Love Me Not.

Von wldstrs

6.2K 479 28

Sebagai pengacara profesional, mengerjakan satu kasus seharusnya menjadi hal yang singkat. Yang harus dilakuk... Mehr

Prolog
1
2
3
4
5
6
Break! Opinion?
7
8
9
10
11
Break! :(
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Break! Thoughts!
40
42
43
44
45
Epilog
Break! Meh \Ω/
Break! Almost :(

41

63 6 0
Von wldstrs

Setelah hampir 1 bulan kemudian, Jasmine akhirnya kembali ke jakarta, dia menyerah, dia bilang dan ku kutip 'dia bukan lagi tembok, dia benteng'. Well, itu hanya membuktikan kalau Kei memang bermasalah. Tidak ada manusia benteng, terutama jika ahli penggoda seperti Jasmine terlibat. Aku bersumpah, selama aku mengenal Jasmine, ia tidak pernah gagal, mereka semua menggigit godaannya. Kenapa Kei tidak? Kecuali kalau Jasmine berbohong, tapi kenapa ia harus berbohong kalau ia tidak berhasil? Kalau dia berbohong seharusnya ia mengatakan ia berhasil, lagipula, aku juga tidak akan mengklarifikasikannya pada Kei.

"Apa yang kau lakukan?" ucap ku bingung melihat Kei yang terlentang di lantai ruang tengah. Aku baru saja pulang dari mengantarkan Jasmine ke bandara yang sudah cukup canggung karena Kei adalah topik tunggal yang ia bicaralan

"Tidak ada," balasnya melirik ke arah ku yang berdiri di belakang kepalanya

"Itu alasan mu terlentang di lantai? Kau tidak punya kerjaan?" ucap ku berusaha mengerti

"Lupakan," ucapnya lalu berdiri dengan cara yang.. kau tahu saat orang bertarung di film si tokoh jatuh lalu bangit dengan seperti kayang, itu yang Kei lakukan

"Kau di PHK?" tebak ku

"Semacam itu," balasnya datar "kenapa ada seorang pengacara tidak baik dalam hubungan masyarakat?" ucapnya tiba-tiba mengubah topik

"Maksud mu?" Tanya bingung

"Kau paranoid," ucapnya lagi

"Apa yang kau coba katakan, Kei?" ucapku merasa tersinggung, "kalau aku bukan pengacara yang baik? Apa itu yang kau maksud?"

"Hanya penasaran kenapa wanita seperti mu memilih untuk menjadi pengacara," balasnya, "kenapa kau mengambil pendidikan sejauh ini hanya untuk gelar hukum."

"Aku punya alasan ku sendiri," balas ku, lalu tersadar, "tunggu, kau memutar balikkan topik jadi ke arah ku saat kita sedang membicarakan mu dan alasan kau terlentang di lantai!" tunjuk ku padanya, "kenapa kau menyimpan banyak sekali rahasia?" tambah ku

"Aku punya alasan ku sendiri," jawabnya meniru ku

"Kenapa aku tidak pernah bertemu orang tua mu?" tanya ku "kau sudah pernah bertemu dengan orang tua ku, kenapa tidak sebaliknya?" lanjut ku

"Karena aku tidak memilikinya," balasnya datar, "tapi kau sudah bertemu dengan nenek ku, tidak kah itu terhitung?"

"Itu tidak sama," balas ku menggeleng, "dan kalau memang kau tidak memiliki orang tua, lalu siapa yang mengirimkan kita hadiah dan yang kau panggil 'papà'?" cecar ku, sudah terlalu banyak rahasia dalam 1 rumah dan 1 pria

"Mereka adalah orang tua angkat ku, dan yang kau dengar ku panggil papà adalah ayah angkat ku yang lain," ucapnya terlihat tidak nyaman dan sangat ingin menyelesaikan topik

"Bagaimana dengan Eleanore dan Visha—"

"Aku tidak suka membicarakan keluarga ku," potongnya cepat dan berjalan pergi

Masa lalu yang gelap, huh? Sepertinya bukan aku saja yang memilikinya. Ternyata kita memiliki sesuatu yang sama juga. Sekarang aku jadi penasaran, persamaan apa lagi yang sama dari kita?

Tak lama setelah Kei pergi, aku mengikutinya menaiki tangga menuju kamar ku.

Karena Kei menempati kamar utama, dia mendapatkan kamar yang lebih luas, pemandangan yang lebih indah, dan balkon yang lebih panjang. Bukannya aku keberatan, bagaimanapun juga, dia yang pemilik rumah ini, aku sudah cukup bersyukur masih bisa memiliki tempat tinggal, jadi aku ambil saja apa yang bisa ku dapat. Anyway, alasan ku tiba-tiba membahas ini adalah, aku yang tidak biasanya keluar ke balkon, kali ini keluar, dan tepat saat itu, aku melihat Kei, literally, memanjat pagar balkon dan menjatuhkan diri ke tanah. Apa yang ia lakukan melompat dari kamarnya? Jarak dari balkonnya ke tanah itu hampir 3 meter lebih. Jika dia mau keluar, kita punya pintu. Seolah itu belum cukup, setelah menginjakan kaki di tanah tanpa mengalami patah tulang kering, aku melihat ia mengeluarkan HPnya, menekan nomer-nomer, lalu membawanya ke telinga sambil berjalan ke bagian depan rumah. Sungguh membingungkan. Jika ia pergi dengan melompat dari balkonnya, apa ia akan kembali dengan memanjat ke balkonnya?

**

Aku tahu aku akan terkesan gila, jadi aku akan katakan saja sekalian.

Setelah bulan-bulan lalu, mimpi yang ku kira sudah sampai di akhir, ternyata bukan akhirnya. Jujur saja, aku sama sekali tidak mengerti. Kenapa aku tidak pernah memiliki memori tentang seluruh episode mimpi ini? Dari belasan pertemuan yang terjadi, kenapa tidak ada satupun yang aku ingat? Kenapa baru setelah selama ini aku baru tahu? Anyway, jelas sekali tidak ada yang ingin mendengarkan ocehan tidak jelas ini, jadi aku akan langsung melompat ke ceritanya saja.

Kejadian ini ku tebak setelah mini Ali berhasil kabur. Bahkan untuk sebuah mimpi, adegan ini cukup klise, dan tidak diduga, sama sekali. Kali ini, seperti sebelumnya, ruangan putih tidak lagi berperan, kali ini, kita ada di rumah pohon. Aneh, aku tahu. Seperti sudah ditunggu, mini Ali akhirnya muncul, dia terlihat bingung, dan tidak hanya itu, dia terlihat sedih, atau sesuatu yang ku anggap sedih, dan Lander, dia terlihat senang bertemu dengan Shali lagi

"Hey, darimana saja kau?" ucap Lander tersenyum

"Ini gila," ucap Shali

"Aku tidak mengerti," balas Lander menggeleng

"Lander, semua ini, ini harus berhenti," ucap Shali pelan, "semua ini gila, aku sudah mendapatkan kehidupan ku kembali, dan kau membuat ku terus mengingat masa itu, melihat mu membuat ku terus tersangkut," lanjutnya, "karena itu, aku memutuskan ini akan menjadi akhirnya."

Woa, bahkan untuk gadis 13 tahun, cara perkataan Shali cukup bijak, walaupun tidak dalam sisi tindakan

"Jangan kau berkata begitu! Itu tidak benar!" Elak Lander kehilangan senyum yang sesaat lalu masih cerah, "maksud ku, apa yang kau lakukan untuk ku.."

"Apakah aku membuat hidup mu lebih mudah? Jujur!" ucap Shali bergetar

"Ya, sangat," balasnya singkat

Shali diam sesaat sebelum melanjutkan, "kau tahu, aku mungkin tidak bisa membaca pikiran mu, Lander, tapi aku tau saat kau berbohong."

Lander menggeleng pelan, "Shali, jangan lakukan itu," pinta Lander pelan

"Aku tidak bisa hidup dengan mimpi macam fantasi dimensi lain seperti ini," balas Shali tertekan, "Lander, aku baru berumur 13, jalan ku masih panjang, kau hanya mengingatkan ku pada masa gelap. Aku harus kembali ke dunia nyata!" lanjutnya. Aku bisa melihat sebutir air mata Shali mengalir di pipinya

"Ya, kau harus melakukan apa yang diperintahkan, bukan?" ucap Lander terdengar sedikit emosi

"Itu tidak adil!" balas Shali mengangkat kepalanya yang tertunduk

"Adil?" ucap Lander ketus, "untuk pertama kalinya sejak lama, aku merasa sesuatu yang nyata, dan sekarang kau meminta ku untuk melepaskannya?" lanjutnya "bagaimana itu bisa adil, huh?"

"Nyata? Tidak ada satupun hal disini nyata!" sergah Shali, "apa kau lupa? Ini hanya mimpi, Lander," gadis itu menggeleng, "aku tidak bisa di sini dengan mu," ucapnya memunggungi Lander, "dan aku tidak bisa memainkan permainan ini lagi," lanjutnya menggumam. Oh, ini akhir yang sebenarnya, huh?

"Permainan?" balas Lander pelan, "ini bukan permainan, bukan sesuatu yang bisa kau mainkan," lanjut Lander sambil menggeleng, "apa yang harus ku lakukan?"

"Kau akan baik-baik saja," balas Shali menghapus air matanya lalu berbalik menatap Lander, "oh, Lander, kau memiliki banyak hal untuk dilakukan," lanjutnya meyakinkan, "kau mengejutkan ku, kau tahu itu, aku tidak akan pernah bisa melupakan itu," ia bersedekap berusaha tak lagi menangis

"Tidak bisakah kita..." ucap Lander menggantung

"Tidak," balas Shali cepat

"Bagaimana kau mengharapkan ku bisa mengasingkan mu begitu saja?" balas Lander mulai bergetar. Hmm, laki-laki juga bisa menangis, hadirin sekalian

"Karena kau mencintai ku," balas Shali yakin, membuang nafas, dan berjalan pergi sambil menghilang secara perlahan.

What, the hell?! Shali! Kau tidak bisa berkata seperti itu pada seorang pria 18 tahun dan pergi begitu saja. Kau 13 tahun! Apa yang kau tahu tentang cinta? Lander mungkin hanya berlaku sebagai peran kakak! Tapi jika benar Lander memang mencintai Shali, apa itu alasan ia menghantui mimpi ku? Untuk menunjukan pada ku apa yang aku lupakan? Tapi untuk apa? Dia telah mati, untuk apa ia menginginkan ku mengingat? Tidak seperti aku akan membunuh diri ku dan bergabung dengannya di alam sana, hidup ku sudah lebih baik saat ini, jauh lebih baik, jadi untuk apa aku membunuh diri?

Atau mungkin Kei salah. Orang mati tidak bertumbuh, sementara Lander bertumbuh. Aku melihat dia pertama kalinya sebagai bocah, dan terakhir, sebagai remaja. Dia belum mati! Dan itu berarti hanya ada 2 kemungkinan, record-nya salah, atau Kei berbohong, yang diikuti dengan 2 kemungkinan pertanyaan, kenapa bisa record-nya salah, dan kenapa Kei harus berbohong. Terlalu banyak pertanyaan! Kenapa semua ini sungguh membingungkan? Kenapa aku memiliki mimpi ini? Bagaimana bisa seseorang mengirimi ku mimpi seperti itu? Kenapa aku bisa berakhir di dunia mimpi itu? Bagaimana bisa aku tidak mengingat apapun? Terlalu banyak! Aku harus menemukan jawaban.

Mungkin itu alasan Kei berbohong, mungkin ia tahu kalau aku tidak menemukan jawaban, aku akan terobsesi dengan hal ini dan ada kemungkin menemukan sesuatu yang tidak ingin ku ketahui dan ku sesali diakhirnya. Mungkin memang Lander ini tidak nyata, hanya sosok manifestasi di kepala ku untuk menemani ku di masa yang buruk, masa di mana aku sangat membutuhkan teman.

Jujur, aku tidak lagi tahu yang mana yang benar dan salah, aku tidak tahu yang mana yang nyata dan yang tidak. Apa mimpi itu benar terjadi sebelumnya? Kenapa aku tidak bisa mengingatnya? Kalau memang ini pernah terjadi, seharusnya aku merasa seperti mengalami déjà vu, tapi aku tidak, semua ini baru. Tapi kenapa aku melihat diri ku saat kecil? Kecuali... kalau itu bukan mimpiku di awalnya. Seperti aku saat ini, Shali hanya seorang tamu di mimpi orang lain, mimpi Lander!

**

Aku terbangun seperti seseorang yang baru saja menahan nafas lama di dalam air, mengambil nafas sebanyak-banyaknya dan secepat mungkin. Tunggu, aku tidak dirumah, di mana aku? Apa aku lagi-lagi sleepwalking tapi kali ini lebih parah? Aku keluar rumah! Tanpa sepatu, tanpa identitas diri, tanpa.. tunggu, aku membawa HP ku, sungguh bodoh, aku membawa HP tapi tidak menggunakan sepatu dan membawa dompet? Oh, ini sungguh parah. Aku harus kembali ke rumah, aku hanya harus menemukan di mana diriku yang pastinya tidak begitu jauh karena aku berjalan kaki. Atau tidak, GPS HP ku mengatakan aku berada cukup jauh dari rumah. Ini sungguh buruk, benar-benar buruk. Walaupun aku memang tahu di mana aku saat ini, tapi tetap saja menakutkan, aku tidak kenal daerah ini, bagaimana kalau ternyata ini daerah tinggi kriminalitas? Setiap tempat pasti memilikinya. Ugh, bagaimana aku kembali ke rumah? Aku tidak memakai sepatu ataupun membawa identitas, aku bisa saja dikira tunawisma, pfft, bahkan tunawisma sekalipun punya alas kaki!

"Di sana kau rupanya," panggil sebuah suara. Aku sudah siap memasang kuda-kuda, saat aku melihat sosoknya, "bahkan saat kau tertidur pun kau sulit ditangkap," lanjutnya santai dan lebih familiar

"Kei! Bagaimana kau bisa ada di sini?" ucap ku mengelap keringat dingin ku

"Kau sebaiknya pakai alas kaki, jorok sekali kau," ucapnya menunduk menaruh sandal karet di depan kaki ku

"Thanks," ucapku sambil memasang sandal itu di kaki ku, "bagaimana aku sampai disini?" Tanyaku ulang hi padanya, "dan bagaimana kau bisa sampai disini?"

"Berjalan, ini jam 3 pagi, transportasi umum belum beroperasi," balasnya

"Kenapa kau ada di sini juga?" tanya ku

"Kau meminta ku," balasnya mengangkat bahu, "ku pikir kenapa tidak berjalan-jalan di jam 2 pagi bersama seseorang yang tidak sadar dengan apa yang dilakukannya?"

"Terserahlah," balas ku ketus, "sekarang bagaimana kita pulang?"

"Cara yang sama dengan kita berangkat," balasnya tersenyum lalu berjalan mengiringi ku "kali ini, apa mimpi mu?"

"Lander," balasku singkat

"Lander lagi?" ia mendengus, "cukup yakin bocah itu terobsesi membuat mu bergabung dengannya."

"Maksud mu?" ucap ku bingung

"Terakhir kali, kau mencoba melompat dari balkon, lalu sekarang, keluar ke jalanan saat kau tidak bisa mengontrol diri mu sendiri," jelasnya

"Tidak seperti aku bisa menghentikannya," balas ku ketus

"Kau bisa, berhenti memikirkannya dan kau tidak akan memimpikannya," sarannya seperti seseorang yang berpengalaman

"Sejak kau mengatakan Lander telah mati, aku tidak lagi memikirkannya, tapi tetap saja aku memimpikannya," ucap ku mengangkat bahu

"Apa mimpinya personal?" tanyanya penasaran

"Tidak juga," jawab ku santai, "juga, orang mati tidak bertumbuh."

"Apa aku lupa mengatakan ia kecelakaan 2 kali?" ucap Kei berhenti yang membuatku jadi ikutan, "4 tahun kemudian, saat dia 18, kecelakaan mobil lainnya, dia kehabisan keberuntungan, dia mati!"

"Kenapa kau mengingat semua ini?" tanya ku curiga, "itu sungguh menakutkan cara mu mengingat file seseorang seperti itu."

"Itu yang terjadi saat kau memiliki terlalu banyak waktu luang," balasnya santai.

Hmm, sangat membosankan. Mengisi waktu luang dengan membaca kasus orang dalam mimpi yang bahkan bukan miliknya, tapi di sisi lain, itu sangat baik hati dia mau menyelidiki.

"Aku ada satu pertanyaan lagi," ucap ku, "kenapa kau selalu masih terjaga saat aku mengalami episode?"

"Karena aku vampir, aku tidak tidur," balasnya dan aku hanya menatapnya dengan tatapan 'jangan kau konyol', "bercanda. Itu hanya sebuah, dua buah kebetulan," jawabnya lagi lebih serius

Langit sudah menerang saat kita sampai kembali di rumah, biasanya, jam segini aku baru bangun karena alarm ku yang berbunyi menyebalkan, tapi hari ini, sepertinya aku akan mengantuk saat tengah hari tiba.

Aku masih tidak mengerti kenapa aku bisa sampai separah ini saat aku bermimpi tentang Lander. Apa yang lain juga begitu? Aku terbangun tapi tidak kemana-mana? Kenapa? Kenapa ia tidak datang saja dan mengatakan apa yang dia mau? Kenapa harus dipenuhi dengan misteri yang tidak tahu apa jawabannya? Tidak bisakah ia memberiku sedikit petunjuk? Yang dilakukan hanya berbicara pada Shali seolah aku bisa menebak bagaimana kelanjutannya. Lalu ia juga selalu berada di masa lalu, ada apa dengan masa sekarang? Kenapa tidak masa sekarang?

"Hai Ali, kau sedang mengerjakan apa?" suara rekan kerja ku mengembalikan ku ke dunia nyata

"Ah, maaf, kenapa?" ucap ku memintanya mengulang

"Aku bertanya apa yang sedang kau kerjakan?" ulangnya tersenyum

"Saat ini, tidak ada," ucap ku santai membalas senyumnya

"Ku keberatan membantu? Mereka menugaskan ku dengan 3 kasus. Kau percaya itu?" ucapnya "please.. aku akan membiarkan mu memilih kasus yang kau mau"

"Baiklah," putus ku, "apa saja pilihannya?"

"Penyerangan, penganyayan, dan.. uh.. pembunuhan tingkat 2," balasnya

"Pembunuhan.. kau keberatan kalau aku mengambil yang itu?" ucap ku menatapnya

"Tidak sama sekali, tapi ku ingatkan saja, kasus pembunuhan tidak begitu mudah seperti di film," ucapnya mengingatkan

"Lebih banyak alasan untuk mencobanya," balasku mengangkat bahu

"Kau yakin? Tidak boleh ditukar..." tanyanya memastikan

"Ya, aku menginginkan kasus itu," putus ku yakin

"Baiklah, pilihan mu, jangan bilang aku tidak memperingati mu!" ucapnya santai

Pembunuhan selalu digambarkan menarik dalam film, tapi di dunia nyata, hal itu benar-benar menyeramkan, dengan darah dan alat pembunuhan yang asli bukan hanya properti, dengan foto yang menggambarkan gambaran korbanya yang asli bukan aktor/aktris. Huh, aku benar-benar akan mengalami mimpi buruk malam ini. Ugh, aku seharusnya mengambil kasus penyerangan saja, setidaknya itu bisa lebih tidak berdarah. Yah, tapi lupakan saja, aku sudah memilih dan tidak bisa kembali, terima sajalah.

**

Aku sungguh-sungguh tidak mengerti kenapa ada seseorang ingin membunuh seseorang, terutama orang muda sepertinya. Ya, dia bukan siapa-siapa ataupun orang beruang, jadi kenapa ia membunuh seseorang? Tidak seperti dengan membunuh ia bisa menjadi kaya seketika, terkenal mungkin iya, tapi masih dengan pandangan dan reputasi yang buruk. Untuk pertama kalinya, orang yang ku hadapi mengaku salah pada detik tepat setelah aku masuk ruangan dan mengenalkan diri. Dia mengaku bersalah, lalu kenapa repot-repot menyewa pengacara kalau begitu? Apa dia mau semacam keringanan?

"Jadi, Mr. Vash.." ucap ku kesusahan membaca namanya

"Kau orang inggris memang tidak bisa membaca," sindirnya, "bacanya Vakhri," di kertas tertulisnya Vashjkrie, siapa yang bisa baca itu seketika?

"Maaf," ucapku sabar. Aku bukan orang inggris, tapi terimakasih, "jadi, Mr. Vakhri, kalau kau sudah mengaku bersalah, kenapa kau menyewa pengacara?" Tanyaku ingin tahu

"Teman ku menyediakannya," balasnya cuek, "aku sungguh tidak butuh," lanjutnya

"Kau keberatan aku bertanya motifnya?" Tanya ku lagi

"Lebih seperti hate crime," balasnya tidak perduli

"Atas dasar apa?" tanya ku lagi, "ras? Orientasi seksual? Agama?" lanjut ku

"Man, apa yang wanita seperti mu tahu tentang agama? Kau kemungkinan seorang atheist," ucapnya

Okay, agama kalau begitu jawabannya

"Aku bukan atheist," ucapku setelah berdeham pelan, "dan tolong jangan membuat pertemuan ini menjadi mengarah kepada ku," lanjutku tersenyum

"Pengacara yang memiliki agama, itu baru," ucapnya, "apa kau? Katolik? Hindu? Budha?" lanjutnya

"Tidak semuanya," balas ku cepat, "Mr. Vakhri, pertemuan kita sudah selesai," ucap ku meraup barang ku dan berjalan keluar ruangan

Kali ini, kasus tidak begitu lama, sejak klien ku mengaku bersalah dan tidak diperlukan lagi perundingan juri dan segala macamnya. Ia mengakui segalanya, dia mengakui kalau ia tidak niat membunuh hanya sekedar mengirim peringatan tapi malah berakhir membunuhnya. Wow, dia bahkan tidak sedikit pun merasa bersalah saat mengatakan setiap detailnya. Pria ini benar-benar mati rasa kali ya? Tidakkah ia takut masuk neraka? Karena dia benar-benar akan masuk ke sana, tanpa pertanyaan apapun. Atau mungkin ia berpikir dengan membunuh seorang "kafir" ia akan masuk surga. Huh, dunia ini sudah dipenuhi orang ekstrimis gila, tapi dalam satu cara itu hal bagus buat diriku, semakin banyak klien, semakin aku sukses.

Ini bukan pertama kalinya aku mengunjungi sebuah penjara, tapi ini pertama kalinya aku mengunjungi blok penjara yang isinya pembunuh dan berbagai kriminal tingkat tinggi. Biar ku beritahu, sungguh menyeramkan aku seorang wanita berdiri di sana. Kalau saja bukan ketentuan firma yang memerintah ku untuk melakukan ini, aku akan memilih untuk tinggal dan tidak ikut datang kemari menemani klien pembunuh ku. Setelah selesai membantu mengurus ini dan itu untuk klien ku, aku masih harus menunggu beberapa saat lagi untuk penyelesaian administrasi, disaat yang bisa ku pikirkan saat ini hanyalah keinginan untuk cepat meninggalkan lubang neraka menyeramkan ini. Tapi sejak itu bukanlah sikap profesional dari seorang pengacara, yang bisa ku lakukan hanya diam dan menunggu sampai prosesnya selesai.

**

Kau tahu hal apa yang menyebalkan? Mempunyai sahabat pembohong. Ingat saat aku mengatakan Jasmine pulang 1 bulan kemudian? Well, ternyata dia tidak pulang, dia masih ada di sini, bersembunyi dari ku. Bagaimana aku tahu? Well, Kei cukup berbaik hati untuk memberi tahu ku, aku tidak tahu berapa lama ia sudah tahu sebelum memberi tahu ku, tapi aku bersyukur ia memberi tahu ku, jadi sekarang aku tahu kalau Jasmine itu pengucap omong kosong.

Kenapa dia harus berbohong? Aku tidak keberatan dengan kejujuran kalau ia ingin tinggal lebih lama, yang penting jangan bohong. Tidakkah ia tahu kalau dibohongi itu terasa sungguh menyakitkan? Jasmine tidak berubah dari dulu, tidak pernah bertumbuh dewasa sikapnya, seperti yang biasa orang katakan, 'once a bitch, always a bitch', tepat sekali itu untuk dia. Mulai saat ini, aku resmi tidak akan bertahan dengan sikap sialan Jasmine.

"Di mana dia tinggal selama ini?" Tanyaku

"Hotel yang sama," balas Kei, "tapi beda kamar."

"Aku akan datang bertamu," ucapku santai, "kamar berapa?"

"1244," balasnya datar, "aku akan menebak karena ia teman mu kau tidak akan melakukan sesuatu yang drastis?" lanjutnya

"Oh, ayolah, aku wanita terhormat!" balas ku membela diri lalu berjalan pergi

"Aku ikut dengan mu," putusnya cepat

"Kenapa? Kau takut aku melakukan sesuatu yang buruk pada pacar mu?" sindir ku tajam tapi tetap berjalan

"Tidak," balasnya menahan ku, "aku bahkan tidak menyukai Jessica, dia terlalu—"

"Namanya Jasmine," ralat ku memotongnya

"Maaf, ya, Jasmine," ucapnya, "tapi aku masih akan ikut dengan mu."

"Kenapa kau segitu bersikerasnya ingin ikut?" tanya ku penasaran

"Well, aku seharusnya tidak memberitahu mu," balasnya meringis

"Karena itu kau tidak akan ikut, jadi aku bisa berpura-pura tak sengaja melihatnya di jalan!" balas ku cepat

"Kenapa kau segitu bersikerasnya tidak ingin aku ikut?" tanyanya membalikan pertanyaan pada ku

"Urusan wanita," balas ku

"Aku tidak akan mundur!" ucapnya tak mau kalah. Terserah lah apa katanya.

Aku tidak lagi menjawabnya, aku hanya bergerak cepat keluar pintu dan lari ke mobil lalu menguncinya jadi Kei tidak bisa ikut naik. Bukan rencana yang begitu baik, tapi setidaknya itu bekerja.

Kaca mobil diketuk dan aku menolak untuk membukanya, ia tidak menyerah, jadi sekarang si konyol Kei berbicara melalui kaca yang tertutup, "kau tidak mengijinkan ku ikut dengan mu? Tidak apa, aku bisa menyetir sendiri," ia menegakkan tubuhnya kembali, "aku juga sudah akan pergi menemuinya saat kau muncul!" tambahnya lalu berjalan pergi, dari spion aku melihat ia memakai sebuah jaket lalu menaiki motornya sebelum memasang helm di kepalanya. Dia sekali lagi berhenti di sisi mobil ku hanya untuk berkata, "sampai jumpa disana!" lalu melenggang pergi. Ugh, menyebalkan.

Saat aku sampai, Kei sudah sampai duluan, dia sudah siap menunggu ku untuk bergabung dengannya, aku tidak tahu di mana ia memarkirkan motornya, tapi sepertinya cukup aman. Aku menghentikan mobilku di tempat valet, mengambil tiketnya dan bergabung dengan Kei yang lagi-lagi terlihat seperti anak keren kuliahan. Tapi siapa yang ku ajak bercanda? Kei Ryker adalah penggoda ulung dan jika memang ia tidak ingin melakukan itu, ia akan berpakaian yang lain. Ini, jelas akan menggoda Jasmine, dia akan membuat semua ini menjadi lebih parah. Tidak kah ia tahu bagaimana cara berpakaian yang tidak membuat orang salah kira?

Dengan lift yang bergerak naik lebih cepat dari normal, kita sampai di lantai 12. Aku tidak tahu kemana tujuan ku, ke kiri atau ke kanan, papan petunjuknya tidak ada, sebenarnya seharusnya ada, kemungkinan hanya luput saja dari pandangan ku. Kei menarik ku ke jalan yang benar tanpa bahkan berpikir dahulu. Ku tebak dia pernah datang kemari sebelumnya. Saat kita sampai di depan pintu kamar nomer 1244, aku langsung saja ingin mengetuk, tapi tangan ku langsung ditepis Kei bahkan sebelum tangan ku menyentuh pintunya. Apa-apaan nih? Jadi aku memberinya tatapan tajam yang hanya dibalasnya dengan senyuman yang sudah lama tak ku lihat di wajahnya, lalu ia mengetuk pintunya 3 kali.

1, 2, 3, ...10, 11, 12 detik berlalu sebelum suara kunci terbuka, "hai!" Jasmine membuka pintu, cukup untuk menunjukan wujud Kei

Jadi Jasmine benar ada disini, Kei tidak menipu ku.

"Jasmine," ucap ku menyelip di depan Kei, "ku kira kau sudah di Jakarta?" sengaja berbicara dalam bahasa Inggris jadi Kei juga bisa mengerti

Ia membuka pintu lebih lebar, "Ali..." ucapnya ragu, "kau di sini!" lanjutnya semakin ragu

"Jadi, hal apa yang kau ingin bicarakan?" sela Kei memotong kami

"Aku tidak akan di sini jika kau berkata jujur saja padaku kau masih tinggal," ucapku kembali menyela langsung ke inti, "kenapa kau berbohong? Kau tahu aku rendah toleransi terhadap pembohong," dasar memang aku ini hipokrit

"Aku tidak berbohong, hanya berubah pikiran saja," ucapnya pelan

"Biarkan aku masuk," ucap ku tidak meminta. Jasmine membuang nafas dan membiarkan aku masuk, saat Kei akan ikutan, aku menahannya, "kau pulang saja, aku sudah mengatakan ini urusan wanita," ucap ku padanya datar

"Tidak!" balasnya tegas, "aku tinggal dan itu keputusan akhir," lanjutnya memberikan tatapan tanpa emosi

"Jangan mengganggu," ucap ku menyingkir dari pintu

Aku tidak ingin bertele-tele, jadi aku hanya akan berbicara langsung pada intinya. Aku bertanya kenapa dia masih ada disini, yang jawabannya kita sama-sama tahu, Kei, lalu aku mengatakan padanya tentang diriku yang tidak lagi menyukainya, aku menginginkan dia untuk pulang, segera sadar dan berhenti menjadi wanita jalang murahan, dan bersikap dewasa. Aku tahu ia tersinggung, tapi seseorang harus memberitahu yang sebenarnya, orang manja tidak bisa hidup lama.

"Ali, apa yang terjadi dengan mu?" tanyanya terkejut dengan kalimat ku

"Tidak ada, hanya aku yang sadar menjadi seorang yang polos sangat mudah ditipu," balas ku sarkastik, "aku sudah ada perasaan kau berbohong saat di bandara, kau tahu kenapa? Karena kau tidak pernah menjadi pembohong yang baik," lanjut ku, "dan kau tahu kenapa aku tidak mempercayai perasaan ku? Karena kau teman ku, dan aku mempercayai mu. Tapi tebak, aku berakhir dibohongi!"

"Kenapa kau sangat kesal Ali?" tanyanya tidak mengerti

"Oh entahlah, mungkin aku sedang PMS?" ucap ku sarkastik

"Ali, aku tinggal bukan untuk bertengkar dengan mu," ucapnya untuk pertama kalinya terdengar berani sejak tadi

"Berapa lama kita saling kenal?" Tanya ku datar

"Apa?" gumamnya bingung

"Jawab saja," ucapku

"Sejak SMA," jawabnya, "kemana ini mengarah, Ali?" lanjutnya

"Hanya ingin tahu," balas ku santai

"Apa yang kau lakukan pada Kei? Kenapa ia hanya diam saja tidak menyela? Kenapa dia hanya duduk menatapi kita?" kenapa ia mengganti topiknya ke sana? Apa ia memancing?

"Tidak tahu," balas ku datar, "dia tepatnya bukan milik mu sama sekali, tapi kurasa kau mengerti maksud ku," lanjut ku, "all yours!" tambah ku berjalan keluar kamarnya tanpa ditunjukan pada siapapun

Jika kau pikir ini salah satu hal dari apapun yang akan ku lakukan untuk sampai di titik akhir, kau salah, salah besar, karena kali ini, aku memang benar-benar kesal. Aku tahu betapa bodohnya aku menolak memberi tahu yang sebenarnya, tapi kalau aku mengakuinya, itu sama saja ku kembali mundur selangkah. Kalau aku mengakui, itu sama saja seperti menghancurkan apa yang sudah aku rencanakan. Tapi bukan kah sudah jelas dari sikap ku kalau ada sebercak kecemburuan? Maksud ku, ayolah, seperti yang ku katakan sebelumnya, tidak ada seorang pun yang seperti benteng. Jadi aku kemungkinan ada sedikit rasa pada Kei, tidak heran, aku sudah bersamanya dan menghadapinya hampir 3 tahun! Semua yang dia lakukan, kejahilannya, adegan kejutannya, ada kemungkinan aku sedikit terpengaruh. Jadi maafkan saja kelakuan ku yang labil ini.

Aku membiarkan pintu menutup dengan sendirinya, dalam kata lain aku membiarkan pintunya untuk terbanting, lagi pula siapa perduli? Ini Amerika, orang akan berpikir ada yang sedang segera menikmati momen panas dan tak lagi ingin menunggu. Itu sudah kode standar, hanya beberapa orang saja yang terganggu, tapi jarang. Tapi pintunya tidak pernah berbunyi membanting seperti yang aku harapan. Aku sudah berjuang melawan keinginan ku untuk melihat ke belakang walau aku sebenarnya sudah tahu siapa yang mengikutiku, tapi aku tidak bisa, aku terlalu penasaran dengan ekspresi yang diberikannya, jadi aku menoleh setelah menekan tombol turun lift

"Apa kalian bertengkar tentang ku?" tanyanya pelan, aku diam, "aku memang tidak mengerti apa yang kalian katakan, tapi aku mendengar nama ku disebut," lanjutnya

"Kenapa kau di luar sini bersama ku?" ucap ku tak sabar dengan kereta lift yang tak kunjung sampai

"Karena kita datang bersama," ucapnya "mungkin dengan kendaraan yang berbeda, tapi kita muncul bersama."

"Itu adalah alasan terkonyol yang pernah ku dengar, bahkan klien pembunuh ku mempunyai alasan yang lebih normal daripada kau," ucap ku meliriknya

"Well, itu adalah hal pertama yang muncul di kepala ku, jadi maaf kalau itu terdengar konyol," ucapnya ketus

"Kau tidak akan masuk lift bersama ku," ucapku melihat kereta lift yang sudah hampir sampai

"Kau tidak memiliki liftnya, ini ditujukan untuk publik, jadi ya, aku akan menaikinya," kritiknya

"Kalau begitu aku akan naik yang selanjutnya," ucap ku tak kehabisan akal

"Kalau begitu tidak akan ada yang menaiki lift yang datang saat ini."

"Kenapa kau tidak bisa membiarkan ku sendiri?" tanya ku pelan

"Karena kita menikah," ucapnya memberikan senyuman lalu menarik ku masuk ke dalam lift. Hotel, lift. Huh, ini mengingatkan ku akan sesuatu, "beritahu aku, aku bukan satu-satunya yang memikirkannya."

"Memikirkan apa?" tanya ku sok polos

"Lift hotel? Aku tahu kau memikirkannya juga," mungkin memang aku mudah sekali ditebak, atau mungkin dia memang type orang yang detail.

"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan" ucapku menatap ke luar kaca bening di belakang ku

"Terserah apa kata mu," balasnya santai

Sesaat pintu lift membuka, Kei langsung melenggang menuju ke manapun ia memarkirkan motornya sementara aku menuju bagian depan untuk mengambil kembali mobil ku dari valet. Aku tidak tahu apa Kei memiliki semacam pengetahuan kalau caranya memanggil ku saat ini, berteriak seperti aku semacam anjing, tidak sopan. Jadi aku hanya menoleh dan menggerakan mulutku mengatakan 'mintalah baik-baik' dengan volume normal, yang dia balas dengan 'datang sajalah!'

Saat aku sampai di sisinya, aku langsung mengungkapkan betapa tidak setujunya diri ku akan caranya memanggilku seperti binatang, tapi aku tidak mendapat respon darinya, melainkan mendapat respon dari pria yang baru ku sadari berdiri di depan Kei, aku tahu betapa konyolnya diri ku tidak melihatnya. Hal yang menarik dari pria ini sebelum aku tahu namanya adalah aksen inggrisnya, lalu kemudian baru aku tahu namanya yang kebetulan lebih menarik lagi, Landerson. Tapi dia berambut pirang bukan ebonite, dia bermata biru mirip tosca bukan biru langit. Yang berarti dia bukan Landerson yang ada di mimpiku, jadi kenapa aku harus bertemu dengannya? Tidak seperti Landerson ini adalah teman lama Kei yang ingin ia kenalkan pada ku. Dia hanya orang asing yang kebetulan memiliki nama yang sama dengan bocah dalam mimpi random ku.

Perjalanan kembali entah kenapa begitu padat, apa ada kecelakaan atau sesuatu? Tidak biasanya seperti ini. Hmm, pasti seru kalau bisa seperti Kei dengan motor, menyelip sana-sini. Tapi, kalau dipikir lagi, mungkin tidak juga, ini bukan Indonesia, motor-motor di sini bukan motor bebek, sehingga mereka tidak bisa memotong suka hati tanpa peraturan dengan badan yang mereka pikir selentur karet. Sejak motor yang Kei miliki adalah motor sport, pasti sama seperti ku, ia terjebak macet juga, kecuali kalau ia nekat lewat trotoar jalan atau dia punya jalan pintas. Aku belum pernah menaiki motor seperti itu, pasti tidak semudah keliatannya, ku pikir aku akan mau sekali-kali mencoba kalau ditawarkan, setidaknya hanya untuk pengalaman saja.

Yang biasanya 1,5 jam bisa sampai—aku tahu, sangat lama, Kei memilih rumah yang ada di daerah perumahan, yang berarti cukup jauh dari perkotaan—sekarang sudah sampai hampir 2 jam dan aku masih ada ¾ jalan. Apa yang terjadi? Menurut info yang aku baca di google maps saat aku mencari jalan pintas, di depan sana ada masalah dengan lampu lalu lintasnya atau sesuatu. Huh, aku benar-benar terjebak di sini, tidak seinci pun aku maju sejak 10 menit yang lalu. Sungguh sangat gila.

Setelah beberapa lama, aku mulai lelah menunggu dalam mobil seperti ini, rasanya aku ingin meninggalkan mobilnya di punggir jalan dan aku pulang dengan jalan kaki saja, setidaknya aku akan lebih cepat sampai dan tidak terjebak di kemacetan tanpa sebab yang masuk akal walaupun itu akan membuat ku sampai di rumah dalam keadaan yang sunguh kelelahan, tapi sayangnya itu sama konyolnya dengan menunggu di kemacetan, untungnya ada akal pikiran ku yang masih normal jadi aku tidak mengambil pilihan konyol itu. Berapa lama lagi aku harus menunggu? Kalau masalah dengan lampu lalu lintas saja pastinya tidak akan selama ini, pasti ada sesuatu yang lain. Sialan sekali siapapun, atau apapun, yang mengakibatkan kemacetan sialan ini. Ah, aku sungguh ingin cepat pulang saja.

Lalu, tiba-tiba ada sirine yang memekakan telinga. Agh, luar biasa, sekarang aku akan terjebak disini sampai tak tahu kapan. Dan seolah kesengsaraan ku kurang cukup, aku masih harus berurusan dengan Kei yang menghubungi ku karena ingin tahu kemana aku membawa mobilnya kali ini dan kenapa aku belum pulang padahal tadi aku jalan duluan. Tidakkah ia memeriksa berita? Ada kemacetan sebesar ini dan dia bisa tidak tahu? Mustahil sekali, dia terlalu cuek dengan sekitarnya, mungkin ia harus lebih sering mengecek berita. Aku memberitahunya aku terjebak di tengah jalan, ada kemacetan besar yang sepertinya melibatkan banyak polisi, mungkin ada orang mencoba bunuh diri atau sesuatu, jadi aku menyarankannya untuk melihat berita di TV sejak koneksi internet disini entah kenapa ikut melambat. Sungguh penutup hari yang buruk, bukan? Jelas sekali ini bukan hal yang tepat untuk menutup hari.

Aku bersumpah, kalau 10 menit lagi aku masih harus menunggu disini, aku akan benar-benar meninggalkan mobil ini ditengah jalan. Aku sudah positif benar-benar kesal saat ini, mungkin sekarang aku harus keluar dan melihat ada apa sebenarnya terjadi di luar sana sebelum benar-benar meninggalkan mobil ku. Membawa tas ku lalu mengunci mobilnya, aku melangkah menuju bagian depan barisan mobil. Aku melihat palang polisi, oh, jadi ini memang sesautu yang melibatkan polisi, bukan hanya kebetulan ada polisi lewat. Aku bertanya ada apa pada salah seseorang yang berdiri di balik barikade palang, ternyata aku benar, ada seorang wanita di lantai 23 siap melompat bunuh diri. Huh, sungguh sialan, tidakkah ia tahu aksinya membuat kemacetan berblok-blok? Membuat banyak orang terjebak kemacetan? Bukankah ada cara lain untuk mati daripada melompat dari gedung? Seperti memotong nadi, menyetrum diri, menenggelamkan diri, menembak diri, meracuni diri, mengalami overdosis, menusuk diri, banyak yang lebih mudah dan cepat, atau kalau mau yang tak kalah dramatis, lompat dari jembatan. Kecuali kalau kau memang masih tak yakin, maka silahkan kau berdiri di pinggiran gedung, tapi jangan membuat kemacetan! Tidak semua orang di jalan adalah orang yang sabar.

Aku memanggil salah satu polisinya dan memintanya untuk segera membuat jalanan kembali berjalan lancar, mengatur lalu lintas agar tidak semua orang tersiksa karena satu wanita stress yang mencoba bunuh diri. Si polisi tertawa dan mengatai ku tidak peka. Kalau kau bertanya kepada ku, bukannya aku tidak sadar akan itu, aku tahu aku tidak peka, tapi tidakkah semua orang memiliki masalah mereka masing-masing? Masalah mu adalah masalah mu pribadi, kau tidak seharusnya melibatkan setengah kota. Ugh, fuck this. Aku akan melakukan sesuatu yang gila, dan berharap akan berhasil dan tidak membuat bokong ku mendarat di sel penjara.

Okay, tadi dikatakan lantai 23? Mari ambil taruhan. Aku tahu ini tidak akan mudah karena polisi ada di mana-mana mengerubungi tempat ini setiap incinya, tapi pasti selalu ada celah. Dan ternyata aku benar, karena aku baru saja menemukannya di pintu keluar tangga darurat. Walaupun memang kemudian aku harus naik 3 lantai sampai akhirnya ada pintu yang bisa terbuka, dan barulah dari sana aku melihat semua aman untuk bisa aku menuju lift, yang datang cukup cepat. Menyisir angka di panel lift, aku menekan lantai 23.

Sesampainya di lantai tersebut, semua yang aku lihat hanya polisi dengan seragam dan beberapa manusia berjas. Okay well, damn, aku tidak tepatnya berpikir sejauh ini, aku jelas akan terlibat masalah yang sangat besar kalau sampai aku tertangkap dan dijatuhkan tuduhan kriminal seperti menghalangi keadilan atau apapun yang bisa mereka pikirkan untuk menuduh ku.

Untuk beberapa saat tidak ada yang menyadari ku karena aku hampir terlihat seperti mereka, tapi lama-lama ada juga yang meyadari aku tidak mereka kenal, tapi untungnya mereka diam saja, mungkin masih belum terlalu sadar

"Ey yo, lady," panggil ku melongok keluar jendela

"Apa yang kau pikir kau lakukan?!" seseorang meyahut keras ke arah ku

"Berbicara pada wanita ini," balasku, "beri aku kesempatan," lanjut ku, "karena berdasarkan waktu ku terjebak kemacetan, aku yakin penegosiator kalian sedari tadi belum berhasil kan?" Ucap ku lagi lalu kembali beralih pada si wanita diluar, "hey, pertanyaan konyol, tidakkah kau merasa kedinginan di luar sana? Angin malam bisa membuat mu masuk angin," ucap ku pada si wanita

"Pergilah!" ucapnya menghardik

"Kenapa kau berada di luar sini?" ucapku terdengar konyol

"Mam—"

"Shh, aku sedang berbicara pada wanita ini, aku rasa aku bisa membantu," ucapku cepat "kalian tidak ingin wanita ini melompat bukan? Nyawa lain yang diselamatkan?" uh, aku benar-benar dalam masalah kalau sampai wanita ini melompat karena ku, "siapa namamu? Aku Ali."

"Linda," balasnya, "kau bukan polisi," tebaknya

"Tidak, aku bukan polisi, aku hanya warga biasa," balasku, "jadi kenapa kau di luar sini malam ini, Linda?" lanjut ku, tapi aku dihadapkan dengan kesunyian darinya, "kau ingin aku menebak?" Tanya ku lagi, beride

"Bagaimana kau bisa sampai di atas sini kalau kau bukan polisi?" tanyanya menoleh sedikit ke arah ku, jelas mengulur topik

"Diam-diam, tentu saja," ucap ku menaruh telunjuk ku di depan mulut ku, "jadi kau ingin aku menebak alasan mu?" ulang ku kembali bertanya. Ia mengangguk, itu sebuah kemajuan, "kau ingin jaket ku? Di luar sedikit dingin, bukan?"

"Tidak aku baik-baik saja," gumamnya

"Okay, mengangguk kalau aku benar," ucap ku, "mari mulai tebakannya," lanjut ku duduk di bingkai jendela. "Yikes, kita tinggi sekali!" Gumam ku pada diri sendiri

Aku menebak berbagai situasi, dipecat, putus cinta, depresi, penyakit kronis, orang yang dicinta meninggal, bangkrut, buronan, pengaliahan perhatian, dan berbagai macam hal lain yang bisa aku pikirkan saat ini, sampai saat terakhir yang paling aku takutkan

"Dilecehkan?" ucap ku ragu dan Linda menoleh ke arah ku malu, "apa kau melaporkannya?" tanya ku hati-hati, Linda bergerak pelan lalu menatapku kembali dan menggeleng, "aku tidak tahu apa ini membantu, tapi aku juga pernah di posisi mu, mungkin tidak separah mu sampai mencoba membunuh diri, tapi aku pernah merasakannya," ucap ku kembali mengulang memori menyilet di kepala ku

"Kau hanya mengatakan itu untuk mencari kesamaan dengan ku!" Tuduhnya mendengus, "mencari simpati ku."

"Tidak, Linda," ucapku menggeleng, "itu yang sebenarnya."

"Kau sangat muda, kapan itu terjadi?" tanyanya masih terdengar skeptis, tapi percaya atau tidak, ia sepertinya secara tak sadar menggeser mendekat ke arah ku! Ahh, ini bekerja. Luar biasa!

"Um, aku lebih memilih untuk tidak kembali mengulangnya, tapi aku bisa mengatakan tidak baru-baru ini," balas ku, "saat itu aku masih terlalu muda dan memiliki terlalu banyak impian untuk dijalani, jadi aku memaksa diriku untuk melanjutkan hidup saja," lanjut ku menghela nafas pelan, "Linda, boleh aku bertanya sesuatu?" ucap ku mengganti topik

"Silahkan," ucapnya

"Seperti apa kehidupan setelah perceraian?" tanyaku sungguh ingin tahu

"Bagaimana kau tahu aku bercerai?" ucapnya curiga

"Entah itu atau pasangan mu telah tiada," balas ku memperhatikannya sedari tadi memainkan cincin di jarinya setiap saat tidak menatap ku

"Kau menikah?" tanyanya

"Ya, dan aku mempersiapkan diri untuk ke depannya," balas ku, "aku sudah melihat di depan ku akan ada perceraian," lanjut ku

"Jika kau bisa melewati masa gelap seperti itu, aku yakin kau bisa membenarkan pernikahan mu, Ali," ucapnya

"Tepat sekali!" ucap ku, "dan kau tahu, kurasa itu juga berlaku untuk mu, Linda," lanjut ku tersenyum, "jangan mengamuk, tapi melompat dari gedung tidak bisa mengulang waktu, itu hanya mengirim mu langsung ke neraka di mana kau akan mengalami siksaan yang lebih berat daripada menjalani hidup," ucap ku santai, "maaf jika aku terdengar sok religius dengan berkata seperti itu," lanjut ku hati-hati

"Orang tua mu membesarkan mu dengan baik," ucapnya

"Terima kasih, akan kusampaikan pujian mu pada mereka, Linda!" balas ku semangat "kembali masuk?" ucap ku ragu mengulurkan tangan, "please?" tambah ku

"Kau benar, jika aku mati sekarang, aku hanya akan masuk neraka, aku lebih suka masuk surga," ucapnya tertawa pelan dan menerima uluran tangan ku, "lagipula, kenapa aku harus sengsara dan membayar akibatnya saat pelakunya akan terus bebas berjalan di dunia?"

Aku tidak percaya aku berhasil! Aku baru saja menyelamatkan hidup seseorang! Ini luar biasa!

"Kau mengambil keputusan yang tepat," ucap ku memeluknya sesaat ia kembali di dataran aman, "dan ya, kenapa kau harus?"

"Oh, Ali, kau sangat baik hati," kalimatnya lembut, namun tatapan matanya kosong, "terima kasih untuk tidak membiarkan ku mati," ucapnya, dan aku tersenyum mengangguk. Juga, kalimatnya terasa sangat familiar entah kenapa.

"Well, Linda, ini sungguh pengalaman menarik, tapi sepertinya aku harus pergi, aku meninggalkan mobil ku di bawah, di tengah jalan," ucap ku tertawa pelan "semoga kita bisa bertemu lagi di situasi yang lebih...nyaman," lanjut ku tersenyum dan berjalan pergi

Sungguh, aku masih tidak percaya aku baru saja meneylamatkan sebuah nyawa agar tidak terbuang sia-sia. Hari ini ternyata berubah menjadi hari yang menarik dan tidak terlupakan. Saat aku sampai di pintu, sang polisi yang tadi menghardik ku mencegat ku, satu hal yang bisa aku pikirkan saat ini adalah aku melakukan kesalahan dan sekarang aku akan ditahan karena kesalahan itu, aku akan kehilangan ijin praktek hukum ku, aku akan menjadi pengangguran gara-gara kekonyolan ku, oh, aku akan ditahan. Tapi ternyata apa yang aku kira akan terjadi adalah yang sebaliknya dari kenyataan, si polisi yang ternyata detektif ini mengucapkan terima kasih pada ku dan ingin tahu apa yang aku lakukan sampai akhirnya Linda bisa kembali ke dalam dengan sendirinya, aku menjawab dengan kejujuran, kita memiliki kesamaan yang hampir sejenis, kita langsung saja klik. Si detektif memberiku kartu namanya entah untuk apa, tapi aku terima saja untuk ku masukan dalam koleksi kartu nama orang-orang yang ku kenal dan kebetulan memiliki kartu nama, saat ia meminta kartu ku, aku hanya berkata, 'oh, aku tidak memiliki kartu nama', aku tidak begitu yakin ingin memberikan kartu nama ku pada seorang detektif.

Dia, si detektif yang memiliki nama di kartu namanya Gorge Vaughn, mengantarku secara personal menuju mobilku. Jika aku tidak tahu lebih baik, aku akan berpikir ia mencoba menggodaku, tapi karena aku memang tidak tahu lebih baik, jadi aku berpikir ia menggoda ku. Dia memang tidak muda ataupun tua, tapi cukup umur dengan postur klasik polisi muda. Ia bertanya apa aku pernah masuk TV, yang sebenarnya jawabannya adalah ya, tapi ku jawab sebaliknya. Ia memberi tahu ku kalau ia berpikir pernah melihat ku di suatu tempat, wajah ku familiar, dan segala macamnya. Lalu bersama-sama kita menuruni lift yang terasa begitu canggung, terutama saat aku merasa ia baru saja menggoda ku, dia memulai pembicaraan ringan seperti bagaimana aku bisa sampai di atas sini dan sebagainya, kebanyakan si detektif yang berbicara, aku hanya diam dan menjawab saat diperlukan. Saat kita sampai di dekat mobil ku, aku seharusnya tahu aku akan menemukan Kei telah menanti ku di dekat mobil, aku seharusnya sudah biasa dengan kelakuannya yang suka muncul tanpa diduga. Bagaimana ia sampai disini begitu cepat?

"Jadi kau memang benar terjebak kemacetan," ucap Kei bersedekap santai sambil bersandar di mobil ku, "dan kau juga wanita yang membujuk si pelompat," lanjutnya tersenyum santai, lalu beralih pada si detektif, "detektif."

"Mr. Ryker," ucapnya sedikit kagok

"Terima kasih tidak menahan istri ku karena kegilaannya itu," ucapnya mengulurkan tangannya pada sang detektif, sementara aku memposisikan diri ku di sisi Kei

Hmm, dari tingkah lakunya saat ini, sepertinya detektif ini seorang fans, dia terlihat sangat bersemangat untuk menjabat tangan Kei, apa ia akan meminta tanda tangannya juga?

"Istri anda membantu kami, seharusnya ia diberikan penghargaan," ucap si detektif tertawa

"Tetap saja dia melanggar hukum," ucap Kei datar, "kuncinya?" ucap Kei beralih pada ku, "well, detektif, sebuah kepuasan bertemu dengan mu, dan sekali lagi, terima kasih karena tidak menahan istri ku," lanjut Kei setelah aku memberikan kunci padanya

"Oh, Mr. Ryker, ini sebuah kehormatan untuk saya!" balasnya sekali lagi tak sabar untuk menjabat tangan Kei

"Baiklah, selamat malam kalau begitu," ucap Kei pada detektif, "Ali, masuk ke dalam mobil," perintah Kei pelan sambil membukakan pintu ku lalu memutar ke sisi pengemudi.

Setelah kedua pintu menutup, entah kenapa tiba-tiba Kei tertawa. Saat aku tanya kenapa, ia menjawab kalau detektif tadi benar-benar terpesona dengan ku, tapi dia salah, detektif tadi lebih terpesona padanya, jelas sekali seorang fans. Dalam perjalanan yang sepi, aku jadi ingat kalau aku ingin tahu bagaimana ia bisa sampai disini begitu cepat, jadi aku tanya, dia awalnya tidak menjawab secara langsung, sekali lagi mengatakan kalau ia seorang vampir, tapi kita semua tahu, vampir tidak nyata, walaupun memang ada, mereka telah musnah karena Bram Stoker membuka keberadan mereka, jadi ya, aku tidak mempercayainya. Juga, kenapa tiba-tiba Kei menyukai vampir? Lupakan, dia telah menjawab pertanyaan awal ku, Blight mengantarkannya. Aku sebenarnya masih ada pertanyaan, hanya saja lebih baik tidak ditanyakan saat ini.

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

15.3K 1.1K 41
Pertama kali mendapatkan tawaran untuk menjadi pasangan kontrak selama satu bulan terdengar begitu aneh dan tidak biasa. Orang gila mana yang mau bek...
45.9K 5.9K 41
Menangis seorang diri karena pengangguran sudah sering dia lakukan namun dia tidak menyerah, darah Batak dalam dirinya membuat ia pantang menyerah de...
375K 20.2K 25
"Jadi Mas harus gimana sekarang? Mas bingung, Dek!" tegas pria di depanku. Aku menarik napasku dalam. Sebenarnya aku tidak mampu mengatakan ini padan...
289K 24.8K 28
Kisah Orion Darmawangsa, series kedua dari "Boys Love". Dokter tampan Spesialis Jantung yang tiba-tiba menikah karena harus bertanggungjawab atas per...