Adz'r Agency | 11.10 AM
"Wellcome to the hell."
Seringaian tipis tercetak di sudut bibir pria berumur 25 tahun itu. Tatapannya yang tajam berhasil membuat jantung sang lawan bicara berdegup kencang. Empat mata yang saling bertatapan membuat siapa saja merasa kalau keduanya sudah saling mengenal. Mungkin?
"Ah, kau pasti bos nya disini kan?" ucap gadis itu sambil menatap ke arah Rendy yang sedang berdiri sambil bersedekap dada dan mengabaikan ucapan Adzriel.
Rendy menaikkan sebelah alisnya, bingung. Kemudian, ia memberi tatapan seolah mengarahkan pada Adzriel.
Gadis itu cukup terkejut. Hal yang ia takutkan ternyata terjadi. Hei! Orang ini adalah pria yang sempat bermasalah dengannya kan pagi tadi?
"Ekhmm..." Deheman Adzriel membuat gadis itu langsung tersadar.
"Emm... Hallo, Sir?" sapa gadis itu dengan kikuk yang membuat ia terlihat bodoh sekarang.
"Apakah begini caramu memperkenalkan diri?" tanya Adzriel pada gadis itu. Sepertinya gadis ini tidak punya tatakrama yang baik?
"Ma-maaf, Tuan." Gadis itu merutuki kebodohannya sekarang. Bagaimana bisa ia melakukan hal bodoh seperti tadi? Lagipula pria di depannya ini adalah orang yang akan berpengaruh di kehidupannya nanti. Ya, setidaknya bukan sekarang.
"Sudahlah, tidak penting."
"Aku Vallen-"
"Vallen Flavia R. seorang mahasiswi lulusan terbaik tahun ini. Right?" Vallen cukup kaget mendengarnya. Bagaimana pria di depannya ini mengetahui namanya? Ia saja belum memperkenalkan diri, bahkan menyerahkan data diri saja belum.
"Ya, Tuan."
"Jadi?"
"What?" Vallen bingung pria di depannya ini berbicara tentang apa. Apa otaknya kurang berkembang selama ini?
Tapi, tatapan intimidasi dari pria itu berhasil membuat Vallen khawatir. Apalagi kalau ia salah bicara kan?
Vallen harus tenangkan diri saat ini. Ia tahu kalau pria di depannya ini bukanlah orang biasa, pria ini mempunyai aura berbeda dan tatapan tajam yang menusuk masuk retina.
"What's your purpose here?" Bukan Adzriel yang berkata. Melainkan Rendy.
Rendy tahu bos-nya ini adalah orang yang tidak suka mengulang pembicaraan dan menjelaskan sesuatu.
"Ingin ikut seleksi jadi model. Aku dengar agensi ini telah membuka lowongan," ucap Vallen dengan sopan. Ya, sepertinya ia harus mengubah perilakunya pada pria di depannya ini.
Ia tidak ingin kalau gagal menjadi bagian dari agensi ini. Selain agensi ini adalah yang paling terkenal dan ternama, ia juga punya tujuan lain untuk bergabung.
"Setelah apa yang kau lakukan padaku tadi?" Adzriel sedikit tersenyum miring dan ada kesan sedikit meremehkan sang lawan bicara.
"Aku sangat minta maaf. Aku tidak tahu kalau -"
"Sudahlah kau membuang waktuku."
Hei?! Apakah orang ini memang punya kebiasaan memotong pembicaraan orang lain? batin Vallen yang mulai jengkel.
"Aku mohon, Tuan berikan aku satu kesempatan untuk bergabung disini," ucap Vallen memohon. Oh, jangan lupakan mimik wajahnya yang sudah berubah memelas sekarang.
"Kau mau bertekuk lutut padaku?"
"In your dreame," gumam Vallen yang masih dapat di dengar oleh Adzriel.
"Aku penasaran apa yang membuatmu ingin sekali bergabung di Adz'r Agency," ucap Adzriel sembari memainkan bolpoin yang ada di atas meja.
"Ini impianku sejak lama." Adzriel mengernyitkan keningnya sejenak, kemudian menganggukkan kepalanya sekali.
Dalam hati Vallen berharap besar bisa diterima dengan baik di Adz'r Agency.
"Bawa dia," titah Adzriel pada asisten pribadinya yang tak lain adalah Rendy Poetra Sanchez.
Rendy mengangguk lalu meng-intruksi Vallen untuk mengikutinya.
Beribu pertanyaan muncul di benak Vallen. Ia akan dibawa kemana? Apakah ia diterima? Atau malah diusir? Hei! Apakah ia akan dibawa keluar gedung ini untuk diusir?
Tidak! Itu tidak boleh terjadi.
"Kau tidak mau ikut?" tanya Rendy.
"Apa?" tanya balik Vallen.
"Kenapa kau menggelengkan kepala?" Vallen mengerjakan matanya sebentar. Ia tidak sadar telah menggelengkan kepala.
"Tidak! Aku akan ikut!" sergah Vallen kemudian ia segera berjalan keluar ruangan dan meninggalkan Rendy yang masih berada di dalam.
"Awasi dia," titah Adzriel sebelum Rendy benar-benar keluar ruangan tersebut.
***
Setelah sesi wawancara yang sedikit menegangkan tadi Vallen akhirnya dapat bernapas lega. Kini, ia sedang pergi ke area parkir dan langsung masuk ke dalam mobilnya.
"Seharusnya aku cari tahu dulu siapa pemilik agensi ini," gumamnya karena merasa kesal dengan kejadian yang menimpanya.
"Huft... Beruntung sekali kau Vallen masih diterima." Vallen mengucapkan kalimat tersebut untuk dirinya sendiri.
Oh, memang sudah seharusnya kan ia mengapresiasi diri sendiri? Terdengar seperti orang yang memang membutuhkan pekerjaan. Padahal ia tidak terlalu butuh kan?
Ah, seharusnya ia memikirkan tentang sidangnya yang sebentar lagi akan diadakan. Lulus dengan nilai yang memuaskan seharusnya itu sudah cukup bagi Vallen. Namun, ia tetap ingin memberi kesan yang berbeda.
Drrtt ... Drrtt ... Drrtt
"Hallo?" ucap Vallen setelah ia menempelkan earphone ke telinganya.
"Kau ada dimana?" tanya orang yang ada di seberang telepon.
"Untuk apa kau bertanya? Kau pasti ingin meminta bantuan kan?"
"Hei! Kau selalu saja seperti itu."
"Kenapa aku? Seharusnya kau!"
Entah mengapa Vallen sangat suka mendebat orang yang meneleponnya ini. Sedangkan, orang itu harus lebih sabar menghadapi sifat Vallen.
"Ck, aku tidak ada waktu untuk berdebat seperti ini. Kembalilah cepat, ada masalah," ucapnya yang membuat kening Vallen mengerut pertanda bingung.
"Tentang?"
"Sejak kapan kau tak menangkap maksudku?"
Hah? Vallen sungguh tidak mengerti dengan arah pembicaraan ini. Tapi, memang benar seharusnya ia sudah paham dari tadi kan arah pembicaraannya?
Ah, sepertinya masalah tadi berpengaruh terhadap pola pikirnya. Bertemu pria tadi memang membuatnya sedikit gila.
"Sorry, Ray. Aku sedang banyak pikiran."
Raymond mengembuskan nafas lelah. Sepertinya memang ada yang salah dengan Vallen.
"Detailnya sudah aku kirim ke email. See you."
Tut!
Dengan tanpa persetujuan Raymond sudah mematikan sambungan telepon sepihak. Kesal? Tentu saja Vallen kesal.
Tapi, tidak masalah. Sekarang ia harus fokus tentang apa yang dimaksud Raymond tadi.
Vallen menepikan mobilnya dan mematikan mesinnya sebentar. Ia mulai membuka email yang dikirim Raymond padanya.
"Shit!"
"Sepertinya dia mau bermain-main."
Seringaian tipis tercetak dibibir manis gadis ini. Vallen, ia kembali menghidupkan mesin mobilnya dan segera melesat pergi membelah jalanan.
==============
Ramirez Mansion's
Seorang pria yang masih bersetelan rapi kini mulai menginjakkan kakinya di ubin putih tulang itu. Langkah tegas dengan badan tegap turut menambah wibawanya. Garis wajah yang sangat tidak manusiawi berhasil membuat siapa saja iri. Mata hitam legam, hidung mancung, rahang tegas serta bibir tipis yang menggoda.
Adzriel mulai menatap lurus ke depan. Banyak sekali paramaid yang berbaris rapi menyambut kedatangannya. Jangan lupakan bodyguard-nya yang selalu mengikuti dari belakang.
"Apakah ini kebiasaanmu? Sudah lama tidak pulang," ucap seorang wanita paruh baya.
"Ibu belum tidur?" tanya Adzriel sambil mencium kening wanita yang ia panggil Ibu.
"Bagaimana aku bisa tidur di jam yang masih sangat awal? Lagipula aku menunggumu," ucapnya yang membuat Adzriel tersenyum kecil. Jessie Ramirez, adalah ibu kandung dari Adzriel. Seorang wanita berusia 45 tahun yang masih terlihat awet muda.
"Jangan menungguku, Ibu. Kau punya penyakit yang membuatmu tidak bisa sampai kelelahan." Jessie tersenyum kecil pada sang anak tunggalnya. Jessie mempunyai penyakit asma akut yang bisa saja tiba-tiba kambuh.
"Kau ini terlalu mengasihani aku," ucap Jessie sambil tersenyum.
"Nak, kau bicara seperti tidak ada beban. Kau tidak berpikir ibumu bisa tersinggung?" ucap pria paruh baya yang baru saja datang dari arah dapur sembari membawa secangkir teh hangat.
"Memangnya kenapa? Aku cuma bicara apa adanya." Adzriel tersenyum remeh pada pria itu. Jake Effendy Ramirez, adalah ayah dari Adzriel.
Ia seorang pria yang bijaksana dan berwibawa. Harta dan tahtanya sudah ia berikan sebagian pada sang anak. Bahkan, sekarang ia hampir pensiun dari dunia bisnis dan lebih memilih mempercayakan sang anak yang memimpin sekarang.
"Sudahlah, Jake. Anakmu memang seperti ini," kekeh Jessie yang membuat Adzriel jengah.
Seperti inilah Adzriel di lingkungan keluarganya. Memang sangat berbeda jika dibandingkan dengan ia saat berada di luaran sana. Tidak heran beberapa paparazi berhasil mengungkit secuil kisah lain dari seorang Adzriel Fazar Ramirez.
Sang pria kejam dan penakluk, tetapi mempunyai positive vibes family yang membuat orang lain kadang merasa tidak percaya.
"Aku ingin istirahat. Sebaiknya Ibu juga begitu." Adzriel langsung meninggalkan kedua orang tuanya. Ia memilih untuk pergi ke ruangan pribadinya atau bisa disebut dengan kamar tidurnya?
"Ah, kadang aku kesal saat dia pulang kesini," keluh Jake yang dibalas dengan tawa kecil dari sang istri.
"Bukankah kau merasa kesepian kalau dia tidak pulang?" goda Jessie.
"Benar."
"Kalau begitu kau tidak usah mengeluh."
{{==============================}}
Selasa, 21 Juni 2022, At 17.55 Wita
Saat gerimis melanda pada sore ini
TBC.