Love Me Not.

By wldstrs

6.5K 484 28

Sebagai pengacara profesional, mengerjakan satu kasus seharusnya menjadi hal yang singkat. Yang harus dilakuk... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
Break! Opinion?
7
8
9
10
11
Break! :(
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
35
36
37
38
39
Break! Thoughts!
40
41
42
43
44
45
Epilog
Break! Meh \Ω/
Break! Almost :(

34

39 6 0
By wldstrs

2 hari sudah berlalu sejak saat Kei seharusnya pulang. Bukan berarti aku merindukannya atau sesuatu, tapi aku mulai lelah tinggal di rumah besar ini sendirian, terlalu sepi dan menyedihkan. Seperti biasa aku menyalakan TV dengan volume terlalu besar, aku bahkan tidak mendengar saat seseorang masuk, tidak menyadarinya sampai ia memanggil nama ku.

Wanita jutek, yang ku temukan namanya Tisha, berdiri di sisi ku, meminta ku untuk mengecilkan volume supaya ia bisa bicara dengan volume normal, jadi ku lakukan. Ia memberitahu ku kalau sang raja misterius alias Kei meminta ku untuk keluar rumah jam 10 malam hanya untuk menjemputnya dari bandara, dan ia bahkan tidak menghubungi ku langsung untuk itu, ia harus menyampaikan pesannya melalui Tisha. Jadi tidak, aku tidak akan menjemputnya, repot-repot sekali aku melakukan itu.

Aku tidak tahu, mungkin Tisha memberitahunya jawaban ku yang menolak, karena beberapa menit kemudian aku menerima SMS darinya,

Kau sebaiknya sudah ada di bandara saat aku sampai, Ali!

Aku membayangkan saat ia mengirimnya, pesan itu memiliki nada yang mengancam. Tapi aku tidak perduli jika ia mengancam, kalau ia mau aku menjemput, ia harus memintanya sendiri secara langsung, aku juga bisa keras kepala asal tahu saja. Lalu SMS lain darinya masuk tak lama kemudian.

Atau kau akan menyesalinya.

Lalu sampai di detik terakhir sebelum jam 10 tiba, aku masih berada di rumah, padahal untuk sampai ke bandara dibutuhkan waktu lebih dari 1 jam. Tisha sudah berkali-kali memberitahu ku untuk berangkat agar aku sampai tepat waktu, dan aku juga sudah menjawab yang sama, aku tidak akan menjemputnya, tapi tetap saja ia memberitahu ku, terserah apa maunya.

"Di mana kau?" sapa Kei menelepon ku

"Rumah," balas ku singkat

"Kau bercanda kan?" ucapnya

"Tidak, kau bisa tanya Tisha kalau tidak percaya," balas ku santai

"Aku sudah bilang kau akan menyesal kalau kau tidak datang," ucapnya datar

"Kau tidak meminta pada ku secara langsung," balas ku singkat

"Hey, Ali, tolong jemput aku di bandara sekarang," ucapnya tajam dengan sarkasme, "bagaimana?" lanjutnya

"Okay, akan sampai dalam waktu 2 jam," ucapku santai dan menutup telepon

Aku selalu ingin mencoba mengendarai mobil besar, tapi aku tidak pernah menemukan keberanian untuk melakukan hal itu, aku takut tiba-tiba menyerempet seseorang, tapi apa gunanya kalau hanya terus bermimpi tak pernah membuatnya nyata? Jadi saat ini adalah pertama kalinya. Aku memilih untuk mengendarai mobil baru Kei yang ternyata tidak sebesar hummernya, walaupun tidak begitu signifikan ukurannya.

Saat aku sampai, aku melewati area drop-off dan tidak melihat dirinya sama sekali, jadi aku membawa mobilnya menuju tempat parkir dan berjalan kembali ke terminal kedatangan. Perlahan aku menyisir area. Bodohnya aku meninggalkan HP ku si kursi penumpang dan sekarang aku terlalu malas untuk kembali. Apa dia bahkan masih menunggu?

"Mencari sesuatu, miss?" dia tahu bagaimana aku mudah terkejut saat sendirian! "kemana HP mu?" tanyanya setelah aku berbalik

"Tertinggal di kursi penumpang," balasku kesal dan ia hanya mengangguk

Lalu dalam diam, kita sama-sama berjalan menuju tempat parkir, setengah jalan, Kei kembali membuka mulutnya, "kau merindukan ku?"

"Tidak," balas ku singkat

"Oh, kau merindukan ku," godanya lalu merangkul ku, "tidak ada salahnya mengakuinya," tambahnya tersenyum bangga

"Jangan terlalu percaya diri," ucap ku mengeliat dari rangkulannya, "sudah ayo pulang, aku sudah lelah," lanjut ku sambil lalu

"Mobil apa yang kau bawa?" tanyanya dan aku mengeluarkan kunci mobil dari kantong sweater ku "kau membawa mobil baru ku?" lanjutnya menerima kunci dari ku

"Test drive," ucapku tersenyum, "sangat nyaman," tambah ku santai

"Senang kau berpikir begitu," ucapnya, "kau tahu, ini pertama kalinya aku melihat mu begitu berantakan," ucapnya setelah diam beberapa detik

"Ini?" ucap ku menunjuk pakaian yang ku pakai "oh, aku hanya malas berganti baju."

"Sweater dan celana olahraga? Kau memangnya dari mana?" tanyanya penasaran

"Rumah," balas ku mengangkat bahu

Kei membawa ku mampir ke supermarket 24 jam dalam perjalanan pulang. Seperti seseorang yang sudah 2 bulan tidak belanja, ia membeli begitu banyak barang, terutama sayuran dan makanan mentah. Terakhir aku cek di lemari es, semua makanan sehat yang Kei biasa makan masih tersedia disana. Ia bertanya apa yang aku butuhkan dan aku mengambil 2 dus jus isi 6, crackers kesukaan ku plus cream cheese, dan skittles yang baru saja ku temukan sangat asik untuk dikemil. Kei sungguh senang mentertawakan jenis pilihan makanan ku yang terlalu simple dan tak bergizi. Aku tidak tahu bagaimana Kei bisa hidup tanpa memiliki keinginan untuk makan iseng.

Setelah selesai di supermarket, kelelahan ku entah kenapa memuncak bersamaan dengan jalanan yang tiba-tiba sangat macet. Aku hampir tidak bisa menahan mata ku untuk tetap membuka. Apa sih yang salah dengan jalan ini? Tidak bisakah kita lebih cepat sampai rumah?

"Bicarakan sesuatu yang tidak membosankan," ucapku datar memecah hening

"Mau dengar cerita ku selama di Seattle?" tanyanya santai

"Apa kau menang?" tanya ku cepat

"Ya, kita menang dan masuk babak selanjutnya," balasnya, "yang kau seharunya sudah tahu itu jika kau menonton pertandingannya di TV," lanjutnya terdengar menyindir

"Aku tidak nonton football," ucap ku malas

"Ada alasan khusus?" tanyanya tertarik

"Aku tidak mengerti, karena itu aku malas," aku ku garing

"Kau tahu siapa aku kan?" ucapnya sedikit terdengar tersinggung

"Mantan super bowl MVP?" balas ku santai

"Ya, MVP, dan kau mengatakan kau tidak mengerti?" ia menatap ku sambil menggeleng berdecak, "sungguh memalukan!"

"Mungkin kau harus mengajarkan ku," ucap ku asal, "oh, tunggu, setelah dipikir kembali, aku berubah pikiran," tambah ku cepat

"Kau takut?" Tantangnya

"Tidak juga," aku menggeleng cuek, "hanya berpikir menghabiskan waktu luang ku untuk diajari kau football akan sungguh membuang waktu," balasku

"Hei, aku guru yang baik!" cetusnya dan aku hanya tersenyum tak percaya.

Sisa perjalanan ku habiskan dengan terlelap dalam tidur yang begitu memabukan, padahal yang baru saja turun pesawat adalah Kei, tapi aku yakin, ia akan baik-baik saja, ia memiliki banyak energi, dia mengatakannya sendiri saat kita di Bologna.

Hal terakhir yang ku ingat adalah tertidur dalam mobil, kalau aku bisa berakhir di atas kasur, artinya Kei membawa ku ke sini. Aku tidak bisa mengingat mimpi ku semalam, padahal rasanya sedetik yang lalu aku masih mengingatnya di ujung kepala, sedetik kemudian semuanya hilang seperti tidak pernah terjadi di mimpiku. Akhir-akhir ini sering sekali aku lupa mimpiku.

Masih mengucek mata ku malas sambil berjalan menuju tangga, tanpa sadar aku menginjakan kaki di tempat yang entah bagaimana bisa ada airnya. Sudah jelas bukan apa yang terjadi selanjutnya? Ya, aku terpeleset dan hampir jatuh ke anak tangga teratas sambil secara reflex memekik lalu memaki sumpah-serapah. Air sialan apa itu?!

Mungkin karena mendengar pekikan ku yang entah seberapa keras, Kei segera menghampiri ku mencari tahu apa yang baru saja terjadi. Sesampainya di hadapan ku, ia langsung mengulurkan tangannya dan membantu ku berdiri. Argh! Sungguh bencana, aku baru saja bangun dan sekarang sudah terpeleset akibat air misterius, sekarang belakang kepala dan bokong ku berdenyut sakit sekali.

Terlalu kesal untuk berbicara, aku langsung berderap kembali masuk ke kamar dan menutup pintu ku rapat. Aku bisa dengar Kei tertawa di luar kamar ku, yang tak lama kemudian diikuti dengan dia yang mengetuk pintu ku dan mengundang ku turun dengan sebuah janji tidak ada air misterius yang akan membuat ku jatuh lagi. Ia menganggap semua ini lucu? Sialan pria itu!

Saat aku kembali membuka pintu ku, Kei masih ada disana, bersedekap sambil tersenyum, lalu ia bertanya apa aku tak apa yang ku balas dengan "tentu saja tidak, aku terpeleset dan hampir jatuh ke tangga!" dengan nada ketus yang kental. Dan kau tahu apa yang ia katakan selanjutnya? "Aku memiliki banyak ice pack," lalu berjalan meninggalkan ku. Sungguh tidak peka pria ini! Aku harus mengeluarkan kekesalan ku ini dengan satu cara, dan katanya ini bisa bekerja. Tidak akan tahu kalau tidak dicoba bukan?

"Kau mau kemana?" panggil Kei saat aku berjalan melewatinya dengan pakaian jogging ku

"Keluar," balas ku singkat

"Makan sarapan mu dulu!" sahutnya

"Tidak, terimakasih," balas ku menutup pintu

Selain berenang, aku juga suka jogging, tapi itu dulu, aku tidak tahu apa aku masih sanggup melakukannya seperti dulu, sudah lama sekali aku tidak melakukan ini, lari maksud ku, satu-satunya saat terakhir aku melakukan lari panjang adalah saat aku mengejar Kei di Milan karena aku terlalu lama melihat butik. Ya, Kei bisa sejahat itu saat ia mau.

Menyumpal telinga ku dengan EarPods, aku memainkan music sekencang yang bisa telinga ku terima. Di daerah ini tidak begitu ramai dengan kendaraan, jadi tidak begitu bahaya kalau telinga ku tidak mendengar suara dari luar. Setengah jalan sampai ke titik yang ku tuju, aku entah mengalami halusinasi atau memang ini nyata, aku melihat mantan ku, yang aku cukup yakin telah meninggal 2 bulan setelah kita putus dalam kecelakaan mobil, tapi sekarang, aku melihatnya berdiri dihadapan ku, hidup dan sehat. Apa ini semacam lelucon?

"Cameron?" panggil ku melepas sebelah EarPods ku

Ia menoleh, tapi ia terlihat tidak mengenali ku sama sekali, tatapannya terlihat kosong lalu kembali menghadap depan dan mencari apa aku memanggil seseorang yang lain

"Haha, lucu!" ucapku, "tentu saja aku memanggil mu," lanjutku santai

"Maaf?" ucapnya bingung

"Aku tidak melupakan wajah, hanya nama," ucapku, "dan aku yakin terakhir ku dengar kau telah meninggal," lanjutku yakin aku tidak salah orang, "tak perlu bohong, aku tahu itu kau, Cam," tambah ku

"Aku tidak tahu kau," ucapnya kaku

"Ada kemungkinan kau amnesia," ucapku ikut bermain. Dia berbohong, sorot matanya terlihat panik, "kecelakan mobil, benar?"

Aku bisa melihat ia akan mencoba mengelak sekali lagi, tapi sadar aku tidak mudah disingkirkan begitu saja. Aku rasa aku benar-benar jago memojokan orang, menyenangkan memang.

"Kau memang pengacara yang pintar ya?" ucapnya datar

"Yap," balasku tersenyum mengangguk, "jadi, kenapa kau memalsukan kematian mu dan kembali lagi kemari?" lanjut ku cepat

"Aku tidak memalsukan kematian ku," ucapnya menggeleng

"I came to your funeral, you douche!" ucapku meninju lengannya, "aku melihat ibu mu menangis."

"Ibu ku tahu aku hidup, dia bagian rencana," ucapnya santai menggaruk kepalanya

"Apa kau semacam pembunuh bayaran seperti Nikita?" tanya ku jahil, "kau tahu, yang direkrut negara dan sebagainya?" Tanyaku jahil

"Ha, tidak aku hanya..." ucapnya menggantung, "uh, aku harus pergi!" Sanggahnya cepat saat melihat seseorang berjalan di seberang. Apa dia sekarang semacam penguntit? Tidak penting.

Aku kembali melakukan jogging ku, saat aku akhirnya sampai di titik yang ku tuju, ginjal ku sudah memohon untuk ku istirahat dan minum sesuatu, jadi langsung saja aku membeli air mineral sekaligus pancake dengan sirup maple karena titik tujuan ku itu sebuah diner.

Sesaat setelah aku menghabiskan pancake ku, aku rasa aku harus segera kembali pulang, karena aku melihat hari yang cerah tak lagi cerah, hujan akan datang dalam waktu dekat, dan aku tidak membawa payung. Karena siapa pula yang jogging membawa payung? Lalu 1/4 perjalanan, hujan yang sudah ku duga akan turun, akhirnya turun tanpa ampun, sangat deras dan dingin, aku tidak punya pilihan lain selain menerima dan terus berjalan. Setidaknya aku sudah berhasil menyelamatkan HP ku ke dalam jaket.

Sampai dirumah, aku merasa begitu lega akhirnya bisa keluar dari perang air hujan, karena seperti yang ku katakan, rintiknya sangat dingin. Jadi sekarang aku secepat mungkin membuka pintu dan masuk. Saat itulah tiba-tiba ada petir mengelegar begitu keras sampai aku bisa merasakan tanah bergoyang, untung saja aku sudah ada dalam rumah saat petir itu datang. Dari posisi ku di pintu, aku melihat hujan turun semakin deras. Oh, aku harus cepat ganti baju sebelum masuk angin!

"Menikmati acara keluar mu?" ucap Kei menghalangi ku di tangga

"Apa aku terlihat seperti seseorang yang menikmati sesuatu?" balasku bersedekap

"Kau terlihat seperti orang kehujanan," balasnya menahan tawa

"Tepat sekali!" balas ku, lalu menyadari pakaiannya, "mau kemana kau berpakaian begitu rapih?"

Kei memakai sebuah kemeja putih yang dimasukan ke dalam celana linen hitam dengan dasi dan jas di kedua tangannya. Kei sungguh tahu cara membuat pakaian formal terlihat tidak membosankan

"Sesuatu yang penting dan mengharuskan ku berpenampilan rapih," balasnya santai "kau bisa membuat dasi?" lanjutnya mengubah topik dengan cepat

"Ku tahu kau bisa membuatnya sendiri," balas ku malas, "aku pernah melihat mu melakukanya."

"Ayolah Ali, ini hanya membuat dasi, bukan permintaan untuk menjadi matador, tidak berbahaya," ucapnya lalu mengalungkan dasinya ke leher ku, "lihat, tidak membunuh mu kan?" lanjutnya sarkastik, "sekarang mulai lah membuat, aku akan segera kembali," lanjutnya menghindar

"Kau tahu bajuku basah kan?" sahut ku, "dasi mu akan ikutan basah sekarang!"

"Buat saja dasi sialan itu, Ali!" balasnya cuek

Untuk sesaat, aku berpikir ia akan menyuruh ku membuat dasi ini langsung di lehernya, tapi ternyata tidak, untungnya. Aku emang tidak memiliki masalah membuat dasi, seragam sekolah ku dulu mewajibkan ku untuk memakai dasi yang dirangkai sendiri selama 3 kali seminggu, jadi aku sudah biasa membuatnya. Aku penasaran kenapa Kei harus pergi ke acara ini dengan dasi, apa ini semacam acara penting yang tamunya orang-orang terhormat?

Aku meninggalkan dasi yang telah ku buat tersampir di pegangan tangga, aku sudah mulai merasakan tubuh ku mulai menggigil, seharusnya aku sudah menyiram diriku dalam siraman air hangat dari beberapa saat yang lalu, sekarang aku sudah dalam tahapan awal masuk angin gara-gara Kei menghilangi jalan ku tadi

Setelah mandi seperti selalu, aku keluar kamar mandi hanya dalam balutan handuk, tidak sama sekali tidak menyangka kalau Kei sedang di kamar ku, bahkan duduk di kasur ku. Secepat kilat aku langsung kembali masuk kamar mandi dan membanting pintunya menutup sebelum berteriak mengusir Kei keluar

"Kenapa kau sangat panik? Aku tidak melihat mu telanjang," ucap Kei polos yang terdengar begitu jelas di pintu kamar mandi ku, jadi ku tebak ia berdiri di depan sana

"Aku hanya memakai handuk!" ucap ku menggenggam handuk ku erat, "itu sama saja menurut ku!"

"Apa kau mengatakan tatapan ku menelanjangi mu?" ucapnya tertarik

"Lagi, aku hanya memakai handuk, sangat tidak patut!" balas ku kesal, "apa yang kau mau dalam kamar ku?!" lanjutku kesal

Aku melihat sekitar, dan aku sangat bersyukur aku menaruh jubah mandi yang ibu Kei berikan untuk tahun jadi kedua kita kemarin di dalam sini, kalau tidak aku akan membeku kedinginan terjebak hanya dalam handuk yang tidak begitu kering

"Sejak aku ada di sini, bukannya jelas?" ucapnya, "kau, tentu saja," lanjutnya

"Apa?" Balas ku membuka pintu di saat yang bersamaan

"Ah, dan keluar lah dirinya," gumam Kei pelan

"Aku harus berpakaian, kau sebaiknya keluar," perintahku ku

"Aku tak keberatan menunggu disini," ucapnya menatap ku dengan tatapan yang tidak bisa ku baca

"Kei, aku bukan bintang porno, aku tidak menunjukkan tubuh pada semua orang," balasku ketus, "sekarang tolong keluar," lanjutku baik-baik

Ia menoleh ke kiri dan kanan lalu berkata dengan santainya, "well, sepenglihatan ku, di sini hanya ada aku seorang, jadi tidak pada semua orang," lalu ia memberikan ku senyuman 1 juta dolarnya yang digabungkan dengan senyuman misteriusnya. Ku akui, senyuman yang ini terlihat begitu manis padanya

"Tidak kah kau memiliki acara penting yang harus kau datangi?" ucap ku bertolak pinggang

"Aku yakin mereka tak keberatan kalau aku terlambat karena istri ku," ucapnya memberikan cengiran jahil

Kenapa pria ini senang sekali menyusahkan ku? Begitu keras kepala dan menyebalkan, tidak bisakah ia membuat hidupku setidaknya lebih menyenangkan? Dia sudah memaksa ku tetap dalam pernikahan ini lebih lama, kenapa tidak ia menggunakan saat itu untuk menunjukan sesuatu yang membuat ku berpikir ulang tentang pernikahan kesalahan ini sebagai sesuatu yang benar-benar tidak berguna?

Beberapa saat telah berlalu, dan Kei masih tidak mau keluar dan aku juga masih tidak ingin memakai baju di hadapannya. Apa yang dia mau? Selain melihat ku pakai baju tentunya, ia pasti datang ke kamar ku untuk sesuatu yang penting, dia tidak datang begitu saja karena bosan.

"Masih keras kepala?" ucap ku bersedekap

"Masih ingin berpakaian?" balasnya mengikutiku bersedekap sambil berdiri di hadapan ku

"Apa mau mu, Kei?" ucapku menyerah

"Sudah ku katakan," balasnya santai, "kau."

"Apa maksudnya itu?" balas ku tak mengerti

Untuk sesaat Kei hanya terdiam. Lalu, "apa hal terbaik yang pernah terjadi pada mu?" tanyanya tiba-tiba mengganti topik

"Huh?"

"Hal terbaik dalam hidup mu? Semua orang punya satu," ucapnya

"Dilahirkan," balas ku mengucapkan hal pertama yang muncul dalam kepala ku

"Bukan diterima di kampus impian mu atau mendapat beasiswa?" ucapnya memiringkan kepalanya penasaran

"Itu ketiga dan keempat," balas ku, "dilahirkan selalu jadi yang pertama, karena jika aku tidak dilahirkan, semua ini tidak akan terjadi," aku menggeleng, "itu juga termasuk menikah dengan mu," ucapku. Hal terbaik kedua ku adalah bisa berhasil keluar dari lubang setan yang Riki ciptakan saat ia mengambil alih hidup ku. "Kenapa kita membicarakan ini? Aku ingin kau keluar, aku kedinginan. Please..." ucapku tersadar cepat

"Cium aku dan aku akan keluar setelah itu," ucapnya

"Huh, ada apa dengan mu dan ciuman?" ucapku lalu mencium pipinya, "there, kau puas?"

"Kau sungguh ingin tahu?" tanyanya jahil

"Tidak," ucap ku singkat, "sekarang keluar lah!" Lanjut ku memerintah

Aku membukakan pintu untuknya—okay, sekedar pengantar, aku sama sekali tidak menginginkan sesuatu yang klise seperti dalam sebuah novel dalam kehidupan ku, tapi sepertinya, aku selalu mendapatkan yang sebaliknya. Jadi, tolong jangan menghakimi ku—saat aku hendak menutupnya, Kei menarik lengan ku dan mendaratkan bibirnya ke bibir ku, ritmenya begitu lembut dan menghipnotis, tapi terimakasih Tuhan, dia masih membiarkan ku memiliki kontrol untuk menolak, walaupun tak besar.

"Kenapa kau melakukan itu?" tanya ku setelah mendorong dadanya kuat-kuat

"Eksperimen," balasnya santai

"Untuk apa?" ucapku ketus

"Mengetes seberapa kuat kehendak diri mu untuk menolak ku," balasnya terdengar serius

"Kenapa? Kau frustasi karena aku tidak jatuh pada jebakkan dan godaan mu?" tantang ku kesal

"Oh, baby, kita telah melewati itu sejak jauh-jauh hari," balasnya tak berdosa.

Ia memanggil ku 'baby', lelucon jenis apa ini?

"Lalu apa? Membuatku memiliki perasaan untuk mu?" ucapku, "karena percayalah, baby, satu-satunya hal yang ku rasakan untuk mu ada digolongan buruk," lanjutku memberikan penekanan di kata 'baby'

"I leave you breathless, Ms. Alice," bisiknya di telinga ku, dan anehnya, ia meninggalkan rasa merinding diseluruh tulang punggung ku, jenis yang baik, lalu ditambahnya lagi saat ia mengecup sebuah titik di bawah telinga ku—kalau menurut bahasa Mia, titik itu disebut 'erogenous zone'

"Keluar dari kamar ku," perintah ku pelan

"Jangan membiarkan ku masuk semudah itu, Ali," ucapnya sebelum berjalan pergi

Aku akan mengaku gila kalau sampai aku mengatakan apa yang baru saja terjadi tidak mempengaruhi ku. Hal yang baru saja terjadi, itu lebih dari apapun yang pernah aku bayangkan pernah bisa terjadi pada ku. Aku tidak percaya Kei melakukan itu pada ku. Bagaimana ia bisa melakukan hal itu? Apa yang membuatnya begitu mudah memasuki pikiran ku? Apa ia seorang lulusan mata kuliah psikologi? Bagaimana hal itu bisa pernah terjadi pada ku? Ah, aku sungguh ingin segera menyelesaikan semua ini. Kenapa sih ia menolak menadatangani dokumen sialan itu?!

**

Sudah pernahkah aku bercerita tentang bagaimana sebenarnya aku dan Kei pertama kali bertemu? Sepertinya belum ya, terakhir aku ingin menceritakannya aku masih terlalu kesal untuk kembali mengingatnya. Sejak sekarang aku sudah banyak sekali menerima hal menyebalkan yang membuat kesal darinya, hal satu ini terasa tidak lagi begitu mengesalkan.

Sebelumnya, biar aku ceritakan bagaimana awalnya aku bisa sampai di titik sebelum aku bertemu dengannya secara langsung di pesta orang tua Mia.

Semua ini berawal dari saat aku bertemu dengan Sarah yang baru saja pulang dari New York selama musim panas untuk menemui ayahnya. Saat itu adalah tahun ke-3 ku di Harvard. Sarah adalah teman sekelas hukum ku yang lumayan setara kepintarannya dengan ku, yang berarti tidak begitu. Ia menceritakan kalau ia pergi ke New Jersey dan menonton para athlete ditukar-tukar dengan athlete lain dan juga semacam perekrutan athletes dari kampus-kampus.

Sarah adalah penggemar football, dia tahu ini itu tentangnya karena ayahnya bekerja sebagai seorang perekrutan athlete. Anyway, Sarah menceritakan tentang seorang quarterback yang begitu mahir dalam bidangnya, ia tidak menyebutkan nama karena ia tahu aku tidak akan mengenalnya ataupun mengingatnya di kemudian hari. Dari cerita yang Sarah ceritakan, aku menganggap si quarterback ini seorang yang sangat charming dan dreamy. Entah kenapa, beberapa bulan kemudian, Sarah keluar dari kampus dan tidak ada kabar beritanya lagi, tapi aku dengar ia mengikuti jejak ayahnya untuk berkarier di liga olahraga favoritnya.

3 tahun setelah itu, aku mendapat cerita lain tentang pria yang sama dari mantan ku yang terlalu fokus dengan olahraga daripada diriku. Olahraga adalah topik favoritnya. Aku terus mendengar berbagai macam gosip tentang si quarterback dan betapa jago dirinya menjadi seorang quarterback. Dan seperti sebelumnya, semakin waktu berjalan, aku melupakan pria itu.

Lalu terjadilah pesta orang tua Mia, dan akhirnya aku bertemu langsung dengan Kei Ryker, sang quarterback yang begitu dibanggakan dan baru saja memenangkan penghargaan 'Super Bowl Most Valuable Player' tahun itu. Tapi saat itu, aku masih belum mengenalnya, aku hanya melihatnya sebagai pria tanpa wajah dan sebuah nama di kepala ku yang sudah memiliki prestasi bermacam-macam, kau tahu, semacam gambar perwatakan seseorang di selembaran yang berwarna abu-abu dengan tanda tanya besar di tengahnya? Ya, di kepalaku, aku hanya memiliki itu.

Kau mungkin mengingat saat aku baru saja kembali dari lantai atas dan aku hampir tersandung oleh kabel yang melintang di tengah jalan, lalu aku bergabung dengan semua orang di halaman belakang untuk menonton video orang tua Mia dan perjalanan mereka bertahun-tahun setelah pertemuan pertama mereka? Kalau kau tidak ingat tak apa juga, intinya, saat itu aku sedang menonton dan mengagumi gambar-gambarnya saat seseorang mengatakan sesuatu sisi ku yang menarik perhatian ku.

≤≥

"Kadang sesuatu yang indah diawali dengan kecelakaan," ucapnya dan aku menoleh padanya.

Berdiri disisiku, seorang pria dengan kemeja yang sudah tak lagi begitu rapih, kedua kancing teratasnya dibuka, tidak ada dasi yang dipakainya, dan tidak ada jas yang menemaninya. Tunggu, atau mungkin itu memang gayanya sejak awal? Aku tidak yakin

"Apa maksud mu?" ucap ku penasaran

"Tidak baik menggosip tentang keluarga orang, lagipula ini hari mereka" ucapnya tersenyum santai, "tapi kalau kau sepenasaran itu..." ia berdeham, "...mereka menikah karena anak laki-lakinya," lanjutnya berbisik

"Tidak, itu tidak benar!" sergah ku merasa harus membela orang tua sahabat ku dari gosip

"Kalau begitu, aku mendapat info buruk," balasnya tertawa santai, "Kei," ucapnya menghadap ke arah ku lalu mengulurkan tangannya

Aku menatap tangannya tapi tidak menjabatnya, tapi sebagai ganti aku tersenyum dan mengatakan nama ku, "Alice."

"Okay, tidak ada jabat tangan," gumamnya menarik tangannya santai

"Yeah, itu tradisi," ucapku tidak yakin ingin melanjutkan dengan kalimat 'pria dan wanita tidak boleh bersentuhan sebelum menikah', tapi aku tidak sekolot itu, aku hanya menggunakan teori itu saat baru mengenal sesorang dan tidak benar-benar ingin berkenalan.

"Kau datang sendiri?" tanyanya santai

"Tidak," aku menggeleng, "aku datang dengan sahabat ku."

"Dan dimana.. dia?" ucapnya menebak gender sahabat ku sebagai wanita

"Di atas panggung," balasku tidak bermaksud sarkastik

"Oh, pantas kau terlihat keberatan saat aku membicarakan sang tuan rumah," balasnya mengangguk dan aku hanya tersenyum. Lalu kita sama-sama terdiam menonton video yang ditampilkan. Seperti itu membuatnya bosan, ia kembali membuka mulutnya, "kau memiliki aksen, dari mana asal mu, Alice?" tanya setelah sepi beberapa saat

"Kurasa kita bergerak terlalu cepat, aku baru bertemu dengan mu," balasku santai

"Oh, wajah tampan ku tidak memberikan ku special pass?" ucapnya memiringkan kepalanya

"Kau sangat congkak," ucap ku

"Dan kau sangat blak-blakan," balasnya cepat, masih terus tersenyum, "bagaimana dengan ini..." ucapnya menggantung, "...aku terkenal," lanjutnya berbisik seolah itu adalah rahasia negara

"Oh ya?" ucapku pura-pura tertarik, dan ia mengangguk, "oh, sayangnya aku tidak perduli," ucapku datar. Congkak dan sombong, apa ada yang baik dari pria bernama Kei ini?

"Apa yang bisa memberiku special pass?" ucapnya mengubah taktik

"Sesungguhnya tidak ada," ucap ku setelah diam beberapa saat, "kecuali kau bisa secara ajaib memutar waktu dan tidak bersikap congkak dan sombong," lanjut ku mendapat ide

"Kau lucu," ucapnya

"Hmm, bagaimana kalau kau mencari wanita lain untuk kau goda?" ucap ku menyarankan santai

Ia menoleh ke sekitar basa-basi sebelum kembali pada ku, "mereka memiliki kencan, kau tidak," ucapnya

"Mia!" panggil ku cepat sambil berjalan menghindari Kei dan tidak menoleh kebelakang lagi.

≤≥

Itu baru hanya permulaan, malam masih panjang, begitu pula dengan ceritanya yang semakin berkembang sejalannya hari semakin malam

≤≥

Aku mengikuti Mia kemanapun ia pergi, dan seperti stalker, aku melihat Kei di segala tempat, dia memang tidak menatap ku, ia berbicara dengan semua orang, menyalami semua orang, tertawa dengan siapapun yang ia ajak bicara. Sampai satu momen, aku tidak lagi melihatnya dimana pun

"Kau tertarik dengan ku, ya?" ucapnya entah dari mana tiba-tiba muncul di hadapan ku. Oh, angkuh juga merupakan sifatnya!

"Ah, kau lagi!" gumam ku sarkastik

"Aku lagi?" Cemoohnya santai, "kau pikir aku tidak sadar kau dari tadi memperhatikan ku?" tuduhnya tak berdosa

"Jangan terlalu percaya diri, nanti mudah sakit hati," ucap ku tersenyum menyindirnya

"Itu sama sekali tidak berima," ucapnya tertawa, "champagne?" tawarnya mengambil 2 gelas dari nampan lewat

"Tidak, terima kasih," tolak ku

"Lebih banyak buat ku kalau begitu," ucapnya menuang cairan keemasan tersebut kedalam 1 gelas

"Well, waktunya—"

"Woa, tidak semudah itu kau akan menyingkirkan ku, Alice," ucapnya menarik ku mendekat "mari pergi ke sini!" lanjutnya menarik ku yang tidak ingin mengikutinya

"Aku bisa melaporkan mu dengan tuduhan penculikan!" ancam ku

"Oh, please, jika aku ingin menculik seseorang, aku akan menculik seseorang yang lebih ramah daripada mu!" ucapnya tapi masih menarik ku

"Kemana kau membawa ku?" ujar ku sedikit panik

"Paradise," balasnya menoleh ke arah ku

"Apa maksudnya itu?" ucap ku menarik tangan ku dan berhasil lepas

Lalu setelah itu, hilang sudah lah impian ku untuk memiliki ciuman pertama yang luar biasa special. Orang asing bernama Kei telah mencuri kesempatan itu tanpa bahkan bertanya apa aku keberatan, ia langsung melakukannya tanpa menahan diri. Jadi ku kira dia pantas untuk ku hadiahi sebuah tinjuan telak di dagunya, yang jujur sangat ku sesali, karena aku tidak menduga melakukan itu akan membuat tangan ku terasa retak. Pria ini memiliki tulang yang sangat padat. Dengan itu dikatakan, resmilah cap ke empat untuk Kei, kurang ajar.

"Wow!" aku tidak berpikir ia akan tertawa setelah itu, "kau benar-benar—"

"Aku bisa menjatuhkan tuduhan pelecehan pada mu!" ucap ku mengancam

"Apa kau semacam penegak hukum atau sesuatu?" ucapnya tersenyum miring

"Atau sesuatu," ucap ku sedikit berbohong

"Mengapa kau dari tadi mengancam ku dengan tuduhan ini-itu kalau begitu?" Tanyanya penasaran

"Aku mempunyai alasan ku," balasku datar dan langsung berjalan kembali ke pesta

≤≥

Jadi itulah cerita bagaimana aku dan Kei pertama kali bertemu, bahkan sejak awal, ia tidak memberikan kesan baik, yang berikan hanya membuat ku kesal dan marah. Dia mengambil ciuman pertama ku yang seharusnya dimiliki oleh seorang pria yang benar-benar aku suka, bukan seorang orang asing yang terlalu berambisi untuk memenuhi target yang dibuatnya untuk mengetes seberapa ia bisa mempengaruhi seseorang. Juga, what a bunch of crap, saat ia mengatakan ingin tahu rasanya, dia sudah tau! Jauh sebelum kejadian Gibraltar. Walaupun yang pertama sekali hanya kurang dari 1 detik.

Continue Reading

You'll Also Like

287K 22.6K 21
Udah tiga hari ini aku bertapa sambil merenungi nasib di kamar setelah orang tuaku jelasin kenapa pulang mendaki tau-tau aku udah jadi istri orang. K...
24.9K 2.7K 5
Yoo Joonghyuk meraih Kim Dokja remaja yang masih berusia 13 tahun. Membalik tubuhnya dan berbisik di telinganya. "Aku akan menunggumu di masa depan...
133K 10.9K 53
#Vitamin 2 Patah hati dan jadi pengangguran, Leta memutuskan melamar pekerjaan sebagai baby sitter untuk membayar utang pernikahannya yang gagal. Nam...
167K 9.5K 20
Kayana Adhigana. Rajata Arya Danadipa, berani sumpah demi apapun kalau pria itu sungguh sangat membenci pemilik nama itu. Perempuan yang tidak pernah...