Love Me Not.

By wldstrs

6.1K 477 28

Sebagai pengacara profesional, mengerjakan satu kasus seharusnya menjadi hal yang singkat. Yang harus dilakuk... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
Break! Opinion?
7
8
9
10
11
Break! :(
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Break! Thoughts!
40
41
42
43
44
45
Epilog
Break! Meh \Ω/
Break! Almost :(

26

37 6 0
By wldstrs

Pre part note:
Sepertinya ada yang kacau dengan app wattpad ku. Part yang udah dipublish ke unpublished sendiri. Well, at least draftnya gak ke-delete ya. So that's good. Alright, enjoy!

¶¶¶¶¶∆∆∆∆¶¶¶¶¶

Jasmine, Tina, dan Vero datang menyerbu ku di rumah, mengatakan kita akan makan malam merayakan 3 bulan anniversary Vero dan Dhila, tapi aku tahu Vero dan Dhila sudah tidak lagi bersama, dan kalau memang mereka masih bersama, mereka akan merayakan 6 bulan. Tapi apalah, aku pulang bukan untuk berkaku-kaku, tetapi untuk istirahat dari kehidupan normal ku, bersenang-senang menghilangkan apapun yang ku alami kemarin. Jadi ayo saja kemana mereka akan mengajak ku.

"Ali, kita tidak sesungguhnya mengajak mu makan malam," ucap Vero yang menyetir

"Aku tahu," balas ku santai

"Huh, dan kau tetap ikut?" ucap Tina

"Kenapa tidak?" ucapku

"Wah, kau memang berubah seiring waktu..." gumam Jasmine pelan

Aku tidak mengerti apa yang membuat sebuah club seru, kenapa orang-orang sering sekali membawa diri mereka ke club? Yang mereka lakukan di sana hanya berhimpitan dengan orang tak dikenal, menari, minum, membuang uang, digoda pria atau wanita, lalu apa? Sosial? Aku selalu tidak bisa melihat di mana asiknya. Mungkin aku harus benar-benar menikmatinya untuk bisa tahu.

Club hopping, itulah yang kita lakukan saat ini. Kita berempat memang pernah melakukan sebelumnya, dengan KTP palsu dan sebagainya, dan dulu aku tidak terlalu mudah untuk diajak, sudah ku duga karena itu tadi mereka membohongi ku. Sekarang, setelah kita semua legal, hal itu tidak lagi menjadi hal yang sulit untuk dilakukan, tidak ada lagi rasa takut diusir keluar karena ketahuan memakai KTP palsu. Di mobil tadi, Jasmine menceritakan pengalaman mereka mendatangi 6 bar dalam 1 malam saat mereka liburan di bali. Malam yang gila, dan menyenangkan.

Dari mulai dipintu masuk, aku sudah merasakan efek-efek kemabukan, dan saat ini masih bisa dibilang terlalu pagi untuk mabuk. Jadi aku membuat perjanjian dengan diriku sendiri, jika club tidak menyenangkan, aku tidak akan minum. Yang berarti aku akan minum di semua club kalau ternyata semuanya seru. Oh, ini akan sungguh menyenangkan! Dan apa kau ingin tahu apa lagi yang ku pikirkan sekarang? Jawaban dari pertanyaan 'apa yang akan Kei lakukan kalau dia ada diposisiku sekarang?'

Kita masuk ke 7 club, meminum lebih dari 3 gelas alkohol di setiap barnya, dan setelah semua itu, seseorang dari kita berempat harus ada yang masih cukup sadar untuk mengemudi, sayangnya, ternyata orang itu adalah aku, wanita yang SIMnya masih ditahan karena kesalahan yang tidak diperbuatnya. Jujur saja, aku memang sedikit mabuk, tapi hanya aku sadarnya tidak tinggal 15% dan kurang, semoga saja kita semua selamat sampai tujuan masing-masing.

**

Tidur di sofa jelas bukan tempat yang tepat untuk tidur sampai siang, dan itu sangat tidak bisa diterima untuk ku yang baru saja pulang jam 3 pagi tadi. Argh! Demi tuhan, orang tuaku dan adik-adiku mulai berartifitas 2 jam kemudian, dan asal kau tahu, aku ini jenis orang yang light sleeper, aku mudah terganggu. Seharusnya aku menginap di tempat Jasmine atau Vero saja tadi.

Tapi sejak aku sudah terbangun dan tidak bisa tidur lagi, aku bergabung dengan keluarga ku untuk sarapan, yang kurang lebih terasa begitu menyiksa sejak tenggorokan ku masih terasa sedikit terbakar dari berseloki-seloki minuman yang ku minum beberapa jam yang lalu. Setelah mereka pergi, ruangan berubah menjadi sepi dan keajaiban ternyata ada dipihak ku, aku jatuh tertidur. Thank, God!

**

Hey, apakah aku sudah bilang kalau pakaian ku sudah orang tuaku sumbangkan? Yang berarti sekarang, Shania harus tidak keberatan untuk meminjamkan aku baju saat aku kehabisan baju bawaan ku, dan saat itu adalah sekarang. Tapi Shania bukanlah satu-satunya yang berkorban, aku juga, karena pilihan baju dia bukan jenis pilihan baju yang ku pakai, pakaianya tidak begitu sesuai usia untuk ku.

Jadi hari itu, Shania menggeret ku untuk pergi belanja pakaian, sekali lagi, ia mengatas namakan kebodohan ku untuk tidak membawa banyak pakaian karena berpikir di sini akan banyak pakaian, padahal motif dia sesungguhnya adalah memelorotiku untuk membelikannya barang-barang yang cukup keren untuk dipamerkan ke teman-temannya. Well, sekali-kali tak apalah, jarang-jarang juga aku membelikannya apapun.

Aku membeli kebanyakan baju santai, jeans, kaos, kemeja, sneakers, barang-barang yang memang aku butuhkan saat ini. Sementara Shania, saat ku suruh dia memilih satu barang dari toko yang kita kunjungi saat ini, ia memilih sesuatu yang tidak begitu penting, tas tangan. Dari semua barang yang bisa ia pilih, ia memilih tas tangan yang tidak jelas kapan mau ia gunakan. Huh, adik ku tercinta, sungguh tidak bisa menggunakan kesempatan dengan baik. Di toko selanjutnya, seperti yang biasa aku lakukan, aku jatuh cinta dengan heels, lagi, untuk yang beratus-ratus kalinya, tapi kali ini, aku tidak kuasa untuk menolaknya. Keluaran musim terbaru dengan motif yang sungguh menakjubkan dan juga terlihat sungguh indah di kaki ku. Setelah perhitungan konversi dikepala ku, aku mengesek kartuku.

Satu hal yang selalu ku suka saat aku memasuki toko seperti ini adalah tatapan yang merendahkan dari para pegawainya, kenapa? Karena mereka itu penjilat, setelah aku menunjukan niat untuk membeli, mereka akan memberikan tatapan memuja seolah kita dewa. Di awal, mereka selalu berpikir, orang seperti ku tidak akan mampu membeli barang mereka, but guess what?! I got dollar as my salary, bitch! Ha!

"Kak, kau yakin kau tidak akan terlilit hutang?" ucap Shania setelah kita keluar toko

"Kenapa kamu berpikir begitu?" tanya ku bingung

"Kakak baru saja membayar lebih banyak dari total ini semua hanya untuk sebuah sepatu," ucapnya menjawab dengan ragu

"Ku harap tidak," ucap ku tertawa pelan, "jadi, kemana lagi kita sekarang?"

"Bagaimana kalau kita makan sekarang?" saran adik ku

"Tapi kita belum membeli sesuatu untuk bunda, ayah, dan Brody" ucapku ragu

"Kau serius kak?" ucapnya memastikan seolah aku sudah gila atau sesuatu

"Kau mendapatkan sesuatu, kenapa mereka tidak?" Tanyaku polos

"Baiklah, kau mau membelikan mereka apa?" balas Shania menyerah

Berbagai benda aku lihat, tapi terlalu banyak pilihan dan aku tidak tahu apa yang harus dipilih. Setelah pilihan berat, untuk ayah ku sudah ku temukan, begitu juga Brody, bagaimana dengan ibu ku? Apa yang harus ku berikan padanya? Aku sama sekali tidak tahu apa yang harus ku berikan pada ibu ku. Shania memberi tahu ku kalau ibu ku sudah memiliki semua yang bisa dia pikirkan. Mungkin aku akan berkonsultasi dengan sang ahli pemberian hadiah.

Sesampainya dirumah, penyesalan baru akhirnya datang. Kenapa aku membeli boots ini? Kapan aku akan memakainya? Apakah layak untuk ku beli? Kenapa aku baru saja menghabiskan uang sebanyak itu untuk sebuah sepatu? Sungguh tidak masuk akal, satu saat aku yakin dan di saat berikutnya tidak begitu. Sungguh telat dilema ini datangnya.

Besoknya, saat hari pengadilan akhirnya tiba, tentu saja aku mengaku diriku tak bersalah pada hakim. Hakim dimana-mana harus adil, jadi aku percaya ia tidak akan memperpanjang hal ini karena uang. Saat giliran ku membela diri datang, aku sudah menunggu terlalu lama, perkiraan jam yang ditulis di slip tilang meleset hampir setengah jam. Betapa tidak profesional.

Guess what? Aku mendapat hakim adil dan terburuk yang pernah aku temui. Ia mengulur ku untuk mendengar pembelaan dari polisi yang menilang ku. Hello, aku tidak butuh itu! Kenapa keadilan saja susah sekali di kota ini?! Semuanya uang, apa-apa uang, seolah uang adalah dewa. Selipkan sedikit uang dan kau bebas, tapi sayangnya aku tidak mau itu, aku tidak akan membayar sesuatu yang tidak aku inginkan, itu bukan keadilan. Pantas saja korupsi meraja rela.

Aku tahu cara yang lebih cepat untuk menyelesaikan ini semua. Mari kita pergi menuju kedutaan Amerika Serikat, karena technically, aku adalah permanent resident AS yang diperlakukan salah oleh penegak hukum lokal, dan aku punya hak untuk berkeberatan. Ini tidak benar, benar-benar tidak benar.

Di kedutaan, setelah aku menceritakan masalah ku dengan penegakkan hukum yang baru saja ku jalani, mereka melakukan sesuatu yang aku tidak tahu jelas apa, tapi di akhirnya, apa yang aku inginkan tercapai, aku dibebaskan dari tuduhan pelangaran dan akan mendapatkan SIM ku kembali besok alih-alih 1 minggu kemudian. Oh, luar biasa, ini baru yang namanya adil.

**

Aku tidak tahu apa yang aku lakukan disini. Berada di mall, saat tengah hari. Sendirian, seperti wanita tak laku. Ini bukan Amerika di mana akan ada pria yang cukup aneh untuk tiba-tiba duduk di hadapan mu, mengenalkan diri, menawarkan untuk mentraktir mu, dan mengajak mu kencan di kemudian harinya. Ini indonesia, dimana semua orang sibuk dengan urusan masing-masing untuk bahkan peduli dengan sekitarnya kecuali saat ada sesuatu yang brutal terjadi. Jadi kenapa tepatnya aku bahkan ada disini?

"Mas, minta billnya ya," ucap ku pada pelayan yang melewati meja ku.

Entah kenapa, si pelayan tersenyum ke arah ku. Kenapa ia terseyum?

Lalu pertanyaan ku terjawab saat sang pelayan menjelasakan, "sudah dibayar kak tagihannya,"

"Bagaimana?" ucapku memastikan aku tidak salah dengar

"Tagihan kakak sudah dibayar," ulang si pelayan

"Sama siapa?" Tanyaku polos

"Mas yang disana, kak," ucap si pelayan menunjuk seorang pria di meja bar dengan kemeja kerja dan celana linen

"Oh," gumam ku dan si pelayan pergi.

Okay, mungkin di Indonesia ada juga pria yang cukup aneh untuk membayar tagihan wanita yang tak dikenalnya. Dia kemungkian menonton terlalu banyak film chick flick dengan pacarnya, tapi karena aku penasaran dengan pria itu, aku pun mendatangi dirinya, sekalian berterima kasih dan membayarnya kembali.

"Thanks," ucapku dari samping kirinya.

Ia menoleh dan tersenyum, "sama-sama."

Sudah sangat jelas ia menanti ku untuk mendatanginya. Aku hanya berharap ia tidak menginginkan macam-macam karena merasa sudah membayar tagihan ku jadi sekarang aku berhutang padanya.

"Aku tidak tahu kau, kenapa kau membayar tagihan ku?" tanyaku sambil mengeluarkan dompet ku.

"Untuk membuat mu berbicara pada ku," ucapnya santai

Lihat? Dugaan ku tepat sasaran!

"Well, trik yang bagus, tapi aku tidak menerima amal," ucap ku mengeluarkan Rp100.000, "terima kasih sudah mencoba!" lanjut ku sambil meletakan uang tersebut di meja

"Hey, tidak menginginkan uang mu," ucapnya mendorong uang ku kembali, "tapi aku memang menginginkan kau menemaniku," lanjutnya menggoda ku

"Dude, not an escort!" ucap ku setengah tersinggung

"Tentu saja kau bukan, kau terlalu berkelas," ucapnya tersenyum menggoda, "aku Fadhil," lanjutnya mengulurkan tangannya

"Aku tidak akan memberitahu mu nama ku," ucapku, "goodbye," lanjut ku tak menyentuh kembali uang ku dan melangkah pergi

Tapi sepertinya pria ini tidak mudah disingkirkan. Apa kau percaya ia sungguh mengejar ku? Ya, dia melakukan itu. Satu poin untuk kegigihan. Dia terus mengikutiku, ingin tahu nama ku, menebaknya terus-menerus tapi tidak sekalipun mendekati. Saat aku tidak menghiraukannya, ia semakin gencar mengejar ku.

"Tidakkah kau memiliki pekerjaan untuk kau kembali?" ucap ku berhenti berjalan

"Tidak," ucapnya

"Kalau begitu kau berbohong," ucap ku santai

"Kenapa aku berbohong?" ucapnya membalikan perkataan ku

"Bagaimana kalau kita buat perjanjian?" pancing ku, "aku beritahu nama ku, dan kau kembali ke pekerjaan mu, deal?"

"Okay, deal!" ia mengangguk semangat

"Kira," ucap ku, "sekarang berhenti mengganggu ku," lanjutku berjalan pergi

"Apa kau memiliki pacar? Apa itu alasan mu menolak ku mentah?" Oh my God, geez, we had a deal!

Aku baru saja mau menunjukan jari ku seperti yang biasa aku lakukan untuk mengusir pria, lalu aku ingat, aku melepas cincin ku sesaat aku turun dari pesawat kemarin.

"Tidak, aku tidak memiliki pacar, Fadhil," jawab ku menggelengkan kepala. Secara teknis itu benar, aku tidak memiliki pacar, aku memiliki suami.

Okay, aku memiliki ide, kenapa tidak aku coba sekali-kali mengikuti permainannya? Aku selama ini selalu mengelak dan menghindar, tidak pernah mencoba mengikuti arusnya saat arus itu datang kepada ku. Aku pulang ke Indonesia untuk melakukan sesautu yang berbeda dari normal keseharian ku, bukan? Jadi aku pikir selama aku tetap berada dalam garisnya, aku akan tetap aman, aku bisa melakukan ini.

"Lalu? Apa yang menghalangi mu?" tanyanya tersenyum

"Terus terang, tidak ada," balas ku mengangkat bahu, "jadi, apa yang kau mau?" lanjutku, dan untuk pertama kalinya sejak tadi, ia terdiam, "okay, aku akan anggap itu sebagai tidak ada," aku mengangguk, "selamat tinggal."

"Argh, kau benar, aku harus kembali bekerja!" ucapnya dan meraih kantong celananya untuk menjawab telepon, "tunggu sebentar," ucapnya ke siapapun disebrangnya sana, "Kira, aku sungguh ingin bertemu dengan mu lagi," ucapnya, dan kalimatnya memberikan ku ide

"Jika takdir berkata begitu, maka kita akan bertemu lagi. Sampai jumpa!" kali ini aku bersungguh-sungguh pergi. Tidak lagi menoleh ke belakang ataupun memata-matainya dari jauh

Keesokan harinya, aku menemukan kalau ternyata takdir memang membawa kita untuk kembali bertemu, melalui Vero. Ternyata, Fadhil adalah atasan Vero. Seperti Trent, Fadhil menjalankan perusahaan ayahnya, tapi alih-alih firma hukum, ia menjalankan firma arsitektur. Dunia memang sempit.

Bagaimana kita bisa bertemu lagi? Mari ku ceritakan.

Mobil orang tua ku tidak bisa ku pakai hari ini karena ayah ku membutuhkannya, jadi aku beralih pada 3 teman kepercayaan ku, Jasmine, Tina, dan Vero, sayangnya, Jasmine dan Tina tidak bisa meminjamkan mobilnya karena urusan mereka, dan Vero berbaik hati untuk meminjamkan mobilnya. Kenapa aku membutuhkan mobil dengan sangat hari ini? Karena aku ada janji dengan Alexa dan taksi keluar pilihan. Jadi ceritanya hari itu aku datang ke kantor Vero untuk menjemput kunci mobilnya, saat itu aku sedang menunggu si pemilik mobil, Fadhil tiba-tiba muncul dan melihat ku yang sedang menatap kosong jendela dan berangan-angan jauh dari tubuh ku, dan ia memutuskan untuk mendekati ku untuk menyapa.

Sebenarnya, kalau aku bisa jujur, aku berubah pikiran tentang bersedia mencoba permainannya, aku tidak ingin bertemu dengan pria ini lagi. Dia adalah jenis pria yang sama seperti pria yang menjadi suami ku saat ini. Mereka sama-sama beruang dan terlalu percaya kalau mereka tak terkalahkan. Aku menginginkan normal, dan mereka bukan. Karena itu, aku tidak ingin berurusan apapun dengan Fadhil, aku sudah menikah dengan salah satunya, dan aku tidak menginginkan tambahan lainnya.

Sungguh aku penasaran mengapa pria jenis mereka tidak bisa meninggalkan ku sendiri. Mereka selalu menargetkan ku terus-menerus, seperti ngengat pada api. Apakah aku magnet untuk pria seperti mereka?

"Jadi takdir memang baik," ucapnya menyapa

"Tidak begitu," gumam ku menggeleng

"Apa kau menguntit ku?" ucapnya menggoda

"Tidak, aku menunggu teman ku," balas ku tidak tertarik

"Kau memang terus berubah ya..." balasnya tersenyum

"Maaf?" Apa yang dia bicarakan?

"Kemarin kau terlihat tertarik, dan sekarang, kita kembali ke awal!" balasnya, "yang mana yang kau pilih?"

"Kau tidak berhak memberiku ultimatum," ucap ku tak tahu harus menjawab apa, "dan teman ku sudah datang!" tambah ku saat melihat Vero terburu-buru menghampiri ku

"Hai, maaf lama, ada klien yang super menyebalkan, gila pokoknya!" ucap Vero cepat, lalu sadar ada pasang mata lain menatapnya, "oh, hai, bos!" sapanya pada Fadhil sekilas, tapi dengan cepat kembali lagi pada ku, "ingat, tak ada baret saat kau kembali kan nanti, awas kau!"

"Well, waktunya pergi!" ucapku ke arah Fadhil yang masih terlihat bingung entah kenapa, lalu beralih pada Vero untuk mengucapkan perpisahan an ku, "sampai nanti, Vero, terimakasih untuk pinjamannya!"

**

Alexa banyak berubah sejak terakhir aku bertemu dengannya. Selain ia terlihat lebih segar, ia juga terlihat lebih bahagia, entah karena hidupnya memang pada dasarnya bahagia atau ia telah menemukan pria yang membuatnya bahagia atau mungkin bahkan sesuatu yang seluruhnya lain.

Seperti layaknya wanita, kita membicarakan pria dan segala macam hal absurd lainnya, tapi lebih banyak pria. Membicarakan tentang pria, entah untuk alasan apa, tiba-tiba telepon dari Kei datang. Apa yang dia inginkan? Tidakkah ia mengerti aku sedang memperbaiki diri yang berarti tidak ada kontak? Tapi, ini lebih baik dibandingkan dengan dirinya tiba-tiba muncul di hadapan ku.

"Ali, kenapa ibumu menelpon ku?" ucapnya tanpa halo

"Bagaimana aku tahu? Aku bahkan tidak sedang bersamanya saat ini," balas ku malas

"Apa kau sering keluar malam?" tebaknya

"Sekali lagi, kau bukan ayah ku," balasku ketus

"Kurasa ibu mu khawatir tentang itu," ucapnya tak memperdulikan kalimat ku

"Kenapa dia menelpon mu bukan langsung bicara padaku?" sekarang aku yang bertanya dengan pertanyaan yang sama

"Mungkin karena ibu mu old school dan meyakini seorang suami memiliki pengaruh pada istrinya?" tebaknya asal, tapi kemungkinan benar. Itu memang terdengar seperti karakter ibu ku, "tapi aku tahu, aku adalah orang terakhir yang akan kau dengarkan."

"You know it..." ucapku menggumam

"Kapan kau kan kembali?" ucapnya setelah beberapa detik kesunyian, "Trent dan Mia mengharapkan segera," tambahnya cepat

"Tidak tahu," ucap ku menggeleng walaupun ia tidak bisa melihat ku, "dengar, Kei, aku harus pergi, terima kasih sudah memberitahu ku," ucapku sedikit canggung dan memutuskan sambungan.

Kau tahu, ia bisa saja tidak menelpon ku, hal ini tidak begitu penting untuk ku tahu. Apa tepatnya yang ia coba lakukan? Kalau saja dia bukan seorang Kei, aku akan berpikir ia menelpon ku basa-basi karena ia merindukan ku. Aku tahu, itu konyol, karena itu aku tidak menganggapnya. Dia kemungkian senang aku berada jauh, karena dia jadi memiliki kebebasan untuk melakukan banyak hal tanpa ku terus mengacaukan rencananya.

Continue Reading

You'll Also Like

45.8K 5.9K 41
Menangis seorang diri karena pengangguran sudah sering dia lakukan namun dia tidak menyerah, darah Batak dalam dirinya membuat ia pantang menyerah de...
227K 41.2K 40
Bagi Padaka Upih Maheswari, jatuh cinta pada pandangan pertama sangat mungkin terjadi termasuk ke pria kewarganegaraan Daher Reu yang sering wara-wir...
116K 13K 17
Masih banyak yang belum direvisi. Little sweet, not BL! Karl Marx, masuk kedalam novel berjudul Princess Cyrielle. Memasuki raga figuran yang hanya...
289K 24.8K 28
Kisah Orion Darmawangsa, series kedua dari "Boys Love". Dokter tampan Spesialis Jantung yang tiba-tiba menikah karena harus bertanggungjawab atas per...