Love Me Not.

By wldstrs

6.2K 477 28

Sebagai pengacara profesional, mengerjakan satu kasus seharusnya menjadi hal yang singkat. Yang harus dilakuk... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
Break! Opinion?
7
8
9
10
11
Break! :(
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Break! Thoughts!
40
41
43
44
45
Epilog
Break! Meh \Ω/
Break! Almost :(

42

53 6 0
By wldstrs

Saat ini aku merasa seperti sedang berada dalam surga yang isinya hanya pria keren dengan badan berbentuk seksi, menggoda, dan menggiurkan. Kenapa? Okay, izinkan aku mengulang dari awal. Sekedar bocoran, mereka bukan penari telanjang dan acara ini melibatkan Mia dan Thea.

Dalam jangka waktu 7 hari, ada 3 orang pria yang akan berulang tahun. Kita, aku, Mia, dan Thea, berencana untuk memberikan hadiah istimewa yang tidak diduga. Aku juga sebenarnya tidak tahu kenapa aku melibatkan diri ku disini, tidak satupun pria yang berulang tahun memiliki hubungan yang begitu dekat dengan ku, tapi mereka teman ku, setidaknya 2 dari 3 pria tersebut. 3 pria itu adalah Trent, Ryan, dan pacarnya Thea, Matt. Saat mereka mengajak ku, aku hanya berpikir kita akan mengunjungi beberapa toko dan selesai sudah. Apa yang terjadi saat ini sangat tidak ku antisipasi.

2 pendamping ku, seperti yang sudah diketahui, memiliki banyak kelebihan saat menyangkut koneksi dari orang lain, saat ini, kita memiliki bukti lainnya. Dalam waktu beberapa saat, Mia telah mendapatkan 3 tiket men's fashion week di New York dan di acara yang sama, Thea berhasil mendapatkan backstage pass untuk kita bertiga, karena kita berencana untuk memilih barang langsung dari sang model. Well, maksud ku dengan 'kita' adalah Mia dan Thea tentu saja. Sungguh aku beruntung saat aku diajak aku memakai sesuatu yang patut, aku sungguh tidak ingin terlihat memalukan dan mencolok.

Banyak model pria yang berjalan berseliringan dengan ku sesaat mereka selesai berjalan di runway. Tidak akan berbohong, mereka semua sangat luar biasa tampan dan muda dan menarik dan seksi dan oh, terlalu banyak pujian. Pfft, aku lebih tertarik pada mereka daripada baju yang mereka pakai. Aku menoleh untuk melihat ke arah Mia yang luar biasa tenang berbicara dengan salah seorang designer, lalu pada Thea yang sedang memperhatikan beberapa pria yang berparade di hadapannya

"Orang kaya," ucap seorang wanita di sisi ku, dari penampilan, aku tebak dia semacam EOnya

"Banyak uang untuk digunakan," balasku tersenyum

"Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau tidak bergabung dengan mereka?" tanyanya menghadap ke arah ku

"Aku belum sekaya itu," balasku tertawa pelan

"Benar kah?" ucapnya tidak percaya, "kau tidak terlihat seperti orang yang 'belum sekaya itu'," lanjutnya memperhatikan ku

"Pemberian teman-teman kaya," balasku menujuk Mia dengan dagu ku, "seperti yang bisa dilihat, mereka memiliki cukup uang untuk dibakar," lanjut ku

"Kau semacam PA atau bodyguard?" tanyanya dan aku menggeleng pelan, "pass ini tidak setiap hari diberikan dengan mudah," ia mengetuk tag ku dengan pulpennya, "sebaiknya kau gunakan sebaik mungkin."

"Ini pakaian pria," balasku, "apa yang bisa ku lihat dari pakaian pria?" lanjutku bertanya

"Siapa bilang yang kau lihat harus pakaiannya?" ucapnya mengedipkan sebelah matanya. Ah, wanita ini... "ayo, kau terlihat sangat diluar tempat!" lanjutnya mengajak ku mengikutinya

Dan inilah yang ku maksud saat aku membicarakan surga pria. Mereka ada dimana-mana, tanpa atasan dan hanya memakai bawahan, hanya dengan boxer saja, ada yang berpakaian lengkap, wow. Aku tidak pernah melihat pria keren sebanyak ini dalam satu ruangan yang sama, mereka selalu terpisah-pisah, tapi saat ini... Ini terlalu berlebihan!

"Overwhelmed?" si EO kembali muncul di sisi ku setelah menghilang tiba-tiba

"Sangat," balas ku tidak bisa menyembunyikan senyum, "ku rasa aku bisa OD disini," lanjut ku sedikit malu

"Ya, bayangkan aku yang harus setiap saat melihat ini," ucapnya tertawa, "sesaat," gumamnya dan lagi-lagi meninggalkan ku. Kurasa aku harus melakukan sesuatu selain membeku menatapi pria-pria ini seperti orang aneh

Rambut merah, coklat, pirang, keemasan, hitam, bahkan warna konyol sekalipun, ada banyak sekali variasinya. Oh, aku harus berhenti memuja mereka seolah mereka itu dewa, mereka bukan dewa, mereka hanya sekumpulan orang yang kebetulan memiliki keberuntungan untuk mempunyai tubuh yang luar biasa seperti di photoshop.

"Bisa kau bantu aku dengan—"

"Aku bukan crew," potong ku cepat

"Oh, kau bukan? Maafkan aku," ucapnya melepas tangan ku dan tersenyum. Dia bercanda kan? "Tunggu, jika kau bukan crew, lalu siapa kau?" ucapnya kembali mencengkram tangan ku

"Tamu," balasku singkat

"Kau memiliki pass ini, kau yakin hanya seorang tamu? Mereka tidak ke belakang sini biasanya," ucapnya menatapku curiga tapi tetap tersenyum

Aku melihat sekitar, menyadari kalau tidak hanya ada sepasang mata menatapku, tapi setidaknya 9 pasang mata lainnya, 5 diantaranya menatapku melalui pantulan cermin. Apa aku dalam masalah? Mereka mencurigai ku semacam mencuri pass atau sesuatu?

"Maksud ku, apa kau yakin kau tidak salah tempat?" tanyanya lagi. Okay, sekarang aku bingung apa yang ia tuduhkan pada ku

"Jangan ganggu wanita ini, Taylor," ucap seorang pria lain yang datang setelah memukul santai belakang kepala si Taylor ini

"Dude, kenapa kau menjadi cockblocker?" ucap si Taylor melepas tangan ku dan berdiri menatap si pria yang baru datang ini

"Mendapatkan wanita sepertinya tidak akan berhasil dengan cara mu," balas si pria yang baru datang ini

"Uh, aku masih di sini dan bisa mendengar kalian," ucapku melambaikan tangan ku

"Siapa nama mu, beautiful?" tanya si pria baru datang

"Ali," ucap ku setelah tertawa santai

"Apa kau model Ali?" tanya lagi

"Kau semacam talent scout?" ucap ku tahu kalau jawabannya adalah bukan, "kau belum menyebutkan nama mu," lanjut ku setelah mendapat reaksi senyuman dari pertanyaan ku sebelumnya

"Erick," balasnya tersenyum.

Sungguh aku sedikit kecewa, kenapa yang menyapa ku tidak ada yang sekeren pria yang ku lihat saat aku baru masuk tadi? Mereka terlalu standar, dan kalau dibandingkan dengan Kei, suami saat ini ku masih jauh lebih menarik. Tapi kalau dipikir lagi, Kei memang menaruh standar terlalu tinggi dari awalnya, mungkin kalau ia bukan athlete, ia akan menjadi model, seperti Visha.

"Kau model bukan?" tanya ku dan dia mengangguk santai, "apa dua baju terakhir mu nyaman?" lanjut ku random

"Kenapa kau bertanya?" tanyanya tertarik

"Aku sedang berpikir untuk menghadiahi teman ku salah satunya," ucap ku, "kau pikir ia akan menyukainya?" lanjut ku. Ku akui ini sedikit terasa aneh aku berdiri disini berbicara dengan seorang model seperti Erick.

"Apa yang aku pakai pasti disukai semua orang," ucapnya

"Thanks," ucapku berbalik berjalan pergi

Aku tidak bisa menemukan si EO tadi, sepertinya ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, jelas tidak punya waktu untuk memberikan ku tour yang lain selain tempat bersiap para modelnya, tapi aku lihat memang sepertinya hanya itu saja yang menarik, yang lainnya tidak begitu, hanya peralatan saja. Omong-omong di mana Mia dan Thea? Jangan bilang aku sekali lagi ditinggalkan di luar kota, sangat tidak lucu. Ugh, dima—

Mari membicarakan klise.

"Kau bisu, buta atau hanya tidak memiliki sopan santun?" sindir ku pada tubuh yang menabrak ku telak

"Oh, maaf, apa aku menabrak mu?" balasnya sarkastik

"Ya, kau menabrak ku," balasku "mungkin kau juga mati rasa," lanjut ku kembali menyindir

"New Yorker bitch!" gumamnya berjalan pergi

"Excuse me?" ucap ku "katakan itu lagi!"

Pria ini sepertinya tidak memiliki sopan santun, tidak hanya ia menabrak ku telak, dia juga tidak meminta maaf akan itu, lalu ia melanjutkannya dengan mengataiku 'New Yorker bitch'?

"Kau mendengar ku," balasnya

"Aku mencoba untuk tidak tersinggung, sayangnya tidak bisa," ucap ku, "apa masalah mu? Apa sesusah itu meminta maaf? Pernahkah orang tua mu mengajarkan meminta maaf itu baik?" lanjutku

"Dengar, lady, kau membuang waktu ku yang sangat sempit, aku tidak akan meminta maaf karena aku tidak salah, kau berdiri di depan pintu yang tidak seharusnya kau tutupi, jadi kau diam saja dan pikirkan kesalahan mu itu!" balasnya ketus

"Ternyata model bisa stress juga," gumam ku tertawa dan berjalan pergi dengan santai

"Aku tidak stress!" sahutnya

"Dan aku bukan New Yorker!" balas ku menyahut santai

Hanya karena aku ada di New York dan terlihat rapih bukan berarti aku New Yorker, aku memang selalu ingin menjadi salah satu dari mereka, karena kesuksesan mereka terlihat datang dengan mudah, tapi aku mendengar mereka itu kebanyakan tidak punya kehidupan, yang mereka lakukan hanya bekerja, walaupun saat itu adalah hari libur. New Yorker wanita kebanyakan berakhir menikah dengan pekerjaannya, tidak memiliki anak dan mengecewakan keluarga seberapa pun suksesnya dia dalam pekerjaannya. Setiap orang tua memiliki standar mereka, dan sebuah kepastian mereka menginginkan keturunan generasi yang lebih panjang daripada hanya sampai di anaknya, bersyukur kalau mereka mempunyai lebih dari 1 anak dan setidaknya ada satu yang cukup waras.

Setelah beberapa saat berjalan tanpa tujuan spesifik, EO tadi kembali muncul, aku tidak tahu kenapa ia bersikap sungguh baik hati pada ku, ia menawarkan ku tiket lain untuk show mode wanita yang diadakan keesokan harinya. Apa tepatnya keuntungan baginya memberikan ku tiket gratis seperti itu? Walaupun aku sudah berencana untuk menolak, tapi aku tidak tega entah kenapa. Mungkin karena dia bersikap sangat ramah pada ku?

Merasa puas, aku kembali ke area umum, dalam sesaat, aku menemukan kedua pendamping ku di kursi pinggir runway, mereka menontoni para pria yang berjalan bolak-balik di panggung, menampilkan berbagai macam rancangan designer yang kalau diperhatian sekilas akan terlihat sama semua. Aku bergabung dengan mereka, menduduki kursi di baris kedua, tepat di sisi Thea ada kursi yang kosong, ku rasa itu tempat ku. Aku mengambil goodybag yang ditaruh di kursinya, menyapa santai Mia dan Thea sebelum menduduki tempat ku. Kau tahu, cukup menarik juga menonton rancangan yang belum terlihat di pasaran sama sekali, ku rasa ide bagus juga aku memiliki tiket untuk besok. Oh, aku bahkan tidak tahu nama si EO tadi, apa di booklet ada namanya? Sayangnya tidak ada, tapi mungkin di susunan acara ada namanya.

Aku melihat si pria kurang ajar yang menabrak ku tadi berjalan di runway, dan untuk sepersekian detik mata kita saling bertemu. Kenapa pria tampan dan menarik sepertinya harus memiliki sifat yang tidak mudah untuk disukai? Apa menurut mereka sesuatu yang seperti itu membuat para lawan jenis menjadi semakin tertarik? Tapi sejak kapan ada pria paket lengkap? Tampan dan menarik, lalu memiliki sifat yang dapat ditoleransi dengan mudah. Yeah, itu hanya mimpi. Kenapa jaman sekarang susah sekali ada pria sejati seperti itu? Sangat mengecewakan.

"Hey lady who's not a New Yorker!" panggil si pria kurang ajar saat aku sedang menanti Mia dan Thea yang sedang berdiskusi dengan seseorang tentang barang yang akan mereka pesan

"Datang lagi untuk menghina ku?" ucap ku tajam

"Tidak," ia tertawa pelan, "datang untuk meminta maaf," akunya mengangkat bahu, "kau benar, aku memang sedikit stress dengan schedule yang membingungkan."

"Hmm, jadi apa yang menyadarkan mu?" tanya ku datar

"Akal sehat dan penutupan malam ini," balasnya, "bisa kita mengulang kembali?" tanyanya tersenyum lalu mengulurkan tangannya, "aku Matt."

"Tidak kah kau para model memiliki semacam stok wanita?" Tanyaku melirik tangannya lalu kembali ke matanya

"Kita punya, tapi lama-lama membosankan, tidak kah kau pikir begitu?" balasnya santai masih menahan tangannya di udara, "ayolah, jangan biarkan aku menggantung seperti ini," lanjutnya

"Aku tidak memberikan nama ku pada mu," balasku menjawab uluran tangannya

"Kenapa?" tanyanya pura-pura kecewa

"Kesan pertama segalanya, punya mu tidak begitu bagus," balas ku yakin. Tidak mau dibilang mudah, jadi aku bermain jual mahal, bukan keahlian ku, tapi patut di coba.

"Hey, b, ku rasa kita telah—" ucap Mia terpotong "—oh, apa aku mengganggu?" lanjutnya penasaran

"Aku sedang meminta namanya tapi tidak mendapat respon saat kau datang," ucap si Matt ini.

"Ugh, kenapa kau selalu menarik perhatian pria manis sepertinya?" ucap Mia bersedekap menatap ku

"Please..." ucap ku memutar mata ku, "kau menarik perhatian pria manis lebih banyak dari ku, lihat saja siapa yang kau genggam dijarimu," lanjutku melupakan Matt yang berdiri di sisi ku, "kau memiliki Trent, bos ku."

"Kembali pada mu, b!" balas Mia tertawa, lalu beralih pada Matt, "kau harus lihat suaminya!" lanjutnya, "tunggu, kau tidak berpikir untuk berselingkuh, bukan?" tambahnya tersadar

"Tentu saja tidak!" sergah ku difensif, "karena jika memang itu rencana ku, saat ini Matt sudah akan mengetahui nama ku, atau bahkan aku sudah tidak ada disini lagi," balas ku sebelum beralih kembali pada pria itu, "no offense."

"Sangat tersinggung," balasnya sungguh terdengar tersinggung

"Kalian butuh beberapa menit?" ucap Thea yang baru saja kembali bergabung

"Tidak perlu," ucap ku pada Thea, "oh, dan nama ku Ali, sampai jumpa!" ucap ku beralih pada Matt

"Tapi aku belum mendapat nomer mu!" ucap Matt menahan lengan ku

"Kau punya kartu nama?" Tanya ku konyol

"Tidak," balasnya sedikit bingung, "kenapa?"

"Lupakan," ucap ku datar, "HP mu?" ia memberikan HPnya dan aku memasukan nomer kerja ku. Lebih mudah memblok panggilan seseorang yang tidak diinginkan saat menggunakan nomer kerja karena jenis pekerjaan ku memiliki kemungkinan kriminal yang menghubungi.

"Kau tidak memberikan ku nomer palsu bukan?" ucapnya tertawa pelan

"Kurasa kau harus menemukannya sendiri," ucapku tersenyum dan meninggalkannya

Setelah kita selesai urusan di New York, Thea kembali mengantar ku dan Mia ke kantor karena kita sama-sama meninggalkan mobil di sana. Hari ini sungguh menyenangkan, dan tak lupa, juga memuaskan, sangat memuaskan, terutama mata.

**

Saat pagi hari tiba dan waktu sudah cukup sempit, aku tidak bisa menemukan HP kerja ku. Jangan katakan aku meninggalkannya di mobil Thea, atau lebih buruknya lagi di New York. Oh, bisa mati aku sampai itu terjadi. Semuanya nomer klien ku ada disana, catatan-catatan kecil tentang kasus aktif dan yang sudah lalu ku ada disana, bisa dibilang HP itu adalah hidup-mati ku saat ini, aku tidak bisa kehilangan HP itu. Okay, aku harus tenang, ini rumah yang cukup luas, mungkin aku meninggalkannya di luar kamarku. Semoga saja.

Dan karena aku tenang, aku menyadari betapa pelupanya aku, tentu saja, aku meninggalkannya di meja bar dapur kemarin malam. Sungguh leganya diriku. Aku mengecek voicemailnya, tapi ternyata tidak ada isinya, padahal aku berharap menemukan Matt si model meninggalkan pesan, tapi sayangnya tidak. Mungkin ia berubah pikiran, atau bisa juga dia tidak betul-betul tertarik pada ku, maksud ku, itu bukan pertama kalinya. Aku tahu aku tidak begitu menarik kalau dibandingkan dengan si dada dan bokong besar atau si tinggi berbadan ramping. Tapi aku tidak boleh menuduh seseorang sebelum mengetahui kebenarannya, berpikir positif saja, ia sibuk atau tidak mau terlihat terlalu tidak sabaran, dia seorang pria.

Aku sudah sampai di mobil saat aku menemukan aku meninggalkan sesuatu di kamar, tiket ku untuk nanti sore. Ingat? Aku mendapat tiket gratis dari si EO yang ku temukan namanya Kaleigh. Kaleigh, nama yang sungguh indah didengar, tapi saat menjadi tulisan tidak begitu. Okay, kembali ke topik awal. Aku tahu mungkin saat ini, kalian sudah bosan dengan kejadian klise yang selalu terjadi pada ku. Bukannya aku tidak senang hidupku hampir seperti dalam novel, percayalah, itu sangat luar biasa, tapi lama-lama aku yang menjalaninya merasa hidup ku tidak nyata, seperti sudah ada skenarionya dan aku hanya aktris yang sedang melakoninya. Tidak bisakah situasi klise berhenti mengelilingi ku?

Okay, okay, aku harus berhenti meracau. Aku kembali ke dalam rumah. Aku tidak tahu apa Kei masih di dalam kamarnya atau sudah pergi entah kemana diantar Blight, tapi aku tidak melihatnya sejak pagi. Well, saat ini jawaban ku langsung dijawab, Kei masih ada di rumah, secara fisik dan mental.

"Err, kau seharusnya sudah pergi 5 menit lalu," ucapnya terkejut melihat ku

"Kenapa? Kau memiliki janji di rumah atau sesuatu?" tanya ku curiga

"Tidak, tapi aku tidak akan memakai ini kalau tahu kau masih ada di rumah," balasnya

"Ada apa dengan hanya celana pendek? Ini rumah mu," balas ku berjalan menaiki tangga yang membuat ku berseliringan dengannya, "ew, kau keringatan!" ucap ku reflex saat tangan ku tak sengaja terkena tubuhnya. Tidak sengaja, ingat kata itu

"Saat kau berolahraga, kau pasti mengeluarkan keringat," ucapnya sambil lalu. Dia olahraga di dalam kamarnya? Ugh, kenapa itu terdengar menjijikan?

Aku tidak tahu kenapa hari ini sangat malas untuk segalanya, malas untuk bergerak cepat, malas untuk mencari, malas untuk berangkat ke kantor, malas untuk melakukan sesuatu yang seharusnya aku lakukan saat ini. Argh! Dimana sih tiket sialan itu? Tadi HP, sekarang tiket yang aku lupa taruh di mana. Sungguh menyebalkan. Saat aku akhirnya menemukan tiketnya, aku tidak tahu berapa menit telah berlalu, yang aku tahu, aku sudah memiliki kepastian akan terlambat.

Sebuah kebetulan yang terjadi dalam 1 dari 1 juta terjadi pada ku hari ini. Salah satu dari klien ku menelpon, ia membutuhkan jasa ku untuk merepresentasikannya, dia tidak ditahan, hanya dituduh melakukan tindakan kriminal yang tidak ia lakukan. Jadi ya, hari ini, aku mendapat undangan untuk mendatangi kantor polisi.

Saat aku sampai, aku langsung menuju meja depan, menyatakan tujuan ku, lalu seorang polisi wanita mengantarku ke ruang interogasi di mana klien ku sudah menunggu dengan tampang kesal yang terlihat akan segera menjadi permanen kalau ini tidak selesai secepatnya. Sebelum siapapun interogatornya datang, aku melakukan sedikit perbincangan kecil tentang apa yang ia ketahui tentang kasusnya dan apa saja yang sudah ia katakan sebelum aku datang. Aku belum selesai dengannya saat sang interogator memasuki ruangan. Tebak siapa interrogatornya, dia Gorge Vaughn, si detektif yang terlalu bersemangat.

"Ms. Alice, apa yang anda lakukan d isini?" ucapnya ragu sambil berjalan dari pintu

"Saya perwakilan dari Ms. Teghart," ucapku mengeluarkan kartu nama lalu mengulurkan padanya

"Tidak menyangka hal ini sama sekali," ucapnya tertawa pelan sebelum menarik kursi dan duduk dihadapan kami. Dan interogasi dimulai.

Detektif Vaughn kebanyakan bertanya hal yang bisa menjebak klien ku, itu hal yang sudah biasa dilakukan oleh para interogator, jadi aku kebanyakan hanya menyuruh klien ku untuk tidak menjawab dan tetap diam. Kurang lebih saat ini, info yang sang detektif dapatkan hanya alibi klien ku, selain itu, sang detektif melewati batasnya. Ku rasa merupakan suatu hal yang bodoh sang detektif tidak tahu siapa pengacara yang dipanggil. Tidakkah klien ku menyebutkan ku dengan nama? Atau setidaknya mungkin nama ku tertera dalam file yang memberatkan klien ku? Tidak masuk akal.

Aku bisa menjaga diri ku untuk tetap bersikap profesional, tapi sepertinya detektif Vaughn tidak. Setelah interogasi selesai, sekali lagi ia mencegat ku saat aku sudah akan pergi. Mungkin orang-orang benar, tidak semua polisi memiliki integritas yang baik, beberapa dari mereka memiliki kecenderungan untuk meraih siapapun yang mereka yakini memiliki keuntungan bagi mereka, bukan masyarakat. Aku tahu saat ini itu tidak ada hubungannya, tapi suatu hari akan, percayalah.

Aku tidak mengerti, apa aku memiliki semacam kutukan untuk menjadi menarik walau aku tidak begitu menarik? Aku memang pernah mendengar wajah oriental atau kulit gelap lebih menarik, tapi aku tidak memiliki keduanya, wajah ku jelas tidak oriental dan kulit ku tidak segelap itu, aku tidak berdada besar ataupun berbokong seksi, lalu apa yang mereka lihat dari ku yang mereka temukan menarik dan patut diperhatikan? Aku tahu kadang itu baik, tapi dalam kasus ku tidak begitu, aku tidak suka perhatian yang mereka berikan padaku, mereka memperhatikan ku seperti aku ini semacam mangsa, dan tatapan itu terasa melecehkan, terutama dari para pria, jadi ya, aku tidak menyukainya.

Saat aku sampai kembali di rumah setelah hari yang panjang itu, aku mendengar seseorang yang sedang bernyanyi diluar nada, dan lagunya adalah lagu yang cukup absurd untuk seorang pria seperti Kei untuk dinyanyikan, dan nyanyian itu datang dari dapur

"Apa kau mendengarkan Skylar Grey?" ucap ku menarik EarPods yang dipakainya

"Huh?" balas Kei tidak menangkap perkataan ku sebelumnya

"Apa aku menyanyikan lagu Skylar Grey?" ulangku dengan sedikit perbedaan

"Tidak..." balasnya yakin tapi tidak yakin

"Ya, kau mendengarkannya!" ucap ku tertawa lalu mengambil HP dari celananya yang menunjukan artwork dari lagu yang belum selesai dimainkan. Sedikit aneh, dari semua lagu yang bisa ia dengarkan dari penyanyi ini, ia memilih untuk mendengarkan, dan menyanyikan, 'Everything I Need'. Artworknya terpampang jelas di lockscreennya, yang berarti dia jelas mendengarkan itu, "kau seorang fans?" lanjut ku penasaran

"Wanita itu bertalenta," balas Kei tidak menjawab pertanyaan ku

"Asal kau tahu saja, kau pria dan lagu seperti ini terlalu gombal," ucap ku menahan tawa

"Apa kau seorang fans?" ucapnya balik bertanya

"Aku lebih suka yang bersemangat," balasku ringan. Itu bukan seluruhnya kebongan.

"Pembohong," gumam Kei mengambil kembali EarPodsnya dan melanjutkan bersenandung. Bukan hak ku untuk mengadilinya, ini dunia bebas.

**

Sering waktu berjalan, Matt si model akhirnya menghubungi ku, tapi sayangnya aku bukanlah orang yang menjawab, melainkan Kei. Sejak yang berdering adalah HP kantor ku, jadi ia mengira sang penelpon adalah seorang klien, dan untuk alasan ia menjawabnya karena sekali lagi aku terlalu pelupa untuk membawa HP ku kembali ke kamar dan benda itu terus berdering yang membuat Kei menjawabnya sebelum mati dan aku malah tidak menerimanya sama sekali, yang memang pada akhirnya, aku tidak mengangkatnya sama sekali karena Kei mengangkatnya untuk ku. Dia memberi tahu ku pagi harinya setelah malamnya Matt menelpon. Aku tidak marah, kenapa aku harus? Yang penting ia memberi tahu ku dan tidak diam saja seperti bajingan.

Aku bertanya lebih detail tentang telepon itu, tapi yang aku dapatkan hanya kalimat singkat karena menurut Kei mereka tidak mengobrol panjang. Tapi ini Kei, dia selalu mengobrol panjang dengan semua orang. Huh, apakah Matt akan menghubungi ku kembali nantinya, atau Kei sudah memintanya jangan menghubungi ku lagi? Secara teknis dia memang berhak, dia adalah suami ku, walaupun hanya di atas kertas. Sudahlah, aku harus berhenti membicarakan hak, munafik sekali diri ku membicarakan hak saat topiknya aku dan Kei, ku yakin saat ini sudah ada 100 lebih hak yang seharusnya ku akui dalam pernikahan ini tapi nyatanya tidak. Ya, sekarang aku yakin Matt tidak akan menghubungi ku kembali.

Walaupun aku merasa yakin, aku terus saja memandangi HP ku selayaknya anak remaja yang menunggu telepon dari bocah manis yang dia taksir di sekolahnya. Aku tidak bisa menghubunginya kembali karena aku tidak tahu yang mana nomernya, dan aku tidak ingin terkesan memaksa juga menyedihkan, wanita tidak seharusnya melakukan pendekatan pertama, itu tugas para pria, wanita hanya menentukan jalannya setelah pendekatan pertamanya itu.

"Hei, Ali, ku rasa kau harus berhenti memikirkan apa pria itu akan menghubungi mu kembali," panggil Kei mengetuk meja di hadapan ku

"Apa?" ucap ku terdengar ketus

"Matt akan menelpon, tapi tidak sekarang," ucapnya mengambil HP dari tangan ku

"Hei kembali kan HP ku!" ucapku panik. Ingat? HP itu hidup-mati ku, jadi maaf kalau aku terdengar berlebihan dan panik

"HP mu akan tetap utuh, tenang saja," ucapnya jahil

"Aku mau pergi," ucap ku beralasan

"Kemana? Kamar mu?" ejeknya, "kau masih memakai baju rumah!" lanjutnya

"Kenapa kau sangat menyebalkan?" maki ku berderap pergi

"Belum kah kau menyadari itu semacam dinamika kita?" sahutnya, "aku memancing mu dan kau akan terpancing?" aku bisa mendengarnya berjalan mengikuti ku, "dan sekarang ku rasa kau memiliki titik lemah untuk ku," lanjutnya semakin saja menyebalkan

"Jangan kau mulai tinggi hati, Kei," sindirku santai

"Kenapa kau masih dalam penyangkalan?" balasnya tersenyum jahil. Ah, here we go again, godaan Kei lainnya. Aku tidak akan terjebak lagi, karena itu sebaiknya aku pergi sebelum terjebak

"Aku tidak!" bela ku, "dan pembicaraan ini telah selesai," ucap ku cepat

"Kau yakin?" sahutnya, "semoga malam ini kau tidak akan bermimpi tentang bagaimana pembicaraan ini seharusnya selesai!" lanjutnya tertawa santai

Hmm, apa entah bagaimana Kei tahu aku pernah bermimpi sesuatu yang seperti itu? Aku bukan hanya berpikir itu yang dia maksud dengan kalimat sebelumnya, tapi aku memang tahu itu yang ia maksud. Ingat? Ini Kei, jika ada penghargaan yang dirumuskan dari pikiran imajinasi aneh, Kei akan menjadi pemenangnya, atau setidaknya masuk nominasi. Tapi sungguh, apakah Kei benar-benar tahu tentang mimpi ku? Semoga saja tidak, karena ia akan menjadi lebih besar kepala kalau sampai ia tahu. Kenapa proses ku tidak bisa berjalan lebih cepat? Aku tidak tahan ingin cepat keluar dari sini.

Lalu pada malam itu, perkataan Kei menjadi nyata. Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi perkataannya menjadi nyata, aku benar-benar memimpikannya, bahkan lebih nyata dari yang sebelumnya di halaman belakang, sangat nyata. Mungkin aku memang menginginkannya dan Kei benar aku dalam penyangkalan. Sungguh sialan, kenapa ia harus sangat menggoda? Kenapa ia tidak normal saja? Dengan begitu akan sangat lebih mudah menolaknya. Ini sungguh menyebalkan. Sial, sial, sial! Sungguh berharap aku tidak pernah bertemu dengannya, tidak di dunia nyata ataupun di dunia mimpi, tidak pernah sama sekali. Titik.

Dalam lelap ini, sesuatu yang aneh terjadi, aku tidak bisa bangun dari mimpi ini, tapi sepertinya telinga ku sudah sadar sepenuhnya, aku bisa mendengar ada orang berbicara, 3 pria, 1 wanita. Suaranya begitu jelas, aku yakin mereka ada di seputaran kamar ku, entah di bawah atau di depan pintu ku, mereka bersilat lidah, cukup lantang. Salah seorang pria mengancam sesuatu dan beberapa saat kemudian, ada suara tembakan. Cukup untuk menarik ku bangun dari mimpi biru ku. Insting pertama ku setelah sadar adalah berjalan cepat ke arah balkon, aku yakin suara berasal dari sana.

Aku melihat ke bawah, aku mengenal salah satu pria disana, Blight, dia ada disini, begitu juga Purple, tapi tidak ada Kei. Antara ia bersembunyi atau memang ia tidak terlibat

"Jangan bersuara," bisik seseorang membekap mulut ku dari belakang dan menarik ku masuk lalu menutup jendela ku tanpa suara

"Apa yang sedang terjadi?" tanya ku mengikuti pergerakan bayangan

"Blight sudah mengatasinya," balasnya datar berjalan melewati ku

"Tapi ada tembakan," ucap ku lagi, "apa yang sedang terjadi?" ulang ku bertanya, "dan mengapa supir mu ada disini begitu pagi? Bagaimana dengan Purple, kenapa ia ada disini? Lalu siapa yang lainnya itu?" tambah ku tanpa jeda

"Baiklah, sejak kau sangat penasaran," ucap Kei merebahkan tubuhnya di kaki kasur ku, "pertama, tidak ada yang tertembak, lalu Blight ada disini begitu pagi karena aku memintanya, sementara dengan purple, si jalang itu berhutang pada pengedar dan sekarang ia terjebak, jadi dia di sini sekali lagi untuk meminta bantuan, sementara yang lainnya itu pengedar yang Purple hutangi," jelasnya santai

"Kau pasti bercanda!" ucap ku menggeleng yang ku sadari percuma sejak ia tidak bisa melihat ku, "apa kau akan membantunya?" tanya ku penasaran

"Tidak, masalah dia, aku tak lagi bertanggung jawab," balasnya kembali ke posisi bangun, "lagipula, aku tidak akan menggunakan uang ku untuk membayar barang seperti itu," lanjutnya lalu berdiri

Ia berjalan ke arah jendela ku yang sudah ditutupnya sesaat yang lalu, tapi sekarang ia membukanya lagi dan tebak apa yang ia lakukan? Bersuit memanggil para orang di bawah lalu berkata 'keep it down' dan kembali masuk ke dalam.

"Ku kira kita harus tetap diam," ucap ku bingung

"Well, kau harus tetap diam, bukan aku," jelasnya santai, "aku tidak takut pada pengedar, mereka hanya manusia dengan pistol, bukan tuhan," balasnya mengangkat bahunya

"Jadi kau sekarang anti peluru?" Sindir ku sarkastik

"Dan juga karena ada Blight di bawah yang tidak butuh berpikir dua kali tentang menebak sang pengancam secara benar kali ini," ucapnya melanjutkan kalimat sebelumnya, "dia penembak yang cukup handal," lanjutnya menambahkan

Walaupun aku sangat ingin, aku tidak akan bertanya kenapa Blight, seorang supir, membawa senjata, aku hanya menebak untuk pertahanan diri, karena saat ini dunia tidak lagi tempat yang aman, kriminalitas berlangsung di mana-mana, dan saat ini senjata seperti pistol adalah salah satu cara pertahanan diri.

Tak lama setelah itu, Kei meninggalkan kamar ku, dan sekarang aku menyaksikan masalah dari balkon ku. Jika memang 2 orang pria itu sepasang pengedar, aku tidak mau melibatkan diri. Beberapa saat kemudian, aku melihat Kei muncul dan ikut bergabung dengan Purple dan Blight. Hmm, sangat aneh, mereka terlihat bersahabat, apa Kei membohongi ku? Tapi sekali lagi, aku berbicara terlalu cepat, salah satu pengedar mengeluarkan senjata yang terlihat cukup keren dan menodongkannya pada Kei di tempat yang aneh, kau tahu maksud ku? Mungkin karena Kei terlalu tinggi jadi si pengedar merasa tidak nyaman menodongkan ke kepalanya. Sekarang aku tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan, tapi sepertinya mereka cukup santai untuk situasi seperti ini. Si pengedar akhirnya mengubah posisi larasnya ke kepala Kei, mungkin kurang mengancam kalau hanya diarahkan ke sana. Aku terus saja menontoni mereka. Jujur, ini sangat mencekam untuk aku yang hanya menonton dan tidak ada di ujung laras senjata. Bagaimana Kei tetap bisa santai? Tidakkah ia takut untuk mati? Bagaimana kalau si pengedar tak sengaja menembakan pistolnya itu? Dia akan tewas dalam sekejap, dan kalau dia tewas, apa yang terjadi dengan ku? Barang-barangnya? Semua hal yang ia miliki saat ia hidup? Ugh, aku sebaiknya tidak memikirkan hal itu.

Aku kembali masuk kamar, dan sampai detik itu, mereka masih dalam pembicaraan menyeramkan dengan senjata menyeramkan. Kenapa Kei tidak menyerah saja dan membayar berapa pun yang Purple hutangkan? Dengan begitu ia tidak perlu ditodongkan pistol dan memiliki nyawa di ujung tanduk. Kenapa ia harus sekeras kepala itu? Sekarang bagaimana ia akan mengusir si pengedar? Mereka tidak akan pergi sampai ada yang membayar apa yang dihutangkan. Ini sangat tidak nyaman, sungguh tidak nyaman.

Aku menunggu, menunggu, dan menunggu. Itu sungguh lama, 1 jam mungkin? Aku tidak bisa kembali tidur, membayangkan seseorang tertembak walau hanya di kaki atau di tempat lain yang tidak begitu fatal, tapi bisa juga si orang itu keracunan timah, walaupun memang tidak cepat efeknya dan tidak semuanya berakhir pada kematian. Aku keluar dari kamar ku, tidak lagi ingin mendengar begitu jelas apapun yang akan terjadi nantinya. Aku terduduk di lantai depan kamarku, membiarkan kaki ku menggantung bebas dari railing tangga. Kapan mereka akan selesai?

"Apa kau punya keinginan mati?" ucapku menoleh saat akhirnya Kei kembali

"Hmm?" gumamnya. Huh, ternyata ia tidak sadar aku ada di sini

"Kau punya keinginan mati?" ulang ku

"Kenapa kau bertanya?" Tanyanya melangkah mendekat ke posisi ku

"Ada laras pistol di wajah mu dan kau bahkan tidak bergerak," aku menengadah menatapnya, "kau hanya berdiri santai seperti semua baik-baik saja," lanjut ku

"Aw, kau khawatir dengan ku," ucapnya menggoda ku, "tidak perlu, aku tahu ia tidak akan menembak ku," lanjutnya santai

"Bagaimana kau tahu?" tanya ku penasaran

"Pengaman pistolnya bahkan tidak lepas," balasnya mengangkat bahu

"Bagaimana kau bisa begitu yakin dia tidak akan menebak mu walau pengamannya tetap terpasang?" tanya ku berdiri dengan cepat

"Ku rasa aku tidak begitu yakin dengan itu," balasnya tersenyum manis, "mungkin aku harus lebih sering ditodongkan pistol untuk membuat mu khawatir," lanjutnya tertawa santai

"Aku terlalu muda untuk menjadi janda," balas ku ketus

"Ali, kenapa sulit sekali untuk mu mengakui hal yang sebenarnya?" ucapnya begitu serius sampai aku kira ia bercanda

"Fine, ya, aku khawatir, aku masih manusia yang memiliki perasaan khawatir seseorang akan tertembak, terutama kau, suami sah ku," ucap ku menghiburnya, "senang?" tambah ku

"Sangat," balasnya mengangguk ringan

"Gosh, kau tidak mendapat banyak perhatian ya saat kau bertumbuh?" ucap ku sambil lalu

"Aku anak asuh, bukankah itu sudah jelas?" balasnya santai

"Sedihnya kau," sindir ku datar, "omong-omong, apa yang kau lakukan dengan para pengedar? Apa kau membayarnya?" Tanyaku penasaran mengubah topik

"Tidak, aku mengusir mereka," balasnya santai

"Dan mereka menurut?" Kei mengangguk, "jujur pada ku, apa yang kau lakukan untuk mengusir mereka?"

"Aku meminta mereka, tanya saja pada Blight jika kau tidak percaya," ucapnya meyakinkan

"Meminta benar-benar meminta atau 'meminta'?" Tanyaku membuat kutip untuk kata meminta yang terakhir

"Sedikit keduanya," balasnya dan aku menatapnya tak percaya, "seperti yang ku katakan, aku tidak takut pada mereka" lanjutnya

"Kau memang mencari mati," ucapku menggeleng tak setuju

"Apa itu hidup kalau tidak diisikan dengan hal gila?" balasnya tertawa santai, "kau harus mencobanya kapan-kapan, sungguh menyenangkan," lanjutnya berjalan mundur beberapa langkah dan berbalik menuju kamarnya.

Oh Kei, percayalah, aku mau, tapi aku tidak bisa.

Aku kembali ke dalam kamar ku, kembali merebahkan diri di kasur, berguling untuk menatap langit yang sekarang sudah hampir berganti warna, aku memikirkan banyak hal saat ini, ratusan pemikiran mengalir di kepala ku. Setiap orang yang pernah ku kenal muncul dalam memori ku, wajah-wajah yang pernah ku kenal tapi lupa nama, sangat banyak wajah, bahkan 3 pria di Bologna ada disana, Riki, semua, entah kenapa aku melihat wajah mereka. Aku kembali tidur terlentang, dan saat aku memejamkan mata ku, aku melihat wajah Lander, senyuman manisnya, mata birunya, rambut hitam ebonitenya, badannya yang berbentuk. Oh Lander, aku rindu kau menghantui mimpiku, kenapa kau tak lagi datang? Apa itu benar-benar akhir dari apapun ini? Jadi kau telah meninggal, terus kenapa? Selama kau tidak terlihat menyeramkan, aku tidak keberatan. Hmm, mungkin ini yang Lander rasakan setelah lama mimpinya dihantui Shali, dia mulai menyukainya, sama seperti ku menyukai Lander dalam mimpi ku, mungkin akan lebih baik lagi kalau ia berinteraksi dengan ku. Aku tidak percaya memikirkan Lander bisa membuatku kembali jatuh tertidur dalam sekejap, sungguh luar biasa.

**

Aku terbangun dengan perasaan merindukan orang tua ku yang sangat kuat. Apa ada sesuatu yang akan terjadi dengan orang tua ku? Kenapa aku merindukan mereka seperti ini? Apa memori yang mengalir sebelumnya ada hubungannya dengan ini? Apa aku sekarat atau sesuatu? Mereka bilang saat kau sekarat, kehidupan mu akan terulang kembali di depan mata mu dalam sekejap, apa ini termasuk? Apa kejadian semalam membuat ku menjadi seperti ini? Dengan pistol dan pengedar? Mungkin aku tidak sehat, mungkin aku harus pergi ke dokter, medical check-up atau semacamnya, mungkin aku mengidap sesuatu, atau mungkin aku hanya bersikap seperti seseorang dengan hipokondria. Tapi, ya, aku rasa aku harus cek ke dokter, hanya untuk memastikan semuanya baik-baik saja

Jadi aku membuat perjanjian check-up, aku tahu banyak yang mengatakan hal ini tidak benar-benar membawakan hasil yang sempurna, tapi apa salahnya kalau dicoba? Lagipula aku juga sudah lama tidak melakukannya, mungkin aku akan menemukan sesuatu yang luar biasa menakjubkan dan mungkin menyedihkan, tapi aku tidak akan pernah tahu kalau aku tidak mencoba, jadi aku akan mencobanya.

Tentang diriku yang merindukan orang tua ku, aku menelpon rumah di Jakarta, aku tahu saat ini di sana sudah malam, sangat telat malam bahkan, tapi sayangnya aku cukup egois untuk tidak memperdulikan hal itu, aku sangat merindukan mereka, rasanya seperti aku bisa saja mati seketika jika tidak menghubungi mereka. Aku menunggu dering nada sambung sampai diangkat, aku mengerti kenapa cukup lama, jadi aku sabar saja. Tapi ternyata tidak diangkat, jadi aku coba lagi, lagi, dan lagi sampai diangkat. Saat akhirnya ada seseorang mengangkat, dia bukan salah satu anggota keluarga inti ku. Di mana mereka? Katakan mereka baik-baik saja. Oh, ku harap mereka baik-baik saja dan ini hanya seorang pengurus rumah yang mengangkat karena tidak ada yang mendengar dering telepon di apartemen besar orang tua ku.

"Halo?" ucap si penjawab

"Ini siapa?" Tanyaku ragu

"Saya yang harusnya bertanya, anda menelpon malam-malam, tidakkah anda tahu ini waktu orang tidur?" ucapnya sedikit ketus

"Di sini pagi hari," ucapku datar, "di mana orang tua ku?" lanjut ku mengubah topik

"Anda siapa?" tanya si penjawab

"Uh.. Shakira?" balas ku bingung, "kau siapa?" lanjut ku balas bertanya

"Mira," balasnya

"Tunggu, apa aku menghubungi nomer yang benar?" ucap ku ragu, "ini rumahnya bapak Fiman Ghazali kan?" lanjutku menyebutkan nama ayah ku

"Iya," ucapnya ragu

"Mira, siapa?" bisik seseorang dekat telepon dan Mira menyebutkan nama ku, "oh, berikan pada saya," itu ibu ku! Ibu ku baik-baik saja! "Shakira? Ada apa, nak?"

"Bunda, oh, kau baik-baik saja!" ucap ku merasa lega

"Tentu saja, sayang, kenapa kau berpikir ada yang salah?" tanya ibuku khawatir

"Aku terbangun pagi ini sangat merindukan bunda dan ayah," ucap ku "aku takut sesuatu terjadi pada kalian berdua," lanjutku bergetar

"Kita baik-baik saja, bunda dan ayah baik-baik saja, tidak perlu khawatir!" ucap ibuku menenangkan

"Mungkin aku harus pulang, bertemu dengan ayah dan bunda, Shania dan Brody?" Tanyaku sambil berpikir

"Sweetheart, kau tidak bisa pulang begitu saja setiap kau merindukan kami, kadang kau harus mengatasinya sendiri," ucap ibu ku menasihati, "itu kehidupan, kau memilihnya, dan sekarang kau harus menjalaninya."

"Jadi bunda pikir aku memilih pilihan yang salah?" ucap ku, "aku memilih pilihan yang salah ya?" ulang ku lagi

"Tidak, Shakira, anak bunda yang cantik, kau tidak memilih pilihan yang salah, selama kau masih ada di jalan yang benar, maka pilihan yang salah tidak pernah ada dalam pilihan," ucapnya lembut, "ya, mungkin di awal bunda memang tidak setuju dengan pilihan mu, tapi lihat kau sekarang, kau luar biasa!" lanjutnya, "jadi Shakira sayang, kamu tidak memilih pilihan yang salah ataupun buruk," tambahnya

"Bunda, kau yang terbaik," gumam ku, "I love you," tambah ku hampir berbisik

"Kamu tahu bunda sayang kamu lebih," balasnya, "ingat apa arti nama mu, sayang?" lanjut ibuku lembut

"Aku tidak pernah lupa," balasku "Shakira artinya thankful, dan bunda memberi ku nama itu agar aku selalu ingat untuk bersyukur."

"Benar, jadi jangan kamu pernah menyesal dengan pilihan yang pernah kau ambil," ucap ibu ku dengan kata-kata mulianya

"Sebaiknya aku membiarkan bunda kembali tidur," ucap ku, "aku akan menghubungi kalian kembali di jam yang lebih normal," lanjutku

"Okay, sayang, kita bicara lagi nanti," ucap ibu ku sebelum mematikan sambungannya

Huh, sepertinya yang aku butuhkan hanya berbicara dengan ibu ku, karena saat ini aku sudah merasa jauh lebih baik, mungkin aku memang tidak membutuhkan check-up itu.

Setelah telepon ku, aku kembali keluar, mengira akan menemukan Kei di dapur, tapi ternyata tidak. Di mana Kei? Aku ada perasaan dia sedang pergi, karena rumah ini sangat sepi, dan sebelumnya ada Blight. Dipikir lagi, untuk apa Blight dipanggil kalau tidak dibutuhkan? Kecuali kalau ia hanya dipanggil untuk mengusir para pengedar tadi, tapi sepertinya tidak.

Di ruang tengah, aku melihat gaming console milik Kei yang teronggok di bawah TVnya, bagaimana jika aku coba mainkan? Mungkin saat aku pulang nanti aku bisa mengalahkan Brody dalam gamenya itu. Adik ku sangat terobsesi dengannya sampai ia membuat dirinya sangat mengusai trik ini itu. Aku mencari CD game yang ku cari, tapi tidak menemukannya di mana pun. Di mana Kei menyimpannya? Apa ia taruh di dalam kamarnya karena itu CD yang special? Tidak, Kei bukan jenis yang sentimental dan pelit seperti itu. Jangan bilang benda itu dia buang karena... Ah, tidak, itu terlalu mahal untuk dibuang. Fine, aku akan mencari game lain untuk ku mainkan.

Game perang, game fantasy, game interaksi, balapan, wow, banyak juga koleksi game Kei, dia bahkan punya DDR, apa dia tahu apa saja game yang dia miliki? Karena ada beberapa game sangat absurd untuk dimiliki seorang pria dewasa. Tapi lagi, Kei memang aneh, jadi kenapa aku bahkan harus bertanya? Jadi aku memilih satu dari banyak pilihan dan mencobanya, lalu setelah antara merasa bosan atau tidak mengerti, aku kembali mengulang prosesnya dari awal. Memilih, mencoba, dan mengganti sampai aku menemukan yang aku suka dan mengerti. Setelah 5 kali tukar, aku akhirnya menemukan yang aku mengerti dan ku suka. Sangat adiktif, kau tahu? Apalagi saat semuanya terkesan begitu nyata, suara dan gambarnya sangat jernih, rasanya aku bagian dari gamenya.

"Well, well, ternyata istri ku seorang gamer," ucap Kei mengejutkan ku saat ia menyentuh bahu ku

"Huh?" gumam ku mempause game yang ku mainkan dan menoleh

"Kau, seorang gamer," ulangnya

"Kau tidak bisa memanggil ku gamer, karena itu hanya akan menghina para gamer yang sesungguhnya di luar sana," ucapku tertawa pelan

"Kau bermain assassin's creed," balasnya menunjuk ke arah TV, "dan kau sudah membunuh banyak penjaga tanpa tertangkap. Kau seorang gamer."

"Aku seorang noob," balas ku mengangkat bahu

"Ya, tentu saja," ucapnya tidak percaya

"Tidakkah kau percaya pada keberuntungan?" ucap ku berbalik menatapnya

"Aku percaya, hanya saja mustahil untuk noob bermain seperti mu," balasnya menyindir, "saat aku bermain, aku tidak pernah berhasil," lanjutnya santai

"Mungkin itu karena kau payah, bukan karena gamenya sulit," sindir ku jahil

"Itu menyinggung," ucapnya pura-pura tersinggung, "kau seorang wanita!"

"Dan kau seksis!" balas ku melanjutkan game ku

"Aku ingin melihat seberapa hebatnya kau dalam percobaan pertama," dia duduk di sisi ku, "pilih game yang belum pernah kau mainkan."

Aku melihat case CD yang berserakan dihadapan ku, "apa yang ku ingin mainkan tidak ada di sini," balas ku, lalu menyebutkan salah satu seri dari set Call of Duty padanya

"Kau sudah pernah memainkannya dengan Brody," tuduhnya cepat, "apa? Vero memberitahu ku!" ucapnya saat aku memberinya tatapan menghakimi

"Aku tetap ingin memainkannya," ucapku datar, "aku tidak bisa menemukannya saat aku mencarinya tadi."

"Itu karena aku memang tidak membiarkannya tergeletak sembarangan," balasnya sambil menuju kamar keduanya

"Kenapa?" Tanya ku melompati kursi yang menghalangi jalan ku dan mengikuti Kei

"Ini edisi special," ucapnya mengangkat bahu, "collector's item."

"Kau benar-benar aneh, itu hanya sebuah game, tidak begitu istimewa," komen ku melihat Kei yang mengeluarkan box set dari brankas

Yap, dia menyimpan game yang satu ini di dalam brankasnya, masih di dalam box setnya yang berplastik original dari saat pertama kali dikirim. Kurasa aku salah saat mengatakan Kei bukan pria yang sentimental, nyatanya ternyata dia sangat. Dasar Kei pria yang sangat aneh!

Beberapa menit setelah mulai bermain, ternyata pria aneh ini adalah gamer yang mahir, terutama saat kita dihadapkan dengan musuh, hanya dalam beberapa saat ia sudah menghabiskan banyak dari mereka. Dia jelas sekali menahan kemampuannya saat bermain dengan teman-teman ku, jika diumpamakan, Kei itu seperti master, kau harus melihat gerakan tangannya yang luwes. Kurasa aku sebaiknya mengaku kalah saat ini karena aku yakin saat ini aku sudah kalah, dia terlalu mahir, bahkan dibandingkan dengan Brody, Kei lebih jago.

"Aku bukan gamer," ucap ku menaruh controller di sofa

"Kau terlalu sibuk memperhatikan ku," ucapnya menekan tombol pause

"Kau sangat mahir," puji ku kagum, "kau bisa menjadi seorang pro gamer," lanjut ku

"Kau tahu banyak istilah untuk seorang noob," ucap Kei menyipitkankan matanya

"Aku punya adik laki-laki," balasku singkat "yang juga seorang gamer, seperti kau, hanya sedikit di bawah level mu,"

"Uh uh, dan kau mengatakan kau seorang noob?" kenapa ia mempermasalahkan sekali kemampuan ku bermain game? Seperti aku akan memasuki kompetisi dan dia merupakan sponsor ku saja.

"Aku lebih suka di luar, tahulah, berinteraksi dengan manusia asli?" balas ku sedikit menyindir

"Ya ya, terserah apa kata mu," gumam Kei meninggalkan game yang tengah ia mainkan. Apa aku menyinggungnya atau sesuatu?

"Hei, selesaikan perang mu!" panggil ku menyahut

"Well, tentara ini butuh minum," balasnya menoleh pada ku, "dan dia juga lapar," lanjutnya, "dan lelah," tambahnya, "kurang lebih begitu," simpulnya

"Aku tidak meminta mu untuk bergabung dengan ku," ucap ku membela diri, aku merasa ia menyalahkan ku, "kau bisa menyerah di gamenya kalau kau memang lelah," lanjut ku datar

"Bukan jenis lelah yang itu," gumamnya kembali duduk di sisi ku

"Maksud mu?" Tanya ku bingung

"Ah, lupakan saja," balasnya mengerutkan mulutnya lalu mengambil controller-nya kembali

"Mari bicara serius," ucapku merampas controller yang dipegangnya, membuat ku jadi mendapatkan tatapan mengadili darinya, "mari kita bicarakan rahasia mu, karena sepertinya kau sudah tahu banyak tentang milik ku."

"Ada alasan kenapa hal itu disebut rahasia, Ali," balasnya datar tapi terdengar mengelak

"Well, apa rahasia mu itu bisa membunuh?" tantang ku, "karena jika tidak, kenapa tidak kau keluarkan saja?" ucap ku menahan kesal

"Ali," Kei menyentuh dagu ku dan membawa wajah ku menatapnya, "setiap titiknya terhubung, dan ya, rahasia ku memiliki kemungkinan membunuh," lanjutnya melengkapi

"Kau bukan kepala mafia kan?" tebak ku bercanda, "maksud ku, kau keturunan Italia, ada kemungkinannya."

Ia tertawa pelan, "ku harap aku sekeren itu, tapi tidak," ucapnya menggeleng, "jangan tanya rahasia ku lagi, nanti akan ada waktunya sendiri," dan setelah itu, ia pergi meninggalkan ku untuk kembali ke kamarnya. 

Sepertinya aku baru saja menemukan alasan lain untuk melakukan perceraian.

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 102K 55
Meta memutuskan pulang kampung untuk menemani orang tua ketika mendengar bahwa sang adik harus merantau karena kuliahnya, namun seperti dugaannya, ke...
225K 10.9K 33
Ayunda Ixora Pratama, seorang wanita ambisius yang sangat ingin menjadi profesor di usia muda. Apa pun akan dia lakukan untuk mendapatkan impiannya...
116K 13K 17
Masih banyak yang belum direvisi. Little sweet, not BL! Karl Marx, masuk kedalam novel berjudul Princess Cyrielle. Memasuki raga figuran yang hanya...
15.3K 1.1K 41
Pertama kali mendapatkan tawaran untuk menjadi pasangan kontrak selama satu bulan terdengar begitu aneh dan tidak biasa. Orang gila mana yang mau bek...