My transmigration [END]

By zulfaalia2019

1.5M 141K 5.7K

[BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bagaimana jika seorang mahasiswa berumur 19 tahun yang terkenal dengan pem... More

•part1•
•part2•
•part3•
•part4•
•part5•
•part6•
•part7•
•part8•
•part9•
•part10•
•part11•
•part12•
•part13•
•part14•
•part15•
•part16•
•part17•
•part19•
•part20•
•part21•
•part22•
•part23•
•part24•
•part25•
•part26•
•part27•
•part28•
•part29•
•part30•
•part31•
•part32•
•part33•
•part34•
•part35•
•part36•[END]•
•Extra part•
•flashback•
•ekstra part II•
ada yang baru nih

•part18•

33.2K 3.1K 105
By zulfaalia2019

Jam menuju pukul delapan malam. Pertanda jika makan malam telah selesai. Keluarga Saller yang sedari tadi selesai dengan acara makan malam pun langsung masuk ke kamar masing-masing. Namun sepasang suami istri itu masih setia di ruang keluarga.

Alena berjalan menuju luar kamarnya. Tujuan gadis itu cuma satu, berjalan menuju kamar Regan.

Sesampainya di depan pintu Regan. Tanpa permisi Alena langsung memasuki kamar secara perlahan, hingga tidak ada suara yang keluar.

Alena menatap sekeliling kamar. Sama seperti waktu pertama kali dia masuk ke kamar Regan. Tidak ada yang berbeda satu pun. Bahkan tata letak barang-barangnya juga tidak berbeda. Alena pun sempat berpikir, jika saja ada maling. Mereka pasti bisa dengan muda membongkar kamar Regan setelah memantau.

Perlahan Alena masuk ke dalam, lalu menutup kembali. Saat berbalik, Alena dapat melihat si pemilik kamar tengah tertidur pulas di balik selimutnya. Dengan segera Alena berjalan mendekati ranjang tersebut.

Duduk di tepi ranjang. Menatap Regan serius yang berada di alam mimpinya. Terlihat wajah pria yang selalu menampakkan raut wajah datar, namun jika bersama Alena, dia selalu menampakkan raut galak. Kini berubah sesaat menjadi damai. Alena bahkan bisa melihat berapa nyamannya alam mimpi Regan sampai pria itu terlalu menikmatinya.

Di saat berikutnya, Alena menundukkan badan agar berhadapan dengan wajah Regan berada.

"Regan." Panggil Alena tepat di depan Regan dengan nada berbisik.

Panggilan sekali dan tidak terlalu kuat itu, mungkin cukup berdampak pada Regan. Pria ini sesekali bergerak kala mendengar panggilan Alena. Namun dia tidak merespon atau membuka matanya, seakan panggilan itu hanya hinggap di alam mimpi.

"Regan!" Bisik Alena dengan sedikit bersuara. Tentu panggilan Alena mampu membuat Regan terusik.

"Hm." Regan menjawab dengan deheman sekali. Tak ada respon yang lain, selain gumaman saja. Bahkan kelopak matanya masih setia tertutup.

"Ih... Regan!" Panggil Alena lagi. Kini nada bicaranya naik sedikit.

Dengan malas, Regan membuka mata. Lalu terlihat lah wajah samar-samar Alena. Penglihatan yang samar, lama kelamaan menjadi jelas. Regan dapat melihat wajah Alena tepat berada di depan wajahnya dengan jarak dua jengkal saja. Gadis itu tersenyum menatap Regan.

"Kenapa?" Tanya Regan dengan nada serak. Bahkan wajah Regan tidak sedikitpun bergerak dari tempatnya. Posisi pria itu masih berbaring di atas ranjang. Mungkin otak Regan belum bisa bekerja.

Alena terhanyut oleh suara serak Regan. Suara itu sungguh membuat iman Alena goyah. Hingga dia dapat berpikir jika Regan ini seolah suami yang harus Alena bangunin kala pagi tiba. Hingga otaknya beralih ke beberapa arah.

Regan terkejut melihat ekspresi Alena. Tanpa perlu di lihat jelas, tentu Regan paham maksud, tujuan, serta pikiran gadis itu. Regan dapat melihatnya dari ekspresi wajah, tatapan, dan gerak gerik nya.

Di detik berikutnya Alena menelan Saliva pelan. Seolah dia tengah beradu dengan pemikiran. Tatapan gadis itu semakin lama semakin jelas wujud dan maksudnya. Seakan Alena siap menerkam siapa saja.

Dengan cepat Regan bangkit dari rebahan. Lalu duduk di atas ranjang sambil menatap Alena yang masih setiap dengan posisi awalnya.

"Ngapain Lo?" Regan sungguh tidak bisa menahan maksud pemikiran gadis itu. Dia saja yang melihatnya geli sendiri. Tapi kenapa gadis itu seolah tidak ada masalah.

"Iya, sayang?" Tanya Alena tersentak dari lamunan. Menatap Regan yang sudah berganti posisi, hingga mampu membuat Alena mendongak.

Shit.

Regan sungguh tidak habis pikir tentang isi otak gadis satu ini. Dia bahkan selalu memanggil semua orang berjenis kelamin cowok, dengan sebutan "sayang".

"Ngapain, Lo?" Geram Regan menatap nyalang Alena.

Seketika Alena terdiam kala mendengar pertanyaan Regan. Dia sungguh tidak tau maksud pria satu ini.

"Ah! Temani gue ke mall," jawab Alena sambil menyamakan posisi dengan Regan. Begitu sadar, Alena langsung menyebut tujuannya datang ke sini.

"Gue, sibuk." Ketus Regan. Lalu berbaring lagi, namun memunggungi Alena.

Alena hanya menatap Regan kesal. Kemudian dia berdiri dari duduknya. Dan berjalan menuju luar kamar. Namun di tengah perjalanan Alena menghentikan langkah.

Jadi gue harus pergi sama siapa? Kalo pergi sama Damar... Gue udah bosen sama dia, Setiap hari ketemu. Tapi... Kalo sama pria dewasa kayak Arel, dia pasti sibuk banget. Jadi gak tega.

"Aha! Mending sama Rio aja," gumam Alena semangat.

Akhirnya Alena pun melanjutkan langkah. Namun suara yang Alena tau siapa dia menghentikan.

"Tunggu gue."

-----

Beberapa menit berlalu. Kini Alena sudah siap untuk pergi ke mall. Tujuan gadis itu ke sana tentu ingin meminta bayaran dari Zoya, karena wanita itu sudah kalah dengan tantangan nya.

Alena pergi tidak jadi dengan Rio atau pacarnya yang lain. Karena Regan menyetujui untuk pergi dengan dia. Entah apa yang membuat pemikiran pria itu berubah. Alena tidak perduli, umpamanya dia sudah punya teman untuk berburu pakaian.

Alena menatap seluruh tubuhnya dari pantulan cermin dekat ranjang. Cermin seukuran tubuh manusia. Tentu itu dapat memperlihatkan seluruh tubuh Alena tanpa susah-susah.

Alena menggunakan celana jeans berwarna biru muda. Kaos hitam berlengan pendek, namun kaos itu tertutup akan hadirnya kemeja besar berwarna senada dengan kaos. Yang di bagian lengan kemeja Alena gulung setengah. Hingga mampu memperlihatkan kulit putih bersihnya. Bagian bawah Alena gunakan sepatu boots hitam di bagian atas, dan putih di bagian tapak saja. Penampilan Alena ini sungguh sangat sempurna.

Jika di pikir-pikir, lemari baju milik Alyska ini banyak pakaian-pakaian cantik, walau tidak bermotif kekinian.

Karena merasa pas dengan semua ini. Alena langsung berjalan menuju kaca rias. Dia ingin memoleskan sedikit pewarna bibir dan pemutih di bagian wajah.

"Gila! Cantik banget gue." Alena heboh sendiri dengan penampilan dan parasnya. 

"Yaelah. Lo mau ke mall kayak mau ngedate," ejek Key menatap Alena sedikit aneh.

"Dih. Lo gak tau aja, orang yang nemenin gue ke mall itu calon pacar, woy."

Key memperlihatkan wajah mengejek dengan jelas. "Emang Regan mau sama Lo?"

"Why, not?" Jawab Alena. Namun sebelum Key membalas ucapan nya. Alena langsung pergi dari hadapan cermin. Hingga dia tidak bisa melihat ekspresi aneh yang di tunjukkan oleh manusia jadi-jadian ini. Walau Alena dapat mendengar ocehan di tiap mulut Key memenuhi Indra pendengaran.

Dengan segera Alena keluar menuju pintu kamar. Saat dia keluar, di situ pun Regan juga keluar dari dalam kamar. Alena merasa jika pria ini juga tengah merias diri agar terlihat sempurna di hadapannya. Lihat saja berapa lama waktu Regan buat siap-siap.

Alena membulatkan mata terkejut akan penampilan Regan. Pria itu sungguh membuat Alena tidak habis pikir. Bagaimana bisa jika seorang di ajak keluar menuju tempat yang begitu berkelas menggunakan celana pendek di atas lutut berwarna hitam polos, hanya terdapat tulisan kecil di bagian kiri paling sudut. Bagian atas menempel kaos coklat berbahan jatuh berukuran longgar. Di bagian leher baju jatuh, hingga terlihat sedikit bagian dada pria itu. Apalagi bajunya berbahan kain lembut. Alena dapat melihat dengan mudah bentuk badan Regan.

"Kok lo pakek baju gini sih?"
"Ngapain Lo pakek baju kayak gini?" Pertanyaan itu keluar secara bersamaan. Dengan sumber suara berbeda, orang berbeda, nada suara berbeda, dan eskpresi berbeda. Terlihat jika kedua saudara ini memiliki sikap bertabrakan.

"Kan emang kayak gini," bantah Alena atas pertanyaan Regan.

"Lo cuma mau ke mall, bukan ke pesta pernikahan." Ejek Regan, lalu pergi begitu saja dari hadapan Alena.

Alena menatap punggung Regan sampai pria itu menuruni tangga. "Dih... Emang penampilan lo bagus amat apa? Kayak orang mau ke pantai." Cibir Alena, tentu tidak di depan orangnya.

Alena melanjutkan langkah menuju lantai bawah.

"Bener tuh kata Regan. Penampilan lo terlalu berlebihan, kayak norak gitu kesannya. Atau gak kemaruk,"

Apa nih! Alena baru saja di hina oleh dua orang sekaligus. Apa mungkin penampilan Alena emang berlebihan? Apa dia seperti seorang pengantin yang lari dari acara sendiri.

Tapi... Benar juga apa yang mereka katakan. Mungkin Alena sedikit norak kesannya jika berpenampilan kayak gini cuma mau ke mall.

Dengan langkah malas, Alena masuk kembali menuju kamar untuk berganti pakaian.

-------

Saat Regan turun ke lantai bawah. Dia sudah di hantuin oleh beribu-ribu pertanyaan.

"Mau kemana, bang?" Tanya Zoya menatap Regan aneh. Karena penampilan anaknya ini begitu rapi dari hari-hari biasa. Hingga Zoya dapat berpikir jika Regan mau keluar.

"Iya. Mau ke mana Re?" Roby juga ikutan bertanya.

Regan menatap kedua orang tua ini sedikit malas. Kini kesannya Regan bagai seorang anak gadis yang jarang keluar rumah. Namun setiba keluar seluruh keluarga sibuk bertanya-tanya.

"Mau--"

"Mau temani Al. mah, pah." Sontak mereka semua yang awalnya menatap ke arah Regan. Kini berganti menuju arah tangga terdapat seorang gadis dengan celana pendek berbahan kain di atas lutut berwarna abu, atasan sepasang dengan celana, sepatu kets bewarna putih. Serta Hoodie berwarna pink menutupi seluruh badan gadis ini. Dan di bagian lengan di biarkan tertutup sempurna hingga jari-jari nya tertutup rapat.

"Wih... Cantik banget anak mama." Puji Zoya menatap Alena yang kini berada di sebelah Regan dengan lekat. Itu bukanlah pujian semata, ini memang pujian mempunyai bukti.

Tentu Alena menangapi itu dengan senyuman mengembangkan lebar.

------

Di sepanjang mall banyak orang-orang mendaratkan tatapan mereka menuju kedua orang yang saling menggenggam tangan, seakan mereka tidak ingin terpisah. Tatapan mereka seakan bertanya "kenapa wanita semuda itu mau berpacaran dengan lelaki yang sedikit jauh umurnya dengan dia". Gimana tidak, kini Alena terlihat seperti seorang anak menengah kelas awal. Apalagi terlihat dari gaya serta genggaman tangan wanita itu. Sedangkan Regan seperti mahasiswa di kelas pertengahan. Gaya pria itu terlihat elegan dan santai, tapi siapa sangka orang-orang menanggapi nya seperti seorang pria dewasa yang tengah menebarkan pesona.

Akan tetapi, kedua orang ini sama sekali tidak menghiraukan tatapan para pengunjung. Mereka bahkan terus berekspresi seperti biasanya. Datar, datar, datar. Tapi tidak dengan Alena, wanita itu menatap heboh pakaian-pakaian terpampang rapi dari dalam toko.

"Gue mau itu." Tunjuk Alena berjalan mendekati toko dengan genggaman erat di tangannya.

Regan hanya mengikuti langkah Alena tunjukkan. Tanpa komplin atau sebagainya.

Tadi nya Regan sungguh pangling dengan gaya gadis itu. Apalagi style pertamanya. Gadis itu bagai orang dewasa yang tengah kencan dengan kekasihnya. Tapi entah mengapa mulut Regan dengan spontan langsung berucap demikian.

"Alyska!" Panggilan orang itu mampu membuat tatapan Alena dan Regan beralih. Mereka yang awalnya menatap fokus ke arah depan, kini berubah posisi arah samping. Tepat berada nya suara tersebut.

"Rio." Sedangkan yang di panggil Rio menatap Alena nyalang. Seakan pria itu siap menghantam Alena dengan cepat. Apalagi pada saat tatapan pria itu jatuh ke arah tangan Alena berada.

Genggaman tangan!

Dengan cepat Alena melepas genggaman tangannya dari Regan. Namun rasanya seperti ada tahanan dari lepasan itu. Yang Alena tau siapa penyebabnya.

Alena menatap Regan dengan ekspresi panik. Dari raut wajah, Alena tengah menyuruh Regan melepaskan tangan nya. Tapi Regan bahkan tak sama sekali menanggapi.

Rio semakin panas akan gelagat kedua orang ini. Emosi yang tadi dia usahakan untuk di pendam, kini terkuak kembali. Tadi Rio sudah mendapat masalah dari seseorang sampai membuat dirinya harus mendapat pukulan di bagian wajah. Dan sekarang, pria ini juga akan menahan emosi yang siap menguap. Di tatapnya Alena setajam mungkin, bahkan sikap manis yang biasa dia tunjukkan kini hilang sepenuhnya. Ekspresi ini adalah ekspresi yang di tunjukkan oleh Rio kepada para musuhnya.

Murahan, anjing!

"Gue mau kita putus." Ungkap Rio. Tanpa menunggu persetujuan gadis itu, dia langsung pergi meninggalkan kedua orang yang membuat suhu tubuhnya semakin terbakar. Jangan lupakan kepalan menghiasi langkah lebar pria itu.

Damn!

-------

Jam menuju tujuh pagi. Hingga sekolah sudah mendapat seperempat murid yang siap untuk menuntut ilmu seperti biasanya. Keadaan sekolah tidak terlalu ramai, dan tidak terlalu sepi. Namun di antara mereka tentunya banyak yang nongkrong di lapangan karena alasan tertentu.

Dilla, Amel, bella, Ara serta Adira tengah berada di ruangan para OSIS. Mungkin ruangan ini hanya untuk para anggota OSIS saja, tidak dengan yang lainnya. Akan tetapi sepertinya kelima orang ini telah melanggar aturan. Jangan lupakan kini Adira sudah menjadi kompotan Dilla.

"Lo yakin bakal lakuin itu?" Tanya Amel tidak percaya. Mereka baru saja mendengar rencana yang akan di buat oleh Adira dan di setujui oleh Dilla. Tentu rencana itu tidak jauh dari Alena.

"Iya Dil. Lo tau sendiri kan, tahta dia di sekolah ini besar. Mungkin dia pengaruh tertinggi," balas Bella tanpa memikirkan setiap katanya. Tanpa sadar dia seperti menghina keadaan Adira yang jatuh paksa karena gadis itu. Ya walaupun ungkapan itu jauh dari kata benar.

"Lo pada gak usah takut." Ucap Adira menenangkan kedua teman Dilla ini. "Gue bakal suruh papa gue buat nambahin pemasukan uang di sekolah. Biar si Ziya itu terkalahkan. Gue bakal jadi penguasa sekolah, dan Lo pada bakal ada di bawah tanggung jawab gue." Tentu tawaran Adira ini sangatlah menggiurkan bagi siapa saja yang mendengarnya. Lantas mereka semua mengangguk setuju tanpa harus berpikir dua kali lipat. Toh apa yang di bilang Adira itu sangatlah benar. Jika orang tua Adira mengambil tahta menjadi donatur terbesar di sekolah, pasti gadis ini akan di segani oleh para guru. Alena saja hanya anak penyogok yang ujung-ujungnya menjadi donatur terbesar, selalu selamat dalam masalah-masalah besar di sekolah. Pastikan Adira mendapatkan itu juga.

Dilla mengangguk setuju akan ucapan Adira. "Gue juga jamin. Selain tahta Adira besar, tahta kita juga besar. Jadi lo gak usah takut. Umpamanya Lo berdua ikuti apa kata kita," atur Dilla memberi tahu. Tatapan Dilla sontak beralih menatap Ara yang fokus dengan berkas-berkas siswa tak jauh dari mereka.

"Ngapain dia?" Tanya Dilla penasaran sama kedua temannya. Karena Dilla tadi baru saja masuk ke ruangan ini setelah menjalankan sedikit tugas yang akan membuat rencana mereka menjadi semakin lancar. Sedangkan kedua teman ini di sini dari tadi, tentu mereka bakal tau jawabannya.

"Dia mau nyari data si Ziya," jawab Bella juga mengalihkan pandang menatap Ara fokus.

"Mau ngapain?" Adira menyela ucapan Dilla cepat. Karena dia lebih jauh penasaran dari Dilla.

Bella menaik turunkan bahu. "Entah."

Merasa jawabannya tergantung. Dilla beserta yang lainnnya berjalan mendekati letaknya Ara berada.

"Ngapain Ra?" Tanya Dilla penasaran. Dia terus melihat gerak gerik Ara dari tadi, yang sepertinya sangat fokus dengan berkas-berkas para siswa.

Ara menatap Dilla sebentar. Lalu melanjutkan aktivitas tertundanya. "Gue lagi nyari data Ziya,"

Mereka semua mengerutkan alis bingung. "Buat?" Kali ini bukan dari Dilla, melainkan Adira. Wanita itu juga sangat penasaran apa tujuan dari anggota OSIS ini.

Mendengar pertanyaan itu. Ara langsung menghentikan kegiatannya. "Gue kayak gak asing lihat Ziya,"

"Lo udah lihat dia secara langsung?" Tanya Bella penasaran.

Ara mengangguk sekejap. Lalu matanya beralih ke arah Dilla yang sepertinya memberi ancang-ancang untuk berbicara.

"Ziya itu cewek cupu itu Loh. Makannya Lo gak asing, Bodoh banget sih." Dilla memberitahu dengan nada ketus. Dia menatap Ara malas, seolah tengah menatap orang paling bodoh yang tak paham apa-apa.

Tentu tatapan Dilla di balas oleh Ara dengan tatapan tajam. Gadis itu sungguh tidak suka dengan sifat Dilla yang ini. Dia terlalu menjengkali bawahannya. Karena menurut Dilla, dialah orang yang pantas buat paling di hormati.

"Emang gak asingnya dimana?" Akhirnya Adira memecahkan aduh tatap antara kedua makhluk keras kepala ini.

Ara balik menatap Adira. Tanpa menjawab langsung melanjut kegiatan tadi. "Gue ngerasa beda aja gitu." Jawabnya malas.

Setelah sekian lama mencari. Akhirnya bahan carian berada di depan mata. Dengan cepat Ara membuka data-data keterangan siswa. Seketika matanya membulat kala dugaan yang dari tadi menghantui terjawabkan.

"Benar dugaan gue," gumam Ara yang dapat di dengar oleh keempat lainnya.

"Hah!" Tanya mereka semua bingung. Mereka sungguh tidak mengerti maksud dan tujuan gadis ini.

"Sesuai dugaan gue, Kalo dia itu Zas." Kata Ara dengan mantap.

------

"Zas?" Tanya Alena kepada Key.

Sudah lima belas menit Alena berada di toilet siswi. Kali ini Alena datang ke sekolah lebih cepat, karena dia masih kesal dengan Regan seenak jidatnya membuat salah satu kekasihku musnah.

Alena tadi tujuannya ke toilet hanya untuk mencuci wajahnya, karena kantuk kian memasuki tubuh. Jadi dengan tujuan mencuci muka, mungkin kantuk itu segera berakhir. Tentu tujuan awal Alena tidak sepenuhnya terus di situ. Pasti setelah dia menatap cermin, di situlah muncul makhluk jadi-jadian, seperti Key. Karena mereka sama-sama wanita. Maka pusat pemberitahuan untuk me-review hidup orang segera terlaksana.

Alena dan Key sedari tadi tengah membicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan Alyska, pemilik tubuh asli. Key terus bercerita mengenai hal-hal baru, yang mungkin Alena tidak tau itu. Seperti halnya saat ini.

"Iya. Alyska dulu gak di panggil Alyska atau Ziya. Tapi Zas," Key kembali meyakinkan Alena lagi.

"Dari kelas sepuluh sampai sebelas gitu?"

Key mengangguk. "Dua tahun itu Alyska di sebut Zas." Jelas Key untuk kesekian kalinya. Dia hanya kasihan pada gadis cantik ini. Otak gadis ini sedang terkubur hidup-hidup karena kehilangan satu prianya.

"Bahkan teman-teman Alyska yang dulu gak ada yang tau nama asli Zas siapa. Yang mereka tau namanya itu Zas,"

Alena sungguh tidak percaya apa yang di bilang oleh Key. "Emang Zas panggilan dari siapa? Kok bisa Ziya ke Zas?"

Key menatap Alena malas. Emang kalo udah ngejelasin suatu hal baru kepada Alena. Key harus siap menerima pertanyaan tak berbobot oleh Alena. "Zas itu singkatan nama dia. Ziya Zhennata Alyska Saller! Tadinya mau di buat Zzas. Tapi bakal sulit di sebut. Makannya Zas aja. Zas, Zhennata Alyska Saller!"

"Bentar! Bukannya Lo bilang panggilan itu dari dia kelas sepuluh kan?" Key hanya diam tak menanggapi. Namun tekuk wajahnya menampakkan ekspresi serius.

"Terus Lo pernah bilang, kalo papa Roby itu cuma papa sambung yang hadir pada saat Alyska kelas sebelas." Kali ini Key mengangguk setuju.

"Bukannya nama ujung Alyska itu harusnya bukan Saller pas dia kelas sepuluh. Kan papa Roby belum masuk ke kehidupan mereka. Harusnya kan nama papa Alyska yang dulu," tanya Alena serius menatap Key.

Gini yang Key suka dari Alena. Dia jika bertanya tidak tanggung-tanggung. "Pintar lo nyari pertanyaan."

"Dulu nama ujung Alyska itu Shar. Dan sekarang Saller, kan sama-sama ujung inisial hurufnya 'S'. Paham gak?"

Oh... Baru Alena sadari jika semua ini memang masuk akal. Ternyata Alyska ini memiliki masa lalu yang keren. Bisa-bisa nya nama Alyska di singkat-singkat seperti ini. Dia bagaikan seorang anak yang sangat berpengaruh di dunia.

"Terus... Semua media sosial hanya mengenal panggilan Alyska dengan sebutan Zas aja. Bahkan biografi Alyska di situs pencari berjudul kan, Zas. Not Ziya, Zhennata, atau Alyska."

Hah!

Alena tak menyangka akan ucapan Key barusan. Media sosial? Situs pencarian? Apa Alyska seterkenal itu sampai-sampai biografi gadis itu mendunia.

"Kok... Dia keren banget sih?"

"Wajar. Dia dulu sering di sebut pewaris tunggal keluarga Shar dan butik terkenal milik Tante Zoya." Alena mengangguk paham. Dia kini sadar, jika gadis ini emang cukup berpengaruh.

"Oiya satu lagi. Terserah nih Lo mau nerima atau enggak. Tapi dari insting gue, salah satu masa lalu Alyska, murid di sini. Mungkin gak cuma satu, ada lebih,"

"Contohnya?"

"Masa lalu pada saat dia kelas sepuluh."

"Gue harap Lo ingat itu!" Batin Key melanjutkan.

-------

Bayu Al Damar si ketua OSIS dambaan banyak wanita. Salah satunya Dilla pendamping dunia sibuknya. Damar ini salah satu pemeran penting di dalam novel. Dia selalu muncul kala Dilla muncul. Seakan kisah itu menjadikan mereka berdua sepasang kekasih.

Author sedikit gak nyangka sih kalo cerita ini bakalan ramai. Padahal author sendiri gak kepikiran sampai sana.

Jangan lupa vote dan komen ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 368K 65
Transmigration? Really? Ini cerita klise yang menceritakan tentang seorang gadis yang berada ditubuh gadis lainnya yang memiliki kisah cerita yang s...
228K 14K 19
Tak pernah terbayang olehku akan bertransmigrasi ke dalam novel yang baru aku baca apalagi aku menempati tubuh tokoh yang paling aku benci yang palin...
5.5M 232K 54
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
3.3M 339K 58
This is my first story. So, aku minta maaf kalau ceritanya nggak sesuai dengan ekspetasi kalian. [ Kalian bisa baca bio ku dulu sebelum baca ceritan...