ABIGAEIL

parkchim_chim2 tarafından

666K 51K 4.5K

Abigaeil, namanya manis dan imut anaknya si buntalan daging mengemaskan yang selalu menjadi primadona para te... Daha Fazla

1
02
cast
03
04
05
06
07
08
10
15
09
11
12
13
14
16
00 : 41
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27.
28
29
30
31
32
33
34
35..
36
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
Tesss
52
53
54
👋👋
55
56
57
58

37

9.9K 1K 189
parkchim_chim2 tarafından

🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀


........








........











" Ferrari, Wz130 "

Gumam Zaidan menatap layar tab ditangannya.

" Um, itu mobil yang hampir nabrak adek Lo"

Zaidan menoleh pada Damian yang baru saja berucap.

" And guess what?
ternyata sopir nya, wanita..." sambung Kevin melempar beberapa foto yang berhasil ia temukan.

Zaidan terdiam, irisnya kian mengelap menatap lembaran ditangannya, teman-temannya yang sedari tadi memperhatikan saling bertukar pandang dengan alis bertaut. Perubahan ekspresi zaidan nyatanya bisa dibaca jelas oleh anak-anak black shadow.

" Lo kenal? " tanya jamal

Zaidan mengangguk kaku, meskipun hasil foto itu tidak bagus dan buram. Tapi zai bisa dengan jelas mengenali sosok itu...

Tidak ada anak yang tidak mengenali orangtuanya bukan?

" Siapa? " tanya aming penasaran

" Lo kenal, mm.. gue juga ga asing sih sama wajahnya.. but, i'm not sure "
timpal jul memiringkan kepalanya.

Zaidan menyeringai sebentar, mengembuskan napasnya kasar lantas mengantongi bukti itu.

" That's enough... Thanks brodi
sisanya biar gue yang ngurus.."

Zaidan tersenyum menatap semua temannya, tidak lupa menepuk singkat pundak Kevin.

" Zai? "

" Gue bakal cari Lo semua kalo gue butuh.." ucapnya lagi.

membuat semua, mengangguk kan kepalanya.

" Gue cabut!
sekali lagi thanks, guys..! "

Zaidan berseru, meraih kunci mobilnya dan meninggalkan basecamp tanpa menoleh. Meninggalkan temannya yang menatap penuh tanya dirinya.

.
.
.

" Mama kenapa tega banget sih, lakuin ini semua~ "

" Apa salah adek sama mama, sampai mama tega melakukan ini semua? "

Zaidan mengeleng pelan, kembali menghela nafas sembari menatap lembaran ditangannya.

" Idan? "

Remaja laki-laki itu tersentak kala merasakan bahunya ditepuk.

" Bagus banget ya, pulang malam~
dan langsung minum-minum begini?!"

Zaidan melipat bibirnya, pasrah ketika Sehan merampas gelas whisky
digenggamnya dan meletakkan segelas coklat panas sebagai gantinya.

" Mas~"

" Apa?!" sehan melotot

" No minuman beralkohol sebelum legal Zai!
Kamu udah janji loh sama mas, kok dilanggar? " ujar Sehan sembari berkacak pinggang.

Zaidan mendengus tertahan menatap Sehan, dengan air mata tertahan.
membuat Sehan mengerutkan keningnya, mengambil tempat disamping sang adik.
kentara sekali jika Zaidan tengah dirundung masalah.

" Apalagi sekarang? kamu ada masalah? " tanyanya

Zaidan mengeleng kecil mengalihkan pandangannya dari si sulung.

" Papa mana mas? " tanya zai

" Mm,. ada tuh dikamar nya, kamu butuh sesuatu? "

Zaidan tertegun sebentar mata bulatnya menatap Sehan dengan tatapan ragu.

" Zai, mau berbagi sesuatu sama mas"

" Itu, plat mobil orang yang udah hampir nabrak adek... dan ini, pengemudinya"

Sehan menatap serius lembaran yang diberikan oleh zaidan menelitinya dengan seksama, air wajahnya yang semula tenang kian berubah tampak sekali guratan kemarahan tercetak pada wajah tampan itu tapi secepatnya berubah datar dan tenang seperti biasanya.

" M-mama..."

" Mas, sudah menduganya~ dan jelas sekarang..."

Zaidan menatap tidak percaya pada mas-nya, bisa-bisanya reaksi nya setenang itu, padahal dirinya marah ingin rasanya mengacak-acak bumi saking marahnya.

" Mas gak marah? " tanya zai tak yakin.

Sehan mengedikan bahunya, lantas tersenyum kecil.

" Marah? jelas. Tapi apa itu bisa menyelesaikan masalah? " Sehan balik bertanya.

" Enggak zai" lanjutnya lagi mengeleng

" Yang ada masalahnya semakin runyam, dan berpotensi menyakiti kita semua"

" Tapi ini keterlaluan mas,
mama udah kelewat batas!
dan idan benar-benar, kesal dan gak habis pikir.. apa kesalahan adek sampe mama berpikiran untuk terus menyakiti adek" dengus Zaidan

" Abigaeil adalah pewaris wishnutama."

Zaidan menutup mulutnya sedikit terkejut dengan ucapan Sehan.

" Kamu ngerti sekarang alasannya? " tanya Sehan

" Harta? "

Sehan mengangguk pelan wajahnya yang senantiasa tenang dengan senyum kecil di bibirnya.

" Hhhh... gila, ternyata mama se-anjing! itu..." desis zaidan dengan tawa sarkas nya.

" Zai.." tegur Sehan, meringis mendengar umpatan sang adik.

" Gila mas, cuma demi harta wanita itu benar-benar menghalalkan segala cara!"

" Apa nyawa tidak berharga buat mama? " tanya zai, mata bulatnya kian memerah dan tampak berkaca.

" Zai penasaran, apa kehadiran Idan sama Ray ada harganya di hidup mama, atau... hhh, kita cuma bagian dari rencana. Mama ga pernah menganggap kita anak-anaknya..."

Setitik air mata meluruh dari manik tajam Zai mengakhiri kalimatnya dengan senyuman miringnya.
Ucapan Zaidan menohok hati si sulung.

" Jangan ngomong gitu~ tidak ada ibu di dunia ini yang tidak menyayangi anak-anaknya... hanya saja mereka punya cara nya sendiri untuk mengungkapkan rasa sayang nya.. Dan mas yakin, mama Zane juga begitu.."

" Um, tapi idan ga butuh kalo caranya begini mas.." ujar zai

Sehan menghembuskan nafasnya pelan, mengusap punggung lebar sang adik yang kian tumbuh besar dan gagah tentunya.

" Udah ya, ga usah dibahas dulu masalah ini... kamu mabuk kayanya~"
final sehan melihat zaidan yang semakin kalut.

" Mas yang akan mengurus ini semua, jangan jadiin ini beban buat kamu sendiri zaidan" ucap sehan lagi

" Ga bisa mas, idan merasa bersalah sama mama ria dan juga adek~
bagaimanapun Idan itu anaknya mama Zane.. " jawab zaidan disertai gelengan

" Itu bukan kesalahan kamu sama sekali, dan mas juga anaknya mama Zane... dia pernah menjadi istri papa dan itu artinya dia pernah jadi mamanya mas. Apalagi mama Zane ngasih mas adik kaya kamu sama Rayi..
mas senang, meskipun mas kecewa sama apa yang terjadi" tutur Sehan

" Maaf mas" hanya sebatas itu yang bisa Zaidan ucapkan, jika Sehan sebegitu bersyukur nya apalagi dirinya.

" Hhh, adeknya mas udah besar ternyata. " sehan menatap dalam zaidan

" Mas ga suka ah, kamu jangan terlalu cepat dewasa idan~
kamu juga adeknya mas, pangais bungsu!
kamu masih bisa bermanja... jangan hanya karena gelar kamu sebagai ketua geng di jalanan, kamu jadi lupa posisi kamu di keluarga kita"

Sehan menangkup wajah Zaidan yang diam memutar matanya. Mulai lagi dramanya si sulung.

" Terus apa? mas mau liat Idan kaya adek, nge-dot gitu? " seloroh zai melepas tangan masnya.

Si sulung mencebikkan bibirnya.

" Ya ga gitu juga, bukannya lucu yang ada malah serem...
malu sama otot-otot kamu"

Zaidan tertawa kecil mendengar benyolan mas-nya itu.

"E-h mas tarik deh, kamu juga kalo mode kalem, gak kalah lucu dari Adek" Sehan manggut-manggut.

" Terserah mas deh" misuh zai meneguk coklat panasnya, lumayan mungkin bisa mengurangi pusingnya.

" Ini mas yang simpan ya" tunjuk Sehan merapikan lembaran-lembaran diatas meja.

" Ga usah dibahas lagi, apalagi di depan Ray.. kamu paham kan maksud mas"

" Um, Ray bakal sakit hati banget sih kalo tau ini kerjaannya mama...
dia sesayang itu sama mama, ga tau deh gimana kalo Ray tau. Kecewa parah sih pasti" jawab Zai

Sehan mengangguk membenarkan
jawaban sang adik, merapikan semua yang bisa ia rapikan lantas meneguk whisky yang sempat disisakan Zai.

.
.
.
.
.
.
.
.

" Abang?"

Anak kecil itu berjalan kesana kemari membuka semua pintu dirumah, demi menemukan salah satu Abang yang ia butuhkan saat ini.

Abigaeil mengerucutkan bibirnya, memandangi sekeliling berharap ia bisa menemukan seorang yang ia cari sedari tadi.

Langkahnya kakinya berhenti ketika melihat, Sehan yang sibuk dengan majalah ditangannya ditemani secangkir kopi hitam diruang tamu.

" Mas, liat Abang nda? " tanyanya masih berdiri di tempatnya

" Abang kamu ada tiga dek, yang mana? " Sehan balik bertanya melirik sang adik dari sela majalahnya.

" Ehe... Abang idan" cengir Abi merapatkan dirinya pada si sulung.

" Idan? keluar mungkin, soalnya mas juga ga liat dari tadi" jawab Sehan

" Yaah~ " helaan nafas berat lengkap dengan wajah tertekuk, membuat Sehan memperhatikan si bungsu.

" Penting banget ya dek? kok manyun gitu " tanya Sehan

" Um..um.. " Abi mengangguk

" Abi punya tugas melukis, tapi melukis Abi nda bisa. Lukisan Abi jelek, kata kakak galak. Abang idan pinter lukis jadi Abi mau minta diajarin" lanjutnya lagi, mengehela nafas lagi menatap cat dan kuas yang dibawanya sedari tadi.

Sehan mengangguk paham mengaruk pelipisnya sebentar, tidak lama senyum nya merekah menyentuh hidung kecil adiknya. Membuat si empu hidung mendongak menatap dirinya.

" Mas bantu kerjain mau? " tawar Sehan

Mata abi membulat sempurna, dan lalu mengangguk semangat. Meski ada ragu di hatinya tapi sudahlah daripada tugasnya delay kan, lebih baik ia percaya saja pada Sehan.

......
.....
.....

      30 menit kemudian

Abigael menatap lelah pundak lebar mas-nya, bibirnya sudah melengkung tidak karuan menekuk lututnya di tepat dibelakang si sulung yang, khidmat meliukkan kuas pada kanvas dibarengi dengan ocehan yang membuat Abi semakin, pundung.

Sena benar, kesalahan baginya meminta tolong pada Sehan. sekarang kanvasnya sudah mirip gambaran anak SD, dua gunung lengkap dengan awan nya, jalan raya, persawahan pohon, aha apa bisa itu disebut sebagai pohon hanya berupa garis yang diberi bulatan di puncaknya dan iya, perumahan lengkap dengan orang-orang nya... yang hampir mirip dengan si pohon.

Apa bisa ini disebut sebagai lukisan?

Sehan boleh jadi multitalenta, tapi rasanya si sulung ini tidak memiliki bakat seni dihidupnya. terkusus kasus gambar-mengambar Sehan payah dan Abi mengakui itu.

" Oke, kita kasih sedikit warna pink di awan nya~
warna biru di gunung nya dan mm, dek ini kita gambar burung ga?
biar kaya burung terbang di langit lepas melewati pegunungan... "

Abi berdehem pelan menjawab mas-nya, dia pasrah omong-omong.

" Ck... keren banget, wihh Van Gogh lewat ini mah " decak Sehan puas sekali usai menambahkan goresan yang ia sebut sebagai burung.

Abi semakin mingkem mendengar pujian mas-nya, sangat percaya diri sekali.

"Gimana? bagus kan dek? " tanya sehan, Abigaeil tersenyum manis lalu mengangguk tanpa semangat sama sekali. Menatap nanar mas-nya.

Tapi tidak lama, perlahan senyumnya luntur mata kucingnya mengerjap beberapa kali berusaha mengembalikan fokusnya, telinganya berdenging merasakan sakit yang merambat dari kaki naik hingga punggung menyisakan rasa sakit yang tidak bisa ia jelaskan.

" Nggh..."

Sehan menoleh mendengar suara ringisan dari adikny

" ADEK?! "

Sehan berteriak kala melihat Abigaeil meringis tertahan meremas kuat punggung dengan wajah memucat.

" Adek mana yang sakit? "

" Eughh.., sssh.. sa-kit mas~ "

Sehan ketakutan merasakan kuat nya tangan Abi meremat kemejanya, melihat anak itu menahan sakit sampai menangis.

" Kerumah sakit ya, adek tenang nafas pelan-pelan sayang~ "

Abigaeil larut dalam kesakitannya
dan kini asma anak itu, malah ikutan kumat menambah penderitaannya.

" Hhh, shhh.. kkk, sakitt~ "

" Uhuk uhuk! "

Dengan tangan bergetar tidak Karuan Sehan segera berlari menuju kamar si kecil, memikirkan sang adik butuh pertolongan pertama karena tidak mungkin membawa sang adik kerumah sakit dalam keadaan seperti ini.

" Adek, yang kuat sayang...
mas disini~ "

" Jangan ta-kut"

.
.
.
.
.
.

Sehan terdiam menatap lurus wajah damai abigaeil yang terpejam dengan selang oksigen yang terpasang dihidungnya, padahal baru beberapa hari yang lalu anak itu terlepas dari alat medis itu.

Tatapannya nanar terus mengusap tangan mungil adiknya yang harus kembali dipasangi infus, sebab harus menerima obat-obatan masuk kedalam tubuhnya. Siapa yang tidak terenyuh melihat anak manis yang biasanya cerewet, berisik dan ceria itu harus menderita seperti ini.
rasanya sakit sekali.

" Kamu benar-benar bikin mas takut dek" gumam Sehan menangkup tangan kecil itu dalam genggamannya.

Rasanya ia takut sekali, melihat adiknya yang begitu kesakitan tapi ia tidak bisa melakukan apapun.

Ceklek!

" Mas?! gimana adek?"

Sehan menatap wajah memerah abrian, Ray dan juga sena yang baru saja memasuki kamar milik si bungsu yang sudah mirip rumah sakit.
sebab dipenuhi dengan alat-alat medis.

" Kenapa bisa kambuh, perasaan tadi baik-baik aja" Sena mendekat mengusap tangannya yang baru saja ia semprot hand sanitizer

" Adek nya kakak " lirihnya mengusap kepala sang adik. Tadi sebelum berangkat bekerja adiknya itu masih baik-baik saja, sehat tapi sekarang malah tumbang lagi.

" Dokter bilang apa mas? kenapa ga dirawat di RS aja? " tanya ian berdiri di belakang mas-nya menatap sedih abi diikuti rayidanta yang menahan tangisnya.

" D-dokter bilang, ini kejadian biasa dialami penderita kanker...
dan untuk kasus nya adek, ini hanya serangan kecil.
adek kecapean dan berakhir kaya gini"

Jawab Sehan tanpa tenaga, jika ini kategori serangan kecil bagaimana jika besar?

Jika begini saja sudah hampir membuatnya jantungan, sudah membuat adiknya menangis bagaimana dengan serangan lainnya.

Membayangkannya saja sudah membuat dadanya berdenyut nyeri, apa kabar dengan adik kecilnya yang harus menerimanya?

" Mas juga kaget, tiba-tiba adek ngeluh sakit...
m-as takut adek kesakitan banget tadi" lanjut sehan kali ini suaranya terdengar serak membuat abrian meremas pelan pundak lebar miliknya.

" Kasian banget adeknya abang, jangan sakit. Abang ga mau liat abi begini" lirih Ray dengan mata memerah

" Adeknya kakak~ "

" Hhh... kayanya keputusan papa buat adek off dari sekolah adalah yang terbaik deh mas, kak.."

Semua menoleh pada abrian yang barusan berucap.

" Baru beberapa hari adek, keluar dari rumah sakit dan sekarang..
Ian yakin, pasti gara-gara sekolah adek jadi kecapean" lanjutnya

" Kita gak bisa memutuskan sendiri bang, kakak tau kamu khawatir kita juga sama. Tapi kita juga harus denger pendapat adek~ " pungkas Sena

" Tapi kak, kalo sekolah cuma bikin adek aku tambah sakit. Buat apa sekolah " timpal Ray

Sehan diam saja membiarkan adik-adiknya berdebat, fokusnya hanya pada si kecil yang nyaman sekali dalam tidurnya.

" Hhh, udah ya kita bahas itu nanti
kalian ribut banget adek butuh istirahat.."

Semua terdiam kala si sulung angkat bicara, lantas sama-sama menghembuskan nafas.

.
.
.
.
.

" Ugh..."

" Kenapa, mana yang sakit sayang? "

Tanya andhika, ia buru-buru pulang ketika mendengar si bungsu kembali tumbang.
mendengar anak manis nya yang terus bergerak tak nyaman lengkap dengan ringisan tertahan nya membuatnya cemas.

" Mana yang sakit adek? " tanyanya lagi dengan tangan terus mengusap kening sang anak dalam pelukannya.

Abigael menatap sayu papanya, merasakan rasa tidak nyaman di tubuhnya. Ingin menangis rasanya tapi jujur ia lelah melakukannya semakin merasa bersalah melihat raut khawatir orang-orang tersayangnya.

" Tangan na sakit pa-pa, kaki na juga nakal hiks ngilu " adu abi hampir menangis.

Andhika tersenyum hangat mengecup kening sang anak, memperbaiki posisi berbaringnya lantas memijat pelan lengan pendek bungsunya.

Tanpa kata Seno ikut menggulung lengan kemejanya lalu meraih kaki kecil adiknya memberikan pijatan-pijatan pelan selembut mungkin, ia tidak berani mengeluarkan tenaganya takut menyakiti tubuh mungil itu.

Kegiatan Seno tidak luput dari perhatian, saudara-saudara nya yang lain yang was-was memantau. Terlebih Sena yang sudah lebih dulu berdiri di belakang sang kembaran tidak identiknya, antisipasi jikalau
tangan ajaib Seno berulah.

" Jangan nangis ya, semua disini jaga adek" ujar andhika lagi menatap seluruh anak-anak tampannya minus Rayidanta dan juga abrian.

Abigaeil mengangguk sendu, berusaha semampu nya mengedarkan pandangannya.

" M-aaf" cicitnya bergetar

" Jangan minta maaf, adek ga salah apapun" jawab andhika

" Abi repotin papa, sama semua na~ "

" Papa tidak pernah merasa kerepotan, sama sekali.
anak papa tidak pernah merepotkan"

" Abi habisin hiks wit na papa" lirih Abi lagi kali ini sukses meluruhkan air matanya setitik.

" Gak tuh, papa malah sedih karena uang papa tidak bisa membeli penyakit adek" jawab andhika mengusap air mata sang anak dengan jemarinya.

Abigaeil terisak kecil mendusel di pelukan sang Papa dirinya mendadak melankolis, sensitif tanpa alasan
dalam pikirannya ia hanya anak merepotkan, yang selalu membebani keluarga nya karena penyakitnya. Ia hanya takut jika nanti semua orang jadi bosan mengurusnya dan berakhir meninggalkannya...

Memikirkannya membuat anak itu semakin terisak menyembunyikan wajahnya di dada papa-nya.

" Jangan nangis, nanti sesak lagi loh adek..." zaidan berucap begitu dari duduknya.

" Overthingking pasti" Sehan menerka saja.

" Jangan kebanyakan pikiran bayi, kaya penting aja pikiran kamu "

Seno nyeletuk dengan tangan jahilnya menggelitik telapak kaki itu, membuat abigaeil merasa terganggu.

" Jangan kakak, deli tau" dengusnya menarik kakinya

" Geli, sayang bukan deli" koreksi andhika menoel hidung memerah sang anak.

" Huftt... "

" Dasar anak bayi... ngomong juga masih banyak typo nya" komentar zaidan tidak sadar umur.

" Kaya kamu udah lansia aja, zai" seperti biasa Sena dengan muka julidnya berucap.

" Susu hangatnya~ datang!" abrian berseru kecil membawa nampan berisi susu dalam dot dan semangkuk salad buah.

Mata berkaca abigaeil, terbuka dengan senyum manisnya menyambut botol susunya dengan semangat.

" Terimakasih abang" ucapnya serak

" Kembali kasih~ " jawab Ian meletakkan salad buah di nakas, tidak lupa dengan senyum hingga menenggelamkan matanya.

Andhika tidak bisa menahan senyumnya melihat betapa rakusnya si bungsu menyesap nipple botol susunya. Meskipun terlihat sekali guratan sakit terus tercetak sesekali di wajah tembem itu, ketika harus bergerak.

" Hum..nyem..shpp"

" Aduh gemess banget" Sena tidak tahan meremas lengan kekar zaidana di sebelahnya.

" Ck, dasar bayi kucing.." lanjut Seno melambatkan pijatannya fokus menatap kearah sang adik.

Abigaeil yang merasa diperhatikan melepas kuluman pada botol susunya, menatap polos pada penghuni kamarnya.

" Ug... napa liat abi? mas, kakak kembar sama Abang-abang mau nge-dot juga?

Nih, enak tau"

Anak itu mengangkat botol susunya ke udara perlahan sekali lengkap dengan gummy smile-nya, membuat semua orang mau tak mau harus mengelus dada tabah kala harus berhadapan dengan tingkah si bungsu, menahan rasa gemas mereka agar tak lepas menghujani wajah imut itu dengan ciuman, cubitan atau gigitan mungkin.

Abigaeil anak itu benar-benar istimewa, ada kalanya ia berhasil membuat semua orang takut dan cemas akan dirinya namun dalam waktu bersamaan kesakitan itu bisa berubah menjadi gelak tawa, pengukir senyuman.

Abigaeil benar-benar sesuatu, wujud indah yang kadang sulit tertebak.

.
.
.
.
.
.
.






🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀



voment juyeso ☺️✋




Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

248K 20.4K 22
Piyo, kisah si bocah polos yang disayang oleh abangnya. "Abang jelek! " "Kamu mirip monyet! " "Abang induknya! " "Dasar gendut! " "HUWEEEE, IBU, ABA...
288K 29.1K 27
Lava si anak tengil. Mungkin jika melihat dari sikap Lava sekilas, kalian akan mengatakan seperti itu. Lava si anak pembangkang, tidak memiliki sopan...
16.8K 1.2K 47
[Completed] Untuk apa tersenyum, jika hanya ada lara saja di dalam hidup. Bagiku, senyuman itu tak ada gunanya - Aletta Senyum itu indah. Maka akan a...
397K 27.3K 44
NO CONFLICT ABOUT ATTALA'S DAILY LIFE AND MISCHIEVOUS BEHAVIOR Atta kenapa gak masuk kelas ?. Jangan bilang kamu telat lagi!"greget Pak Dika karena...