vam | SONG X ALL

By 0006_yh

7.7K 682 171

YUNHYEONG X ALL cerita Yunhyeong dengan berbagai orang dengan berbagai genre dengan berbagai konflik dengan b... More

vam
req
cox
tam
sat
lan
sig
pak
luk
bun
rey
los
lah
sem
bin
cer
bek
til
nal
hun
dir
ras
fis
tot
mon
xic
jas
ruk
run
ros
jol

kec

69 9 15
By 0006_yh

Lokal au!
Yunhyeong x Junhoe
ft. Chanwoo & Donghyuk

2638 kata
(Iya saya juga kaget sama jumlah katanya)

Lanjutan dari cerita sebelumnya dengan judul [~ojol~] di chapter 'jol'
Bye some requests

    

[¿Kencan?]
.

Juna sedang mematut dirinya di depan cermin. Merapihkan rambut dan mengusapnya dengan pomade. Dirinya kini menggunakan kaos putih polos, celana ripped jeans, dan jaket denim. Sangat tampan rasanya.

Jaketnya sebenarnya adalah pemberian sang mantan terindah, Yoga. Dia sempat kira jika jaketnya hanyalah jaket biasa. Tapi saat teman seperojolannya kasih tahu harga aslinya buat Juna terkaget dan tak ingin pakai disembarang situasi. Karena ternyata harga jaketnya itu setara dengan dua bulan biaya SPP-nya semasa SMA.

Juna rasa ini waktu yang tepat untuk pakai jaket termahal yang dia punya. Sekarang dia akan pergi kencan bersama Yoga. Tak bisa benar-benar dibilang kencan, tapi tak ada salahnya kan Juna menanggap begitu. Dirinya akan mengajak Yoga makan malam sebagai ganti kembaliannya kemarin lusa.

Setelah pakai parfum, Juna segera pamit pergi. Sebelumnya dia sudah pinjam helm pada sang kakak. Tak mungkin kan jika dia kasih Yoga helm hijau ojolnya di saat kencan.

.
[¿?]
.

"Rapih banget, mau kemana lo?" Chandra, adik satu-satunya Yoga, bertanya dengan sewot.

Adik yang satu ini memang kurang sopan pada sang kakak.

"Makan malem bareng teman." Jawab Yoga acuh.

Chandra terheran. Pakaian Yoga terlampau sederhana untuk makan malam dengan temannya. Dia hanya menggunakan kaos hitam, kemeja kotak-kotak, dan jeans warna hitam. Pakaian dengan merk standar. Hal yang benar-benar terlihat mewah ditubuhnya hanyalah sepatu dan sling bag dari merk ternama kesukaannya.

"Temen yang mana?" Chandra kembali bertanya. Setahunya teman-teman kakaknya itu cukup berada dan tak segan pamer merk ternama. Ya secara kakaknya berkuliah di kampus swasta elit.

"Teman lama." Yoga tersenyum kecil menjawabnya. Inginnya dia jawab 'mantan' tapi nanti si adik bakal heboh.

Chandra mengangguk paham. Teman lama berarti teman SMA. Yoga bersekolah di SMA negeri yang jelas muridnya berasal dari berbagai jenis kalangan. Tak heran Yoga terlihat sederhana.

"Oalah reunian."

"Bukan reunian juga sih. Lebih ke mengenang kenangan lama." Yoga tertawa.

Chandra rasa kakaknya sudah gila.

"Lo sendiri mau kemana?" Kini giliran Yoga yang tanya. Jika diperhatikan adiknya ini sudah siap mau pergi.

"Mau makan mie tek-tek bareng Deka."

"Perasaan banyak deh makanan di rumah, kok lo malah jajan di luar." Protes Yoga. Heran padahal ibunya sudah masak banyak.

"Nggak ngaca ya lo. Lo juga pergi makan di luar."

"Bedalah, gw mah udah ada janji."

"Sama aja anjir. Kenapa gak temen lo aja makan di sini."

"Ya gak bisa gitulah. Gw janjiannya makan di luar."

"Ya gw juga bebas dong kalo mau makan di luar."

Terjadi lagi. Pertengkaran tidak berguna dari dua adik kakak ini. Sudah terlampau sering mereka berdebat hal-hal acak.

Setidaknya itu adalah bukti kedekatan mereka sebagai saudara.

"Mas Chandra, Deka udah siap!" Deka yang baru tiba di ruang tamu segera berteriak. Ini cara terbaik yang dipikirkannya untuk melerai perdebatan dua saudara ini.

Dan memang caranya berhasil. Yoga dan Chandra hentikan perdebatan.

"Ya udah yok langsung berangkat." Chandra segera rangkul Deka. Dirinya memang sudah anggap Deka sebagai adiknya sendiri. Bisa dibilang hubungan dia dengan Deka lebih akur dibanding dengan saudara kandungnya sendiri.

"Gw duluan." Pamit Chandra pada Yoga. Agak ogah-ogahan sebenarnya.

"Mas Yoga, Deka pamit ya." Berbeda dengan Chandra, Deka pamit dengan sopan.

"Ya, sana hati-hati."

Chandra dan Deka segera berjalan keluar beriringan. Masih dengan tangan Chandra yang merangkul pundak Deka. Kemudian rangkulannya terlepas. Chandra berjalan ke garasi untuk keluarkan motornya. Sedangkan Deka pergi buka pintu garasi dan gerbang depan.

Bertepatan dengan gerbang yang terbuka, ada seseorang dengan motornya mendekat. Motornya berhenti tepat di depan rumah.

Deka kernyitkan dahi. Merasa familiar dengan wajahnya.

"Pak ojol ya?" Deka seketika ingat dua hari yang lalu dirinya sempat pesankan majikan mudanya ojek online dan pria inilah yang datang sebagai drivernya.

Juna tersenyum canggung. Benar sih yang dikatakan Deka dia adalah ojol. Tapi yang sekarang dia datang bukan karena itu.

"Ada perlu apa ya, pak? Perasaan tidak ada yang pesan ojek." Tanya Deka. Hanya dia dan Chandra yang punya aplikasi ojek online di rumah ini. Dia rasanya tak memesan ojol dan dia juga yakin Chandra tidak melakukannya.

Juna gelagapan mau menjawab. Kebetulan suara motor terdengar dari dalam dan tak lama keluar menampilkan Chandra. Juna ingat, itu adalah adik dari Yoga.

"Oh ada Bang Juna rupanya." Chandra segera parkirkan motornya dan turun untuk sapa Juna.

Juna lakukan hal yang sama. Mereka bersalaman sebentar.

Bagaimanapun Juna dan Yoga sudah pernah menjalin hubungan lebih dari dua tahun. Hampir seluruh masa SMA Yoga dihabiskan dengan berpacaran dengan Juna. Jelas Chandra tahu hal itu. Masa pacaran terlama Yoga memang.

Seketika Chandra jadi tahu maksud perkataan kakaknya tadi. Rupanya makan malam dengan mantan. Pantas terlihat bersemangat.

"Mau jemput Mas Yoga ya?" Tanya Chandra. Sengaja dengan nada menggoda.

Juna jawab dengan anggukan kecil. Agak malu-malu.

"Dek tolong panggilan Mas Yoga. Kasih tahu temannya udah sampe."

Deka masih cengo. Rupanya ojol ini temannya majikannya. Aduh Deka jadi malu kalo ini.

"I-iya mas."

Tak lama setelah Deka pergi ke dalam, dirinya kembali datang dengan Yoga.

"Ya udah gw cabut duluan ya. Yok dek." Ucap Chandra. Sudah kembali siap di atas motor kopling kesayangannya.

Deka segera naik.

Sebelum pergi Chandra kembali berucap. "Have a nice date." Lengkap dengan senyum jailnya.

Dua orang yang ditinggalkan canggung sesaat. Tertawa kecil kemudian.

"Btw mau mampir dulu?" Seperti biasa, Yoga-lah yang mengalihkan suasana.

"Mending langsung aja. Tapi pengen pamit dulu sama orang tua lo."

Sebuah kebiasaan Juna ketika masa pacarannya dulu.

Yoga tersenyum hangat. Juna tidak berubah.

"Ya udah langsung aja. Bapa Ibu gw lagi gak ada di rumah."

Juna balas anggukan. Dirinya segera berikan helm pada Yoga. Dan tanpa banyak percakapan lagi mereka segera pergi.

.
[¿?]
.

Juna memang tak bisa ajak Yoga ke restoran mahal. Tapi Juna tahu makanan enak dan tempat yang bersih sudah cukup memberi kebahagiaan padanya.

Maka Juna pilih tempat makan seafood kaki lima langganannya. Salah satu tempat kencan favorit mereka dahulu sebenarnya. Harganya cukup terjangkau dan porsi makannya banyak. Sangat pas untuk kantong Juna.

Yoga tampak tertawa kecil. Kembali bernostalgia rasanya.

Setelah mendapat tempat yang enak. Juna segera pesan paket jumbo untuk dua orang dengan rasa pedas sedang, Yoga tak terlalu kuat pedas. Sengaja pesan yang jumbo. Walaupun Yoga terlihat kurus tapi Juna paham selera makannya cukup besar.

"Mau beli minuman dulu?" Tanya Juna.

Yoga nampak menimang. "Nanti aja deh beli minumnya. Disediain air putih atau teh hangat kan di sini." Jawab Yoga akhirnya.

Juna tersenyum. Rupanya Yoga masih ingat.

"Udah lama deh ngga ke sini. Lo masih sering makan di sini, Jun?" Tanya Yoga. Selalu aktif dan berinisiatif dalam memulai percakapan.

"Kadang-kadang kalo lagi pengen. Tapi biasanya malah dapet orderan pesen makanan di sini terus ntar dianter ke alamat yang pesen." Jawab Juna. Sedikit curhat tentang kerjaannya.

Yoga tertawa.

"Lo sendiri terakhir ke sini kapan?" Juna balik bertanya.

"Pas akhir semester tiga kalo gak salah, sekitar dua tahun lalu."

"Masih sering jajan di daerah sini?"

Kawasan tempat mereka makan saat ini memang kawasan ramai pedagang. Banyak sekali kedai-kedai maupun pedagang kaki lima penjual makanan. Kawasan yang strategis yang memang dekat dengan kampus negeri ternama.

"Kadang-kadang sih kalo lagi pengen cari jajanan murah. Kebetulan juga ada orang terdekat di kampus deket sini."

Juna mengangguk paham. Agak tak nyaman dengan kalimat terakhir yang diucapkan.

"Tenang cuman sahabat kok tak lebih." Terang Yoga. Sudah paham perubahan wajah Juna yang tak enak.

"Gw sekarang masih jomblo kok." Tambahnya. Sedikit mengkode mantannya ini.

Juna tersenyum kecil. "Lo gak banyak berubah ya." Tanpa sadar tangannya bergerak mengusap kepala Yoga.

Salah tingkah.

Itulah gambaran dua pasang mantan ini.

Yoga yang malu langsung buang muka. Telinganya sudah memerah parah.

Juna yang sadar langsung tarik tangannya. Tersenyum canggung kemudian.

Pesanan datang di waktu yang tepat. Memecah rasa canggung yang mendadak datang.

Dua baki berisi seafood dengan beraneka ragam jenis dihidangkan. Wadah kobokan khas berisi potongan jeruk nipis juga disajikan. Tak lupa dua air mineral kemasan gelas dan dua gelas teh hangat juga dihidangkan.

Mereka segera makan dengan khidmat. Obrolan dan candaan menemani sesi makan mereka. Sangat hangat, mengundang rindu kenangan lama.

Tak bertemu hampir empat tahun jelas membuat rindu keduanya membuncah. Mereka memang putus baik-baik, tapi tetap saja sebuah perpisahan pasti menimbulkan luka.

Juna sebenarnya sempat hilang muka. Tak ingin bertemu dengan Yoga karena dirinya yang putuskan hubungan dengan alasan tak jelas. Dia sempat pikir Yoga kecewa padanya. Tapi melihat Yoga saat ini sepertinya pikiran buruknya itu tak pernah terjadi.

Juna sadar masih ada rasa pada Yoga setelah melihat tawa cerahnya kembali. Yoga tak banyak berubah. Masih seceria yang dia kenal. Masih seramah yang dia kenal. Dari pakaian yang dikenakan Yoga saat ini saja Juna bisa tahu dia sedang menyesuaikan dengannya. Juna masih mengikuti akun media sosial milik Yoga, dirinya bisa lihat bagaimana gaya pakaian glamor Yoga saat bermain bersama teman-temannya.

"Jun, kenyang." Keluh Yoga.

Juna tertawa. Kebiasaan mengeluh kenyang setelah semua makanan habis semua.

"Mau beli crepes udah ini?" Tawar Juna.

"Nggak ah. Pengen pisang ijo."

Tawa Juna kembali pecah.

"Katanya udah kenyang." Goda Juna dengan nada jail khasnya.

"Tapikan masih ada space buat desert sama minuman." Balas Yoga dengan senyum polosnya.

Juna gemas. Ingin cubit pipi Yoga. Tapi dirinya sadar tangannya masih kotor akibat bumbu seafood-nya.

"Iya habis ini kita cari pisang ijo sekalian cari minuman."

.
[¿?]
.

Kini Juna dan Yoga tengah berjalan santai menikmati jalanan yang ramai oleh para pedagang dan pembeli. Masing-masing memegang minuman. Juna dengan cappucino cincau dan Yoga dengan boba milk tea.

Mereka juga sudah habiskan satu porsi pisang hijau. Satu untuk berdua. Romantis memang. Yoga sengaja hanya pesan satu agar dia masih bisa jajan yang lain sebenarnya.

Obrolan dan candaan memperbagus suasana jalan malam mereka. Tampak manis seperti minuman yang mereka nikmati.

   

Pedagang perhiasan tarik perhatian Yoga. Dengan refleks dirinya tarik tangan Juna untuk mendekati pedagang tersebut.

Yoga tak sadar pemilik tangan yang dipegangnya sedang salah tingkah dengan telinga memerah.

Berbagai perhiasan terpampang. Yoga tahu itu adalah perhiasan murah. Tapi Yoga suka desainnya. Tak harus keluarkan banyak uang untuk hal yang dirasa cukup bagus, yang penting sesuai fungsi.

Yoga bukan penikmat perhiasan sebenarnya. Tapi dia cukup suka dengan kalung dan anting-anting. Dirinya sempat dimarahi saat bilang ingin menindik telinganya. Makanya dia urungkan niat itu dan hanya gunakan anting jepit.

Yoga lantas perhatikan berbagai kalung yang dipajang. Ada kalung pasangan. Lucu sekali. Dia ambil satu yang berbentuk bulan dan matahari.

"Jun liat deh ini lucu." Tunjuknya pada Juna.

Juna menanggapi seadanya dengan anggukan dan senyum kecil.

Ngomong-ngomong tangannya masih digenggam Yoga.

Yoga mainkan kalung itu. Rupanya terdapat magnet sehingga kedua kalung itu dapat menempel.

Tanpa berpikir lama lagi, Yoga putuskan untuk membeli kalung itu. Dirinya juga turut membeli sebuah cincin dengan ukiran huruf D yang unik. Itu untuk Deka. Dia memang menyukai perhiasan terutama cincin.

Setelah membayar dan menerima kalungnya, Yoga segera taring Juna untuk sedikit membungkuk. Dipasangkanlah kalung dengan bentuk bulan ke leher Juna.

Senyum Yoga terbit. Tawa hangat juga terdengar dari bibir merah yang sering dia olesi lip balm.

Tawa Yoga terdengar begitu manis di telinga Juna. Kembali tanpa sadar tangan Juna bergerak mengelus rambut Yoga.

Kali ini tidak ada kecanggungan. Yoga menerimanya dengan baik. Keduanya saling bertatapan.

Bolehkah sekarang Juna berharap lebih?

Dirinya ingin kembali memiliki Yoga. Tapi dia harus sadar dirinya bukan apa-apa.

"Lo tuh makin ganteng tau, Jun." Puji Yoga tiba-tiba.

Menyadarkan Juna dari lamunan indahnya. Tangannya segera dialihkan.

"Jaket pemberian yang lama masih keliatan bagus."

Kini Yoga menyentuh jaket denim yang dikenakan Juna. Sedikit merapihkan. Dia ingat bagaimana ributnya dia dengan adiknya demi mendapatkan jaket yang hanya tersisa satu di toko. Tak sia-sia dia berjuang merebut dari adiknya karena jaketnya memang sangat cocok untuk Juna.

Juna tertawa kecil. Tak tahu saja sebenarnya dia jarang gunakan jaketnya karena terkejut dengan harga mahalnya. Jaket yang biasa dia pakai tak akan lebih dari dua ratus ribu. Pakai jaket lebih dari setengah juta jelas buat ketar-ketir.

Panggilan di ponsel Yoga alihkan atensi. Terdengar dengusan kala diketahui siapa penelpon.

"Kapan balik?" Sapaan yang ramah diterima Yoga begitu angkat panggilan.

"Salam dulu kek. Sopan banget ya lo."

"Lo kapan balik? Bapa dah mau pulang bentar lagi." Tetap saja Chandra, oknum yang menelpon tidak mengubah gaya bicaranya.

Yoga segera liat jam. Rupanya sudah hampir jam 11. Pantas keluarganya sudah menelpon. Khawatir ada begal jika pulang tengah malam.

"Bentar lagi gw balik." Ucap Yoga.

"Lo lagi di daerah mana?"

"Di jalan tempat jajanan deket kampus gebetan lo. Napa emang?"

"Hehe kebetulan pengen nitip cemilan."

Yoga mendengus. Pada akhirnya dia iyakan permintaan sang adik. Sialnya banyak sekali titipannya.

.
[¿?]
.

"Maaf ya, Jun, jadi repotin lo." Yoga jadi merasa bersalah. Jalan-jalan santai mereka kini jadi belanja berbagai macam cemilan.

Adik bongsornya itu emang kurang ajar. Sembarang sekali banyak menitip jajan. Awas saja kalau tidak dihabiskan. Yoga akan sumpel mulutnya dengan semua jajanan.

"Sans aja kali, Yo. Udah kenal kok sama kelakuan Chandra." Juna tanggapi dengan tawa kecil.

Dikedua tangan mereka penuh dengan kresek berisi berbagai macam makanan. Sebenarnya Yoga tak hanya beli untuk Chandra. Dia juga sengaja beli lebih untuk bawaan Juna nanti.

"Ngomong-ngomong, Ibu lo masih jualan Jun?" Sebenarnya Yoga ragu untuk tanya perihal keluarga Juna. Tapi dia memang penasaran.

"Masih. Sekarang gak cuman jual nasi kuning aja, udah jual ayam geprek dan yang lainnya." Jawab Juna antusias. "Sesekali boleh mampir ajak Chandra jangan lupa." Tambahnya kemudian

"Siap." Jawab Yoga dengan kekehan.

"Kalo Kak Yuna sekarang sudah kerja?" Yoga tanya lagi.

"Sudah. Syukurnya kakak dapet kerjaan yang baik jadi data analis di perusahaan ternama." Juna tak ingin sebut nama perusahaan. Karena sebenarnya kakaknya itu bekerja di perusahaan milik ayahnya Yoga.

"Kapan-kapan gw main ke rumah lo ya. Belum pindah kan?"

Ditanya gitu jelas buat Juna senang. "Boleh banget. Kalo mau minta dijemput juga gw siap."

Yoga tertawa. Sedikit menjahili mantannya ini tak ada salahnya.

"Oke deh ntar gw bawa keluarga biar sekalian dikenalin ke keluarga lo."

Juna mematung. Terkejut dengan ucapan Yoga tiba-tiba.

Ini maksudnya lamaran atau apa?

Yoga tertawa kencang. Lucu sekali wajah terkejut Juna.

"Gak usah panik gitu. Masih banyak yang harus disiapin." Yoga senggol tangan Juna.

"Yo, gw belum punya apa-apa." Juna berucap melas. Agak sedih ungkapkan fakta itu.

Yoga masih dengan tawanya. "Gak papa. Kita bisa berjuang bareng untuk bisa mikilin segalanya."

Juna tersenyum. Yoga memang sangat baik. Bodohnya dia sempat putuskan lelaki yang begitu tulus padanya.

Yoga tarik tangan Juna. Mengajaknya segera pulang. Tak ingin dikira macam-macam oleh ayahnya.

Tak tahu saja Yoga, bahwa Juna masih pikirkan ucapannya.

.
[¿?]
.

Tak banyak percakapan saat perjalanan pulang. Tapi kini Yoga sudah beranikan diri untuk sandarkan kepalanya di pundak Juna. Kebiasaannya memang. Mengabaikan helm keduanya yang terus beradu.

Hingga tiba di depan rumah Yoga, Juna kembali usap kepala Yoga. Kali ini dirinya secara sadar melakukannya. Senyum manis di wajah tampan Yoga buat Juna merasa diberi cinta.

"Makasih ya Jun, buat malem ini. Gw seneng banget." Ucap Yoga. Dirinya peluk Juna.

Juna balas pelukan. "Gw lebih berterimakasih sama lo karena udah mau luangin waktu buat makan malem bareng gw."

"Ingin mampir dulu?" Tawar Yoga.

Juna menggeleng. Sudah terlalu larut. Dirinya juga harus segera pulang.

Setelah keduanya berpamitan Juna segera pergi dengan motornya. Merasa sangat senang dengan hal-hal yang terjadi malam ini. Satu kresek besar berisi berbagai jenis makanan juga dia bawa karena Yoga memaksa.

Yang buat Juna sangat senang adalah fakta bahwa dirinya dan Yoga ternyata masih saling simpan rasa. Dan malam ini, walau secara tersirat hubungan keduanya kembali terjalin. Satu hal yang tak pernah terbayang oleh Juna.

Hal ini buat Juna ingin bulatkan tekad. Dirinya harus lebih baik, harus lebih banyak berjuang. Karena kini dirinya sudah dapat tujuan baru. Bukan hanya demi mengejar kebahagiaan dia dan keluarganya, tapi dia juga ingin berjuang untuk Yoga dan calon keluarga yang akan dibentuknya. Tak apa bermimpi kejauhan, yang penting dia punya harapan hidup yang bisa memberinya semangat.

  

Sepertinya besok Juna harus bersiap buka buku pelajaran lamanya. Dia harus meningkatkan status pendidikannya demi mendapat pekerjaan lain.

.
[¿?]
.

Juna mungkin memang bukan siapa-siapa. Tak juga punya apa-apa. Tapi kehadiran Yoga yang kembali ada dalam hidupnya jelas buat Juna sadar, dirinya masih bisa berusaha untuk bisa jadi seseorang yang layak bersanding dengannya.

.
[¿FIN?]

Mungkin ini jadi cerita terpanjang di book ini.
Sempat kepikiran buat book khusus, tapi sadar diri bakal sulit di handle.

Sebenarnya ada hal yang ingin aku sampaikan lewat cerita:
'kalo jodoh gak akan kemana'
Klise tapi emang bener gitu.

Jadi bagaimana pendapat kalian tentang cerita ini??

Referensi outfit YunJun:

Continue Reading

You'll Also Like

1M 85.8K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
54.8K 8.5K 52
Rahasia dibalik semuanya
59.5K 11.5K 14
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
67.5K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...