ARABELA STORY (END)

By Yantiiiii_

58.4K 6K 2.1K

Fhatur tersenyum menatap hijab Ara yang di terpa angin laut tangan lelaki itu dengan gesit menahan hijab Ara... More

1.NASGOR
2.PERJODOHAN
4.FREE
5.PENGAJUAN NIKAH KANTOR
6.PEDANG PORA
7.PINDAH RUMAH DINAS
8.TAMU BULANAN
9.KEHIDUPAN BARU
10.SALTING
11.SENIOR JUNIOR
12.MASALALU
13.CERAI
14.TUGAS
15.SATGAS
16.MANDIRI
SKRIPSI
WISUDA
KEJUTAN
CUTI
LIBURAN
BROWNIES
ALLHAMDULILLAH
RENANG
LIBANON
LAHIRAN
ENDING

3.MOOD

2.5K 278 98
By Yantiiiii_

Happy reading
terimakasih sudah singgah
Jangan lupa vote dan komentnya
________

Mood Ara benar-benar tidak baik untuk pagi ini, setelah semalam mendengar langsung ucapan Irena yang mengatakan ia akan jodohkan.

Ingatan Ara masih teringat jelas, saat semalam mereka tiba di rumah, dengan penasaran Galang bertanya.

"Bun emang kak Ara mau di jodohin sama siapa? kerjaannya apa?" tanya Galang dengan raut wajah kepo.

"Kamu ini kayak cewek aja, kepo.Orang kaka kamu aja gak nanya," ucap Dani terkekeh.

"Ada deh anak sahabat Ayah sama bunda, profesinya Tni,"sahut Irena tersenyum.

Pecah sudah tawa Galang yang menertawakan Ara, ia begitu ingat ucapan Ara yang sangat tak mau berhubungan dengan seorang abdi negara, tetapi kini dan selamanya kakanya akan terikat.

Menyebalkan dengan kesal Ara memilih pergi, ia ingin marah tetapi semuanya sungguh percuma. lagi dan lagi ia memakan ucapannya sendiri.

Dengan perasaan dongkol, Ara menuruni satu persatu anak tangga, untuk sampai lantai bawah.

"Kak senyum dong, bentar lagi mau lamaran kok malah bete gitu,"ucap Galang tersenyum jahil menatap Ara yang tak bersemangat seperti biasanya.

"Diem lo! gk usah nyari ribut gua lagi males debat!"sahut Ara dengan kesal mengambil alih roti panggang, yang sudah di olesi selasi kacang.

"Kak mulutnya, siapa yang ajarin, nada basahasanya gitu, di ganti, jangan lo gua. gak baik, bunda sama ayah gak ngajarin gitu yah," tegur Irena menyodorkan segelas susu coklat ke arah putrinya.

"Maaf bun," sahut Ara melahap pelan roti selainya.

"Ara kamu marah dengan perjodohan ini?maaf, kalau kamu merasa terbebani dengan keputusan kami, tetapi semua yang kami lakukan demi kebaikan kamu nak,"ucap Dani membuka suara setelah menatap anak gadisnya yang begitu berbeda dari biasanya.

Ara mendongakkan kepalanya menatap Dani tersenyum kecil."Ara gapapa kok, Ara cuman kaget aja, semua yang terjadi terlalu cepat, Ara gak mikir kesana, maafin Ara yah, bun, Ara bakal terima perjodohan ini kok."

Irena membuang nafasnya lega menatap putrinya tersenyum."maafin bunda sayang, bunda mungkin egois, tetapi di balik keegosisan bunda, ada rasa cemas yang teramat dalam, kita gak selamanya ada di samping kalian nak, jadi ini satu-satunya jalan yang bunda sama Ayah ambil."

"Bunda gak perlu minta maaf, apapun yang menurut kalian baik, Ara bakal nurut selagi itu buat kalian bahagia. Ara bakal jalaninya, bunda gk boleh bilang gitu,"lanjut Ara sedih memeluk Irena dengan sayang.

"Makasih sayang, bunda bangga sama kamu,"balas Irena tersenyum membalas pelukan putrinya.

"Bunda gak perlu bilang makasih."

"Sudah dong nda, kak jangan mewek, mending sarapan deh, bentar lagi telat," ucap Galang yang tak tega melihat kedua perempuan yang sangat disayangnya.

"Bener tuh, mending sarapan deh bentar lagi telat, bunda mau ngajar juga kan?," ucap Dani ikut menimpali.

Tak ada percakapan lagi, mereka semua menikmati sarapan dengan hangat canda gurau seperti sebelum-sebelumnya.

Setelah menghabiskan sarapan mereka, Ara dan Galang berlalu pergi setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya.

Ara sampai di kls dengan raut wajah datar menatap semua teman kelas yang menyapa dan tersenyum padanya, Ara bahkan enggan membalas sapaan mereka moodnya sangat tidak baik.

"Ara, akhirnya lo dateng juga!giranv Dinda tersenyum cerah.

"Ra, bentar sore kita jalan-jalan!"tambah Dimas setengah berteriak menghampiri Ara.

Ara hanya diam tak membalas ucapan Dinda serta Dimas, ia memilih menduduki dirinya di bangku. menenggelamkan wajahnya dalam-dalam disana.

Dinda dan Dimas saling menatap ke arah Ara yang tidak biasa seperti ini.

"Kenapa dah tuh bocah."

"Mood dia gak baik,mending lo kembali ke tempat lo, bentar lagi bu Hani masuk."

Dimas mengangguk mengerti membalikkan badan nya menjauh dari bangku Dinda dan Ara.

Sedari tadi pelajaran di terangkan. Ara bahkan tak menangkap apapun hanya lamunan kosong menatap ke ara infokus depan.

Setelah dua jam lamanya berada dalam kls, akhirnya bu Hani berpamitan keluar kelas.

"Ara, lo kenapa? ada masalah?" tanya Dinda menatap Ara seksama pasalnya sedari tadi sahabatnya itu hanya berdiam diri bahkan tak fokus dengan materi yang diterangkan bu hani.

Ara menggelengkan kepalanya kecil sebagai jawaban.

"Jangan boong Ra, cerita ke gua, lo kenapa?"tanya Dinda sekali lagi, setengah mengguncangkan kedua bahu Ara pelan, ia tau sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja.

"Gua gk papa, gk usah lebay!"ketus Ara menatap jengah Dinda.

"Gak usah bohong Ra, gua kenal lo dari kecil, mending jujur lo kenapa?"tambah Dimas setengah kesal.

"Kita sahabat lo Ra, lo udah janji, kalo ada apa-apa, lo bakal sharing ke kita,"imbuh Dinda lagi.

Ara menghembuskan nafasnya pelan, percuma saja ia diam dan tak menjawab kedua sahabatnya ini pasti terus mendesaknya seperti biasa.

"Gua di jodohin."

Dimas yang sedang meneguk air putih di Aqua botol kemasan tersedak seketika, hingga menyemburkan nya ke arah Dinda.

"Dimas resek lo!"teriak Dinda dengan garang menghapus bersih wajahnya dengan tangannya kasar.

Dimas tertawa puas, sambil meminta maaf pada Dinda, setelah itu baralih fokus menatap Ara.

"Seriusan Ra, lo gak bohong kan?" tanya Dimas sekali lagi.

"Yakali, buat apa gua bohong," kesal Ara menyahut.

"Jadi beneran nih, asyik bentar lagi kita makan makan nih,"ucap Dinda tersenyum girang.

Ara memutar bola matanya malas.

"Giliran makan aja lo cepet."

"Apaan sih suka-suka gua dong."

"Udah deh diam, mending kalian pergi gua mau sendiri capek dengerin kalian ribut," ucap Ara dengan malas

"Sory Ra, janji gak teriak lagi," ucap Dinda memilih duduk.

"Calon lo siapa Ra ganteng gak?," tanya Dinda dengan raut wajah kepo.

"Gua aja belum liat rupanya," balas Ara malas.

Dinda tertawa kecil."Gak usah terlalu dipikirkan Ra yakin dan percaya pasti cakep calon suami lo."

"Humm moga aja."sahut Ara berdehem kecil.

"Udah-udah gk usah bete gitu, gimana kalau kita ke pantai liat sunset."

Mata Ara langsung berbinar senang."boleh ayok."

Dinda memutar bola matanya malas."gak sekarang juga Ra nanti sore, jam segini mana ada sunset."

"Iya gua juga tau."

Dimas hanya terkekeh kecil."kantin yook gua fah laper."

"Gas'lah gua juga dah laper."

Ketiganya mulai berjalan beringan ke arah kantin.



"Gila bagus banget sunset nya!"heboh Dinda setelah keluar dari mobil diikuti Ara dan Dimas dibelakangnya.

Ara terkekeh kecil." iya indah banget sunset nya,"sahut Ara membenarkan ucapan Dinda.

Ara tersenyum semakin lebar saat angin pantai menghembus menerpa wajah cantiknya. Dengan pesona sunset di sore hari begitu indah, keindahan sunset yang membuat dirinya terpanah bahkan terus tersenyum, tak pernah puas menatap ke arah matahari yang mulai terbenam.

"Ara fotoin gua!"teriak Dinda dengan lengkingnya menganggu ketenangan Ara yang sedang bernostalgia.

Tak bicara sepatah kata lagi, Ara segera memotret Dinda.

"Cantik banget, gua gk perlu ambil di Pinterest lagi," ucap Dinda memuji hasil jepretan Ara.

Ara terkekeh kecil dasar Dinda.

"Udah'kan?gua mau kesana dulu."lanjut Ara menunjuk ke arah tepian pantai.

Dimas dan Dinda mengangguk, keduanya sibuk dengan ponsel mereka, mengabadikan moment di sunset yang begitu indah.

Ara tersenyum berlarian kecil, dengan bunyi hamparan ombak di bibir pantai membuatnya berteriak dan sesekali tertawa tak ingin tersentuh air laut.

Bahagia Ara begitu simple moodnya seketika membaik jika di pertemukan dengan laut dan sunset.

Melihat Ara yang begitu asyik dengan hamapran ombak, Dinda memilih menyusul Ara ke tepian pantai.

Keduanya bermain kejar-kejaran, Dimas hanya menatap mereka tertawa tanpa mau ikut bergabung bersama mereka seperti biasanya, lelaki itu hanya diam memotret asal sunset yang sudah mulai tenggelam itu.

Setelah berlama-lama di pantai ketiganya memutuskan untuk pulang ke rumah, dengan Dimas yang mengantarkan keduanya.

"Mampir dulu."

"Next time aja Ra,"sahut Dimas dan Dinda.

"Okay gua masuk ya, kalian hati-hati."

"Siip."

Setelah mengatakan itu mobil Dimas melaju meninggalkan pekarangan rumah Ara, segera mengantarkan Dinda pulang ke rumahnya.

"Assalamu'alaikum," salam Ara memasuki rumah.

"Wa'alaikumsallam," sahut Irena dari arah dapur.

"Tumbenan bunda masak banyak gini?," tanya Ara dengan kening berkedut heran, menatap sajian makanan yang sudah tertata rapi di meja makan.

"Udah kaka gak usah banyak tanya, mending sekarang mandi, pake dres yang udah bunda siapin di lemari," sahut Irena sibuk menata piring.

Hufh

Ara menghembuskan nafasnya pelan"ada acara apa sih, kok Ara disuruh pake dres segala,"

Irena tersenyum."Kamu lupa, atau gimana sih, sebentar habis magrib calon suami kamu kesini."

"Bunda apa ini gak terlalu cepat."

"Lebih cepat lebih baik sayang, buruan mandi jangan tanya lagi, bunda udah capek loh kak."

"Iya bunda,"sahut Ara memilih pergi menaiki anak tangga dengan wajah tak semangat, melihat Bundanya yang begitu antusias, membuat ia jadi tak tega dan memilih menuruti ucapan bundanya.

Gadis itu segera beranjak dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.



Ara mondar-mandir di kamarnya bingung ingin memakai dres yang bundanya berikan atau tidak.

Ara merasa aneh dengan dres, seumur hidupnya ia tak pernah mengenakan dres yang menurutnya ribet lebih leluasa mengenakan celana jeans atau kulot semacam lainya.

Ara dengan malas mengambil jepitan rambutnya, menjepitnya asal segera turun ke lantai bawah dengan sepasang kimono tidur.

Astagafirullah Ara memang beda🥺

Saut-saut Ara mendengar perbincangan hangat di bawah sana, dengan ragu ia mencengkeram kuat-kuat baju kimono nya, entahlah ia pasti akan di cerca habis-habisan oleh bundanya tapi tak apa Ara memilih melangkah turun ke lantai bawah.

Irena yang sedang asyik mengobrol dengan sahabat lamanya, menatap tajam ke arah Ara seketika, putrinya benar-benar membuatnya darting menatap Ara yang mengenakan baju tidur seperti biasa.

Astagafirullah rasanya Irena ingin meneriaki putrinya saat ini juga namun rasanya sangat tak mungkin.

"Malam om, tante, dek," sapa nya tersenyum ramah ke arah tamu yang dimaksud bundanya, namun ia tak menemukan lelaki yang katanya akan di jodoh kan dengannya.

"Malam,"jawab mereka tersenyum ramah.

"Ma syaa Allah Iren anakmu cantik banget," puji wanita paruh baya dengan senyuman nya menatap binar pada Ara.

"Hehe iyah jeng,"kekeh Irena tersenyum.

"Sini sayang, duduk jangan berdiri," ucap Rani menepuk sofa kosong di sebelah nya.

Dengan senyuman ragu Ara melangkah duduk di sisi Rani dan bundanya.

"Jadi Ara sekarang udah semester berapa?"tanya lelaki paruh baya tersenyum ramah.

"Sekarang Ara semester tujuh om."

"Wah gak lama lagi udah nyusun skripsi, dan lulus ya kak,"tambah seorang gadis cantik yang tak lain Hana.

"Iya dek,"sahut Ara tersenyum.

"Ara udah tau dengan perjodohan ini?," tanya Rani.

"Udah tan."

"Syukurlah kalau udah,sebentar lagi anak tante datang, maaf dia agak telat masih ada urusan,"jelas Rani tersenyum.

Ara hanya tersenyum menganggukan kepalanya kecil."Huhf jujur gua penasaran,"gumam Ara teramat pelan. memilih mengobrol dengan gadis yang bernama Hana yang tampak asyik dan cepat sekali berbaur.

Tak butuh waktu lama orang yang mereka maksd tiba dengan seragam pdl yang masih melekat.

"Assalamu'alaikum, maaf saya telat kapten,"suara bariton seorang lelaki dengan hormat.

Ara membeku di tempatnya, suara dan wajah yang sangat tak asing, memorinya kembali mengenang kejadian satu hari lalu, yah dia lelaki yang Ara tabrak di bandara. ya kenpa Tuhan dunia begitu sempit.

"Wa'alaikumsallam, bersikap biasa saja ini bukan jam kantor,"balas Dani terkekeh kecil.

Degan ragu Lelaki tampan yang bernama Fhatur itu mengangguk segera menduduki dirinya di samping sang adik,tepat berhadapan dengan Ara yang saat itu juga sedang menatapnya.

Seketika wajah Fhatur ikut menatap Ara dengan datar ia jadi teringat dengan gadis ceroboh yang membuat layar ponselnya pecah, namun sesegera mungkin Fhatur membuang pandangan nya ke segala arah.

"Nah sudah lengkap kan, kita langsung ke inti pembahasan," ucap Dani membuka suara.

mereka semua mengangguk tak kecuali Ara yang masih diam membisu dengan pikirannya yang berkecamuk.

"Seperti yang sudah kami sampaikan maksud kedatangan kami kesini, ingin melamar Ara, sebagai istri Fhatur putra kami," ucap Herman tersenyum yang langsung di sambut baik Dani dan Irena.

Herman langsung menyerahkan kotak beludru pada Fhatur, yang telah mereka siapkan Siang tadi.

"Bagaimana nak Ara, kamu menerima lamaran kami?" tanya Rani tersenyum lembut.

"Ara terima," jawab Ara pelan dengan anggukan kecilnya.

"Allhamdulillah,"ucap Mereka tersenyum lega.

"Nak Fhatur, ayok pakaikan cincinnya ke Ara,"titah Irena tersenyum.

Fhatur dengan sigap langsung mengambil alih kotak beludru itu, memakaikan cincinnya ke jemari manis Ara.

Jujur Ara tidak munafik tunangannya memang tampan, jika dari jarak sedekat ini.

"sadar lo gak boleh terpesona,"batin Ara mengingatkan.

Setelah itu bergantian Ara yang memakaikan balik cincin itu ke jemari manis Fhatur, Ya Allah betapa tak percayanya Ara dengan semua yang terjadi dalam waktu singkat ini.

"Nanti setelah mengurus semua berkas, segeralah pengajuan ke kantor. waktu baik jangan di tunda-tunda lagi," ucap Rani setelah acara lamaran selesai.

"Iya, aku setuju banget Ran, segerakan urus semua berkas biar cepat pengajuan yah nak Fhatur," tambah Irena tersenyum.

"Iya tante, nanti Fhatur segerakan mengurus semuanya,"sahut Fhatur setelah beberapa saat terdiam.

Lanjutan dengan obrolan kecil dan makan malam bersama.

"Kaka cantik, Hana pulang yah, nanti kapan-kapan kita ngrobrol lagi," ucap Hana tersenyum setelah memeluk Ara dengan senang.

Ara tersenyum membalas pelukan Hana."iya dek, nanti kita ngorbol lagi,"kekeh Ara tersenyum begitu senang dengan Hana.

Melihat keakrabaran Ara dengan Hana membuat mereka semua tersenyum berbeda dengan Fhatur yang diam dengan tatapan datar nya.

Setelah itu keluarga Herman berpamitan pulang, Ara memilih memasuki kamarnya menatap cincin putih yang terukir indah, dengan sudut bibir tersenyum mengingat beberapa saat lalu dimana Fhatur menyematkan cincin pada jemari manisnya.

"Cie-cie, yang gayanya nolak, padahal senyum-senyum sendiri awas lo kesambet kak,"ucap Galang menganggetkan Ara di depan pintu.

"Apasih ganggu aja,"kesal Ara dengan malas.

"Giliran sama Galang ngeggasnya bukan main, coba aja sama tadi, siapa namanya Hantu, eh Hana, ngomong nya halus banget gak nggegas,"kesal Galang.

"Tergantung kamu, suka buat Kaka darting yah kaka nggegas dong," sahut Ara tak mau kelah.

"Terserah kaka lah," ucap Galang berlalu pergi.

"Nyebelin,"ucap Ara memilih masuk kedalam kamar menutup pintunya rapat-rapat. entah kenapa suasana hatinya mendadak tak karuan melihat tatapan Fhatur yang selalu saja datar saat pertemuan beberapa saat lalu.

Dinda :Ra gimana calon suami lo tampan?

Dinda :bales dong gua penasaran sumpah

Ara :hihi tampan, ternyata cowok yang bunda jodohin itu orang yang gua tabrak di bandara Din

Dinda : Ciee emang jodoh lo Ra, btw selamat, turut seneng gua akhrinya lo dpat jodoh juga.

Ara : iyah Din Thanks haha, lo kapan nih?

Dinda :kapan-kapan deh.

Ara :wwkwk iyah deh, udah yah gua mau tidur.

Dinda. : gaya lo Ra udah tidur aja, mimpiin tunangan lo.

Read.

Ara tertawa lepas menatap pesan Dinda ia memelih tidur membenakan wajahnya di boneka beruang besar

Typo bertebaran

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 105K 45
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
558K 27K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
525K 19.7K 33
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
228K 21.7K 28
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...