Love Me Not.

By wldstrs

6.2K 477 28

Sebagai pengacara profesional, mengerjakan satu kasus seharusnya menjadi hal yang singkat. Yang harus dilakuk... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
Break! Opinion?
7
8
9
10
11
Break! :(
12
13
14
15
16
17
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Break! Thoughts!
40
41
42
43
44
45
Epilog
Break! Meh \Ω/
Break! Almost :(

18

65 7 3
By wldstrs

Bukan sesuatu yang normal saat kau pulang kerja dan menemukan suami mu sedang bersayang-sayangan dengan wanita lain, apalagi kalau wanita lainnya itu lebih masuk ke type yang suami mu sukai daripada dirimu. Ugh, sungguh pemandangan buruk. Tidak bisakah hari ini menjadi lebih baik?

Tentu saja bisa. Itulah kenapa aku pulang cepat hari ini, hari ini adalah hari ibu, dan aku akan melihat wajah ibu ku yang selalu membuat hari menjadi lebih baik kalau ia tidak lagi menyebalkan. Oh, kebetulan hari ini juga ulang tahun ayah ku.

Setelah mengirim whatsapp memintanya untuk online skype, aku mempersiapkan apa yang menjadi kado maya ku sebelum aku kirimkan nantinya. Oh, aku sungguh merindukan mereka, kapan mereka akan datang berkunjung?

"Shakira!" pekik suara yang begitu familiar dan ku rindukan

"Hey, adik ku," ucap ku menyeberangi ruangan kamar ku, "bukannya ini masih terlalu pagi untuk kau sudah bangun?" lanjutku mendudukkan diri di depan kamera

"Ada tes, aku belum belajar," ia melayangkan tangannya cuek, "lupakan itu, apa yang kau rencanakan untuk ayah kali ini?" tanyanya bersemangat

"Well, tidak ada tahun ini, dan untuk kadonya, apa ayah akan suka dengan jam tangan?" balasku

"Uh, please, ayah suka apapun yang kau berikan, anak emas," sindirnya, "tahun ini aku hanya memberikannya lukisan ku, bukan tahun beruntung," keluhnya

"Itu tidak buruk, ayah akan menyukai sesuatu yang personal," ucap ku optimis, "omong-omong, Brody masih tidur?" tanya ku

"Dalam waktu 4 detik, Brody akan membuka pintu ku dan menyapa mu," ucap Shania sambil menoleh ke arah pintu

"Bagaimana kau tahu itu?" dan tepat 4 detik—percayalah, aku menghitung—Brody sungguh muncul di kamar Shania, "dik, jangan bilang kau mulai menguasai kekuatan super?!"

"Kakak ku meluangkan waktu untuk kami, betapa luar biasa!" ucap Brody sambil menggeser kursi Shania sedikit

"Ini kan hari special," ucapku santai, "ada alasan mengapa bunda dan ayah masih belum bangun?"

"Kau tidak memberitahunya?" gumam Brody menyenggol kembarannya pelan

"Hey, apa yang tidak kalian beritahukan?" aku menyipitkan mata ku, "ayo kalian berdua, keluarkan, beritahu ku!" cecar ku tak sabaran

"Mereka keluar kota, semacam.. Tahulah, perjalanan romantis," ucap Shania menahan tawa, "bisa dibilang mereka... apa itu istilahnya?" Shania menoleh ke Brody, "off the grid?" Brody mengangguk pelan, "ya, itu."

"Wow, apa mereka dalam tepi perpisahan? Mengapa begitu tiba-tiba?" ucapku bingung

"Mana ku tahu," ucap Shania mengangkat bahunya

"Tiba-tiba mereka memutuskan untuk pergi begitu saja," lanjut Brody

"Ya sudah lah, ku harap mereka aman dan selamat dalam perjalanan romantis mereka," gumamku malas

"Hey, kak, membicarakan romantis, bagaimana kabar pria mu?" mendengar brody mengatakan 'pria mu' membuat ku hampir tersedak saliva ku sendiri

"Dia.. baik-baik saja," ucapku datar, "bagaimana dengan kalian? Ada romantisme dalam kehidupan kalian?" Tanyaku balik

"Bah, sejak kapan brody pernah single?" sindir Shania tajam

"Itu benar, tapi aku baru saja putus," eluh brody "tapi Shania disini, ku tebak dia punya..." lanjut Brody membalas sindiran saudaranya

"Ah kalian," desah ku tersenyum, "hmm, aku merindukan jakarta, kalian semua juga tentunya," lanjutku, "aku harus pergi, ada yang harus ku lakukan" ucapku kembali normal

"Silahkan kembali ke kehidupan sibuk dan membosankan mu menjadi pengacara, kak" ucap Brody tertawa pelan, "sampai kan salam ku pada Kei."

"Dari ku juga!" tambah shania "bye, kak!" dan sambungan terputus.

Kenapa Kei harus menghipnotis keluarga ku untuk menyukainya? Huh, menyebalkan.

Aku kembali keluar kamar dan menemukan Kei dan siapapun wanita berambut pirang itu sedang berpelukkan di tengah ruangan dengan mesranya. Siapa dia? Dan mengapa dia begitu mesra dengan Kei?

"Tidak perlu merasa terganggu, aku tidak ada disini," ucap ku saat menyebrangi ruangan menuju dapur

"Ali, kapan kau pulang?" panggil Kei menarik tanganku

"Saat kau masih di belakang melakukan entah apa," balasku santai

"Oh," ucap Kei

"Hi, Eleanore," ucap si pirang mengulurkan tangannya

"Hi, jadi kau jago apa? Biar ku tebak, bisnis, bukan. Pelukis mungkin? Oh, aku tahu, seks!" ucap ku penuh dengan sarkasme

"Dia galak," gumam Eleanore pada Kei, lalu tersenyum padaku, "kau benar, seks. Aku therapist, sex therapist tepatnya," ucap Eleanore santai

"Wow, sungguh mengejutkan!" aku tidak percaya, jujur saja

"Aku pulang saja," ucapnya mengulum tawa, "Kellen, selalu senang bisa melihat mu lagi di tengah kesibukan mu," ucap Eleanore merentangkan tangan untuk memeluk Kei, "kau juga, Ali, sampai bertemu lagi," lanjutnya menatapku santai lalu pergi

Kei mengikuti Eleanore menuju pintu, mengantarkannya keluar dan aku diam-diam mengikuti mereka, memata-matai melalui jendela. Sebuah Bentley hitam dengan supir datang menjemput Eleanore. Eleanore wanita beruang lainnya ternyata. Setelah aku melihat mobil tersebut berjalan keluar pelataran rumah, aku langsung berjalan pergi sebelum Kei menangkap basah diriku mata-matai.

Aku mendengar suara pintu dibanting dari depan, menandakan Kei telah kembali ke dalam rumah, dan dari caranya membanting pintu, aku ada perasaan Kei sedang marah atau sesuatu.

"Sialan, Ali!" ucap Kei berderap ke arah ku, "apa yang kau pikirkan berbicara seperti itu?!"

"Sex therapist? Kau serius? Tidak ada yang lebih konyol?" ucap ku tertawa pelan

"Pertama, itu bukan kebohongan, Eleanore memang itu, sejak 10 tahun lalu," ucapnya ketus, "dan kedua, kau masih belum menjawab ku,"

"Kau tahu, Eleanore bukan yang pertama aku lihat," ucapku memberi tahu

"Oh, Ali, senang mengetahuinya," tiba-tiba untuk entah alasan apa, Kei tersenyum senang, kenapa dia tersenyum?

"Kenapa kau tersenyum? Mengetahui apa?" ucap ku bingung

"Senang mengetahui kau masih memiliki kecemburan," ucapnya menyeringai bodoh

"Tidak dengan mu," gumam ku, "hapus seringai bodoh mu itu!"

"Akui saja, Ali," ia melangkah mendekat, "aku tidak akan mengadili kalau memang itu benar," bujuk Kei santai

"Tidak ada yang perlu diakui, karena kau itu delusional!" elak ku lalu berjalan pergi.

Apa betul aku memang cemburu? Tapi untuk apa? Tidak sekeren wanita-wanita itu? Tidak seberpengalaman wanita-wanita itu? Tidak semenarik wanita-wanita itu? Kenapa aku harus cemburu? Setiap orang berbeda, tidak ada yang sempurna. Jadi mengapa aku harus cemburu?

Malam itu, aku memiliki mimpi yang sudah kurang lebih 10 tahun tidak ku impikan, aku memimpikan seorang pria, ralat, tidak hanya seorang pria, kali ini aku memimpikan Kei. Aku akan berbicara blak-blakan saja sekarang. Kei dalam mimpiku terlihat begitu tampan dan seksi, juga, dia begitu sopan dan bertingkah seperti layaknya gentleman. Dirinya berdiri di sebrang ruangan dengan jas hitam yang terlihat tailor made. Ia memberikan senyum 1 juta dollarnya pada siapapun yang menyapanya, menjabat tangan-tangan yang diulurkan padanya, mencium tangan para wanita seperti seorang bangsawan. Rambutnya ditata begitu sempurna, dan itulah yang membuatnya begitu menarik. Di sisinya berdiri seorang wanita, dia berwajah seperti ku, namun dia bukan diriku. Aku tahu karena aku ada di tempat yang berbeda dengannya, selain itu, rambut wanita itu berwarna coklat terang, kulitnya lebih terang dari kulit ku, dan yang lebih mencoloknya, warna mata wanita itu, alih-alih coklat gelap, warna mata wanita itu biru laut. Wanita itu mengatakan sesuatu pada Kei sebelum ia berjalan pergi dan memesan minum. Satu tanda lagi kalau wanita itu bukan diriku. Kenapa aku bermimpi hal ini?

Aku berjalan kearah Kei, dan seseorang menarik lengan ku, wanita itu, ia menarik lengan ku, ia tidak terlihat begitu senang. Aku tidak mengerti bagaimana ia bisa berjalan secepat itu. Oh, tunggu, ini mimpi, apapun mungkin terjadi. Ia mengatakan sesuatu tentang pesta yang menyenangkan dengan minuman bertahun bagus, lalu tentang gaun ku, gaun yang baru ku sadari menempel di tubuhku, gaun yang secara sadar tidak akan pernah berani ku pakai, gaun yang bisa ku lihat dibuat secara khusus untuk ku. Lalu tiba-tiba, wanita itu hilang, dan aku adalah dia, dengan semua detail milik ku. Aku berusaha menutup mataku dan mengembalikannya ke momen sebelumnya, momen sebelum aku menjadi wanita bermata biru laut, tapi entah kekuatan apa membuatku terus membuka mataku dan membuatku menikmati pesta.

Entah dari mana, aku tiba-tiba mendengar namaku dipanggil, aku tahu suara itu, aku sangat mengenal suara itu, tapi aku tidak bisa mencocokannya dengan nama. Aku terus menggali, tapi alih-alih menemukan nama, aku menemukan wajah, wajah yang begitu jelas terpahat dalam memori ku, wajah yang hanya bisa ku gambarkan sebagai wajah penghancur masa depan, wajah yang menciptakan mimpi buruk, wajah yang menaruh ku dalam terapi selama 3 tahun.

Oh, ini tidak terjadi. Tidak lagi, tidak! Aku tidak akan membiarkan sebuah mimpi menelan ku dalam lubang hitam, aku tidak akan membiarkan hal itu kembali menghantui ku, tidak boleh. Tidak, aku cukup kuat untuk menguburnya dalam-dalam di bagian bawah memori ku. Kenapa memori itu memilih saat ini untuk kembali muncul? Apa yang yang memancing hal tersebut? Aku harus bangun.

Bangun sekarang, Ali!

Buka mata, mimpi akan berhenti saat kau bangun!

Kau bisa.

Dan terbangun lah diriku.

Aku butuh minum. Melihat jam di sisi kasurku, di sana tertulis 02.15 a.m. Ah, luar biasa, belum sampai 5 jam tidur aku sudah terbangun karena mimpi buruk, lalu aku juga penuh dengan keringat, aku harus ganti atasan sebelum keluar mengambil minum. Luar biasa sekali.

Ruangan gelap, satu-satunya cahaya hanya dari bulan yang sudah sedikit redup. Aku mendengar bunyi dari dapur, diikuti dengan siluet seseorang. Ternyata bukan aku saja yang terbangun di jam 2 pagi.

"Kei, kau juga—" sebelum aku bisa menyelesaikan kalimat ku, sesuatu yang ku tebak sebagai senjata api meletup kencang, untungnya tidak mengenaiku, tapi aku terlalu cepat bicara, letupan yang kedua menyerempet bahu ku dan hal yang selanjutnya ku dengar adalah seseorang terjatuh.

Apa letupan yang kedua ditujukan untuk siapapun yang berada di ruangan ini bersama ku? Kurasa aku harus mencari kebenarannya. Aku berusaha menghiraukan rasa sakitnya dan berjalan menyalakan lampu yang saklarnya tak jauh dari tempatku sekarang. Saat lampu nyala, aku bisa melihat Kei ada di ruangan yang sama sambil mengibas-ngibaskan tangannya, di kakinya, terkulai seseorang dengan mata terpejam. Jadi dia yang terjatuh, sayangnya, si pria tak berdaya ini tidak sendiri, dia punya partner, dan saat ini, sang partner menodongkan senjata ke arah ku. Argh! Kukira mimpi buruk akan selesai sesaat aku membuka mata dan terbangun, mengapa masih terus berlanjut?!

"Sir, kurasa tidak bijak kau melakukan itu," ucap ku pada si penodong, "tolong turunkan senjata anda," bujuk ku menahan rasa sakit yang betul-betul menggigit

"Kau tahu, beberapa perampok cukup pintar untuk memilih kabur dari pada menggunakan senjata," ucap Kei dari belakang ku

"Jangan bergerak!" perintah si pria

"Di sini tidak ada barang yang cukup berharga untuk dicuri," ucap Kei santai, "kecuali kau semacam fans yang.. Tahulah, mencuri sampah seseorang untuk dijual di ebay..." lanjutanya

"Err, sangat tidak membantu!" desis ku pada Kei, "kau tahukan, ia menodongkan senjata ke arah ku, jadi tolong jangan memancingnya," lanjutku menahan panik

"Pergilah disaat kau masih bisa, tinggalkan apapun yang sudah kau ambil, dan kau tidak akan ku laporkan pada yang berwenang," kalau ia cukup pintar, sang perampok akan menerima tawaran Kei

"Bagaimana ku tahu kau tidak berbohong?" ucapnya kembali menegaskan bidikan pistolnya

"Kau hanya harus pergi dan lihat apa aku berbohong," ucap Kei datar, "pergilah, sebelum aku berubah pikiran!" ucap Kei tegas, "sekarang!" hardik Kei keras dan sang perampok langsung berlari pergi meninggalkan partner kejahatannya di belakang "well, itu berjalan mulus," ucap Kei santai sambil menyodok-nyodok manusia pingsan dengan kakinya

"Kau pikir begitu?" ucapku berjalan ke dekatnya, "apa ini terlihat mulus dimata mu?" lanjutku menunjuk bahuku

"Ali! Kau tertembak!" ucap Kei sigap

"Yeah, berdarah sama sekali tidak memberi tahuku" ucap ku sarkastis

"Ini bukan saatnya untuk sarkasme, Ali," ucap Kei serius, "ini serius, kau harus ke rumah sakit!" lanjutnya, melangkahi tubuh pingsan di dekatnya, "tapi untuk saat ini, aku harus melakukan sesuatu dengan pria ini. Setelah itu, aku akan mengantar mu."

Kei bergerak menuju dapur dan mengambil pengikat kabel. Sepertinya Kei berencana mengikat perampok ini dengannya. Sambil menyeret tubuh tak sadarkan diri tersebut ke arah pintu, Kei menyuruh ku untuk menunggu di dalam mobil.

Setiap orang tahu, kalau kau datang ke rumah sakit dengan luka tembakan peluru, pasti akan melibatkan banyak pertanyaan dan polisi. Tapi karena aku tidak merasa bersalah dan hanya sebagai korbanya, aku tidak menolak untuk dibawa ke sana, siapa tahu ternyata ada yang lebih dari sekedar terserempet peluru?

Sebelum aku pulang, seperti yang sudah ku ketahui, polisi datang untuk berbicara dengan ku, aku menceritakan apa yang terjadi dan juga memberi tahunya kalau Kei berhasil menahan salah satu tersangkanya di rumah sebelum ia membawa ku ke sini. Setelah polisi pergi dengan laporannya, aku baru menyadari ada hal bodoh yang terjadi disini. Alih-alih menelpon polisi dan meminta ambulance untuk ikut datang, Kei malah membawa ku ke RS dan membiarkan perampoknya terikat di depan rumah.

Saat kita kembali sampai di rumah, di pelataran kami terparkir mobil polisi dengan si perampok di kursi belakang. Kei menyuruh ku untuk masuk terlebih dahulu, sementara ia berbicara dengan sang polisi. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi di akhirnya, mereka berjabat tangan dan si polisi pergi dengan sang perampok. Huh, cara yang bagus untuk memulai hari.

**

Sering dengan waktu berjalan, luka ku sudah lebih baik, hanya saja ini meninggalkan bekas yang terlihat menyeramkan, seolah aku seseorang dari bagian tempat tinggal yang berlingkungan keras. Untung saja, letaknya tidak begitu mencolok, jadi untuk orang yang tidak tahu tidak akan terlihat.

Aku tidak tahu bagaimana bisa bulan berjalan begitu cepat, rasanya baru kemarin aku ada di bulan Mei, hari ibu dan ultah ayah ku. 1 tahun sudah berlalu, dan aku masih belum melakukan apapun mengenai pernikahan ku. Apa yang harus ku tulis di kolom penyebab perpisahan kita? Kita tidak pernah bertengkar, aku selalu dengan mudahnya menjawab ya. Perselingkuhan? Aku tidak ada bukti atau saksi yang bisa dipakai. Apakah aku harus memakai sebuah kebohongan? Seharusnya ya, tapi jauh di dalam lubuk hati ku, aku merasa keberatan melakukan itu. Apa jangan-jangan aku mulai merasa apa yang tidak ku rasakan dulu? Itu tidak boleh terjadi, hidup ku bukalah sebuah kisah novel klise!

Saat kau bergaul dengan orang-orang seperti Mia, kehidupan mu akan segera diisikan oleh hura-hura, pesta, membuang uang, dan berbagai macam cara lain untuk bersenang-senang. Siapapun yang beruang sangat beruntung bisa melakukan apapun yang mereka mau tanpa harus memikirkan apapun. Kau mau belanja, gesek saja kartu kredit, kau mau membeli scotch berumur 15 tahun, gesek saja kartu kredit, kau mau membeli mobil, mudah saja mencairkan deposito, apapun yang kau mau bisa dengan mudah didapatkan. Jujur, aku bisa melakukan itu juga, hanya saja aku menemukan kalau tidak etik aku menggunakan uang seseorang yang pada dasarnya tidak ku inginkan menjadi milik ku.

"Hey, b," classic Mia.

Tunggu, bagaimana dia bisa sampai di atas sini?

"Mia, apa yang kau lakukan disini?" ucapku penuh tanya

"Pacar ku memberiku pekerjaan," ucapnya santai, "apa pakaian ku tidak memberi tahu?" lanjutnya mundur selangkah

"Ya, aku tidak menyadarinya," aku menggeleng, "pekerjaan apa yang kau maksud ini?" lanjutku

"Human resource," ucapnya bangga

"Apa kau bahkan tahu apa yang dilakukan human resource?" Tanyaku tersenyum

"Jujur, sama sekali tidak," bisiknya lalu tertawa pelan

"Siapa pacar mu, Mia?" ucapku tiba-tiba penasaran

"Trenton Saxman, Jr," ucapnya membuang muka

"The big boss?" ucap ku terkesiap, "wow, kau harus menceritakan bagaimana kau mendapatkan dia, Mia!" lanjut ku tetap menjaga volume ku, "juga, kalau ada waktu, bicarakan tentang kenaikan gaji ku padanya, okay?"

"Aye, aye, women!" balas Mia menirukan hormat pelaut

"Kapan kau akan mulai?" Tanyaku pelan

"Seharusnya hari ini, tapi salah ku, aku bangun terlambat, jadi aku pun datang terlambat, dan di sinilah aku," jelasnya, "but hey, yang penting aku datang, dan siapapun mereka tidak berani padaku," tambahnya, "oh, speaking of, bagaimana jadwal mu sepulang kerja nanti?" ucap Mia setelah berjalan beberapa langkah

"Pilihannya antara berkesal ria dengan Kei dan beristirahat cepat," balasku

"Bagus!" ia mengangguk mantap, "malam ini kita akan keluar, girls night!" Lanjutnya ceria, "dan aku akan membiarkan mu menyetir, deal?" tawarnya

"Fine, deal." ucapku mengangguk

Hari terasa begitu lama, jam berdetik lebih kencang dari biasanya, padahal hari-hari lalu terasa berjalan begitu cepat, mengapa begitu? Apa ada sesuatu yang tidak begitu beruntung akan terjadi hari ini? Mengapa hari terasa begitu lama? Dan membosankan? Jadi saat tiba-tiba telepon meja ku berdering, deringannya mengejutkan ku, untung saja aku bukan jenis yang latah atau apa

"Shakira Alice," sapa ku menjawab telepon

"Ms. Alice, suami anda sudah menunggu di meja depan," ucap Zoe sang receptionist

"Katakan padanya saya sibuk," balas ku berusaha menahan nada ku tetap normal

Aku bisa mendengarnya mengatakan itu, tapi Zoe kembali berbicara di telepon, "maaf, tapi ia memaksa," ucap Zoe tertekan

"Berikan gagang telepon padanya," perintah ku sabar

"Tidak bisakah kau keluar dan makan siang dengan ku?" suara Kei menggantikan suara Zoe beberapa detik kemudian

"Aku sibuk, tidakkah kau mengerti?" tegas ku padanya

"Apa kau mau aku menghubungi bos mu dan memintanya agar menyuruh mu keluar makan siang dengan ku?" tantangnya

"Kau tidak akan melakukan itu," ucapku

"Kau yakin? Baiklah, menghubungi bos mu di pilih," seperti khasnya, Kei langsung mematikan sambungan

Aku tidak mempercayainya. Setidaknya sampai saat aku menyadari kalau ternyata aku salah, dan Kei tidak hanya menggeretak. Karena sekitar 3 menit kemudian Mr. Henson keluar ruangannya dan berjalan menuju cubicle ku

"Ms. Alice, kau ingin memberi tahu ku mengapa Mr. Saxman menghubungi telepon meja ku dan meminta ku untuk menyuruh mu keluar makan siang?" ucapnya tegas. Oh, he did not just called the big guy!

"Uh, aku tidak tahu, tapi sepertinya aku akan menurut," ucap ku langsung berdiri mengambil tas ku, "permisi," bagaimana Kei bisa menghubungi Trenton? Apa mereka saling mengenal?

Menyebrangi ruangan sambil menahan kesal, aku menjerit di dalam kepala ku, kenapa Kei harus menyebalkan? Tidak bisakah ia membiarkan ku hidup dengan tenang? Mengapa hal ini tidak bisa berhenti terulang? Apa ini akan menjadi sebuah kebiasaan? Aku menolak dan Kei terus-terusan mencari cara untuk membuatku menerima?

"Percaya padaku sekarang?" ucap Kei dengan seringaian bodoh saat aku muncul keluar pintu

"Bagaimana tepatnya kau bisa menghubungi bosnya bos-bos?" ucap ku mengatur ulang posisi tas ku

"Aku punya cara," jawabnya santai

"Kau selalu punya cara," balas ku ketus, "apa yang kau mau kali ini?" tanya ku jutek

"Kau," balasnya singkat sambil mempersilahkan ku masuk lift terlebih dahulu

Sesampainya kita dibawah, tepat diluar lobby, sebuah mobil Bently hitam sudah menunggu, mobil yang sama persis dengan yang menjemput Eleanore dari rumah waktu itu. Apa yang mobil ini lakukan disini? Dan mengapa kita menggunakan mobil tersebut untuk menuju kemanapun kita menuju sekarang?

"Apa kau sudah memiliki rencana sepulang kantor?" sebelum aku bisa menjawab, Kei sudah mengatakan "batalkan."

"Tidak bisa!" tolak ku cepat

"Mia akan mengerti," ucapnya

"Bagaimana kau tahu Mia adalah janji ku?" ucapku tidak mengerti

"Bisa dibilang kau mudah ditebak," balasnya santai

"Terserahlah, asal kau tahu saja, aku tidak akan membatalkan janji ku!" ucap ku menolak

"Kalau begitu akan ku lakukan untuk mu," ia tersenyum dan mulai melakukan sesuatu dengan hpnya.

Ia menghubungi seseorang yang di panggilnya 'bro', untuk beberapa saat pertama aku tidak tahu siapa 'bro' itu, tapi setelah Kei mengatakan 'sampaikan pada pacar mu, Ali harus membatalkan malam ini', aku bisa menebak siapa orang yang dipanggilnya 'bro'. Kenapa Kei membuat dunia ini terasa begitu kecil? Dia mengenal semua orang!

Setelah beberapa menit dalam kesunyian, aku akhirnya membuka mulut ku untuk bertanya pertanyaan yang telah memaksa ku untuk mengeluarkannya 'bagaimana Kei bisa mengenal Trenton Saxman?' dan jawaban yang ku terima bukan jawaban yang aku harapkan, karena dengan santainya Kei menjawab 'adiknya dan aku dulu sering tidur bersama'. Oh, mengapa aku ditimpakan kesialan semacam ini? Apa salah ku sampai aku dikutuk dengan kesialan ini?

Kemana dia akan membawa ku kali ini? Night club lainnya? Atau tempat yang lebih absurd lainnya? Mengapa ia selalu memaksa ku untuk pergi dengannya? Tidak adakah wanita lain yang bisa diajaknya ke tujuan aneh-anehnya ini? Wanita yang memang bisa berpartisipasi karena itu memang kegiatan mereka?

"Kau tahu, kau bisa mengeluarkan pikiran mu itu dan bertanya apapun yang kau sedang pikirkan itu padaku, kan?" ucap Kei memecah hening

"Kemana kau membawaku?" tanya ku terus menatap ke depan

"Bukan ke tempat yang akan kau sesali," balasnya pelan

"Kenapa kau tidak memberi tahu ku saja apa yang aku lakukan di manapun tujuan kita ini?" tanya ku menahan kesal

"Aku sudah bilang, makan siang," balasnya datar

"Ya, dimana, Kei?! Apa sih susahnya memberitahu detail sekecil itu?" ucapku kesal

"Kau harus mengenalikan amarah mu, Ali," siapa yang tidak kesal saat dihadapan dengan orang seperti ini? Jadi maklum saja kalau aku kesal.

"Hentikan mobilnya!" ucapku pada sang pengemudi

"Tidak, aku bosnya, tidak ada berhenti!" ucap Kei mengambil alih

"Fine, tidak usah berhenti, aku lompat keluar saja," ucapku mengetahui kita ada di jalanan kota dengan limit kecepatan 45 km/h. Aku sudah membuka kunci pintu secara manual, membuktikan kalau aku serius, lebih serius lagi saat aku membuka pintunya

"Jangan gila, Ali!" ucap Kei lalu menarik diriku dengan cepat, "kau tidak akan lompat, kita tidak akan berhenti. Diskusi selesai!" putus Kei tegas

"Kau harus mengenalikan amarah mu, Kei," balasku membalikannya kalimatnya sendiri

"Tidakkah peluru sudah cukup? Kenapa kau ingin luka permanen lainnya?" ucapnya tajam

"Siapa peduli?" gumamku

"Aku! Aku peduli," ucapnya, lalu dengan cepat menambahkan, "bukan sesuatu yang enak diliat saat kau memiliki banyak luka."

Sungguh membingungkan, apa sang supir tidak memiliki hak untuk berbicara? Ia sama sekali tidak berbicara sepatahkatapun, bahkan ia tidak berusaha melakukan apapun selain mengemudi dengan kecepatan konstan saat aku mengancam untuk melompat keluar mobil. Apa dia robot atau sesuatu? Tidak memiliki tengang rasa atau apapun? Apa yang salah dengan dia?

Kita berhenti di depan sebuah restoran yang dari lobbynya saja sudah bisa ditebak berapa harga makanan yang mereka sajikan. Tempat ini jelas sekali bukan kelas ku untuk tempat makan siang. Hanya perlu menunjukan wajah tanpa menyebukan nama, sang pelayan sudah tahu siapa Kei dan langsung menggiring kita ke meja yang ternyata sudah diisikan dengan Eleanore dan seorang anak laki-laki yang terlihat berumur remaja dini. Hmm, apa ini momen di mana Kei memberi tahu ku ia memiliki anak dengan Eleanore? Semakin dekat, aku bisa mendengar anak laki-laki itu sedang bicara dengan Eleanore dengan bahasa yang aku anggap kalau bukan prancis, italia. Wow, luar biasa.

Eleanore mengadah saat melihat kita mendekat lalu tersenyum sambil mengangkat tangannya. Ia menyapa ku terlebih dahulu sebelum ia menyapa Kei, si anak laki-laki yang datang bersamanya mengucapkan sesuatu pada Kei dan mereka bertiga tertawa pelan. Lucunya.

Si anak laki-laki berdeham pelan lalu mulai berbicara dengan bahasa inggris ke arah ku, mengenalkan dirinya sebagai Tobias, dan biasa dipanggil Toby. Aku baru menyadari ia memakai seragam sekolah swasta yang ku dengar sangat elite. Sebelum aku sempat berkata selain namaku, Kei sudah memotong pembicaraan dengan mengatakan 'mari pesan'

Setelah kita semua memesan, pembicaraan yang ku nantikan akhirnya dibuka, Eleanore adalah yang pertama berbicara, "Ali, sepertinya kita berkenalan dengan cara yang salah," wanita itu tersenyum lalu mengalihkan pandangannya pada Kei, "Kellen, kau mau meluruskan atau kau masih ingin terus bermain dengan permainan pikiran bodoh mu itu?"

"Kau tahu apa jawaban ku, El," ucapnya santai, "tapi kali ini, aku akan menyerah," Kei bergerak untuk merangkul ku "my dear, wife, tidak ada yang perlu dicemburui, rambut pirang atau tidak, Eleanore tidak akan pernah menjadi lawan. Kau tahu kenapa? Karena dia kakak ku," jelasnya di telinga ku

"Kalian berdua bersaudara? Kalian berdua tidak ada mirip sama sekali," kritik ku mendorong tangan Kei dari bahu ku

"Kita beda ayah, tapi aku selalu menganggap ayah Kei adalah ayah ku," jelasnya

"Hm, menarik..." gumam ku

"Jadi kita baik-baik saja? Tidak ada lagi kesalahpahaman?" ucap Eleanore memastikan dan aku mengangguk, "bagus! Karena aku sangat penasaran dari mana asal mu, Ali!"

"Kenapa?" ucapku bingung campur penasaran

"Seperti belum pernah ada yang mengatakan kau adalah deskripsi dari kata tampang eksotis," jelas Eleanore

"Belum ada, nyatanya," ucap ku tertawa pelan, "thanks, tapi aku yakin eksotis bukan kata yang tepat," lanjut ku

"Toby, kau mau mencuri buffet?" ajak Kei santai

"Ya, apapun yang bisa membebaskan ku dari ini!" balasnya langsung berdiri

Toby memang hanya setinggi bahu Kei, tapi dari belakang, aku bisa melihat kemiripan postur tubuh mereka, tegap dan berbentuk, jadi ku tebak itu memang bentuk tubuh asli mereka.

"Sekarang setelah pihak terbicara telah pergi, aku akan buka-bukaan dengan mu," ucap Eleanore seperti memiliki kepribadian kedua

"Okay," balasku mengangguk

"Apa tepatnya yang kau incar dari adik ku?" dan dimulailah tahapan interogasi dari kakak protektif

"Tempat tinggal," ceplos ku otomatis

"Hanya itu?" tanyanya tidak percaya, "tidak ada keinginan memiliki uang banyak atau ketenaran menikah dengan seseorang yang high profile?" pancingnya

"Aku harus katakan, kita memang bukan pasangan normal," aku mengagguk setuju, "tapi aku tidak mengincar uang Kei. Aku memiliki uang hasil jerih payah ku sendiri, walau tak sebanyak miliknya," aku ku jujur, "karena awal pernikahan kita yang tidak lazim, jelas kita tidak memiliki prenuptial, tapi sekedar info, aku sedang dalam tahapan pengajuan perceraian, dan aku tidak akan meminta apapun darinya," jelas ku tanpa rasa malu

"Lalu kenapa kau tinggal?" tanya lagi

"Jujur, aku tidak tahu," aku ku ragu. Saat aku hendak melanjutkan kalimat ku, hp ku berdering dari dalam tas ku, secara insting, aku langsung berusaha mengangkatnya, "aku akan segera kembali," gumamku pada Eleanore dan beranjak pergi.

Di layar tertera caller ID dengan nama Mia. Apa ia menerima pesan yang Kei sampaikan pada pacarnya di telepon sebelumnya? Ku harap begitu, dan ia menghubungi ku sekarang untuk menyatakan kekesalannya karena aku merusak rencananya. Tapi ternyata harapan ku tidak sepenuhnya terkabul, karena Mia malah menyoraki ku dengan pekikan-pekikan yang luar biasa kencang. Hampir setengahnya tidak ku mengerti, dan bagian yang ku mengerti hanya 'pasangan kita saling mengenal dekat'. Sungguh, Mia selalu berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

Saat aku selesai berbicara dengan Mia di telepon, aku berbalik badan dan menemukan Kei telah berdiri di belakang ku, dan ia membawa tas ku. Hmm, apa yang terjadi? Aku menatapnya bingung dan ia hanya berkata 'kakak ku menyebalkan, mari pergi, makanan mu sudah aku bungkus'. Ini aneh, satu saat mereka baik-baik saja, dan saat berikutnya Kei terlihat kesal, apa yang terjadi di dalam sana saat aku mengangkat telepon beberapa menit di luar sini?

Perjalanan dilanjutkan entah ke mana aku tidak tahu, aku tidak mau membuat Kei yang kesal semakin kesal, aku tidak lagi dalam mood untuk memancing apapun apalagi menerima amukan. Manusia di sisi ku ini dikenal dengan cara dirinya menganggap semua hal santai, tapi kalau sekali ia kesal, aku mendengar rumornya ia pernah sampai membuat seseorang masuk rumah sakit. Aku cari aman saja, walaupun aku yakin seberapa pun amarahnya memuncak ia tak akan memukul wanita

Tak lama setelah dari restoran, kita berhenti di sebuah taman. Entah kenapa, taman ini terasa begitu familiar walaupun aku belum pernah datang kesini. Tidak jauh dari tempat ku berdiri sekarang, ada tempat bermain anak kecil yang masih ramai di kelilingi anak-anak. Kei mengajak ku untuk duduk di meja taman dan makan, ia bahkan membukakan makanan ku dan menatanya di meja. Saat aku kira ia akan bergabung dengan ku di meja ini, Kei berjalan menjauh.

Aku memang bukan ibu ku, tapi siapapun bisa tahu kalau sesuatu yang gelap sedang terjadi di dalam kepala pria yang ku sebut suami ku ini. Setitik dalam hati ku merasa tergerak untuk merasa kasihan dan berbicara padanya, tapi disisi lain aku lapar dan ingin cepat makan. Silahkan panggil aku egois karena memilih untuk menyenangkan diri ku sebelum orang lain, pembelaan ku tentang ini adalah aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan untuk memperbaiki apapun yang terjadi ataupun penyebabnya.

"Boleh aku minta?" entah kenapa, tiba-tiba aku teringat Greyr saat SMA dulu, ia sering sekali melakukan apa yang Kei lakukan saat ini. Berdiri di sisi kiri ku, berkata hal yang sama, memberikan senyum manis, dan sebelum aku menjawab dia sudah menggeser ku untuk dirinya duduk, urutan yang sama persis.

"Apa yang terjadi di dalam tadi?" tanya ku pelan, aku sungguh ingin tahu

"Eleanore bertingakah sebagai Eleanore," ucapnya menyuapkan makanan ku ke mulutnya

"Yaitu?" pancingku

"Sok tahu," balasnya singkat, "bagaimana makanannya?" lanjutnya mengubah topik

"Mahal tidak berarti lezat," balasku tertawa basa-basi

Aku sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba seperti mimpi buruk, wajah itu kembali muncul, hanya saja aku 99.9% yakin aku melihatnya berjalan di taman ini, versi asli—berjalan dan berbicara—mimpi terburuk ku. Aku yakin ia di sana, tapi aku juga tahu ia tidak mungkin di sana, dia tidak mungkin ada disini, dia ada di dalam salah satu penjara di Indonesia. Ini tidak terjadi, aku hanya berhalusinasi, ini pasti makannya, aku alergi dengan salah satu bahannya dan sekarang aku berhalusinasi.

Bernafas teratur tidak membantu sama sekali, serangan panik ku entah untuk alasan apa memilih saat ini untuk kembali, dan aku tidak bisa mengotrolnya. Oh, tidak saat ini, tidak di depan Kei.

"Bisa kita pergi sekarang?" ucap ku memaksa diri ku menyingkirkan rasa panik ku

"Tapi makannya belum selesai," balas Kei menunjuk makanan ku di depannya

"Please, bisa kita pergi sekarang?" ucapku memohon dengan gelisah

"Ali, kau kenapa?" Apa ia kira aku bercanda?

"Ah, aku hanya ingin pergi dari taman ini," ucapku langsung berdiri dan melangkah pergi

"Tunggu, aku ikut dengan mu!" panggilnya cepat dan aku menunggunya tak sabaran. Saat aku berbalik adalah saat mimpi buruk ku menabrak ku, literally.

"Perhatikan jalan mu, sayang," ucapnya. Tidak, tidak, tidak, tidak mungkin! Tidak mungkin ia ada disini! Tidak mungkin, "ada apa? Apa aku mengejutkan mu?"

"Kau tidak ada disini," bisik ku pelan. Dimana Kei? Kenapa ia lama sekali?

"Tapi aku memang disini, aku selalu disini, memperhatikan mu, kasus demi kasus kau selesaikan. Melihat mu melupakan ku sungguh menyakitkan," ucapnya lembut, "saat aku mendengar mu menikah, aku harus melihatnya secara langsung, dan benar saja, kau sudah mengantikan ku!" lanjutnya menusukan tatapannya pada Kei, "beritahu ku, sayang, apa kau masih suka memimpikan ku? Memikirkan ku?" kenapa ini terjadi padaku?! Apa yang aku lakukan sampai dia bisa kembali menjadi nyata?

"Ali," panggil Kei, aku menoleh ke belakang dan saat aku kembali lagi dia sudah pergi, "kau seperti seseorang yang baru saja melihat hantu!" candanya, tapi ia memang benar, aku baru saja melihat hantu, hantu dari masa lampau, "katakan lagi kenapa kau terlihat begitu terburu-buru ingin pergi?"

"Uh, akan segera gelap, angin malam membawa flu," ucapku memberi alasan bodoh

"Huh, biasanya kau jam segini bukannya sedang menunggu bus?" ucapnya tertawa pelan "ayo, keinginan mu terkabul untuk pergi dari sini."

Entah untuk alasan apa, aku jatuh tertidur di dalam mobil yang ku deskripsikan sebagai 'awkwardly comfortable'. Aku tahu aku tidak lelah, aku juga bukan jenis orang yang mudah tidur di manapun bisa, akhir-akhir ini, banyak sekali hal yang terjadi di luar kebiasaan. Apa yang terjadi dengan diriku?

Continue Reading

You'll Also Like

15.3K 1.1K 41
Pertama kali mendapatkan tawaran untuk menjadi pasangan kontrak selama satu bulan terdengar begitu aneh dan tidak biasa. Orang gila mana yang mau bek...
7.1K 797 44
Kolaborasi dengan @mbok_dee. Bercerita tentang dua gadis, kakak beradik yang terpisah karena suatu keadaan. Mereka saling mencari, tapi ternyata mere...
116K 13K 17
Masih banyak yang belum direvisi. Little sweet, not BL! Karl Marx, masuk kedalam novel berjudul Princess Cyrielle. Memasuki raga figuran yang hanya...
469K 32.9K 43
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...