Love Me Not.

By wldstrs

6.2K 479 28

Sebagai pengacara profesional, mengerjakan satu kasus seharusnya menjadi hal yang singkat. Yang harus dilakuk... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
Break! Opinion?
7
8
9
10
11
Break! :(
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
33
34
35
36
37
38
39
Break! Thoughts!
40
41
42
43
44
45
Epilog
Break! Meh \Ω/
Break! Almost :(

32

39 8 1
By wldstrs

Ya, disini jelas ada perlawanan yang kuat. Kalau ternyata aku menemukan ini hanya semacam lelucon, aku akan melukai Kei sendiri dengan tangan ku dan sebuah alat yang kemungkinan benda terdekat yang bisa ku temukan. Aku melihat kopernya tertutup rapih tapi terguling dari tempatnya, dompet dan jam tangannya di meja yang menjadi benda hotel satu-satunya yang masih di tempatnya. Aku tidak bisa menemukan HPnya, jadi ku rasa Fadhil membawanya saat menyekap Kei. Kita lihat saja apa ia cukup bodoh untuk tetap membiarkannya hidup.

Aku mengecek kolong kasurnya entah untuk apa dan menemukan laptop di sana, ini milik Kei, aku tahu, tapi aku tidak tahu kalau ia membawanya, sekarang lebih mudah lagi untuk menemukan jawaban dari target yang di maksud Fadhil di telepon tadi dan kenapa aku dilibatkan.

Aku pernah mengintip Kei saat sedang memasukan password akses laptopnya. Bisa kau percaya kalau passwordnya itu 'principediqueen'? Aku tidak tahu apa maksudnya itu, dan aku ingin tahu, tapi tidak sekarang, karena hal itu tidak penting.

"Madam?" seseorang dari pintu memanggil, "apa ini kamar anda?" lanjutnya

"Ini milik suami ku," balasku menatapnya, "ku rasa seseorang baru saja menculiknya," lanjutku masih sedikit tak percaya

"Apa anda tak apa?" ucapnya memasuki kamar lebih dalam

"Aku takut, kalau itu yang kau ingin tahu," balas ku tidak yakin apa itu sebuah pengakuan "apa mungkin aku bisa melihat rekaman sekuriti di lorong lantai ini dari sekitar 15-20 menit yang lalu?" Tanyaku

"Saya akan bertanya pada yang berwewenang," ucapnya berbalik dan mulai berbicara dengan walkie talkie.

Aku harus menemukan Kei, secara teknis aku istrinya, dan dimana-mana saat seorang istri menemukan suaminya menghilang, etisnya mereka mencarinya, karena itu janji mereka bukan? 'to have and to hold', walaupun aku tahu itu bukan artinya tepatnya, tapi tetap saja, dan juga aku masih manusia, aku tidak berdarah dingin, saat seseorang yang kau kenal menghilang, kau mencarinya.

"Mam, kami mendapatkan rekamannya," ucap si room service, "ikut dengan saya," lanjutnya, aku berdiri bersama laptop Kei dan berjalan mengikuti si roomservice

Di ruang security, aku melihat banyak kamera melalui kaca kecil di depan pintunya. Ku rasa ini tidak akan mudah, aku pasti akan ditanya identitas diri atau semacamnya, mereka tidak bisa asal memberikan akses video rekanan pada orang asing

"Sebelum kita masuk, bisa saya bertanya beberapa pertanyaan?" Lihat! Benarkan? Aku mengangguk, "bisa sebutkan nama Anda?"

"Saya Shakira Alice," jawab ku

"Bagaimana dengan suami anda, siapa namanya?"

"Kei Ryker, dia menginap di kamar 5502," balas ku tak sabar

"Apa ada bukti yang bisa membuktikan anda siapa yang anda katakan?" tanyanya lagi

"Tentang apa? Identitas saya? Saya punya ID card dan passport, kalau tentang pernikahannya, saya rasa itu sedikit sulit," balasku, "dengar, bisakah setidaknya aku melaporkan ada yang menculik suami ku?" lanjutku

"Kami sudah menghubungi kepolisian," ucapnya

"Oh, itu bagus! Sekarang bisa saya lihat videonya?" ucapku cepat

"Polisi sudah dalam perjalanan," ucap si sekuriti kaku, "sambil menunggu, anda bisa melihat rekamannya."

Bagaimana menurut mu cara membuat seseorang seperti Kei pingsan? Atau setidaknya menyerah membiarkan dirinya diculik? Karena di rekamannya yang aku lihat, entah Kei pingsan atau ia menyerahkan diri. Disana jelas ada Fadhil, dia juga terlihat sedang berbicara di telepon yang sepertinya dengan ku. Oh, lihat, berita baik, Kei tidak pingsan, dia masih mengangkat kepalanya menatap kamera, tapi seseorang jelas telah meninjunya, aku melihat darah.

"Calista, apa kau melacak melacak hp?" Tanyaku tanpa halo, polisi terlalu lama

"Ali, ini jam 1 pagi!" ucapnya serak

"Ada yang menculik Kei," ucapku singkat

"Perasaan hidup mu asik sekali," ucapnya tertawa, "tapi ya, aku bisa mencoba," lanjutnya masih sisa tertawa, "tapi tunggu sebentar, biar ku nyalakan laptop ku dulu," lalu sepi beberapa saat, kemudian, ia kembali bicara, "berapa nomernya?" aku menyebutkan nomer Kei, yang aku hafal di luar kepala untuk sebuah alasan, "tracking... wow, kau sedang di Paris?" lalu tersadar, "atau hanya suami mu saja?"

"Ya, perayaan 2 tahun tertunda," ucapku entah kenapa berbohong, "jadi, dimana dia?" lanjutku

"34 Rue Marbeuf," jawabnya, "Ali, kau tak akan pergi ke sana seorang diri bukan?" ucap Calista terdengar khawatir

"Aku akan membawa polisi," ucapku yakin

"Hati-hati, Ali, disana rentan penculikan, suami mu saja bisa diculik," ucapnya sedikit berusaha menyembunyikan tawanya

"Terima kasih untuk bantuannya," ucapku mematikan sambungan.

Alamat yang Calista berikan ternyata sebuah kelab malam yang sangat ramai. Bagaimana aku bisa masuk? Aku bahkan tidak berpakaian untuk tempat ini. Apa Kei benar-benar dalam masalah? Kenapa ada seseorang yang menculik seseorang dan pergi ke kelab setelahnya? Aku jadi ragu tentang kebenarannya, tapi aku akan mengambil kemungkinannya

Sedang tengah mengantri menunggu giliran masuk, aku merasa HP ku bergetar. Berpikir kalau ini Fadhil lagi, aku segera mengangkatnya

"Halo?"

"Ali?" tapi ternyata seorang wanita yang berada di seberang sambungan

"Maaf, ini siapa ya?" Tanyaku ragu

"Stefana," balasnya

"Oh, hai. Ada yang bisa ku bantu?" balasku berusaha santai. Bagaimana ia mendapat nomer ku?

"Aku sedang berusaha menghubungi Kei, tapi sepertinya tidak masuk, kau tahu dimana dia?" Apa ia tahu kalau aku juga sedang mencarinya juga? Tentu saja ia tidak tahu, bagaimana bisa ia tahu?

"Tidak, aku tidak melihatnya sejak beberapa jam yang lalu," kebohongan total! "Ada yang bisa aku sampaikan padanya saat aku bertemu dengannya nanti?" lanjut ku entah bagaimana bisa terdengar begitu tenang dan meyakinkan

"Tidak usah, aku sampaikan saja nanti sendiri," balasnya pelan, "maaf menelpon malam-malam."

"Tidak apa," balasku sebelum ia menutup telepon.

Antrian sangat panjang, aku sudah khawatir Kei telah dibawa pergi. Apa Stefana tahu? Apa itu alasan dia menelepon ku? Oh, aku merasa sedang dalam masalah dengan keluarga misterius Kei, aku membiarkan anak mereka diculik! Ini sungguh tidak ada dalam rencana.

Aku tidak tahu kenapa bouncer membiarkan aku masuk, padahal aku melihat 2 orang wanita di depan ku, 2 orang dengan pakaian yang lebih glamor dari ku ditolak masuk. Well, mungkin aku hanya beruntung, antara itu, atau aku sudah ditunggu di dalam oleh siapapun otak penculikan ini.

Secara umum, tempat ini terlihat gelap, tapi lampu sorot cukup menerangi. Seolah memang ditunjukan padaku, lampu itu berhenti tepat di booth yang berisi Kei dengan kantong es yang ditahannya wajah. Kurasa dia memang tidak diculik sepenuhnya ya?

"Hai, kau sendirian?" ucap ku menyapanya sambil tersenyum

"Ali, kenapa kau ada disini?" ucapnya terlihat terkejut

"Aku ingin tahu mengapa pria yang ku kenal di Jakarta menculik mu," balas ku mendudukkan diri disisinya, "tidak kah kau pikir itu aneh jika kau ada di posisi ku?" tanya ku santai

"Bagaimana tepatnya kau menemukan ku?" tanyanya penasaran

"Di mana HP mu?" Tanya ku balik

"Your dick ass fling took it." balasnya geram

"HP mu, dia tidak mematikannya, jadi ku lacak saja," balas ku mengangkat bahu, "ini bukan jebakan, ku tebak?"

"Ini bahkan bukan penculikan," gumamnya

"Lalu kenapa kau ada disini? Terlihat begitu tidak berdaya," ucap ku memukul lengannya pelan

"Balas dendam," ucap Kei membuang nafas

"Atas dosa siapa?"

"Tidak penting," balasnya datar sebelum menegakkan tubuhnya, "apa kau tahu, masa bebas mu, bukan arsitek seperti yang kau pikirkan?"

"Bagaimana kau tahu dia itu arsitek? Aku belum memberitahu mu," balas ku curiga

"Memang, tapi aku tahu dia, walaupun bukan dengan muka," balasnya seolah itu info normal, "nama dia Fadhil Kenta, terkenal karena aktivitas money laundring," sungguh aneh Kei mengetahui info ini di luar kepala seolah akan ada yang menanyakan soal essay tentang itu, "memang dia terlihat menarik, tampan, dan muda," Kei menoleh pada ku, "percayalah, dia tidak begitu muda, 45."

"Bagaimana kau tahu ini?"

"Berita," balasnya cepat

"Tapi dia orang Jakarta, uang siapa yang dicucinya?" tanya ku bodoh

"Ali, hal seperti itu pasti disalurkan ke banyak tempat," balas Kei datar, "kau pengacara, kau seharusnya tahu hal ini. Tidak kah kau mengambil kelas criminology atau sesuatu saat kau mengambil jurusan?" balasnya tertawa, "juga, kau tahu apa lagi yang aku pikirkan sekarang?"

"Apa?"

"Berapa manisnya dirimu menunjukan kalau kau perduli pada ku," balasnya jahil

"Well, jika itu menunjukan aku masih manusia, maka aku tidak perduli apa kata mu," balasku santai, "apa tepatnya yang kau tunggu di sini?" lanjutku

"Ucapan maaf dan hp ku," ucapnya ketus

"Di mana dia sekarang memangnya?" tanyaku ingin tahu

"Berbicara dengan bos, bos, bos, bosnya bosnya," balas Kei santai

"Yaitu..."

"Mana aku tahu, aku bukan money launderer," balasnya memutar matanya, "ah, akhirnya si bajingan kembali!" gumam Kei kesal dan aku berbalik menghadap Fadhil yang baru saja memunculkan diri

Seperti yang Kei inginkan, Fadhil meminta maaf pada Kei, walaupun sedikit terdengar canggung di telinga ku, tapi ku lihat Kei terima saja. Saat saatnya kita akan pergi, Kei mempersilahkan aku untuk berjalan duluan, tapi kau tahu aku, aku mudah penasaran jadi beberapa langkah kemudian aku menoleh kembali ke belakang dan melihat Kei berbicara sesuatu pada Fadhil dan menamparnya santai seperti seorang kakak pada adiknya-yang menurut ku aneh karena mereka terlihat begitu bersahabat, dan seperti Kei katakan, Fadhil lebih tua darinya-lalu berjalan menyusul ku. Aku ingin bertanya tapi tidak jadi, ada beberapa hal yang tidak harus wajib ku ketahui. Kei berhak punya rahasia, walaupun saat ini rahasianya menumpuk sangat banyak.

**

Kita masih memiliki 5 hari untuk dihabiskan dan aku tidak tahu harus melakukan apa lagi, rasanya berat untuk meninggalkan Paris, tapi aku juga tidak tahu apa lagi yang harus di lakukan disini. Jadi saat Kei tiba-tiba menawarkan untuk berangkat ke Nice saat itu juga, aku langsung menerimanya. Aku tidak tahu apa yang ada ditawarkan disana, tapi aku tidak sabar untuk mengetahuinya. Tidak sabar.

Di perjalanan, aku menemukan kalau Nice itu lebih cenderung ke kota kesenian, aku tidak terkejut saat tahu itu alasannya ia mengajak ku pergi kemari, tapi aku juga menemukan kalau kota ini masih ada hal seru lainnya yang pantas aku nikmati, coklat terutama.

Saat kita sampai di Nice, kita tidak lagi menuju hotel, karena disini, keluarga Kei memiliki aset, sebuah apartemen dekat pantai milik Visha. Saat aku melihatnya, aku tidak akan komentar apapun, aku tidak bisa, aku terlalu terpesona dengan pemandangan yang ku lihat dari balkon. Ini sungguh indah, aku ingin tinggal di sini, sungguh. Atau mungkin setidaknya tinggal disini untuk periode yang lebih lama dari 4 hari, ku yakin pemandangan seperti ini tidak akan cepat bosan.

Sekitar sore hampir malamnya, aku tidak tahu kenapa Kei keluar sendirian tidak mengajak ku. Mungkin ia mulai bosan menghabiskan hampir setiap menitnya dengan ku, atau mungkin tempat yang ia kunjungi memiliki peraturan 'pria saja', siapa tahu? Namun saat dia kembali, Kei membawa 2 tas kertas, dia keluar belanja dan bahkan tidak repot-repot bertanya aku ingin menitip apa.

Dia memberi tahu ku untuk makan malam ia akan memasak sesuatu, dia juga terlihat bersemangat entah kenapa. Keliatannya Kei sedang dalam mood yang bagus, mungkin ia bersyukur aku untuk sekian lama belum komplain tentang tempat ini, atau bisa juga Nice membuat dirinya seperti itu. Hmm, aku penasaran apa yang akan Kei masak, juga, darimana ia belajar memasak?

Saat makanannya jadi, yang bisa ku simpulkan hanya untuk malam ini, menu kita terbuat dari ayam. Aku mencoba membantu, tapi Kei tidak mengijinkan ku, ia berkata aku akan menghancurkan rasanya, yang kurang lebih benar, aku tidak begitu pandai di dapur saat makanan yang Kei buat menjadi menunya. Dan saat aku mengambil suapan pertama, aku berani jujur, rasanya hampir sama seperti masakan restoran. Kei sudah membuktikan kalau ia memang jago masak. Oh, hidangan ini benar-benar lezat, mungkin Kei harus membuat restoran kalau misalnya ia berpikir untuk pensiun dari football.

Setelah pada suapan ke empat, aku menyadari kalau Kei sama sekali belum menyentuh makannya, ia hanya menatapi ku sambil tersenyum. Apa aku melakukan sesuatu yang salah? Kenapa ia menatapi ku seperti aku baru saja melakukan sesuatu yang bodoh? Atau apa memang iya aku baru saja melakukan itu?

"Kenapa? Apa ada yang salah?"

"Bagaimana pendapat mu?" ucapnya tertarik tapi tidak melupakan tatakrama meja makannya, "berikan aku pendapat jujur."

"Pendapat jujur, aku pikir kau sebaiknya membuka restoran," ucapku mengambil satu suap lainnya "darimana kau belajar untuk memasak seperti ini?" tanya ku mengeluarkan beban dalam kepala ku

"Nenek ku," balasnya bangga "dan aku sudah melakukan itu," lanjutnya

"Sudah?" tanya ku tidak percaya, "di mana?"

"LA."

Sungguh itu tidak masuk akal. Kei tinggal di Connecticut, berlatih di New Jersey, dan memiliki restoran di LA? Kenapa harus LA saat di New York banyak sekali tempat disewakan? Dalam 2 tahun pernikahan kita, Kei bahkan tidak pernah ke sana, untuk apa kalau begitu?

"Apa masih beroperasi?" tanyaku

"Sejauh yang aku tahu, masih," balasnya yakin, "kenapa? Kau ingin datang?" tanyanya balik

"Tidak," ucap ku

"Aku akan mengajak mu ke sana kapan-kapan," ucapnya tidak memperdulikan jawaban ku

"Kenapa kau tidak makan?" Jadi, aku pun melakukan yang sama

"Aku tidak yakin akan menyukainya," balas Kei terdengar konyol, "aku tahu aku yang memasaknya, tapi aku ingin pendapat orang lain, dan sejak kau berkata seperti itu, sekarang aku akan makan," ucapnya

Tapi ia tidak makan, ia malah berdiri dan berjalan ke arah salah satu kamar yang kosong, saat pintu di buka, Kei mengatakan sesuatu yang terdengar seperti 'juwl', apa itu nama orang? Apa ada orang lain disini? Lalu ada seorang wanita berambut merah keluar dari kamar tersebut. Siapa dia? Kenapa banyak sekali wanita bermunculan di sekitar Kei? Apa dia salah satu "saudara"nya juga? Kurasa ia memiliki terlalu banyak kebohongan sampai aku tidak tahu apa lagi yang harus ku percaya dari perkataannya.

Jewel, aku wanita itu namanya, mengaku kalau dia adalah 'pengasuh' Visha. Aku ingin mempercayainya, tapi sesuatu mengatakan kalau itu bukan yang sebenarnya, dia menyembunyikan sesuatu, entah hanya dari ku saja atau dari Kei juga. Dia memang ramah dan segalanya, tapi aku tidak percaya dia, dia menyembunyikan sesuatu, kenapa orang-orang terus menyembunyikan berbagai hal dari ku? Aku seorang pengacara, aku bisa menyimpan rahasia!

Saat pagi akhirnya datang, aku bisa mencium bau laut yang begitu familiar walaupun aku sejujurnya belum pernah menjadi anak pantai, dan kau tahu apa lagi yang ku pikirkan saat ini? Aku merasa dirumah, rasa nyaman yang datang entah dari mana membuatku merasa di rumah, dan aku sudah lama sekali tidak merasa itu. Ada apa dengan tempat ini?

"Morning," bahkan setelah pagi ku menjadi tidak begitu nikmat lagi, rasa di rumah masih tetap tersisa

"Kembali pada mu," balasku datar

"Aku sudah berencana bertanya, tapi selalu lupa," ucapnya dari dapur, "kau masih ada rencana untuk pindah kota lagi tidak?" tanyanya santai

"Kenapa?" balas ku balik bertanya sebelum memberikan keputusan

"Tiket pulang, aku butuh kota keberangkatan," jelasnya singkat

"Sepertinya tidak ada kota lain," ucapku membalas pertanyaan awalnya

"Jadi Nice kota terakhir kita. Baiklah," ucapnya mengangguk santai, "kita punya 4 hari, di mana kau ingin menghabiskannya?" lanjutnya bersedekap di hadapan ku

"Kau sepertinya lebih banyak tahu daripada aku," balas ku tertawa pelan

"Banyak pilihan," ucapnya, "museum, wine, pantai, coklat, makanan, tempat bersejarah, kau putuskan saja yang mana dan aku akan mengarahkan," diktenya mengangkat bahunya

"Kita lihat semuanya, tapi aku ingin coklat jadi yang pertama," ucapku memutuskan

"Kalau begitu mari pergi sekarang," ucapnya

"Aku baru saja bangun, belum mandi," ucapku menatapnya bingung

"Tidak ada yang perduli jika kau belum mandi," ucapnya cuek

"Ew, aku tidak tahu ternyata kau sangat jorok!" sindirku sinis

Walaupun Kei mengatakan aku tidak perlu mandi, aku tetap melakukannya, mandi maksud ku. Aku sudah terbiasa sejak kecil untuk mandi sebelum pergi, rasanya tidak pas saja kalau aku pergi tanpa badan yang bersih dan wangi. Seperti yang ibu ku bilang, wanita yang tidak perduli dengan kebersihan diri adalah wanita yang buruk. Aku bukan wanita yang buruk, aku suka diri ku bersih, walaupun di akhirnya aku akan berakhir kotor-kotor juga.

Di luar, Kei sudah menunggu tak sabaran. Saat ia melihat ku keluar kamar, hal pertama yang dia katakan bukan 'kenapa kau lama sekali?' tapi 'sudah ku tebak kau pasti mandi'. Kau tahu, sungguh mengganggu ku Kei bisa tahu apa yang akan ku lakukan sebelum aku bahkan memutuskan. Apa aku setransparan itu?

Hari ini ia memilih untuk memakai tank top yang menunjukan otot lengannya secara keseluruhan. Memang ku akui, ia terlihat menarik dalam pakaian itu, ia bahkan terlihat cocok, ia sedikit mengingatkan ku akan Kellan Lutz, kau tahu, pria keren yang memiliki otot tidak berlebihan yang seksi di film The Legend of Hercules? Yap, tank top itu dan jeans longgar. Apa apa dengan tiba-tiba ia memakai tank top? Apa hari akan lebih panas dari hari sebelumnya? Ah, kenapa aku perduli baju apa yang dia pakai?

Seperti yang ku minta, Kei membawa ku ke salah satu toko produsen coklat yang terletak tak jauh dari apartemen Visha yang juga kebetulan terbaik di Nice. Tempat ini sungguh patut dikatakan surga coklat karena coklat-coklat ini sangat lezat! Selain coklat, tempat ini juga menjual beberapa produk lainnya seperti selai, buah kaleng, permen, dan semua yang aku coba memang enak.

Setelah coklat, kita ke pantai, di sana ramai orang berjemur, mencoba menggelapkan kulit mereka yang hanya akan berakhir terlihat aneh karena mereka akan terlihat seperti lobster rebus. Bukan berarti aku menghakimi mereka, aku hanya berpendapat. Sejak tidak banyak yang bisa ku lakukan di pantai, kita berpindah ke makanan. Aku tahu kita tidak bisa melakukan ini semua dalam satu hari, karena itu aku meninggalkan kegiatan yang butuh waktu lama di akhir, seperti tempat bersejarah dan museum, aku tidak yakin aku ingin pergi mencoba wine, dan sepertinya Kei juga tahu itu-seperti pembaca pikiran saja dia.

Sejak hari masih terang dan makanan masih banyak yang belum ku coba karena perut ku sudah penuh, aku memutuskan untuk mengikuti keinginan Kei untuk mendatangi museum pilihan dia, hitung-hitung sekaligus membuang kalori yang baru saja masuk dengan berjalan dan berpikir.

Museum ini bisa dikatakan bukan museum, tempat ini lebih cocok untuk lebih dikatakan sebagai art gallery, semua lukisan yang kulihat disini berjenis modern dan contemporary. Memang disini tidak ada lukisan Van Gogh atau pelukis legendaris lainnya, tapi ku akui, lukisan yang dipajang disini tidak buruk dan memang pantas untuk diabadikan. Banyak sekali lorong yang menawarkan hidangan mata yang sangat menarik. Kalau aku memiliki lebih banyak waktu, aku bisa berakhir seharian disini. Sekarang aku mengerti kenapa Kei menyukai museum seperti ini.

"Kei, aku akan ke lorong sana!" ucapku memberi tahunya, dan entah untuk alasan apa ia terlihat tidak setuju

"Di sana kurang menarik," ucapnya mencegah ku

"Selera orang berbeda," ucapku mengangkat bahu, "lagipula, aku tidak memaksa mu untuk ikut dengan ku juga," lanjutku santai dan berjalan memasuki lorong itu

"Kemana kau pergi saat kita di sini, aku akan ikut," balasnya terpaksa

"Ada apa dengan mu dan lorong ini? Apa ada semacam sejarahnya?" Tanyaku jahil

"Tidak juga," balasnya pelan, "apa yang membuat mu tertarik dengan lorong ini?" tanyanya menoleh kiri-kanan

"Judul lorongnya, 'Queen's Family Collection'," balasku tersenyum

"Queen nama keluarga seseorang, bukan ratu," ucapnya menggumam disisiku

Aku tidak mengerti mengapa Kei mengatakan lukisan-lukisan disini kurang menarik, dari sisi apa ia memutuskan hal itu? Lukisan disini sangat menarik, luar biasa menarik, aku tebak ini juga pasti harganya selangit, walaupun pelukisnya mungkin tidak begitu terkenal. Semakin dalam aku berjalan ke dalam lorong itu, ku perhatikan Kei semakin tidak nyaman. Kurasa ia memang memiliki sejarah dengan tempat ini, mungkin tempat mantan pacarnya memutuskannya atau mungkin hal sepele yang sama sekali tidak masuk akal.

Tanpa alasan yang jelas, tiba-tiba Kei menyumpah sangat pelan, aku hampir tidak mendengarnya. Apa salah satu pengunjung mengambil dompetnya atau sesuatu? Di lorong ini dan di museum ini bukan hanya kita saja, ditambah masuknya gratis, siapa yang tidak mau masuk hanya untuk sekedar mendinginkan badan?

"Kau tak apa?" Tanyaku ke arahnya

"Ya, melupakan sesuatu di apartemen, tidak penting," ucapnya berkilah

Setelah ia selesai berbicara, sekarang giliran ku yang yang menyumpah tak percaya dengan lukisan yang ku lihat terpajang di hadapan ku

"Kau kenapa?" tanya Kei menahan tawa

"Ini mungkin akan terdengar konyol, tapi lukisan itu..." aku hanya menggantungkan kalimatnya

"Mungkin kau harus menyelesaikan kalimat mu sebelum aku bisa memutuskan apa itu konyol atau tidak," ucap Kei menepuk pelan bahuku

"Bocah di lukisan itu, aku mengenalnya!" ucap ke mendekat

"Kau yakin? Dari mana?" tanyanya penasaran

"Mimpi ku," gumamku

"Kau benar, itu terdengar sangat konyol!" ucapnya tertawa

"Tapi itu memang dia, dan dua saudaranya," ucapku menunjuk 2 gadis di sisinya

"Kau yakin itu bukan semacam mimpi kau ingin memiliki keluarga?" tanya Kei terkesan mengejek

"Aku bukan ibunya, tapi wanita itu!" ucapku menunjuk wanita di belakang bocah itu, "dia juga ada di mimpi ku saat bocah ini menunjukan rumahnya entah untuk alasan apa," balas ku terdengar tidak waras

"Well, bocah itu bisa jadi siapa saja," ucap Kei mendekat ke lukisan, "dia bahkan bisa saja diri ku," lanjutnya tersenyum pada ku

"Tidak mungkin dia itu kau," cemooh ku

"Bagaimana kau bisa yakin?" balasnya menantang

"Di bandingkan dengan mu, dia memiliki rambut hitam ebonite dan mata biru langit, kau tidak," balasku bersikeras "dia jago menggambar, kau bahkan tidak tertarik untuk mencobanya," lanjut ku yakin

"Okay, aku bukan dia," ucapnya santai mengalah

"Kau tahu siapa mereka?" Tanyaku ingin tahu

"Tebakan terbaik, nama mereka ada di judul lorong," balas Kei tidak tertarik sambil berjalan keluar

Jika bocah dalam mimpiku itu nyata, kenapa ia menghantui mimpi ku? Tidakkah ia memiliki kehidupannya sendiri?

**

Berita baik. Setelah berbulan-bulan si bocah tidak muncul dan berbicara sama sekali, malam ini ia kembali muncul dalam mimpiku dan ia berbicara, benar-benar berbicara, bedanya kali ini, aku yang tidak bisa bicara, seperti semacam suara dan keinginan berbicara ku di ambil.

Aku ada di sebuah sekolah, aku mengenali seragamnya dari seragam yang Toby pakai saat kita pertama bertemu, dan disanalah bocah misterius itu, dia menatap lurus ke arah ku seolah ia bisa melihat ku, tapi ia bukan bagian dari mimpiku, karena ia berbicara dengan seseorang tepat sebelumnya. Aku melihat ke belakang ku dan melihat kalau aku bukanlah yang ia tatapi, tapi gadis yang berdiri tepat di belakang ku. Dia terlihat seperti kakak kelas, yang ternyata memang iya setelah aku melihat garis kelas di bahunya, 3, sementara si bocah hanya memiliki 1, sama seperti Toby kemarin. Kenapa ia membawa ku ke sini? Ralat-sejak sepertinya aku sendiri yang membawa diri ku kemari-mengapa alam mimpiku membawa ku kemari?

Si bocah berjalan pergi dari tempatnya, dan aku mengikutinya, lalu tiba-tiba seseorang memanggil, dan dari caranya menegang, aku cukup yakin siapapun itu memanggil bocah itu. Nama dia adalah Landerson. Saat ia berbalik, begitu juga diriku, aku melihat yang memanggil adalah gadis yang sebelumnya ia tatapi, si gadis tersenyum manis, tapi Landerson hanya bersedekap menatapnya dengan tatapan apa-mau-mu-aku-tidak-mau-bicara-dengan-mu. Si gadis tetap tersenyum dan mendekat, ia berbisik sesuatu dan hal itu membuat Landerson tertawa singkat, setelah itu, si gadis pergi sambil menyahut 'sampai jumpa, Lander!'

Setelah si gadis pergi, banyak mata yang lain mengikuti kepergiannya, aku menebak kalau gadis ini semacam queen bee sekolah. Aku masih tidak mengerti apa hubungan Lander dan gadis ini, apa yang ia bisikan di telinganya?

"Ali!" sahutan Kei yang keras membangunkan ku dalam sesaat yang mengejutkan. Apa yang tiba-tiba ia lakukan disini?

"Ini bahkan belum pagi!" ucap ku terbangun sepenuhnya

"Kau mimpi apa?" tanyanya aneh

"Maaf?" balasku tidak mengerti mengapa ia bertanya mimpiku

"Kau mimpi apa?" ulangnya

"Kenapa?" Tanyaku bingung

"Kau berjalan keluar kamar mu," balasnya

"Aku tidak sleepwalking!" balasku mengelak

"Kau keluar ke balkon," ucapnya pelan

"Kau pi- ke balkon? Apa maksudmu?" ucapku menegakan badan di kasur

"Aku harus membawa mu kembali ke kamar sebelum kau, tahulah, melompat tanpa sengaja," ucapnya tidak menjawab ku, "dan setelah aku membawa mu kembali, kau mulai menggumamkan nama, Landerson, Lander, Riki," lanjutnya "terlalu banyak pria untuk 1 mimpi bukan?" tambahnya santai

Aku mengatakan Riki? Kenapa tiba-tiba bajingan itu ada di dalam bagian mimpi ku? Dan sejak kapan aku mulai mengigau dan sleepwalking? Bagaimana tepatnya dia menemukan aku berjalan dalam tidur ku? Apa dia belum tidur?

"Jadi ku tebak kau mengenal 3 nama itu ya? Mereka mimpi mu?" tanya Kei ingin tahu

"Aku memilih untuk tidak membicarakannya dengan mu," balasku datar

"Apa kau malu dengan mimpi mu?" tanyanya jahil, "mimpi mu mimpi kotor ya?" pancingnya

"Enak saja!" elak ku kesal, "sudah sana kau keluar," lanjut ku mengusir

"Kau juga mengatakan sesuatu yang lain saat kau berjalan ke balkon," ucapnya ringan, "tapi sepertinya kau tidak mau mendengarnya jadi ku simpan saja sendiri," ucapnya sambil berjalan ke pintu "sampai jumpa di pagi hari!" lanjutnya menutup pintu

Sial. "Kei! Apa yang aku katakan di balkon?" ucap ku melompat turun dari kasur mengejarnya

"Aku tidak tahu, kau mengatakannya dalam bahasa mu, tapi sepertinya cukup menyeramkan sampai kau berlari ke balkon," balasnya santai

"Berlari ke balkon?" itu aneh, "apa kau ingat kata-katanya?" cecar ku

"Bagaimana kalau aku menangkap mu sleepwalking lagi aku video kan saja?" ucapnya sarkastis

"Kei, aku serius, ini penting," aku harus tahu apa yang bawah sadar ku pikirkan, apa aku masih takut akan Riki atau aku sudah membaik.

"Aku tidak tahu, yang aku tahu hanya kau terlihat takut, kau tidak berjalan, kau berlari keluar dari kamar mu!" balasnya kaku

"Apa yang kau lakukan pula jam segini masih terjaga?" Tanyaku berbalik badan.

Ah, kenapa aku masih saja merasa takut padanya? Kenapa aku tidak bisa sembuh? Apa ia harus mati terlebih dahulu sebelum aku bisa berhenti merasa takut padanya? Kenapa ia harus kembali?! Apa tepatnya yang ia lakukan dalam mimpi ku? Mengapa aku tidak mengingatnya sama sekali? Hal lain apa yang Kei dengar? Aku sungguh bersyukur ia tak mengerti bahasa indonesia.

"Aku haus," ucapnya mengisi gelas, "aku bahkan belum sempat minum saat kau tiba-tiba membanting pintu mu membuka dan mulai berbicara entah apa lalu berlari ke balkon, kau membuka pintu balkon yang terkunci, aku bahkan berpikir kau bangun dan sedang bicara di telepon," lanjutnya lalu meminum airnya, "saat aku mengikuti mu ke balkon, aku sadar kalau kau masih tidur," tambahnya santai meletakan gelas di tempat cuci piring, "ada lagi yang kau mau aku laporkan?" ucapnya setelah sepi beberapa detik

"Kalau memang masih ada kenapa tidak kau keluarkan saja?" ucapku ketus

"Kalau begitu itu sudah semua," ucapnya mengangguk dan berjalan melewati ku kembali ke kamar

Luar biasa!

Aku ingin memberi tahu ibu ku apa yang terjadi, tapi aku tidak ingin ia khawatir dan menyuruh ku pulang karena itu. Ia akan mengatakan aku tidak lagi stabil dan sudah merusak janji ku untuk terus menjaga diri. Dia akan berubah menjadi versi ibu ku yang keras dan ketat, tidak memperdulikan umur ku yang sudah hampir 30, karier ku, dan masalah ku yang lain seperti Kei dan kehidupan yang telah ku bentuk di Connecticut. Jadi aku memutuskan untuk tidak jadi menelponnya dan membiarkan kejadian ini hanya antara aku dan Kei.

Continue Reading

You'll Also Like

107K 9.1K 34
Baca dulu aja siapa tau suka dan terhibur 🤗 yang udah baca, komen, like makaaaasssiiihhhh 🥰
20.9K 1.9K 45
Jadwal : Selasa, Kamis, Sabtu Adena tidak tahu kalau menikah akan memberinya banyak warna dalam hidup; kesibukan, tekanan dan juga beban mental. Memi...
211K 12K 21
[Follow Dulu Sebelum Baca] Marriage Series #01 ~ Jasmine dipaksa menikah oleh salah seorang pengusaha Hotel dan Restoran mewah di Indonesia, si pria...
1.7M 11K 66
Re-publish. Sudah tamat th 2019 Adult (19+) Tidak ada yang lebih berat dari kehilangan sosok yang paling kita sayangi, sosok tumpuan kita. Gelora Jin...