THE DEVIL OF MOM [ Selesai da...

Oleh Fajriazya

384K 23.5K 765

Keluarga kecil yang tinggal di rumah sewa tepat di sudut kota besar. Dengan kesederhanaan membawa mereka untu... Lebih Banyak

CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
EPILOG

CHAPTER 10

10.1K 606 12
Oleh Fajriazya

“Raya, Ibu sama Zaki pergi dulu, ya. Kamu di rumah aja, kalau mau makan tinggal ambil di lemari dan jangan pergi ke mana-mana.”

“Iya, Bu,” ucap anak perempuanku satu-satunya.

Aku segera pergi dan menemui Bu Puji untuk mengambil keuntunganku setelah menumbalkan Asih. Kemarin aku belanja banyak karena ada sisa uang dari penabrak Asih, sekarang mungkin aku bisa memegang uang lebih banyak.

Aku berjalan kaki sembari melihat situasi sekeliling, takut ada orang yang mengikutiku.

Tak butuh waktu lama akhirnya aku sampai di rumah Bu Puji yang mewah ini.

“Pak, tolong buka gerbangnya, Pak!” teriaku pada salah satu satpam yang sudah kukenal.

“Eh, Mbak Sania, silakan masuk.”

Tak menunggu waktu lama, aku langsung masuk dan seperti biasa Bu Puji tampak sedang menungguku di depan teras miliknya.

“Halo, Mbak Sania. Kebetulan sekali saya ada berita bagus.”

Aku segera duduk dengan wajah yang sangat gembira.

“Saya tahu, Mbak Sania juga merasakannya bukan? Sebentar, ya, saya ke dalam, mau ambil sesuatu,” ucapnya, aku hanya mengiyakan tanpa berucap apa pun.

“Ini hasilnya, bagaimana? Puas tidak?”

Ia meletakan lembaran uang berwarna merah serta tak lupa perhiasan di meja.

“Ini semua untukku, Bu?” ucapku tak percaya melihat keajaiban ini, seperti mimpi.

“Iya, berjalan dengan mulus bukan? Jadi orang kaya itu mudah sebenarnya, tinggal kitanya aja gimana niatnya.”

Aku memegang lebaran uang ini dengan sangat gemetar serta perhiasan yang tak pernahku miliki sebelumnya.

“Tapi, Mbak Sania harus merelakan janinnya juga untuk ditumbalkan,” bisiknya padaku.

“Janinku?”

Ia mengangguk.

Ah, tak apa-apa, jika aku menumbalkan janinku juga untuk harta, sedari awal aku tak menginginkan kehadiran janin ini.

“Baiklah, Bu. Jika hasilnya memuaskan saya akan merelakan janin ini.”

“Bagus, pemikiran yang jernih! Tapi kita butuh waktu yang cukup lama, mungkin sampai janin kamu baru berusia 7 bulan.”

“Oh iya, lupa. Saya ada tambahan uang buat kamu ini sebagai bonus karena kamu mau kerja sama dengan saya.”

Ia kembali ke dalam dan aku masih asyik dengan emas serta uangku.
Ya Tuhan, bahagianya menjadi orang yang banyak uang aku pikir aku takkan bisa jatuh miskin sampai kapan pun.

“Ini, dua kali lipat dari yang tadi.”

Mataku terbelalak melihat tumpukan uang yang benar-benar nyata berada di depanku.

“Dan ingat, ayam cemani hitam itu kamu simpan saja. Kalau bisa jangan sampai ada yang tahu.”

“Maaf, Bu, kemarin anak lelaki saya tahu ayam itu. Ini juga salah saya, tidak terlalu berhati-hati.”

“Tidak apa-apa, lain kali lebih berhati-hati lagi.”

“Dan ingat, Mbak. Ada bonus lagi pastinya setiap Mbak Sania menumbalkan dan Mbak Sania sekarang juga punya tabungan janin itu. Itu berarti harta Mbak Sania akan terus bertambah.”

“Mudah bukan? Mbak Sania tak perlu kerja capek panas-panasan.”

Aku hanya mengangguk, tersenyum tanpa merasakan dosa.

Aku pikir hidup hanya satu kali, tak mungkin juga aku akan hidup sengsara selama-lamanya beruntung aku masih memiliki banyak anak dan aku termasuk wanita yang subur, jikalau anaku habis, aku bisa hamil lagi dan memiliki anak lagi.

“Mbak Sania, tumbal tak seharusnya dari anak-anak. Dari orang yang kita tidak sukai pun bisa, tapi berbeda hasilnya kalau dari anak-anak atau saudara kita, kita akan mendapatkan lebih banyak keuntungan,” ucapnya.

Membuatku sangat tergiur dengan kata-kata tawarannya, tak sabar ingin menjadi orang yang sangat kaya serta disegani banyak orang.

“Jangan mau hidup sengsara, Mbak Sania! Kita hidup perlu foya-foya, iya bukan?” bisiknya padaku.

“Iya, Bu, benar. Saya juga capek hidup susah makan pun susah.”

“Maka dari itu, saya sangat berterima kasih kepada Mbak Sania mau bekerja sama dengan saya,” ucapnya.

“Saya lebih berterima kasih, Bu, karena tawaran Ibu itu. Sekarang saya menjadi orang kayak dadakan.”

***

“Beby, nanti kita main masak-masak, ya,” ucapku ke boneka beruang kecil kesayanganku.

Karena Ibu pergi, aku lebih baik bermain di kamar saja.

“Raya, ayo main sama Kakak .…”

Tubuhku merinding, siapa yang tengah berbicara denganku padahal aku sendirian di sini?

“Bang Adrian? Abang udah pulang?” Aku coba bangkit dan berjalan menuju ruangan depan untuk memastikan bahwa itu Bang Adrian.

Namun nihil, tak ada seorang pun di sana. Aku kembali berlari dan memutuskan bermain di dapur saja.

Aku membuka lemari yang berisi makanan, terlihat di sana beberapa lauk serta nasi tersaji, aku akan mengambilnya karena perutku sudah mulai lapar.

“Ibu baik banget, tumben masak enak. Tidak seperti hari-hari yang lalu.”

Aku mulai melahapnya, tetapi lemari tadi bergetar. Aku terperanjat, terkejut. Aku mulai mundur menghindarinya.

“Ibu, Ibu cepat pulang.”

Aku berlari masuk kamar Ibu, aku mulai duduk di atas kasur dan melihat-lihat isi kamarnya. Tercium bau busuk yang lumayan menyengat di hidungku.

“Bau apa ini?”

Aku masih mencari-cari bau yang aku cium. Kubuka lemari baju milik Ibu, tetapi tak ada apa pun yang mencurigakan di sana.

Aku menyingkap selimu, tetapi tak ada apa-apa di sini.

Bunyi ponsel milik Ibu yang tergeletak di atas nakas membuatku menoleh.

Aku buru-buru mengangkat ponsel milik Ibu, melihat dari nama kontaknya, aku belum bisa terlalu membaca, tapi aku yakin ini telepon dari Bapak.

“Sania, aku sudah bekerja hari ini. Bagaimana kabar anak-anak?” ucap pria ini. Benar sekali, dia Bapak.

“Halo, Bapak! Ini Raya.”

“Raya? Ibumu di mana?”

“Ibu sedang pergi, Bapak kenapa tidak pulang?”

“Bapak, kan, harus bekerja Raya. Nanti Bapak akan pulang. Bagaimana kabar kakak-kakakmu?”

“Bapak tidak tahu? Kak Asih sudah mati.”

“Apa!? Maksud kamu meninggal? Kenapa Ibu tidak memberi tahu Bapak!”

“Kak Asih itu ....”

Belum selesai aku berbicara, sambungan telepon dari Bapak putus. Aku tak tahu harus  berbuat apalagi.

***

“Beruntung, hari ini aku pulang lebih awal,” gumamku sembari membuka pintu rumahku.

“Raya, Abang pulang!!”

Namun, tak ada sahutan dari Raya, aku takut dia pergi.

“Raya .…”

Aku segera menuju kamarku, tetapi tak ada Raya di dalam.

“Dia di mana? Atau di kamar Ibu?”

“Raya. Kamu di kamar Ibu?”

Pintu kamar terbuka.

“Bang, udah pulang?”  tanya Raya dengan polosnya.

“Iya, Abang baru pulang. Kamu ngapain di sini?” tanyaku balik.

“Tadi Bapak telepon Bang, tapi hapenya sudah mati.”

Aku merebut ponsel milik Ibu yang berada di tangan Raya, aku mulai menelepon kembali nomor Bapak tadi, tetapi tak tersambung.

“Tidak terhubung,” gumamku.

“Raya main di teras saja, jangan di kamar Ibu, nanti Ibu bakal marah.”

“Iya, Bang,” Raya berlari meninggalkanku.

Dug. Dug. Dug.

Suara pintu belakang rumahku.

“Siapa yang ingin masuk?” gumamku.

Perlahan, tapi pasti, aku mulai mendekat ke pintu ini. Melihat dari celah lubang kunci, tetapi aku tak melihat siapa-siapa. Namun, ketika hendak pergi, suara itu terdengar kembali.

“Asih?” gumamku.

Aku ingin membuka pintunya, tetapi sepertinya Ibu sengaja menguncinya agar aku tak bisa masuk ke halaman belakang.

“Asih! Kamu masih hidup?!”

Ah, apa-apaan aku ini? Asih, kan, sudah tiada. Namun, perasaanku roh Asih masih berkeliaran di rumah ini. Apakah Asih tidak nyaman dengan tempatnya?

Aku tak nyaman, jika Asih tidak tenang, aku akan mencoba membuka pintu ini dan membongkar kuburan Asih kembali.

“Arrgh! Susah sekali pintu ini.”

Aku menghela napas panjang.

“Bang! Abang.”

Aku mengalihkan pandanganku, terlihat adik perempuanku lari terbirit-birit seperti sedang dikejar sesuatu.

“Ada apa?” Raya memeluk erat diriku.

“Ada Bapak-Bapak tinggi hitam. Aku takut, Bang,” ucapnya.

“Siapa Raya, ayo kita periksa.”

Aku menuntun Raya untuk memeriksa siapa yang dikatakan pria yang bertubuh tinggi hitam itu.

Sekarang, aku berada di luar teras. Namun, tak ada siapa-siapa di sini. Apa mungkin sekarang sedang marak penculikan anak, ah tapi di sini tidak rawan dengan kejadian itu. Namun, aku perlu waspada juga.

“Beruntung Abang udah pulang, kalau belum, takut kamu kenapa-napa Raya. Ayo main di kamar saja!”

Raya masuk ke dalam, sementara aku akan menuju dapur untuk makan. Aku hiraukan saja masalah pintu belakang itu. Nanti, jika Ibu pulang, aku akan meminta kuncinya.

Lauk tersedia seperti kemarin.

“Raya kamu sudah makan?” teriakku, sembari mengambil nasi serta lauknya.

“Sudah, Bang,” timpalnya.

Aku mencium lauknya terlebih dahulu takut sudah basi, tetapi tak ada bau basi berarti masih bisa dimakan.

Karena memang sudah lapar aku melahapnya dengan sangat cepat, tetapi saat makanan sudah berada di dalam mulutku rasanya berubah. Aku menarik kembali makanan ini keluar.

Mataku terbelalak, kukira tadi daging ayam biasa. Namun, sekarang lain lagi, daging ayam tadi berubah menjadi kehitaman seperti ayam yang aku temukan kemarin.

“Astaga, apa ini?”

Aku memuntahkannya dan segera mengambil air minum.

Dug. Dug. Dug.

Aku mengalihkan pandanganku dan tertuju pada suara pintu belakang tadi. Tubuhku seketika merinding walaupun posisi sekarang masih siang hari. Keringat dingin mulai bercucuran, aku takut ada orang jahat yang sedang mengintai kami berdua.

Suara terus terdengar sangat keras.

“Arrghhh, lepaskan akuuu!”

“Rayaaa!”

Aku berlari memeriksa Raya yang sedang berada di kamar sendirian.

Sosok bayangan hitam pergi, setelah aku membuka pintu ini. Segera kuraih Raya dan memeluknya.

“Ada apa Raya?”

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

62.5K 2.9K 29
"Wanita itu suci, bagaikan sajadah. Karna, diatas wanita lah lelaki akan beribadah." Fatimah mengerutkan keningnya. "Maksudnya? Perempuan dijadikan s...
17.4K 1.1K 21
Gw jauhin lo karna takut baper! So stop kasih perhatian dan belagak jadi temen! Karna lo bukan dan gaakan bisa gw anggep temen Jun - Rose #series per...
497K 40.9K 41
"1000 wanita cantik dapat dikalahkan oleh 1 wanita beruntung." Ishara Zaya Leonard, gadis 20 tahun yang memiliki paras cantik, rambut pirang dan yang...
17K 1K 38
Awal publis 5 februari 2021 dan tamat pada 15 april 2021:) seorang anak baru yang sepertinya mempunyai kelainan dari teman temannya yang lain. banyak...