I WILL WAIT FOR YOU

By ChiMaggie

3K 615 227

Eve Lorraine merupakan putri pengusaha kaya di Jerman. Eve dibesarkan dalam peraturan yang ketat yang membuat... More

Null
Eins
Zwei
Drei
Vier
Fünf
Sechs
Acht
Neun
Zehn
Elf
Zwölf
Dreizehn
Vierzehn
Fünfzehn
Sechzehn
Siebzehn
Achtzhen
Neunzehn
Zwanzig
Epilóg
Geschenke

Sieben

117 30 2
By ChiMaggie

Eve bergerak cepat menghampiri tubuh tak bernyawa dari salah satu tentara yang ada disana. Ia tau perbuatannya tidak layak dan tidak etis. Akan tetapi hanya ini satu-satunya cara agar bisa menyelamatkan lelaki yang belum diketahui namanya.

Eve berusaha membuka seragam mayat tersebut ditemani dengan sorot mata tajam yang sedang mengawasinya layaknya Elang yang sedang mengintai mangsa. Tubuhnya meremang mengingat jaraknya dan sang pengintai yang cukup jauh, nyaris dua meter —tetapi masih mampu membuatnya merasa terintimidasi.

Usai dengan kegiatan mencuri seragam , ia segera berlari menuju ke arah sang pengintai. Memberikan seragam itu. "Ganti seragam mu dengan seragam ini, lalu kita harus memakaikan seragam mu pada mayat yang telah ku curi seragamnya." Eve bergerak membantu membuka kaos si lelaki tanpa sadar bahwa ia belum meminta izin pada lelaki itu— dan tentu saja perbuatannya segera ditepis oleh lelaki itu dengan gerakan ringkas dan cepat.

"Aku bisa sendiri, nona." Lelaki itu mengambil alih seragam dari tangannya. Memakainya takubahnya seperti gerakan saat menepis tangannya. Eve sempat terkesima, apa begini cara para tentara bersiap disaat keadaan darurat?

Larut dalam pemikirannya, Eve sampai tidak sadar bahwa lelaki itu sedang kesulitan memasang celana dengan keadaan kaki terluka. Lelaki itu menggeram pelan, merutuki diri yang tampak lemah.

"Mari ku bantu." Sedikit mengumpulkan keberanian, Eve mendekati lelaki itu, lantas berjongkok dihadapan sang lelaki, membantu menarik celana hingga sebatas pinggang. Eve tidak merasa malu melihat tubuh lelaki setengah telanjang dihadapannya, karena ia sudah terbiasa menolong pasien dengan keadaan yang bahkan bisa dibilang lebih dari sekedar telanjang.

Eve sadar, lelaki itu sedang menilai gerak-geriknya dan merasa sedikit terkejut —untuk ukuran putri konglomerat, ia amat mendalami peran sebagai perawat, terbiasa dalam situasi apapun — mungkin, begitulah penilaian sang lelaki terhadapnya.

"Terimakasih." Dari pembawaan lelaki itu yang tidak bersahabat dan tidak mempercayainya, setidaknya Eve tersanjung dengan tata krama yang dimiliki lelaki itu —tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada orang yang memberi pertolongan.

Eve mengulum senyum kemudian memapah tubuh lelaki itu untuk membawa mereka ke destinasi selanjutnya —mayat yang telah ia curi seragamnya. "Pilihan mu sungguh logis, nona."

Eve mengerungkan kening sedikit bingung mencerna perkataan sang lelaki. Namun kebingungan itu segera sirna ketika sang lelaki mencoba berjongkok dan mulai memakaikan seragam pada tubuh mayat itu. "Wajah pria ini hancur, dengan begitu mereka tidak akan mengenalinya."

"Apa kau yakin, bahwa kau putri tunggal keluarga Hesse?" Pertanyaan itu sedikit menggelitik dibenaknya. Lelaki itu cukup hebat untuk mengetahui identitasnya —hanya sepersekian detik setelah ia memperkenalkan diri— tetapi kemudian meragukan keaslian identitasnya.

"Kau mungkin tidak percaya ini tuan, tapi aku adalah rakyat yang jujur, setidaknya hanya pada diri mu. Walau aku tidak tau mengapa harus jujur pada musuh negara, tapi ku pikir membangun rasa kepercayaan diantara kita sangat penting agar kedepannya kau tidak perlu melekatkan pistol mu di kening ku." Eve berseloroh amat panjang dan menyelipkan seuntai kata sindiran disana. Ia tau lelaki dihadapannya cukup pandai untuk menyadari sindirian itu. "Aku melarikan diri dari rumah sejak setahun yang lalu, berbaur bersama para relawan medis. Jadi, bagaimana penilaian mu saat ini, apa sudah sedikit berubah?"

Wajah lelaki itu masih tetap stoic, tidak menunjukan ekspresi apapun membuat Eve sedikit kesulitan menyelami pemikiran lelaki itu. "Simpan baik-baik rahasia mu. Jangan terlalu mudah menceritakannya pada orang lain atau nyawa mu akan terancam, apa kau mengerti?"

Eve sedikit terusik mendengar nada otoriter dari lelaki itu, tetapi ia merasa sedikit aneh, walau terkesan semena-mena, lelaki itu masih menaruh sedikit rasa khawatir untuk keberadaannya. Dengan begitu, Eve mengulas senyumnya, lalu kembali memapah sang lelaki. "Kau sungguh baik, tuan. Terimakasih."

000

Adam menundukan kepalanya, menatap wajah Eve yang sedang tersenyum. Pipi pucat perempuan itu sedikit memerah ditengah dinginnya cuaca. Belum selesai memahami apa alasan perempuan itu tersenyum padanya, Eve kembali mengucapkan kata-kata yang membuat benaknya sedikit tergugah.

"—terimakasih."

Walau tumbuh dalam lingkungan bangsawan, rupanya Eve tidaklah seperti yang dirumorkan. Perempuan dihadapannya ini sangat tangkas, rendah hati, cerdas dan berpikiran lugas. Sedikit banyak Adam dapat menerka-nerka alasan mengapa perempuan itu kabur dari sangkar berlian yang belasan tahun mengungkung perempuan itu —jiwa bebas bereksplorasi Eve, tidak akan pernah menyatu dengan beratnya peraturan keluarga dari generasi ke generasi.

"Aku tinggal di rumah kecil, hanya ada satu kamar. Mulai sekarang kita akan berbagi ruangan." Eve bersuara ditengah-tengah perjalanan menyusuri pinggiran hutan sambil sesekali menatapnya, memastikan keadaanya. "Kau tidak keberatan, bukan?"

Adam mengangguk, tidak punya pilihan lain, selain berlindung dibawah naungan Eve —setidaknya sampai keadaannya pulih dan mencari cara agar dapat pulang untuk menemui ayah dan ibunya.

Adam tidak ingin bermuluk-muluk menanyakan seperti, mengapa perempuan itu berani menawarkan tinggal bersama? Mengapa perempuan itu berani berbagi kamar padanya? Ditunjang dari pembawaan perempuan itu, Eve bukanlah seorang yang memiki pemikiran konservatif. Disatu sisi Adam terpukau dengan pembawaan perempuan itu, disatu sisi lagi ia bertanya-bertanya, kehidupan seperti apa yang telah dilalui nona serba berkecukupan ini?

Adam bukanlah pria yang ingin menyibukan diri untuk bertanya mengenai privasi kehidupan orang lain. Berdasarkan hal itu, pada akhirnya Adam memilih untuk tidak memikirkan jawaban dari pertanyaannya.

"Nah, itu tempat tinggalku. Sudah dekat, tidak jauh dari hutan ini."

Untuk kesekian kalinya, Eve mengejutkan pemikiran Adam. Rumah tempat tinggal perempuan itu bisa dibilang kurang layak huni untuk ukuran nona konglomerat seperti Eve. Bahkan rumah ayah dan ibunya yang hanya seorang petani, jauh lebih layak huni dari hunian Eve saat ini. Adam terkesima dengan tingkat kesederhanaan dan kemampuan bebaur Eve bersama rakyat  biasa. Eve benar-benar berbeda dari beberapa nona bangsawan yang sempat berkenalan dengannya lalu sedikit memandang rendah dirinya karena statusnya yang hanya seorang anak dari petani.

"Oh ya Tuhan. Bukankah itu Albert?"

"Siapa kau bilang, Albert?"

Tiba-tiba Adam mengeluarkan pistol dari balik seragam yang ia kenakan lalu hendak mengarahkan pistol itu ke arah objek yang Eve sebutkan, dan aksinya harus terhenti ketika Eve memekik.

000

"Ya Tuhan, apa yang hendak kau lakukan? Ini daerah teritori musuh dan pria itu adalah sahabat ku! Apa kau berniat mencari perhatian dan ingin membunuh kita saat ini juga?"
Eve memekik tertahan kemudian tangannya mengambil paksa pistol dari tangan lelaki itu. Eve tidak mengerti apa hubungan lelaki itu dengan Albert hingga membuat lelaki itu seperti orang yang telah memendam dendam dan tak kunjung terbalaskan. Ia berdecak kesal lalu kembali menasehati lelaki itu. "Sungguh, ku mohon bekerja samalah. Entah itu dendam pribadi, tidak harus sampai membunuh, tuan. Kalian bisa membicarakannya baik-baik."

Lelaki disampingnya ini kemudian menggeram —seakan tak setuju dengan saran yang baru ia berikan. Lelaki itu kini menatapnya tajam —setajam sorot mata yang sempat mengintainya. "Pria itu sudah membunuh sahabat-sahabat ku di Praha. Dia sudah mencoba membunuh ku berulang kali. Tiga puluh tujuh kali. Apa yang akan dia lakukan jika melihat mu membawaku ke hadapannya? Kau seperti mengantar ku pada kematian yang sempat tertunda."

Emosi Eve sedikit tersulut setelah mendengar ucapan sang lelaki yang menurutnya sedikit kurang pantas. Memang salah siapa mereka harus seperti ini? Apa itu keinginan Albert?

Dengan emosi yang diladeninya, Eve menghempaskan tubuh lemah sang lelaki ke atas tanah —tanpa perasaan. "Ku pikir kau orang yang cerdas dan berpikiran luas, tapi ekspetasiku sepertinya terlalu tinggi. Pernahkah kau berpikir sedikit saja menggunakan otak dangkal mu itu, memang salah siapa yang mengharuskan kalian saling berperang? Memang salah siapa yang mengharuskan kalian saling membunuh? Nyatanya diantara kalian hanya ada dua pilihan, dibunuh atau membunuh. Kau tau apa tentang dia? Apa kau tau berapa banyak orang tersayang yang meninggal dihadapannya? Kalian sama, sama-sama kehilangan orang tersayang kalian. Kau tidak bisa meladeni rasa egois mu. Kau tidak bisa merasa kau paling menderita di muka bumi ini, kita semua sama menderitanya seperti diri mu. Tolong! Berpikirlah yang logis, tuan."

Eve berbicara panjang lebar, tanpa tau bagaimana keadaan lelaki itu yang sedang terduduk di tanah.  "Apa yang kau tau tentang diri ku? Kau tidak tau apa-apa. Kau tidak tau bagaimana rasanya melihat sahabat mu mati  dihadapan mu, darahnya membasuh wajah mu, membasahi tubuh mu. Apa yang kau tah, hah? Kau berbicara seolah kau ada disana."

Eve terkejut tatkala mendapati keadaan lelaki itu yang terlihat amat menyayat hati. Lelaki itu menangis memegangi kepala dengan darah mengalir dari hidung. Isakan lelaki itu tertahan membuat suara tangisan yang tersendat-sendat. Seketika perasaan bersalah menjalar ke relung hatinya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya tergugah melihat kondisi lelaki itu. "Maafkan aku—aku— aku terlalu emosional."

Lelaki itu hanya diam dengan tubuh bergertar hebat membuat dirinya terdorong untuk memeluk tubuh lelaki itu. "Maafkan aku.." Eve tidak peduli kalau sebentar lagi mungkin saja ia akan meregang nyawa ditangan lelaki itu —yang ia pedulikan saat ini adalah nalurinya yang tergerak untuk menenangkan si lelaki. Tangannya kian mengeratkan pelukan mereka, dia menepuk lembut punggung lebar yang ringkih itu, lalu menangis bersama.


Continue Reading

You'll Also Like

5.3K 127 6
"emangnya kamu siapa ngelarang aku orang tua ku juga gak ngelarang aku kok?" "Aku ini pacar kamu lah" ucapnya dengan tegas "Baru pacar kan bukan suam...
14.5K 84 5
Area 21+ mature konten. Bijak memilih bacaan. Elena gadis berusia 19 tahun tak menyangka dirinya akan di jual oleh ayahnya sendiri demi kepentingan p...
203K 5.2K 26
Datang ke Jakarta adalah bencana besar dari seorang Tara Sasmita. Inginnya mencari kehidupan yang layak selepas dia lulus SMA tapi dia malah terjeba...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...