Reunion of The Year | โœ“

dindastdj

28.5K 1.8K 140

[๐Ÿ๐จ๐ฅ๐ฅ๐จ๐ฐ ๐๐ฎ๐ฅ๐ฎ ๐ฌ๐ž๐›๐ž๐ฅ๐ฎ๐ฆ ๐›๐š๐œ๐š | ๐š›๐š˜๐š–๐šŠ๐š—๐š๐š’๐šŒ-๐šŒ๐š˜๐š–๐šŽ๐š๐šข] Bagi Neira, minusnya reuni it... ะ•ั‰ะต

[reunion of the year]
p r o l o g u e
01.
02.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
e p i l o g u e

03.

1.1K 68 0
dindastdj

SELESAI dengan urusannya, perempuan bersandal jepit cokelat itu keluar dari minimarket. Ia berhenti di sebelah kotak amal. Kepalanya celingak-celinguk sekitar parkiran, mencari Juan dan Mio putih. Namun ia tak menemukan keduanya.

"Kemana sih tuh orang?" gumamnya, lalu membuka ponsel. "Aduh, mana nggak ada sinyal lagi."

Hampir dua menit sudah Neira mengacak pinggangnya, namun belum ada tanda-tanda kemunculan Juan.

"Ih? Anjir gue ditinggal sendirian gitu disini?"

Perempuan berumur dua puluh dua tahun itu membuka ponselnya lagi, terkejut melihat angka recents galerinya mencapai sepuluh ribu. Keningnya mengernyit melihat beberapa foto yang ter-download otomatis saat masih di rumah kemarin.

"Eh—Hey!"

Neira mengangkat kepalanya. "Lo darimana?" Ia tak dapat menahan pelototannya begitu melihat sosok jangkung yang menghampirinya.

"Ngopi."

"Ngopi?" Neira melongo, pelototannya langsung berubah jadi menyipit. Tak percaya Juan merespon sesantai itu.

Juan mengeluarkan kunci motor bergambar garpu tala dari sakunya. "Lo mau balik sekarang?" Tanyanya, ia lalu menjulurkan benda itu. "Nih bawa aja motornya."

"Wait— gimana?" Neira benar-benar bingung.

"Lo bisa bawa motor kan?" Juan belum menurunkan tangannya. "Bisa lah ini kan matic doang."

"Oh, lo mau nyuruh gantian nyetir?"

"Nggak. Gue baliknya lama, masih mau ngopi di sini."

Neira berusaha menyangkal isi otaknya. "Then?"

"Yaudah lo duluan aja ke villa."

"Hah?"

"Helm ada di dalem jok," sahut Juan super kalem. "Kalo bokap gue nanya-nanya soal gue, bilang aja lo gak tau."

"Eh tapi gue gak apal jalan?" Neira meringis canggung.

"Tinggal lurus doang, abis itu ambil kiri di pertigaan ke-dua, abis itu kanan—" Juan menghentikan ucapannya, dan memejamkan mata sejenak. "Lagian kan ada maps?"

"Masalahnya sinyal gue gak ada."

Juan mundur, mengangkat wajahnya yang sudah putus asa karena lelah. "Ah tai tai..." gumamnya pelan.

Neira yang kebetulan tidak tuli, langsung terpancing. Senyumnya hilang ditelan bumi.  "Tai?" Ia mengulang ucapan Juan. "Lo ngatain gue tai?"

Juan tak menggubris perempuan itu, ia malah mendongak, dan mengembuskan napas sambil berkacak pinggang. Tiba-tiba ia merasakan getaran dibalik saku celana, otomatis Juan mengeluarkan benda pipih itu.

"Yaelah, pake nelfon segala lagi!" Ia menarik napas sebelum menjawab panggilan. "Halo, Pa?"

Neira yang masih jengkel pada Juan langsung diam, memperhatikan laki-laki yang sedang berbicara dengan Joe. Ia tahu Joe pasti akan menanyakan dirinya atau Ratih yang memang menyuruh Joe.

"Iya... ini anaknya temen papa katanya laper, Juan lagi anter dia makan dulu."

"IH NGACO!"

Melihat Neira panik, Juan langsung membalik tubuhnya, membelakangi gadis itu. Sengaja ia berbohong dan menjadikan Neira tumbal. Selain karena mau lanjut gabut di warkop, ia juga mau mengakhiri percakapan di telepon secepatnya.

Entah kenapa ia selalu merasa energinya terkuras setiap kali mengobrol dengan Joe.

"Boong om, boong!" Neira semakin jadi.

"Iya—" Juan langsung berpindah lebih jauh, keningnya mengerut. "Oke pa. Paling sebelum magrib lah."

"LAH, NGACO?!"

Melihat Juan pindah lebih jauh lagi, Neira tak menyerah begitu saja dan langsung mengikuti laki-laki itu. Spontan suasana parkiran minimarket jadi chaos. Beruntung hanya ada mereka berdua dan tukang gorengan.

"Bisa nggak sih lo berenti teriak?" tanya Juan, begitu memasukan ponsel ke saku. "Norak banget. Malu noh diliatin." Lanjutnya, melihat sekitar.

Terpantau ada seorang ibu yang baru saja memarkirkan motor berplat F di hadapan mereka.

"Ya lonya aja gila! Pake acara kambing hitamin gue segala!"

"Gue udah nolong lo, jadi lo harus nurut sama gue. Impas kan?" sahut Juan, kalem.

"Ih, najis itungan? Tau gitu juga gue tadi sama sopir gue aja!"

Neira sudah kehilangan kesabaran. Ia tak menyangka bisa-bisanya bertemu orang segila Juan. Padahal di perjalanan menuju minimarket tadi, ia mengira Juan orang waras. Ternyata zonk!

Tanpa menghiraukan omongan Neira, tangan kanan Juan menggaruk dagu, sedangkan yang kiri menunjuk wakop seberang. "Gue masih mau di sana," ujar laki-laki itu tanpa menoleh.  "Lo mau ikut apa balik?

"Gak! Gue gak mau ikut-ikut lo!"

"Oke," sahut Juan tanpa menoleh lagi. Kakinya melangkah keluar parkiran minimarket.

"Emang dasar sialan!"

Merasa asing dengan tempat dan orang-orang sekitar, mau tak mau Neira akhirnya menyusuli laki-laki yang sudah jauh memunggunginya.

✦ .  ⁺   . ✦ .  ⁺   . ✦

Neira Amanda: VIR VIR ANJIR

Almavira T: ape?

Neira Amanda: GILAK TERNYATA ADA ANAK MUDANYA

Almavira T: asik!
Almavira T: cewek/cowok?

Neira Amanda: COWOK TAPI NAJIS SENGAK BANGET MINTA DIGAMPAR?

Almavira T: WKWKWKW ANJIR GANTENG GAK?

Neira Amanda: gak! Mukanya kayak ikan!

Almavira T: WKWKWK NGAPA IKAN DAH?

Neira Amanda: MANYUN MULU ANJIR SENGAK

Almavira T: WKWKWK TIATI CINLOK WKWKKWW

Neira Amanda: NAJIS DIH SONGONG GITU

Almavira T: COBA PAP DONG

Neira Amanda: GAK SUDI YE GUE ADA KOMUK DIA DI GALERI!

Almavira T: WKWKWKWK ATI2 NANTI MALAH CINLOK BENERAN LOH

Neira Amanda: BYE PARAH YA ANJIR

Almavira T: emang dia kenapa sih?

Neira Amanda: ah! Nantilah gue telfon aja sebel banget gue sengak banget!

Almavira T: mending sekarang lo ngurung diri aja di kamar. Biarin nyokap lo have fun sama temen-temennya

Belum sempat Neira membalas chat Vira, tiba tiba pintu kamarnya terbuka lebar, menampilkan Ratih yang masuk dengan ponsel digenggaman.

"Cie, tadi diajak kemana tuh sama Juan?" Ejek Ratih, wanita berumur lima puluh tahunan itu mesem-mesem sendiri.

"Warkop."

"Terus mampir kemana lagi?"

"Gak kemana-mana."

Senyum jahil Ratih mengembang. "Tapi lucu ya dia?"

Neira tak dapat menahan delikan sinisnya. "Inget ya ma, pokoknya aku nggak mau terlibat apapun lagi sama dia. Apapun itu."

Raih mengernyit. Terheran dengan ucapan anaknya. "Loh kenapa sih? Kan kalian abis makan bareng?"

Makan bareng dari Hongkong? Mie di warkop tadi aja gak kemakan saking kerasnya!

"Pokoknya nggak ada ya ma."

"Loh kok gitu sih? Dulu padahal waktu SD kalian main bareng loh?"

Mata Neira menyipit, ia bahkan tak ingat sama sekali jika saat di acara reuni ada Juan. Yang ia ingat, hanya jajan gulali di TMII dengan beberapa anak teman mamanya. Namun, tak ada yang benar-benar diingat sekalipun itu teman mamanya atau anak mereka.

"Main bareng apa sih ma? Lagian itu kan rame, namanya masih bocah. Aku juga nggak inget sama sekali, Si Juan juga pasti."

"Masa sih?" Ratih masih bersikeras. "Dulu kalian kayaknya akrab ah?

Neira menatap ibunya dengan raut lelah. "Mama, please ya." Ia menjeda sejenak. "Semua anak kecil tuh pasti excited kalo ketemu temen sebayanya, apalagi itu di tengah kerumunan orangtua. Nah sekarang kan udah dewasa, jadi ya back as stranger lagi. Nggak ada yang spesial."

"Tapi Juan tuh anak baik loh."

"Aku juga anak baik, baik banget malah. Saking baiknya, mama perintah apa aja aku iyain." Neira jadi semakin sensitif.

"Kok gitu sih nak?"

"Udah ah." Neira mengalihkan pandangannya, jengkel. "Capek lagi PMS."

✦ .  ⁺   . ✦ .  ⁺   . ✦

SEBELUM mendorong kenop pintu, Neira mendongak, melihat ukiran kayu angka 9 yang menempel di pintu kamar. Tadi saat berpapasan dengan Joe di koridor, ia menanyakan apakah masih ada kamar yang kosong, lalu Joe mengajak Neira ke meja resepsionis.

Dan, kamar nomor 9 lah yang Neira pilih.

Selain karena dekat dengan tangga, letaknya juga lumayan jauh dari kamar ibunya. Neira merasa lega pisah kamar dengan ibunya. Dalam hati ia berharap semoga ibunya tidak bolak-balik ke kamarnya sesuka hati. Mengingat ia masih harus stay tiga belas hari lagi di resort.

"LAH?!" Neira terlonjak kaget. Pelukan pada laptopnya mengerat. "Lo ngapain disini?! Ini kan kamar kosong!"

"Ini kamar gue." Juan yang sedang terlentang di kasur hanya menaikkan kepalanya sedikit, tidak terlalu mempedulikan Neira. "Lo ngapain?"

"Lah? Orang gue abis cek ke resepsionis ini kamar kosong?"

"Udah sana balik sana ke kamar asal lo."

"Dih? Lo aja sana yang balik ke kamar asal lo!"

"Lah ini kan resort gue, serah gue lah."

"Bodo amat ya, belagu," sahut Neira tak kalah galak. "Keluar gak?"

Juan tak menggubris. Ia malah memejamkan matanya.

"Gue itung sampe ti—"

"Sumpah ya," Juan mengusap wajahnya gusar lalu terduduk, menatap jengkel Neira. "Lo bisa nggak sih sekali aja gak bertingkah?"

Neira tertegun, dadanya tercabik mendengar ucapan Juan. Entah mengapa ia tak mampu membalas argumen laki-laki itu. Tanpa berkata apa-apa, ia berbalik keluar kamar tanpa menutup pintu.

Sementara Juan yang melihat punggung perempuan itu semakin jauh, mulai merasakan sikunya agak pegal akibat menahan bobot tubuhnya, akhirnya laki-laki itu kembali rebahan. Matanya yang sempat terpejam langsung terbuka lagi lantaran semakin banyak nyamuk yang hinggapi kulit, ia mengumpat dan bangkit dari tempatnya. Laki-laki itu menoleh sekitar sebelum menutup pintu.

Mata Juan menyipit saat menangkap Neira tengah duduk sendirian di kursi teras balkon sambil berkutat dengan laptop. Laki-laki itu terperangah saat Neira menoleh. Begitu pula Neira, ia langsung melototi laki-laki itu dengan acungan jari tengah saat mereka tak sengaja bersitatap.

Juan hanya merespon dengan alis tertarik sebelah sebelum menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat.

Sedangkan Neira, memilih fokus pada revisian skirpsinya lagi. Hampir semua orang tahu jika Neira baru saja meraih IPK tertinggi di kelas. Bahkan, ia sudah sempro di akhir semester 6. Tak heran, ia selalu diejek 'ada surga di telapak kaki dosen'

Neira bertekad meraih gelar cum laude untuk apply beasiswa S2 di luar negeri.

"Neira?"

Panggilan laki-laki dari belakang membuat Neira menoleh cepat. Dilihatnya laki-laki bule berambut gondrong itu menghampiri Neira dengan cengiran lebar.

"Eh, Om Joe!"

"Ngapain sendirian di sini?"

"Hehe," Neira menggaruk-garuk kening. "Lagi revisi kecil-kecilan, om."

"Skripsi?"

"Iya."

"Gile. Rajin banget! Juan harusnya banyak bergaul sama orang kayak kamu."

Haha gak ya. Makasih. Neira meringis pelan. Senyumnya yang hampir hilang buru-buru ia kulum lagi. "Bisa aja om," sahutnya.

"Tapi, kok nggak di kamar? Emang tadi gak dianter sama mas resepsionis?"

"Dianter kok, om. Cuma katanya itu kamar Juan?"

"Loh? Kan Juan kamarnya di sebelah om?"

Neira terdiam sejenak, tidak langsung menjawab. Senyum kecilnya perlahan mengembang, biarlah ia dianggap licik atau apa. Setidaknya ia bisa menjadikan ini senjata untuk merebut kamarnya kembali.

"Gak tau tadi Juan bilang itu kamarnya," ujar Neira.

"Hadeh, dasar tuh bule," Joe menggeleng tak percaya. "Yaudah yuk om anter."

Senyum Neira melebar. Yes. "Nggak papa om?"

"Gak papa, santai aja."

Joe dan Neira berjalan menuju tangga. Selama berjalan, mereka berbasa basi kecil. Tetapi kebanyakan, Joe lah yang menceritakan tentang Juan. Lebih spesifiknya tentang sifat anak itu yang cenderung keras dan tidak suka diatur. Sebetulnya tanpa Joe bercerita, Neira sudah tahu. Namun, perempuan itu tetap menanggapinya dengan sopan.

Sesampainya di depan pintu kamar nomor 9, Neira mengetukkan pintu tiga kali. Disusul panggilan dari Joe.

"Wan,"

Juan reflek menekan tombol pause dan menoleh saat pintu kamarnya dibuka. Laki-laki itu mengumpat dalam hati lantaran tontonannya diintrupsi. Mengingat video teori konspirasi The Simpsons yang paling ia tunggu baru saja diupload dua menit lalu oleh Kessie Judge.

"Kok lo tidur di sini? Balik ke kamar!"

Juan hanya memutar matanya, dan mendengus tanpa bersuara.

"Wan, kasian ini cewek masa sendokiran di teras?"

"Lagian siapa yang nyuruh?"

Mendengar itu, Neira yang tengah memeluk laptop melirik Joe sekilas. Dan Juan yang melihat tingkah Neira langsung mengumpat dalam hati.

"Juan," Joe menatap Juan dengan tatapan memperingati.

"Dia aja lah yang isi kamar bekas Juan,"

"Anjrit, batu banget sih nih bule!"

"Gak papa kok om," sahut Neira akhirnya. Sejujurnya ia sudah malas berurusan dengan laki-laki sombong itu. "Aku di kamar bekas Juan aja."

"Jangan! Kamar Juan bau kaki!"

"Dih? Mana ada."

"Udah buruan pindah. Papa teriak tolong nih ya kalo gak mau?"

Juan tak menanggapi ucapan Joe, ia hanya menyandarkan lengan kirinya di kenop sambil memandang dua manusia absurd di hadapannya secara bergantian.

"Udah udah," Neira mengalah. "Aku balik ke kamar mama aja."

"Nah, gitu kek daritadi."

"Iya... walaupun harus tahan kuping dengerin mama VC-an sama papa."

"Lah? Gaslight anjir?" Juan menyahut sarkas.

"Wan udah lah, ngalah ama cewek." Joe menatap anaknya dengan raut lelah.

"Lah pa? Emang dia gaslighter kok!"

"Udah gini aja deh," Joe terpaksa kembali ke opsi awal. "Kamu pake kamar bekasnya Juan dulu gak papa?"

ะŸั€ะพะดะพะปะถะธั‚ัŒ ั‡ั‚ะตะฝะธะต

ะ’ะฐะผ ั‚ะฐะบะถะต ะฟะพะฝั€ะฐะฒะธั‚ัั

AFFAIRE D'AMOUR halcyon

ะงะธะบะปะธั‚

59K 5K 26
โ•ญ ฮฑffฮฑรญrั” d'ฮฑmฯƒur (n.) huะฒungฮฑn cรญntฮฑ sฮฑmฮฑ tรญdฮฑk pั”rcฮฑั‡ฮฑnั‡ฮฑ tั”rhฮฑdฮฑp cรญntฮฑ mั”nฮฑrรญk mั”rั”kฮฑ sฮฑtu sฮฑmฮฑ lฮฑรญn. ...
istri mungil nya Gus Agam Zimoy

ะ›ัŽะฑะพะฒะฝั‹ะต ั€ะพะผะฐะฝั‹

1.2M 55.6K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
Hidden Marriage Safira RM

ะ›ัŽะฑะพะฒะฝั‹ะต ั€ะพะผะฐะฝั‹

1.5M 72.3K 52
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
CITO. [COMPLETED] Nurmitha Rahmah

ะ›ัŽะฑะพะฒะฝั‹ะต ั€ะพะผะฐะฝั‹

484K 34K 39
[SPIN OFF SUNSHINE] bisa dibaca terpisah :) CITO : /swiftly/ swif(t)lฤ“ dengan cepat. Highest Rank : #1 : Sheenaz (as of november, 27th 2020) #1 : Car...