain, adek masih belum boleh makan beginian. "

Sena berujar hati-hati, mengusap kepala adiknya.
Abigael kesenangan saja menyimpan coklat nya dibawah selimut dia bahkan tidak mendengar ucapan sang kakak.

" Terimakasih kakak!
Kak Na yang terbaik, paling ganteng pokok na!! "

Sena tersenyum lebar, deja vu hari ini dia menerima banyak sekali pujian juga iya, begitu. Dibarengi kekesalan pula.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hamparan rumput luas tertata begitu rapi terdapat pula pohon-pohon rindang tidak tentu jumlahnya tapi banyak hampir memenuhi tempat ini. Tempat yang biasa dikunjungi oleh orang-orang untuk melepas rindu atau sekedar mengirim doa untuk orang terkasih mereka yang tidak dapat lagi mereka jumpai hadirnya di dunia.



TPU sore ini begitu lenggang hanya terlihat beberapa peziarah yang datang ketempat ini.

Angin berhembus sepoi-sepoi, sejuk menerpa lembut wajah-wajah tampan yang berdiri kaku dengan pakaian formal mereka. Jangan lupakan keberadaan satu tangkai mawar putih ditiap-tiap genggaman tangan besar yang setia bertaut dengan kepala tertunduk sendu.

Itu wishnutama bersaudara juga Andhika sebagai kepala keluarga turut hadir ditempat peristirahatan terakhir seorang yang sangat penting dan mereka cintai dihidup mereka, sosok cantik yang telah lebih dulu berpulang meninggalkan dunia menuju keabadian.

Ungkapan rindu kentara sekali, air wajah yang menyimpan kesedihan terukir di setiap paras tampan itu.

" H-hai Mama, kita datang..."

Si sulung memulai terlebih dahulu
mencoba menarik senyum diwajahnya, tapi tidak dengan maniknya yang kian memerah

" Mama apa kabar? pasti baik kan Ma"

" Liat deh, Siapa yang datang" Sehan tersenyum mengalihkan pandangannya dari gundukan berumput pendek dengan pusara yang mengukir nama perempuan yang telah melahirkannya ke dunia ini. Pada sosok mungil yang terdiam seribu bahasa diatas kursi roda nya.

" Adek datang ma.. " Sehan melanjutkan kalimatnya seraya mengusap kepala sang adik yang tertutup beanie.

Abigaeil menatap nanar gundukan dibawahnya, tubuhnya bergetar pelan tenggorokan tercekat tapi ia tidak ingin menangis.

Hatinya bergetar, berdesir tidak karuan kala menatap tempat ini. Tempat yang begitu dihindarinya beberapa bulan terakhir

Dirinya merasa bersalah, takut, sedih seketika rindu dan rasa hampa memenuhi relung hati nya.

Tanpa diminta lelehan air mata mulai membasahi pipi tembem miliknya.

" M-ma~ "

Suara serak itu mengudara, membuat semua memalingkan wajahnya sekedar mengusap air mata, semakin menunduk menyembunyikan wajahnya.

Ini pertama kalinya, setelah sekian lama ditinggalkan sang Mama. Abigaeil berani menginjakkan kaki dirumah baru milik mama-nya.

Bertumpuk-tumpuk rindu yang selama ini ia simpan, rasa sakit akibat kehilangan orang yang begitu berarti dihidupnya menyeruak ke udara pada akhirnya.

" Mama~ " suara itu begitu kecil, dalam penuh kerinduan berharap panggilannya menuai sahutan.

Sebagaimana dahulu. Ia sangat berharap jikalau tangisnya bisa membangun mama-nya, bisa membawa Mama-nya memeluknya dirinya walau sebentar saja.

Abi rindu sungguh...

" Ma-maa~ "

Andhika memalingkan wajahnya, mengigit bibirnya tidak ingin isaknya kian terdengar. agaknya itu jua yang dilakukan oleh anak-anak nya yang lain terutama. Si sulung, Ray, Ian dan juga Sena.
Berbeda dengan dua lainnya yang berbadan paling besar diantara mereka hanya terdiam, dengan manik awas pada si kecil yang semakin terlihat menyedihkan.

Bug...

Abigaeil menjatuhkan dirinya disamping gundukan berumput hijau itu tidak peduli pada kakinya yang terasa sedikit ngilu.

" M-mama, Abi datang~ "

Dengan air mata mengalir anak itu mencoba tersenyum, tangan mungil nya bergetar sedikit menaruh sebuket mawar putih keatas gundukan itu.

" Abi rindu sekali sama Mama, Ma-aaf Abi baru datang.." Abigaeil mati-matian menahan isakannya mengusap kasar air mata berkali-kali.

" A-dek" Sehan berujar pelan menyamakan kedudukan dengan si bungsu

" Mama, Hiks Abi nda mau na-ngis sebenar na. Tapi mata na Abi panas terus air mata na nda mau berhenti Hiks!

Mama~ Hiks "

Anak manis itu terdiam lagi mengusap pusara yang berkilau bersih itu membayangkan ia sedang mengusap wajah cantik sang Mama, membayangkan dulu ia sering sekali mencium wajah itu, bagaimana senangnya ia memainkan rambut panjang milik sang Mama kadang iseng menatanya.

Semua kenangan itu berputar teratur dikepalanya, seakan baru kemarin semua itu terjadi dan sekarang...

Bidadari cantik nya sudah pergi.

" Hiks ma-maa Abi rindu Hiks-hiks
mama nda mau bangun?
Abi mau peluk M-mama, mau sama Mama... Mau peluk Hiks

Mama ndak denger Abi? mama nda rindu Abi? bangun dulu Hiks... Kenapa bobo disini, ayo pulang~ "

" Mama! Ayo pulang! Nda boleh bobo disini, ayo-ayo Mama huks "

Abigaeil menyerah pada akhirnya dia hanya bisa menangis meminta tanpa jawaban tentu saja.

" Adek... sayang~ " Sehan menahan tubuh mungil yang bergerak memukul pelan gundukan tanah itu, meraung-raung meminta agar sang Mama kembali. Yang lainnya hanya bisa terdiam sibuk menguatkannya hati dan diri mereka sendiri. Sungguh pemandangan ini begitu menyayat hati.

" Mama jahat mas! Mama pergi-pergi nda bawa Abi hiks.. hhh.. Abi mau peluk, Abi mau mama hh.., Huks"

" Tuhan juga ja-hat huks sama Abi hh..
kenapa harus Mama na Abi?!
Kenapa mas.. hiks "

" A-dek,.. " Sehan hanya mampu mendekap tubuh mungil itu mengusapnya lembut padahal dia sendiri merasa sesak menahan semua gejolak kesedihan dihatinya.

" Ikhlas sayang~ ikhlas, Mama akan sedih sekali kalau melihat Abi bersedih seperti ini.." ujar Sehan selembut mungkin

Abigaeil terisak membalas pelukan mas-nya tidak kalah erat, ia hancur sekali sekian lama ia memendam rasa sakitnya.

Ikhlas, anak itu tidak pernah tahu kapan ia akan bisa. Benar-benar ikhlas melepas kepergian sang Mama dari hidupnya.

Meski terlihat baik-baik saja dan bahagia dengan apa yang dia punya dihidup sekarang ini tidak pernah sehari pun tanpa Abigaeil merindukan persepsi wanita cantik itu di hidupnya, diam-diam menangis ditengah malam, diam-diam selalu dipeluknya foto sang Mama kala rindunya tak lagi Terperi.

Ia benci perpisahan, ia benci ditinggalkan.

Langit kian menjingga dan angin kian berhembus dingin.
deretan laki-laki gagah dan satu orang yang lebih kecil itu masih disana, menyatukan dua belah tangan milik mereka memejam lama berdoa dalam diam.

Maka setelah itu mengucapkan beberapa patah kata, meletakkan beberapa tangkai bunga yang telah mereka siapkan satu persatu diatas gundukan itu.

Dengan senyum dan mata memerah kesemua anak laki-laki itu mulai meninggalkan area pemakaman, Turut si bungsu yang terlihat kuyu sekali.

" Mama Abi pulang, ma-af hari ini Abi menangis... Mama baik-baik ya, nanti kita ketemu lagi dirumah iya kan ma?
setelah itu Abi janji akan jadi anak baik dan tidak menangis lagi.

Nanti kita cerita lagi ya ma...

See you soon~ "

Andhika yang paling akhir beranjak, paling akhir selesai berdoa berjongkok menaruh bunga setangkai mawar pula mengusap pusara itu penuh kelembutan air matanya membendung siap jatuh kapan saja.

" Aku tidak pernah tahu apa yang sedang direncanakan Tuhan ria~"

" Aku hanya bisa berharap dan berdoa semoga yang terbaik lah yang akan terjadi.

Hari ini melihat betapa rapuhnya Abigaeil, aku menjadi tersadar aku adalah ayah yang buruk, aku gagal ria
aku menyaksikan dia menangis tanpa bisa berbuat apa-apa, melihatnya kesakitan tanpa melakukan apa-apa... sakitnya ria~
aku benar-benar tidak bisa jika harus kehilangan lagi ria... Tidak akan bisa.."

" Bisa minta kan pada Tuhan, ria?
Minta Tuhan mencabut nyawa ku dahulu sebelum mengambil nyawa salah satu anak kita, mungkin dengan begitu kita bisa bertemu dahulu dan aku bisa meminta maaf untuk kesalahan ku dahulu...

Biarkan aku waktu lebih banyak untuk merawat anak bungsu kita ria~
Tolong.."

Andhika menunduk mengeluarkan sisa air matanya, sebelum akhirnya bangkit menyusul anak-anak nya yang sudah lebih dahulu pergi.


.
.
.
.

" Mama..hhh"

Samar penglihatannya Abigaeil berujar demikian, seakan melihat bayangan wajah cantik sang Mama yang tersenyum dan melambai padanya sebelum kembali menghilang.


























































































* Haii👋

ada yang kangen 😁😔

Maaf ya kalo udah lama banget ga up
aku benar-benar minta maaf guys

ga ada alasannya kenapa ga up, cuma lagi bosen dan cape aja😊

maaf ya kalian harus berhadapan sama manusia amatir yang hobi menghilang kaya aku 😁

sekali lagi aku minta maaf kepada readers2 tersayang ku🙏

Ini aku gak tahu loh nulis apaan otak ku nge-lag parah 😁😄
maklumin aja kalo gado2 gaje, ataupun berbelit2.

Semoga aja aku bisa lebih konsisten sama book ini supaya cepat tuntas ceritanya😁

Terimakasih banyak atas antusias kalian selama ini, dan yang masih setia nunggu cerita aku💜🤗

pokoknya aku akan segera kembali guys ☺️

Good night sweet nice dream's my beloved readers 💜

have you nice day for tomorrow 👍

see you guys!



Tinggalkan jejak 😉
















🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀



Voment juyeso ☺️✋

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

398K 27.3K 44
NO CONFLICT ABOUT ATTALA'S DAILY LIFE AND MISCHIEVOUS BEHAVIOR Atta kenapa gak masuk kelas ?. Jangan bilang kamu telat lagi!"greget Pak Dika karena...
95.1K 5.4K 22
GLENNIO SAIXE anak berusia 6 tahun yg memiliki tinggi seperti anak berumur 2 tahun, mempunyai wajah imut, bibir plum pink alami, mata hitam legam, ra...
16.8K 1.2K 47
[Completed] Untuk apa tersenyum, jika hanya ada lara saja di dalam hidup. Bagiku, senyuman itu tak ada gunanya - Aletta Senyum itu indah. Maka akan a...
33.9K 1.6K 22
squel dari 'kai and my dad' Kaizo yang dulu nya kecil sekarang sudah tumbuh besar seperti remaja pada umumnya Kai sekarang sudah memasuki usia ke 16...