ABIGAEIL

Oleh parkchim_chim2

667K 51K 4.5K

Abigaeil, namanya manis dan imut anaknya si buntalan daging mengemaskan yang selalu menjadi primadona para te... Lebih Banyak

1
02
cast
03
04
05
06
07
08
10
15
09
11
12
13
14
16
00 : 41
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27.
28
29
31
32
33
34
35..
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
Tesss
52
53
54
👋👋
55
56
57
58

30

17K 1.2K 187
Oleh parkchim_chim2

🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀






" Adek~"

Ray memasang wajah melasnya, duduk diatas ranjang abi dia sudah melakukannya lebih dari tiga puluh menit lalu.
meminta maaf kepada sang adik yang masih mendiaminya.

" Adek, halo~ " ray menoel-noel pipi chubby yang bersembunyi dipelukan mas-nya.

" Hus-hus~ sana jauh-jauh kita ndak temenan ya" usir abi fokus pada tontonanya di iPad milik sehan.

Sementara sehan ikut cuek, mengusap kepala sang adik sambil menscroll media sosialnya.

Rayidanta menghembuskan nafasnya, memayunkan bibirnya melihat abi mengabaikannya.

" Adek.., please kok abang di usir sih.. temenan lagi ya, adek mau apa.
abang turutin pokoknya~"  bujuk ray

Abigaeil bergeming, melepas pelukannya.

" Um..! sana minta maaf sama abang ian~" pinta abi

" Ey~ ngapain, abang ga salah.." ray mengeleng.

" Salah! kan abang ray udah pukul-pukul abang ian.
padahal abi kan, sudah bilang abang ian ndak salah.
abang ian yang udah tolong-tolong abi. tapi ab-ang malah marah..
abi, ndak mau punya abang tukang pukul, suka marah-marah ndak jelas~
abang, seharusnya tanya dulu bukan langsung marah-marah, kasian abang ian pasti kesakitan..."

" Pokok na abi ndak mau temanan sama abang, sebelum minta maaf sama abang ian.. "

Ray mengerjap pelan, dengan muka blank-nya. mendengar semua celotehan abi.

Sehan menyunggingkan senyumnya mengusap wajah adiknya yang memerah. lucu saja kala melihat mata kucing itu melotot pada ray, ceritanya abigaeil sedang memasang wajah marahnya tapi malah terlihat menggemaskan.

" T-tapi kan, abang ga sengaja loh dek, lagian luka gitu doang pasti ga akan kerasa sama si itik pemarah itu " ray masih membela diri

" Ish... bukan pipi na abang ian yang sakit, tapi hati na pasti lebih sakit...
orang dia n-dak salah, tapi malah disalahin.." ucap abi dengan nada sedihnya.

Sehan tertawa kecil, mendengar kalimat bijak adiknya melihat ray yang semakin Pundung.

" Minta maaf aja, ray lagipula kamu salah kok.."ucap sehan

" Gak lah, mas.. .... gengsi..." bisik ray menunduk

Sehan tersenyum sedangkan abi mengembungkan pipinya lanjut lagi menonton acara dunia binatangnya yang sempat tertunda.

" Kenapa harus gengsi? " tanya sehan

" Kamu salah rayi~ kamu sudah bertindak tidak sopan dengan memukul orang yang lebih tua. dan pikirkan juga andai kamu diposisi ian niatnya baik nolongin adek tapi kamu malah marah asal pukul tanpa mendengar penjelasan ian terlebih dahulu...
ray, jangan kaya mas..." sehan melirik abi dengan matanya

" Salah paham, dan berakhir menyakiti.
kita bersaudara hal seperti ini kadang normal terjadi tapi membiarkannya berlarut-larut, ga peduli seolah ga ada yang terjadi juga ga baik ray.."

Rayidanta menghembuskan nafasnya, hanya perihal maaf kenapa harus sejauh ini sih.

" Hum, iya mas~
ray minta maaf sama ian.." pasrah nya beranjak keluar dari kamar.

" Ray..! "

ray berbalik mendengar sehan memanggilnya.

" Tadi mas liat sena beli mochi mungkin masih ada, kasih ian.
mas yakin kamu bakal dimaafin.." ucap sehan

Ray mengangguk mantap berlari keluar dari kamar si bungsu.

"Uum, mas..? " panggil abi

" Abang ian suka mochi ya..?" tanya abi

" Em~ suka sekali, abang ian suka mochi" jawab sehan

" Hg.. maka na muka abang ian Mirip Mochi " gumam abi

.
.
.

Rayidanta menarik dan menghembuskan nafas berkali-kali sebelum memasuki daerah kekuasaan itik pemarah kepunyaan wishnutama.

" Kalo bukan karena adek malas banget, aduh bakal diamuk tuh itik ga ya.." monolog ray menatap nanar pintu dihadapannya.

" Mochi please worth it ya, gue temuin lo sama kembaran lo..." lanjutnya lagi mengenggam baik-baik kotak ditangannya.

" Ngapain lo.."

" Anjing..!! "

Ray terlonjak melihat abrian berdiri dibelakangnya dengan wajah datarnya.

"Kaget gue.." dengusnya sembari mengusap dadanya sendiri.

"Ngapain lo di depan kamar gue? " tanya ian lagi

Ray nyengir kuda mengaruk kepalanya, mengikuti ian kedalam kamar menghiraukan muka kusut sang abang.

"Ngapain ikut masuk? " tanya ian

"Mm, g-gue m-mau mm, nih nganterin mochi.. buat Lo" ray meletakkan mochi diatas meja belajar milik ian yang mana pemiliknya tengah sibuk membuka lembaran buku yang hendak dibacanya.

"Mm, kalo udah ga ada lagi
Lo bisa keluar gue mau belajar.." sahut ian tanpa melihat ray

Ray bergumam lirih, menatap ragu-ragu ian.

"I-ian~ g-gue minta maaf" ucap ray pada akhirnya

Ian mengangkat alisnya, menatap ray tanpa ekspresi.

"G-gue minta maaf soal tadi, gue udah nuduh Lo dan pukul Lo"

"Gue, bener-bener kelepasan tadi gue khawatir dan takut adek kenapa-napa.
gue emosi, apalagi kita abis debat soal adek dan kebetulan dia luka dan itupun ada Lo disana, jadi_"

" Berpikir gue bakalan lukain dia..? berpikir gue yang udah bikin dia celaka..? " potong ian cepat

Ray mengangguk lirih

" Iya, ma-af gue tau gue keterlaluan tapi mengingat Lo ga suka sama adek, jadi gue mikir jelek soal Lo" alibi ray

" G-gue ga segila itu ray, gue juga masih punya hati... setidak suka apapun gue sama dia, gue ga bakal lukain dia. apalagi liat Lo sesayang itu sama dia, papa, mas, zai.
gue bakalan mikir kalo harus nyakitin dia.." jawab ian

Ray tertegun mendengar perkataan abrian, benar kata mas-nya menaklukkan abrian bukan hal yang sulit dilakukan.

"Oya, mau gue kasih tau sesuatu..? "

Tanya ray, ian diam saja

"Dengan lo kaya gini itu udah cukup menyakiti adek bang..

Sikap silent treatment Lo nyakitin hati dia, Lo diem tanpa mau menjelaskan apa kesalahannya, bagian mana yang harus diperbaiki terus diam seolah ga terjadi apa-apa.
Lo egois, ngehukum orang lain dengan sifat diam lo berharap orang lain yang ngertiin Lo, tapi Lo sendiri ga bisa ngertiin perasaan orang lain bang..
kadang diam itu bukan cara terbaik buat menyelesaikan masalah bang.."

Abrian terdiam tertohok mendengar kata-kata rayidanta.

" Gue tau, jauh di sudut hati lo, Lo juga punya rasa sayang dan peduli sama adek tapi ketutup sama ego lo..

gue mohon sama lo, buang jauh-jauh ego Lo bang dan coba buka hati supaya ga ada lagi yang merasa tersakiti atau saling menyakiti lagi~ "

Ray tersenyum kecil, menepuk pundak abrian yang terlihat meluruh, entahlah apakah abrian akan memaafkannya yang jelas ia hanya ingin mengatakan apa yang ingin dikatakannya.

Sementara ian terdiam, menahan sesak yang entah sejak kapan memenuhi rongga dadanya, bibirnya kelu berucap, otaknya perlahan mencerna perkataan ray. tidak ada yang salah justru jika ditilik lagi itu semua Benar, dia egois dan ian mengakui itu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pukul dua dini hari jam digital diatas tv, abrian masih terjaga ucapan rayidanta hari ini cukup membuatnya kepikiran hingga sulit tertidur.

Matanya terbuka lebar dibawah remangnya lampu kamarnya, beberapa kali ia menghembuskan nafasnya berbalik kesana kemari, berharap bisa segera terlelap.

Tuk Tuk
Tuk...

Abrian mengerutkan keningnya mendengar suara dari luar pintu kamarnya.
memikirkan siapa yang gabut tengah malam begini dan apa yang dilakukannya didepan kamarnya, buru-buru memejamkan matanya menarik selimutnya ketika pintu kamarnya dibuka pelan.

Dalam hati ia merutuk, karena kebiasaan lupa mengunci pintu kamarnya.

" Mm,.. a-abang bobo"

"Stttt...mamon abang bobo jangan ribut okew~ "

Abigaeil berjalan sepelan mungkin, memeluk boneka beruang hitamnya erat-erat.
mengendap ke sisi kasur yang terdapat gundukan besar.

Senyuman manis terukir di bibirnya melihat wajah damai abrian yang tertidur pulas, untung saja kamar ini tidak dikunci jadi ia dengan mudahnya bisa masuk.
mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya, sebuah krim untuk obat luka.

Manik kucingnya menyendu melihat sisi bibir abangnya yang terdapat luka lebam dan memerah di keremangan lampu kamar ia bisa melihatnya.
membuatnya semakin merasa bersalah alasan kenapa ia ada dikamar ini.

" Um.. kasian ab-ang jadi luka, i-ini karena abi~ " cicitnya pelan

Tangan mungilnya bergerak mengusap pelan sekali sudut bibir ian.

" Pasti sakit ya abang? maafan abi ya abang ian~
karena tolong-tolong abi, abang jadi luka..."

Abriansyaa meremat pelan kasurnya, hatinya bergetar mendengar suara serak abigaeil.

" D-dia sedang apa " inner ian

Abigael mengoleskan krim yang dibawanya pada luka abrian, perlahan sekali takut sang Abang terbangun nanti.

" A-abang, ini udah abi obatin~
nanti sakitnya pasti ilang, abi minta maaf lagi"

" Abang nda dengar-dengar kan?"
ndak, kan abang bobo~

abang ian kalo bobo lucu, hihihi~ pipi na toel-toel kayak mochi~ "

Abigaeil terkikik pelan menekan-nekan pipi abrian dengan gerakan pelan.

Abrian menahan senyumnya, hangat hatinya mendengar celotehan khas anak-anak itu.

"Mamon, abang gantengg kan? kaya abi.. um, tapi masih gantengan abi kan? " abi bermonolog

Abrian mengigit bibirnya, hampir tersenyum.

"Hhh.. abang~ abang ndak marah kan sama abi?

Abi ndak tau, kenapa abang nda suka abi padahal kan abi good boy~
tapi nda pa-pa, abi tetap sayang abang

maaf ya, gara-gara abi hari ini abang dipukul sama abang ray.. maaf juga karena abi di sini malam ini, soal na kalo ketemu pagi abi ndak berani dekat-dekat abang... mata abang serem liat abi dan abi ndak suka "

Abigaeil menjeda kalimatnya, menutup mulutnya melihat abrian mengeliat.

" Ups... abi ribut ya? aduh untung abang masih bobo huft.." abi menghela nafas pelan.

" Hg..udah ya abang, abi ribut ya? okew abi pergi kamar sekarang.. hoam~" abi menguap lebar

" Um, good night abang cepat sembuh~" ucap abi bangkit dari duduknya

Cup

" Abi, sayang abang~"

Bisik abi perlahan keluar dari kamar, menutup pintu pelan membawa serta bonekanya.

Abriansyaa membuka matanya, seketika butiran air mata berlomba-lomba keluar dari mata sipitnya.

Merasakan aroma minyak telon yang sempat memenuhi kamarnya kini perlahan hilang, menyisakan aroma samar.
tangannya terangkat menyentuh pipi kanannya yang baru saja mendapatkan kecupan dari sosok mungil yang ia benci hadirnya.

Dadanya sesak, tapi senyuman terukir di bibirnya membayangkan suara lucu itu dan krim yang tertinggal di atas ranjangnya.

" Maaf... m-aaf, a-abang minta maaf~
aba-ng menyakiti kamu.." isakannya lirih mengenggam krim itu.

" Adek.."

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pagi ini andhika dibuat pusing dengan tingkah anak bungsunya yang merengek tidak mau ditinggal, tidak mau berangkat sekolah itu sih jelas abi masih takut dengan kejadian kemarin, sebenarnya mengindari Erik juga.
dan andhika tidak masalah soal bolos sekolah tapi perihal tidak mau di tinggal yang membuatnya sedikit pusing, pasalnya ia ada pekerjaan penting hari ini yang tidak bisa ditinggal.

" Adek bangun yuk, sarapan" ajak andhika

Abigaeil mengangguk mengalungkan tangannya di leher sang papa bergelayut saja.
andhika mengehela nafas memperbaiki gendongannya takut si bungsu terjatuh.

"Papa mau kekantor? " tanya abi ketika ia dan papanya didalam lift

"Iya, papa ada kerjaan penting sekali" jawab andhika

Abigaeil memayunkan bibirnya mengusak-gusak kepalanya di leher sang papa, hingga membuat si empu leher merasa geli.

" Ta-pi abi, mau sama papa.." cicitnya pelan

"Gimana, papa harus kerja~ " jawab andhika mengusap kepala sang anak

Abigaeil murung, dengan bibir terpout.

"Ndak usah kerja~ " pinta abi

"Mm, gimana kalo ikut ke kantor sama papa? " tanya andhika dia tidak punya pilihan lain, selain tidak tega meninggalkan anak bungsunya.

"Boleh? " tanyanya Kembali

"Boleh lah, adek mau?" tanya andhika

Abigaeil mengerjap tersenyum manis lalu mengangguk ribut.

.
.
.

"Good mowning..! " sapa abigaeil  turun dari gendongan sang papa ketika sampai di meja makan.

Semua menjawab kecuali, si kembar dan juga abriansyaa.
seperti biasa dan abigaeil cukup terbiasa dengan sikap abang dan kakaknya itu.

"Masih jelek aja, Lo ga mau sekull bulett? " tanya zai melihat penampilan abi.

Muka bantal, rambut acak-acakan dan masih mengunakan piyama tidurnya.

" Zai language " sela andhika

"Sorry pa, kebiasaan~" cengir zai

"Adek? ga sekolah? " tanya sehan

Abigaeil mengeleng pelan, menunggu papanya menyiapkan sarapannya padahal dia bisa sendiri tapi papa-nya tetap memaksa jadi ia duduk anteng saja menunggu.

"Loh, kenapa adek masih sakit? " tanya ray

Abigaeil mengeleng.

"Terus kenapa mau bolos? " tanya zai lagi.

"Malas, abi sudah pintar kalo sudah pintar boleh ndak pergi sekolah, kasihan otaknya nanti tambah pintar"

Sena terbatuk mendengar ucapan polos abigaeil, begitu juga dengan semua penghuni meja makan
sama-sama melihat si bungsu yang berucap enteng dengan wajah polosnya, mau marah tapi air wajah itu gemass sekali.

" Kata siapa? siapa yang ngajarin begitu? " kaget andhika

"Abang rayi.." tunjuk abi dengan wajah tanpa dosanya, membuat zai menahan tawanya, Begitu juga dengan abrian.

"Kata abang kalo udah pintar ndak boleh lagi banyak belajar, sama sekolah kasian otaknya nanti pintarnya tumpah-tumpah kan mubazir~"

Zai cekikikan mendengar suara lucu adiknya, melihat wajah cengo rayidanta yang ditatap semua penghuni meja makan.

"Rayidanta "

"Hehehe.. piece pah, mas, kak~ becanda, ray ga kepikiran adek bakal praktikin" ray mengeluarkan senyum kotaknya, upaya membela diri.

"Next time jangan coba-coba ngajarin hal-hal aneh ke adek kamu.." ujar andhika

Ray mengangguk canggung, abi hanya diam ikut mengangguk sambil menyuap perlahan makanannya.

Mengabaikan mata sipit abrian yang curi-curi pandang padanya dengan senyum kecil di bibirnya.

"Si anak itik, kesurupan ngapain senyum gitu? liatin adek?? oh..God! " zai melihat pandangan mata ian, dan abi bergantian.

Acara sarapan selesai, kini semua telah berangkat menuju tujuannya masing-masing, menyisakan andhika dan juga Seno.

" Inahh!!"

Berjalan cepat, kala mendengar tuan besarnya memangil namanya.

"Siapan perlengkapan abigaeil, dia ikut saya ke kantor hari ini.." pinta andhika.

Inah mengangguk, berlalu dari sana.

"Ngapain anak itu ikut papa? " tanya seno tiba-tiba.

Andhika yang tengah fokus pada layar tab menoleh.

"Adik kamu "tekan andhika, seno hanya bergumam

"Dia ikut papa, kamu juga kan mau ke utama prize kan? bareng aja ya no.." jawab andhika tersenyum.

"Ngapain? papa duluan aja, seno juga harus ke kantor cabang kenapa harus bareng Seno? " seno mencoba menolak.

"Yaah, tapi kan kamu juga harus ikut meeting pagi ini?
barengan aja ya, seno please~ " pinta andhika

Seno mengangkat satu alisnya, aneh papanya itu.
tapi tak ayal mengangguk juga malas melihat wajah memelas papa-nya sejak kapan papanya yang terkenal dingin, cuek, tegas dan keras itu berubah menjadi sosok seperti sekarang.
membuat seno sedikit bergidik, aneh saja.

Tidak lama menunggu akhirnya abigaeil tiba di lantai bawah, berlari kecil menghampiri papanya yang menunggunya.

Andhika tersenyum lebar, melihat penampilan si bungsu.
melihatnya berpenampilan begini membuatnya bertanya-tanya apakah anaknya itu benar usia lima belas tahun...?

Bukan anak SD berusia tujuh tahun.., kenapa gemass dan lucu sekali.
lihat saja tubuh mungil yang dibalik kaos lengan panjang dengan berwarna oranye dan hitam, jumpsuit denim, beanie warna merah senada dengan tas selempang berwarna merah pula dan sepatu kets putih.

" Udah siap? bibi sudah siapkan barang-barang adek? " tanya andhika

Abigaeil mengangguk menunjuk tas merahnya, andhika tersenyum mengusap pipi tembem itu.
mengandeng tangan mungil itu dan berjalan diikuti oleh Seno dibelakangnya yang tidak hentinya menatap abigaeil.

" So cute" bisiknya.

.
.
.

Selama perjalanan menuju kantor
andhika fokus pada tab ditangannya, abi jangan ditanya anak itu sibuk dengan dunianya menempelkan wajahnya di jendela mobil sibuk mengagumi apa saja yang dilihatnya sesekali bertanya pada papanya
perjalanan diisi dengan celotehan si bungsu.
seno tersenyum di depan kemudi ia sudah mirip sopir sekarang ini, mencuri pandang pada abi.

Melihat papanya yang kewalahan menghadapi segala ocehan anak itu.
sangat aktif, berisik dan punya rasa ingin tahu yang tinggi.
lebih dari itu abigaeil terlihat manis dan lucu sekali.

" Woahh~ kantor na papa kerenn!" abi berdecak dengan mata berbinar melihat bangunan tinggi bertingkat dihadapannya.

" Ini kantornya mas, punya papa ada di Jepang~
tetanggaan sama Naruto, punya kakak kamu juga ga kalah besar loh dek
nanti kita main kesana juga" ucap andhika tersenyum membenarkan beanie yang menutupi kepala sang anak.

Melirik seno yang diam saja berhenti di pelataran kantor diikuti oleh dua mobil bodyguard didepan dan belakang intinya mobilnya dikawal.

" Ayo, turun... tour kantor sama om aris mau? " tanya andhika

Abigaeil mengangguk cepat, tidak sabar menjelajahi bangunan bertingkat itu.
dia selalu suka mencoba hal baru, selalu suka dengan tempat baru yang akan membuat pengalaman baru.

Andhika mendatarkan wajahnya, memasuki gedung perkantoran yang langsung disambut dengan jejeran karyawan yang menyambut kedatangannya.

Masuk sembari mengandeng tangan anaknya, yang berjalan disampingnya dengan wajah melongo, mengikuti langkah besar papa dan juga kakaknya.
betapa lucunya tubuh mungilnya tengelam diantara tubuh-tubuh tinggi itu, kulit putihnya bersemu merah dengan senyuman manis terlengkung di bibirnya.

Seketika bisik-bisik memenuhi pendengaran, setelah rombongan petinggi perusahaan lewat.
tentang siapa gerangan anak manis yang berjalan sambil menebar senyum manis nya.
sangat kontras jika dibandingkan dengan para pria dewasa, berjas yang terlihat dingin, kaku itu.

"Om baik~ ! " abigaeil berteriak melihat aris berdiri diantara karyawan yang berjajar itu.

Andhika melotot, berdecih singkat melihat anak bungsunya yang sudah menempel pada aris.

"Haii abi..! " aris melambaikan tangannya, mendekati buntalan daging yang cukup dirindukannya itu.

Seno memutar matanya, pergi dari sana ia mendengar dan melihat jika anak manis itu cukup banyak menarik perhatian karyawan disana sekejap presensinya menjadi bahan pembicaraan di utama prize.

Singkatnya abi membuat semua orang terjatuh pada pesonanya.

"Jaga abigaeil, saya harus memimpin rapat hari ini" perintah andhika pada aris.

"Pastikan anak saya baik, dan kamu...aris jaga jarak kamu dengan anak saya.." sambung andhika lagi.

Aris mengangguk menjawab andhika.

"Adek, main sama om aris ya... ingat jangan bandel denger kata om aris nanti kalo udah cape istirahat di ruangannya papa oke.."

"Okew... pai-pai papa, abi mau jalan-jalan dulu..!
Ayoo om~ " jawab abigaeil mengecup pipi tegas sang papa lalu menarik aris dengan langkah riangnya.

.
.
.
.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang, aris mendudukkan dirinya disalah satu bangku didepan kantor mengipasi wajahnya yang berkeringat.

Melihat abigaeil yang tidak hentinya berkeliaran kesana-kemari tiada merasa lelah sama sekali.
wajah imutnya memerah, ditimpa matahari yang meskipun tidak terlalu terik tapi cukup terasa di kulit.

"Encok, anak itu apa tidak merasa lelah sama sekali? ada saja tingkahnya..." monolog aris melihat abi mendekati penjual es krim di pinggir jalan.

" OM...! "

Abigaeil berteriak, dengan nafas terengah berlari mendekati aris.

"Ada apa? " tanya aris

"Om~ mau es krim.." pinta abi

"Belilah, om pikir abi kesana karena pingin beli eskrim" ucap aris

Abigaeil mengeleng dengan bibir mengerucut.

"Abi memang beli, tapi abang es krim malah marah waktu abi mau bayar~" adu abi

"Hah? gimana-gimana? " bingung aris

"Kok, dimarahin? kan abi bayar bukan mau mencuri...? " tanya aris

"Um, abang es krim na bilang gini...

dasar anak orang kaya..! masa beli eskrim pake begituan.., sombong amet..
gitu, masa abi dibilang sombong~" cerita abi dengan wajah murungnya

Aris mengerutkan keningnya, lantas terkekeh kecil mendengar suara abigaeil yang cosplay jadi tukang es krim.

"Memang abi bayar pake apa? " tanya aris

Abigaeil mengangkat kepalanya merogoh tas selempang nya.

"Pake ini..."

Aris meluruhkan bahunya, menepuk jidatnya.

" Ya, pantesan di omelin mana ada orang beli eskrim pake black card.." ujar aris tak habis pikir

Abigaeil memiringkan kepalanya

"Tapi kata papa, abi bisa beli apa aja pake kartu item ini.. kok ndak bisa beli eskrim sih om?

gak like kartu itemnya jelek! " kesal abi.

" Ya gak gitu juga konsepnya, bayi~
gak eskrim pinggir jalan juga..haduh kita ke cafetaria aja ya.. makan es krim disana " ajak aris

"T-tapi mau itu om, eskrim gambar minions... kata fathar kalo beli itu bakal dapat hadiah minion" cicit abi

" Nanti minta sama papa, sekalian sama pabriknya" jawab aris

Abigaeil bergeming lalu mengangguk sejujurnya ia mulai merasa kelelahan dan juga sedikit mengantuk.

" Ya udah, gendong om~" rengek abi merentangkan tangannya yang langsung diterima oleh aris mengendong anak itu di punggungnya.

.
.
.
.

Arsena mengernyit heran, mengapa suasana rumah ini sepi sekali padahal ini sudah sore biasanya tidak sesepi ini, selalu saja terdengar suara teriakan, rengekkan dan gelak tawa mahkluk mungil yang belakangan cukup mengisi kekosongan rumah ini.

Berjalan dengan santai menuruni tangga dengan membawa beberapa dokumen ditangannya, ia harus kembali kekantor.

"Astaga...! " sena terlonjak kaget hampir saja terjatuh jika tidak bisa menahan langkahnya.

"Rayidanta...! " pekiknya kesal melihat siapa yang ditemukannya dianak tangga.

"Kamu ngapain, rebahan di tangga?!
untung aja kakak ga injek kamu! "

"Kurang kerjaan banget, tiduran di anak tangga... jorok ray! " omel sena tidak habis pikir dengan kelakuan adiknya itu

" Hehehe.. hai kak" ray nyengir lebar mengangkat di jarinya.

"Gabut kak.." ujar ray

Sena mengeleng pelan

"Gabut, ngapain goleran di tangga..? aneh banget" kesal sena

Rayi bangkit mendudukkan dirinya di tangga.

"Ya abisnya kakak, juga ngapain lewat tangga kan bisa pake lift, cepet mudah lagi.." ujar Ray

"Ya suka-suka kakak dong, kok ngatur"

" Idih, aaa kakak masih takut ya sama tuh kotak berjalan.." ledek ray

Sena gelagapan, tapi langsung mengeleng.

"Enak aja, ga ya~ " jawab Sena

" Lagian tumben kamu gabut, biasanya ganggu tuh bocah? kemana tumben sepi? " tanya sena penasaran

"Cieee, nanyain adek? kenapa kangen ya? " goda ray

Sena merollingkan matanya, berdecak pelan.

"Sama sih kak, ray juga kangen adek.. tadinya mau ajak jalan adek, tapi kata mas Sehan adek ikut papa ke kantor ngeselin banget.."

Sena bergumam saja, tersenyum kecil.

"Udah mending mandi sana kucel banget kamu, dekil. sana..! " titah sena melihat tampang berantakan adiknya itu

"Idih ngapain? orang gak mandi aja ray tetap gantengg~ apa kabar kalo mandi.."

"Hiih terserah kamu, sana-sana jangan main ditangga rayidanta! " ujar sena menuruni tangga dengan cepat mengabaikan ray yang kembali tidur di anak tangga.

.
.
.
.

Sementara itu andhika tersenyum mengusap wajah anak bungsunya yang tertidur diatas sofa diruang kerjanya, wajah damai nya ketika tidur sangat mengemaskan dimatanya.
senyumannya semakin lebar melihat abi tidur sambil mengemut nipple botol susu nya yang tersisa sedikit, bibir mungil itu terus saja aktif menyesap dot-nya dengan mata terpejam.

"Gemess banget sih..." tak tahan tangannya bergerak menekan-nekan pipi chubby abi, menciumi bahkan iseng mengigiti-nya pelan.

Hingga membuat abigaeil terganggu, mengeliat tak nyaman.

" Um, pa-pa~"

Andhika mengehentikan kegiatannya, sedikit menyesal karena sudah membuat anaknya terbangun.

"Papa,.. susu" pinta abi dia masih ingin nge-dot tapi susunya sudah habis.

" Yaah, susunya abis.. " jawab. andhika.

"Pulang..." pinta abi lagi, bangun dari tidurnya menguap lebar meletakan asal botol susunya.

" Pulang? pulang sama supir ya dek... papa masih ada kerjaan" ujar andhika merapikan rambut bayi besarnya itu.

"Yaah, kok gitu abi kan mau sama papa" Kembali anak manis itu merengek.

" Ayo pulang papa, kita beli minion~" ajak abi

"Iya, nanti ya sekarang papa harus kerja dulu... adek pulang sama sopir ya~ "

"Nanti papa janji ajak adek beli minions' yang banyak pokoknya.."

Abigaeil mengangguk dengan bibir melengkung, dengan wajah bantalnya jelas kalo dirinya masih mengantuk.

Andhika mengendong abigaeil keluar dari ruangan.

"Arsena..?! "

Sena menoleh kala mendengar suara papa-nya memanggilnya.

"Kakak ke kantor juga? "tanya andhika

Sena mengangguk saja, melirik abi di gendongan papanya.

"Mau langsung pulang? papa titip adek ya kak" pinta andhika

" Sena mau ke resto dulu pah, sama yang lain aja " jawab sena

" Papa, mas sama aris masih harus ke lokasi, jadi gak bisa anterin adek pulang..
tadinya papa mau suruh sopir, liat kamu disini papa minta tolong ya..
na, adek kamu keliatan cape hari ini, papa ga mau sampe sakit lagi..." ucap andhika panjang lebar

Sena menghembuskan nafasnya, mengangguk malas.

"Um, y udah.. ayo.." ujarnya pada akhirnya.

Andhika tersenyum lebar menurunkan si bungsu yang menatap papa

"Adek, ikut pulang sama kakak ya.."

Abigaeil mengangguk ragu, melirik sena dengan wajah datarnya.

"Bagus, sampe rumah langsung istirahat~
nanti kita cari minion sama-sama oke.."

Abigaeil mengangguk membiarkan papa-nya mengecup pipi nya, melambai pada papa-nya.

"Kak, tolong jaga adek ya.."

"Hati-hati ya.. kak" ucap andhika menepuk pundak sena, membuat si tampan itu tersenyum kecil.

Mengangguk berjalan pelan diikuti makhluk mungil dibelakangnya berusaha menyamai langkahnya.

Abigael berjalan gontai mengikuti arsena, dalam hati ia berdecak kenapa kakaknya itu jalan cepat sekali sih, kan kasihan kaki-kaki kecilnya harus menyamai langkah lebar itu.

" K-kamu, bisa lewat tangga? " tanya sena

Abigaeil cengo sebentar, ini lantai berapa dan berapa lantai lagi hingga sampai di bawah bisa-bisa kakinya patah sebelum sampai.

Melihat abigaeil terdiam dengan wajah melasnya, arsena mengurungkan niatnya untuk melewati tangga seperti yang selama ini ia lakukan.

" Ya sudah ayo, pake lift saja" ujarnya

Pintu lift terbuka, agak lama keduanya masuk. Sena merutuk kenapa isi lift ini hanya ada mereka berdua.
suasana canggung memenuhi lift, abi hanya menunduk memainkan balon berbentuk sapi yang dibawanya dari rumah.

Sena tersenyum kecil, melihat tingkah abi yang tidak bisa diam bersenandung kecil, dengan nada tidak jelas tapi tidak mau menatapnya mungkin terlalu takut dengan ekspresi wajahnya.

Tapi itu sudah cukup, sudah lama semenjak tinggal bersama ia tidak pernah sedekat ini dengan anak itu, benar apa kata mas-nya.

Abigaeil mewarisi wajah mama-nya, mata itu, tatapan polos dan tulus nya
sena tersenyum hampa sekali, mengingat pertemuan terakhirnya dengan sang mama.

Ia merasa berdosa dan bersalah...
andai waktu bisa diputar kembali, maka dengan senang hati Sena akan memutar dihari dimana ia bertemu sang mama, tanpa kata ia akan dengan senang hati memeluk mama-nya.

Tapi itu hanya pengandaian...

Tuk...
Bruagg...
Krakkk..

!!!

Abigaeil terlonjak ketika lift-nya tiba-tiba bergoyang dan mengeluarkan bunyi aneh.

"MAMA..! " serunya merasa lift berhenti bergerak.

Sena terdiam, dengan wajah kagetnya tubuhnya bersandar di dinding meremat kuat pegangan disana, melihat abigaeil yang terlihat terkejut dan takut.

Kakinya lemas, nafasnya memburu merasa lift berhenti bekerja.

" PAPA!  " abi berteriak

Sena berusaha tegap menekan-nekan tombol pada lift, tangannya bergetar hebat dengan dada naik turun.

Tidak...

Ia tidak bisa berada di situasi dan tempat seperti ini.

" Astaga... ayolah..hh.. uhuk.."

Sena terbatuk-batuk dengan tubuh mulai bergetar tidak karuan.

" Hhh... hhhh..."

bruagg...!

" Hgg KAKAK!  "

Abi berteriak menghampiri Sena yang terduduk lemas di sudut dengan mata terpejam, dan nafas tidak beraturan.

" Kakak kenapa..? " tanyanya cemas melihat sena memejam dengan keringat mengalir di wajahnya.

" B-buka.., t-tolong... hhhh" ucap sena terengah-engah menunjuk pintu lift

Abigaeil paham, berlari pada pintu lift

"TOLONG...! TOLONG...!

BUKA PINTU NA...! KAKAK ABI SAKITT..!!!

PAPA..!! PAPA...!! "

Abigaeil menangis mengedor pintu lift hingga tangannya memerah ia tidak tahu harus berbuat apa melihat betapa kacaunya sena.

" TOLONG...!!"

Sena mengerjap di sisi ruangan air matanya mengalir melihat, abi menangis sambil terus berteriak dan mengedor pintu lift.

" Kakak.. hiks.." abi mendekati sena

" Kakak sakit?! mana yang sakit..? " tanya abi bergerak tidak karuan mengusap keringat di wajah Sena yang memucat.

Sena mengeleng ribut, menyingkirkan tangan abi, membuka ikatan dasi dan beberapa kancing jas dan kemejanya berharap ia bisa mendapatkan udara, dia selalu merasa takut, cemas dan panik tiap kali berada di ruangan sempit. alasan kenapa selama ini dia tidak pernah mengunakan lift bahkan saat dirumah dia penderita
Claustrophobia, rasa takut berlebihan pada ruangan sempit.
dia selalu merasa tercekik, seolah ruangan sempit ini akan menelan dirinya..
hingga membuatnya kesulitan bernapas.

Dan sialnya hari ini ia terjebak didalam lift, itupun bersama anak manis yang terlihat sangat ketakutan melihatnya begini, ia benci berada di situasi ini.

" Kakak! "

" S-sakit... hhh... hhh.."

Abigaeil terdiam menyeka air matanya kasar sepertinya dia tahu masalah yang dihadapi oleh kakaknya itu.
sama seperti dirinya ketika panik dan takut ia akan merasa kesulitan bernapas.

" Kakak, susah nafas ya?! " tanya abi

Sena mengangguk mencengkeram dadanya.

Abigaeil semakin panik, apa yang harus ia lakukan.

"Kakak, tenang jangan panik! nafas pelan-pelan... " abi berucap setenang mungkin

"A-yo ka-kak bisa.., liat abi kakak ndak sendiri, a-abi sama ka-kak.."

Abigaeil tersenyum mengusap air mata sang kakak menyakinkan Sena semuanya akan baik-baik saja.

" Ayo, ikut abi... bernafas sama abi~ "

Ucap abi bergetar dengan air mata membendung.

" Ayo kakak bisa.. ayo tarik nafas.. buang nafas.." abi mencoba melakukan hal yang sering dilakukan mama-nya tiap kali asma-nya kambuh.

Sena mengeleng meremat tangan mungil abi di wajahnya, meremasnya hingga membuat abi meringis.

" Shhh. k-kak ayo.. jangan takut, abi disini kakak ndak sendiri.. ayo nafas-nafas.. tarik... buang... tarik.. buang...
kakak~ ayo... kakak bisa..."

Abigaeil tersenyum menangkup pipi sena mencoba memberikan ketenangan pada sang kakak, membuka jas, kancing kemeja yang masih tersisa dan juga ikat pinggang milik sang kakak.

Worth it... sena mulai tenang tidak lagi bergerak gelisah, meskipun nafasnya masih berat dan putus-putus

Abigaeil tersenyum mengangguk, membawa sena kedalam pelukannya

"Kakak hebatt... sebentar lagi ndak boleh bobo~ papa datang tolong-tolong kita..." ucap abi bergetar mengusap punggung kakaknya yang bersandar di dadanya sementara ia bersandar pada dinding.

Sena meluruhkan air matanya.

" Papa tolong..."

Abi mengigit bibirnya melihat betapa pucatnya wajah sena ia takut terjadi sesuatu pada kakaknya itu.
.

.
.
.
.

"Ada apa..? "

Tanya andhika ketika melihat beberapa teknisi berlari dihadapannya, mendadak perasaan tak enak.

"Maaf tuan, ada yang terjebak di lift lantai dua belas tuan" jawab karyawan itu.

Andhika membulatkan matanya mendengar kabar itu.

" Sena sudah sampai lantai bawah..? " tanya andhika pada aris

Aris bergerak menghubungi bodyguard dibawah melalui earphone di telinganya.

" Belum tuan, mobilnya masih diparkiran.." jawab aris cemas.

" Sial... semoga bukan mereka yang terjebak..!

Aris coba hubungi sena..." perintah andhika berlari ke lantai yang dimaksud.

"Handphonenya mati tuan..."

"Hah?!"

andhika sampai dilantai dua belas melihat puluhan orang yang tengah berkutat membuka pintu lift.

" S-siapa yang terjebak? " tanya andhika

" Ini lift yang di pakai oleh tuan muda arsena tuan..." jawab mereka

Andhika melotot, dengan wajah mengeras.

" Sial..."

" CEPAT! APA YANG KALIAN  LAKUKAN

SEGERA KELUARKAN ANAK-ANAK SAYA DARI SANA..!!  " pekik andhika.

" S-sena..." gumamnya mengusap wajahnya kasar.

.
.
.
.
.
.

Sena mengerjapkan matanya perlahan, abigaeil masih setia memeluknya tidak terlalu erat tapi cukup membuatnya hangat dan nyaman.

Sesaknya berkurang, menyisakan rasa lemas dan sakit pada kepalanya.
dadanya masih bergerak tidak karuan
mulutnya terbuka berusaha bernafas dengan baik.

" Kakak... buka mata, nda boleh bobo sini..." abi mengeleng menyentuh wajah tampan sena.

"Kakak kuat, kakak pasti bisa.." sambungnya

Sena mengangguk, merasakan air mata sang adik berjatuhan di wajahnya.

" Mama... maaf..." innernya.

Dug
Dug
Dug...

Abigaeil mendongak mendengar suara ribut-ribut diluar sana, senyumannya melebar melihat pintu lift yang mulai dibuka paksa dari luar.

" PAPA...!

PAPA...!! SINI ABI SINI... TOLONG-TOLONG KAKAK! " 

Teriaknya melambai keluar, dengan sena dalam pelukannya.

Mengabaikan balon bentuk sapinya yang sudah kempes, diduduki olehnya.

Andhika melebarkan matanya, melihat salah satu anak kembarnya yang terkulai lemas di pangkuan anak bungsunya.

" ARSENA....! " pekik andhika

Terduduk melihat wajah berurai air mata si bungsu dan wajah pucat sena.

Hingga beberapa menit kemudian pintu lift benar-benar bisa dibuka sepenuhnya.

" Adek..?! "

" Papa..! " seru abi ketika papanya memasuki lift

"Kamu ga papa? " tanya andhika

" Papa, kakak... tolong kakak.."

Aris mendekat, mengambil alih tubuh tinggi sena.

"Ambulance sudah tiba tuan..." ujar aris andhika mengangguk kecil melihat Sena yang sudah tidak sadarkan diri.

Mengendong tubuh mungil yang bergetar itu.
anak bungsunya itu pasti syok melihat apa yang terjadi pada sena.

.
.
.
.
.
.

Andhika mengusap punggung tangan abigaeil yang memerah dan terdapat lecet sedikit.
melihat anak bungsunya yang terlihat takut dan layu sekali.

Padahal tidak ada yang perlu dikhawatirkan sekarang, arsena sudah membaik setelah ditangani oleh dokter.
sekarang sudah tertidur, ruang rawat  dipenuhi oleh anak-anak nya, minus sehan dan juga zai yang katanya segera menyusul.

"Adek? "

"Terimakasih ya sayang~ adek hebat banget hari ini... sudah membantu kakak, sampe tangannya luka begini" ucap andhika sendu mengecup pelan punggung tangan mungil yang putih bersih itu

Abigaeil bergeming, bibirnya terpout dengan mata berkaca-kaca mendengar ucapan sang Papa.

Berkat pertolongan pertama yang diberikan abigaeil pada arsena membuat kondisinya tidak terlalu berbahaya.
padahal serangan panik yang diderita arsena akibat dari phobia nya itu tidak bisa disepelekan.
itu bisa mengancam nyawanya bila terlambat ditangani...

Tapi untunglah, abigaeil tahu cara menenangkan perasaannya guna meredam rasa takutnya.

" P-papa... hiks.. " abigaeil meluruhkan air matanya.

Andhika tersenyum mengusap air mata abi, mengeleng

"Jangan nangis, kakak baik-baik aja karena adek... bungsunya papa hebat sekali.."

Seno,ian dan ray menoleh melihat interaksi dua orang itu menyimak seksama pembicaraan keduanya, dalam hati tidak hentinya berucap syukur karena semuanya baik-baik saja sekarang.

"Adeknya abang hebat..! " puji ray mengeluarkan sekotak susu dari dalam saku hoodie-nya

" Nih, hadiahnya Karena udah jadi superhero hari ini..." ujar ray lagi mengusap kepala adiknya.

Abigaeil terdiam menerima susu dan menatap seno dan ian bergantian.
senyumannya terbit ketika abrian tersenyum padanya meski samar dan tipis.

Seno entahlah pemuda tinggi itu hanya berdiam diri dengan netra tajam menusuknya, aura yang senantiasa dingin dan gelap tidak bersahabat.

Padahal wajah seno memang begitu adanya...

Sebuah lenguhan kecil terdengar dari arah ranjang.

Sena mengerjap menyesuaikan pencahayaan yang menusuk retinanya.

" K-kak..." abrian yang pertama kali melihat mendekat.

Mengalihkan atensi semua

"Sena? sudah bangun.. ada yang ga enak mau papa panggil dokter..? "

Sena mengerut sebentar, sejak kapan papa-nya menjadi cerewet seperti ini.

Lalu mengeleng lirih, mengatakan dia baik-baik saja.

"Hhh, syukur kakak baik-baik aja... kita khawatir sama kakak" ujar ray

Sena tidak menanggapi matanya jelalatan mencari seseorang yang tidak ia temui disini.

"Kenapa? kamu butuh sesuatu?" tanya andhika

Sena mengeleng pelan.

"Kakak cari siapa, mas? zaidan..? " tanya ian

Sena terdiam membuang nafasnya, bukan keduanya yang dia cari tapi buntalan daging mengemaskan yang beberapa jam yang lalu menangisi dirinya. dia penasaran apakah anak itu baik-baik saja.

"Aaa...kakak cari adek ya..?!" tebak ray semangat.

Abigaeil melotot, memangnya dia tidak terlihat dibelakang tubuh papanya dia sudah berjinjit loh supaya bisa terlihat...

Andhika tersenyum, menggeser tubuhnya hingga terlihatlah gummy smile anak bungsunya yang sedari tadi nyengir sebab Sena mencarinya atau mungkin tidak...

" Adek juga disini, dia tungguin kakak bangun... " ucap andhika

Abigaeil masih nyengir menunduk malu-malu memainkan lengan bajunya sendiri.

Sena tersenyum kecil, tapi percayalah senyuman itu manis sekali.
senyuman yang memperlihatkan dua bulatan kecil di wajahnya.

Senyuman yang menular pada siapa saja yang melihatnya.

" T-teri-ma kasih..." gumamnya tanpa suara.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Seminggu setelah kejadian arsena terjebak di dalam lift itu.
semua perlahan membaik sikapnya berubah terhadap abigaeil, dia mulai membuka dirinya kepada anak itu.
tidak lagi bersikap dingin ataupun menolak kehadiran anak itu.

Bukan hanya dirinya tapi juga abriansyaa dan juga arseno, perlahan semuanya mulai membaik.
kehidupan keluarga Wishnutama semakin damai, dan hangat layaknya keluarga pada umumnya.

Abigaeil semakin merasa bahagia, karena sekarang semua keluarga begitu memperhatikannya, menyayanginya, memanjakannya.

Sekarang ia sudah berani merengek dan bercanda dengan sena, dan semakin menempel pada semua saudaranya papanya. kecuali pada abrian dan juga arseno entahlah ia masih merasa segan dan sedikit takut bila berdekatan dengan dua orang itu, abi takut pada wajah datar, aura dingin tatapan tajam penuh intimidasi tiap kali ia melihat keduanya, tidak tahu saja jika memang begitulah tatapan seno dan ian setiap harinya...

Tapi itu juga sudah merupakan hal yang bagus, abang dan kakaknya itu juga tidak lagi mengacuhkannya meskipun kadang-kadang masih suka bersikap tidak peduli, dingin.

Abi suka tiap kali, seno ataupun ian memperhatikan dirinya memenuhi permintaannya meskipun dalam diam

Singkatnya semua saudaranya memberikan perhatian dengan caranya masing-masing.

Hidup semakin berwarna dan menyenangkan bagi abigaeil meskipun kadang ia harus menangis di tengah malam sebab merindukan mamanya dan juga kakak jeleknya.

Meskipun harus meringis, menahan sakit di tubuhnya, menangis dan meraung seorang diri tiap kali sakit itu datang menyiksa tubuh mungilnya, berbekal inhealer dan obat penahan sakit yang dibelinya tanpa sepengetahuan siapapun, ia bertahan selama ini

Biarlah dirinya dicap egois nantinya, tapi abi hanya merasa bahagia dan nyaman dengan kehidupannya sekarang
abi hanya mau semuanya tetap seperti ini, biarkan tidak ada yang mengetahui sakitnya dia hanya ingin menikmati kebahagiaan, menerima semuanya dengan baik, rasa sakit dan kebahagiaan itu sama saja baginya. sama-sama bagian dari cerita dan perjalanannya

Jadi biarlah ia bertahan seperti ini, hingga suatu saat ia tidak mampu lagi baru dia akan mengeluh bila diberikan kesempatan atau ia bisa kembali pulang dengan membawa kebahagiaan

Abigaeil tidak akan menyesali apapun, dan kemana takdir akan membawanya...

Dia hanya akan tersenyum, menikmati hari-harinya bahkan jika memang hari ini, atau besok waktu terhenti untuknya, dan perjalanannya usai...

Dia hanya ingin punya banyak cerita bahagia yang kelak bisa ia ceritakan pada mama-nya di rumah nanti.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.










.............

the end...............................................







.
....

...
....

terimakasih banyak atas antusias kalian di cerita ku ini....😔🥺

semoga kalian puas ya readers 💜😊

terimakasih... sudah menemani book ini hingga end....
🙏💜


































































🥺🥺🥺🥺

..


TAPI BOOOONG......!

BELUM END GUYS 😁

AKU GABUT, AKU CAPE, JADI AKU GANGGU KALIAN AJA🙏😁

GA EMOSI KAN...?!

haiiiii 🖐️

maafkan diriku yang baru nongol guys, sorry ya aku baru pulang nemenin para suami dinas ke #whitehouse #halu_kronis 😔

sibuk berteori sana-sini, lupa kalo aku punya kalian hehehe 😁😁

so sorry 🙏

dan jangan ada yang minta double up, itu udah panjang benget sampe kram jari aku nulisnya 😁

aku ga double up, tapi aku panjangin..!

maaf ya kalo chapter ini ga jelas, berantakan dan terkesan memaksa 🙏😩.

udahlah terlalu banyak bacot aku..

i Will back soon guys

good night have you nice dream's and good day for tomorrow 👍💜

yang besok ujian semangattt ujiannya!

jangan malas belajar...!

all the best buat kalian semua my beloved readers 💜💜💜

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK VOTE DAN COMENT GUYS 😁✋

ALL SEE YOU 💜💜💜

💓💓💓💓💓👇👇👇👇💓💓💓💓💓

* proud of you guys 💜

semoga kita juga bisa sesukses mereka...
dengan cara dan bakat kita masing-masing..!

bangga dan senang banget liat mereka bisa berdiri disana, dengan segala perjuangan mereka selama ini

bangga jadi bagian dari kalian uri Bangtan 💜














🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀





voment juyeso ☺️✋








Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

33.9K 1.6K 22
squel dari 'kai and my dad' Kaizo yang dulu nya kecil sekarang sudah tumbuh besar seperti remaja pada umumnya Kai sekarang sudah memasuki usia ke 16...
16.8K 1.2K 47
[Completed] Untuk apa tersenyum, jika hanya ada lara saja di dalam hidup. Bagiku, senyuman itu tak ada gunanya - Aletta Senyum itu indah. Maka akan a...
301K 18.7K 35
Tentang seorang anak yang dari kecil hidup menderita dipukul, dicaci sudah menjadi makanan sehari hari nya. lalu bagaimana jika tiba tiba seseorang m...
199K 9.8K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...