I WILL WAIT FOR YOU

By ChiMaggie

3K 615 227

Eve Lorraine merupakan putri pengusaha kaya di Jerman. Eve dibesarkan dalam peraturan yang ketat yang membuat... More

Null
Eins
Zwei
Drei
Vier
Fünf
Sechs
Sieben
Acht
Neun
Zehn
Elf
Zwölf
Dreizehn
Vierzehn
Fünfzehn
Siebzehn
Achtzhen
Neunzehn
Zwanzig
Epilóg
Geschenke

Sechzehn

86 21 6
By ChiMaggie

Cita-cita? Aku tidak punya, hingga kau datang ke hidupku dan mengubah segalanya.
.
.

Amerika, November 1942

Tepat dua bulan yang lalu, setelah berlayar selama kurang lebih empat belas hari, Adam dan beberapa prajuritnya tiba di Amerika dalam keadaan selamat tak kurang suatu apapun.

Kala itu ibu dan ayah sudah datang menjemput, menangis haru begitu melihat kepulangannya. Mereka mengucap syukur tak putus-putus kepada sang Khalik —atas berkat yang luar biasa.

Adam bahagia, tetapi di satu sisi sedih juga mendominasi. Adam pikir ketika melihat ayah dan ibunya, ketika pulang ditempat ia dibesarkan, hatinya akan kuat, hatinya akan menerima keadaan, mengikhlaskan cinta pertamanya yang singkat. Namun ia salah memprakirakan itu semua.

Kian hari hatinya semakin gundah, bayang-bayang gadis itu sama sekali tak membiarkan akal sehatnya untuk beristirahat dan ia tidak tau harus melakukan apa sekarang, selain memilih untuk mengheningkan cipta dan mulai khusuk dalam doa.

Didepan pintu kamar, ibu berdiri menatapnya dalam diam dan penuh tanya. Mungkin ibu sudah tau ada yang tidak beres pada tingkah lakunya selepas pulang dari bertugas —dan itu berdasarkan naluri kuat seorang ibu.

Ketika doanya usai, ibu berjalan masuk, tersenyum padanya, menepuk punggungnya lembut dan membawanya untuk duduk ditepian ranjang.

Hati Adam terasa sejuk melihat senyum ibunya, tanpa alasan apapun Adam memeluk ibu begitu erat, layaknya anak kecil yang sedang bermanja pada ibu mereka —bedanya, ia adalah pria dewasa berusia dua puluh tiga tahun. Walau begitu, ibu tetap menyambut pelukannya. Bagi ibu, ia tetaplah putra kecil ibu, tak memandang berapapun usianya dan Adam mensyukuri itu.

Ibu benar-benar pandai menebak hal sekecil apapun didalam dirinya, terbukti dari pertanyaan yang ibu lontarkan disertai tangan ibu yang kini mengelus puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang.

"Ada apa nak? Akhir-akhir ini ibu lihat jadwal doa mu kian bertambah. Ingin menceritakan pada ibu?"

Adam mengangkat wajah menatap ibu dengan tatapan penuh perasaan yang bercampur aduk. Tiba-tiba Adam jadi bingung ingin bercerita dari mana dan pada akhirnya ia pun memulai dari pokok permasalahan yang sedang ia alami. "Bu, aku mencintai seorang gadis berusia tujuh belas tahun. Aku bahkan memberikan kalung pemberian ibu padanya."

Ibu tidak terkejut ketika ia mulai bercerita, senyum ibu semakin menghangat. "Lanjutkan, nak. Ibu akan mendengarnya."

Adam menghela nafasnya cukup dalam, dadanya tiba-tiba terasa sesak, namun pertahanannya masih kuat untuk tidak menangis. Ia melepas pelukannya dari ibu, kemudian membawa telapak tangan ibu untuk ia genggam, sebagai penguat hati. "Dia putri bangsawan Hesse, tetapi dia berbeda."

"Dia bilang, dia mencintai ku, walaupun kami baru empat hari menghabiskan waktu bersama, sangat lucu, bukan?"

Adam memperhatikan gurat wajah ibu yang tampak tak setuju dengan ungkapannya. "Nak, cinta tulus tidak memandang berapa lama kebersamaan kalian. Ibu merasa, dia gadis yang cukup baik. Dia bahkan menerima kalung sederhana pemberian mu tanpa menolak itu—"

"Tetapi, kami berbeda bu. Dia putri bangsawan, aku adalah putra ayah dan ibu, aku tidak mengeluh akan status ayah dan ibu. Sungguh, aku bersyukur dan bahagia. Hanya saja—" Adam tiba-tiba tak sanggup melanjutkan kata-katanya, wajahnya menunduk dan hal itu membuat ibu segera menangkup wajahnya dan mengangkat wajahnya.

"Apa dia mencintai mu karena kau putra keluarga bangsawan?"

Adam menggeleng pelan.

"Kau bilang, dia berbeda. Apa itu belum cukup membuktikan keteguhan hatinya?"

Untuk kesekian kalinya, Adam menghela nafas. Adam tiba-tiba terisak, hanya didepan ibu ia mampu bertingkah selayaknya manusia biasa yang memiliki beban hidup, hanya didepan ibu ia mampu bertingkah layaknya orang lemah, dan ia tidak perlu takut dituntut untuk menjadi pemimpin yang tegar, karena ibu adalah orang yang mengandung dirinya selama sembilan bulan, melahirkannya dengan taruhan nyawa. Sekali lagi, ibu memilimi naluri kuat, ibu selalu mengerti hal sekecil apapun tentang dirinya, dengan begitu Adam meluapkan semua keluh kesahnya pada ibu. Biarlah untuk hari ini ia terlihat rapuh.

"Aku hanya takut pada diri ku sendiri, jika aku mati, apa dia akan sedih? Jika aku mati, bagaimana dia melanjutkan hidup? Bu aku bahkan tidak bisa menjamin nyawa ini bisa bertahan sampai dunia tenang."

"Tugas bisa datang kapan saja, dan itu tandanya nyawa ku pun bisa lenyap kapan saja. Lantas, apa aku bisa bertanggung jawab padanya, jika dia menuntut keselamatan ku? Menuntut ku bertahan selamanya dengannya?" Adam melanjutkan.

"Nak, kau adalah putra ibu yang berbudi luhur, taat kepada orang tua, dan juga kepada Tuhan. Mengapa kau melupakan hal yang ketiga? Kau baru saja melakukannya, setiap saat berulang. Mengapa kau tidak meinta pada-NYA, seperti ibu dan ayah yang selalu meminta keselamatan mu pada-NYA, kau juga bisa melalukannya nak."

"Jangan membuat hati tulus seorang gadis terluka. Ibu yakin sangat yakin, disana, gadis itu pasti sedang berusaha melakukan hal apapun untuk memperjuangkan keinginan hatinya. Pergilah nak, jangan membuatnya terlalu lama menunggu, doa ibu dan ayah merestui mu."

Adam memeluk ibunya dan hari itu ia berhasil mengambil keputusan terbesar didalam hidupnya. Berkat restu dari ayah dan ibu, kali ini Adam tidak akan mundur.

Adam akan kembali kesana, dan meminang gadis itu.

Eve, tunggu aku.

000

Pada suatu pagi di tanggal 14 November 1942, Adam mendapat penghargaan karena kembali berhasil menjalankan misi. Ia di anugerahi kenaikan pangkat, dari seorang sersan menjadi seorang letnan.

Kala itu atasan Adam menyarankan untuk mereka merayakan keberhasilan Adam. Namun Adam menolak. Ia meminta satu permintaan yang cukup membuat Kapten Steve —atasannya— menjadi syok.

"Sir, aku ingin cuti beberapa minggu ke depan. Dalam waktu dekat aku ingin meminang kekasih hati ku."

Keterkejutan kapten Steve tidak berhenti sampai disitu. Nyatanya pria itu dua kali lipat mengalami syok setelah mendengar, siapa kekasih hati seorang Adam.

"Dia putri bangsawan Hesse, dari Jerman."

"Adam, apa kau yakin dia gadis bersih? Karir militer mu dipertaruhkan disini."

Tanpa keraguan sedikit pun, Adam menjawab dengan tegas hingga mampu membungkam mulut kapten Steve.

"Aku yakin pada gadis pilihan ku."

.
.
.

Senin, 16 November 1942, Adam berpamitan pada Ayah dan ibu. Ia akan berlayar ke tempat Eve berada, untuk menjemput gadis itu. Estimasi perjalanan Adam kala itu, memakan waktu sekitar empat belas hari.

"Pergilah nak, jemput menantu ayah dan ibu. Doa kami menyertai mu."

000

Albert mengusap kedua telapak tangannya ketika hawa dingin mulai semakin terasa nyata. Besok, gadis yang kini sedang berada disampingnya, berjanji akan pulang ke rumah ayah dan ibu gadis itu.

Gadis itu, tak lain dan tak bukan adalah Eve, sahabat semasa kecilnya.

Albert sedikit sedih tatkala mendapati tatapan kosong gadis itu pada pemandangan dihadapan mereka.

Semenjak Adam pergi meninggalkan mereka, mereka berlindung ditempat teraman peninggalan lelaki itu dan sejak saat itu pula, Eve mulai bertingkah beda.

Memang, gadis itu masih aktif menjalani kegiatan sebagai seorang relawan medis, namun saat malam menjemput. Eve yang tadinya tersenyum ke pada siapapun yang dijumpai gadis itu, berubah menjadi Eve yang pendiam, seolah cangkang kosong tanpa nyawa.

Eve selalu berdiri didepan jendela, mengintip pemandangan malam melalui tirai, terus begitu, berulang kali setiap malam. Hingga membuatnya saat ini habis kesabaran.

"Demi Tuhan, Eve. Mau sampai kapan kau meratapi Adam? Kemana jiwa tengik mu menghilang? Kau membuat ku takut." Albert berseloroh cukup keras hingga mampu mengalihkan atensi gadis itu sesaat dan gadis itu tampaknya tidak menggubris apapun yang ia katakan, terbukti dari pernyataan yang terlontar dari mulut si gadis.

"Albert, apa kau pernah jatuh cinta?"

Hati Albert, tiba-tiba mencelos saat mendengar perkataan Eve. Gadis itu menatapnya dengan tatapan terapuh yang bahkan membuatnya tak yakin bahwa gadis itu punya.

"Aku pernah sampai sekarang masih, dan itu menyakitkan."

Eve menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca lalu beralih merengkuh tubuhnya, gadis itu menangis sejadi-jadinya, hingga membuat dadanya seketika terasa sesak.

Begitu besarkah cinta mu pada Adam, Eve?







Continue Reading

You'll Also Like

1M 14K 22
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
2.7M 289K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
10.4K 233 18
Karina tidak menyangka kalau hidup nya akan berubah 360 derajat setelah bertemu dengan Park Chanyeol. Mereka terlibat dalam insiden di masa lalu, hin...
16.6M 705K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...