PRICELESS

By star_sun04

946K 47.3K 3.4K

⚠️17+ Arrion artinya mempesona. Kedatanganya sebagai siswa baru pernah menggemparkan sekolah pada masanya. Ny... More

1. Bellissa Claretta
2. Arzanka Arrion G.
3. Cewek Bayaran
4. Baku Hantam
5. Kado Ulangtahun
6. Tolak atau Terima?
7. 21 Detik, Katanya
8. Perkara Mabuk
9. Kacau dan Berantakan
10. Calon Pacar
11. Genggaman
12. Acakan Rambut
13. Arrion vs Allredo
14. Lima Hari Lagi
16. Drama Allredo
17. She Is Mine
18. Abandonment
19. Menghilang
20. Happy Birthday Arrion
21. Pamer Pacar
22. Pelaku Penyebar Rumor
23. Fakta Dibalik Rumor
24. Pelukan Penenang
Sekadar Info
25. Penghilang Badmood
26. Bayi Lucu
27. Salah Paham
28. Melewati Batas
29. Demam
30. Seandainya Pergi
31. Rencana Kepergian
32. Memusuhi Pacar & Penculikan
33. Arrion x Allredo
34. Mengganti Jejak Sentuhan
35. Star Syndrome
36. Memutus Hubungan
37. Putus
38. Pergi Untuk Kembali
39. Suasana Baru
40. Papa dan Mama
41. Sheryl
42. People Come and Go
43. Priceless (End)
Extra Part 1
Dear Putih Abu
Extra Part ll

15. Rumor Baru

18.7K 1.4K 163
By star_sun04

“Kenapa, Ra?”

Bellissa baru saja tiba di apartemen Zarra. Duduk di sofa samping Naura dan langsung bertanya. Tanpa berbasa-basi, karena Bellissa tahu dia terlambat cukup lama. Jadi, setelah meminta maaf, Bellissa langsung bertanya pada intinya.

“Tarik napas dulu,” ucap Naura memberi instruksi dan mempraktekkannya. “Tahan—”

“Sampai tiga jam,” Potong Zarra sembari berjalan mendekat, membawa tiga gelas orange juice dan satu toples camilan.

Zarra tersenyum tanpa dosa lalu meletakkan satu persatu gelas dan toples camilan di atas meja. “Minum dulu, Sa.”

Bellissa mengangguk, meraih salah satu gelas dan meminumnya sampai tersisa setengah.

“Sa,” Panggil Naura. “Ada yang harus lo tahu. Tapi, gue ... nggak tahu harus mulai dari mana,” ucap Naura menggaruk kepala.

“Mm ...,” Naura menggumam lama. “Lo tahu kenapa tiba-tiba gue nggak setuju kalau lo nerima Redo?”

Bellissa menggeleng pelan, menatap Naura penasaran.

“Redo deketin dan minta lo buat jadi pacarnya cuma untuk ... menangin taruhan.” sambung Naura hati-hati.

Untuk beberapa saat Bellissa mematung. Sebelum akhirnya, membuang napas berat lalu mengumpat.

Bellissa marah, kesal dan tidak terima. Hadiah apa yang Allredo dan teman-temannya perebutkan sampai tega membuat drama, mempermainkan hidup seseorang dengan menjadikannya taruhan?

Tapi, di satu sisi juga Bellissa merasa sedikit lega. Karena setidaknya, Allredo tidak mempunyai rasa padanya. Tidak akan ada perang perasaan. Kisah cintanya tidak akan seribet dan serumit cinta segitiga.

Dan ... tentu, hubungan dekat Allredo dan Bellissa akan segera berakhir. Bellissa akan segera bebas dari hari-hari menyebalkan nya dibuntuti Redo.

Pendekatan Allredo pada Bellissa akan berakhir karena Bellissa sudah tahu tujuan brengseknya.

“Tapi bukan itu poin utamanya,” Naura kembali bersuara. “Sheryl ...,” sambungnya, terlihat ragu untuk melanjutkan.

“Kalau lo ragu, nggak apa-apa, nggak usah bilang.”

Bellissa penasaran, tapi tidak ingin memaksa. Mau bagaimanapun, Sheryl adalah teman dekat Naura. Naura mungkin merasa tidak enak harus menyebar kejelekan temannya sendiri dibelakang, yang bisa saja membuat pertemanan keduanya nantinya renggang.

“Lo ngasih tahu kebrengsekannya Redo aja udah cukup. Makasih, ya.” ucap Bellissa.

Naura menggeleng cepat. “Nggak, lo harus tahu.” ucapnya. “Gue emang lebih deket sama Sheryl, tapi lo juga temen gue. Gue nggak bisa diem aja seakan nggak tahu apa-apa.”

“Dan .... gue juga takut. Maksudnya, sama lo aja yang temennya dari kecil sekaligus saudaranya sekarang, Sheryl bisa kayak gitu. Apalagi gue. Nggak menuntut kemungkinan kalau Sheryl juga saat punya kesempatan dia juga bakal ... manfaatin gue.”

Bellissa mengerutkan dahi. Dia sudah biasa dimanfaatkan Sheryl. Namun, tentang apalagi kali ini?

“Sheryl sama Redo ... kerja sama.”

Saat hendak menghampiri Sheryl karena tidak sabar untuk berbagi cerita, Naura malah memergoki sahabatnya itu pergi bersama Allredo. Jiwa penasaran Naura meronta, Naura mengikuti dan menguping percakapan keduanya.

Tapi lo harus selalu ingat janji lo. Setelah lo menangin taruhan sama temen-temen lo itu. Setelah gue bantu lo pacaran sama Bellissa, lo harus langsung putusin dia. Dan ... pacaran sama gue.”

Kalimat Sheryl yang paling Naura ingat, yang menjadi inti masalahnya. Setelah Allredo protes pada Sheryl karena Bellissa terus menolaknya. Merasa ragu atas janji—yang semula Sheryl tawarkan untuk membantunya. Lalu Sheryl menyakinkan kalau dia bisa, dengan syarat Allredo juga harus menepati janjinya.

Sheryl percaya diri bisa menyakinkan—bisa dibaca memaksa—Bellissa menerima Allredo. Karena selama ini Bellissa selalu tunduk pada ucapannya.

Hm. Pastikan aja dia jadi cewek gue secepatnya.”

★★★

“Baru pulang, Sa?”

Bellissa mengangguk merespon pertanyaan Om Satya, Papa tirinya. “Iya, Pa,” sahutnya, sembari tersenyum kecil.

“Makan dulu, baru mandi, abis itu istirahat.”

“Aku masih keny—” lirikan serta pelototan Mama yang sedang menyiuk nasi ke piring Om Satya, membuat Bellissa menghela napas berat lalu kembali mengangguk. Terpaksa duduk di kursi meja makan yang biasa ditempatinya, di samping Sheryl.

“Kebiasaan, sekarang kamu sering pulang telat terus,” tegur Mama, sembari mengisi piring Bellissa dengan nasi.

“Aku kan udah kabarin Mama, kalo aku main dulu sama Zarra,”

“Nggak apa-apa kali, Ma, seusia mereka inikan lagi seneng-senengnya ngabisin waktu bareng temen.” bela Om Satya.

“Ya tapi nggak gitu juga dong, Pa. Sheryl pulang tepat waktu, Bellissa malah keluyuran dulu. Bikin orang tua khawatir aja,” sahut Mama.

“Bellissa juga udah syukur punya sodara sama temen yang baik kayak Sheryl. Tapi malah main sama temennya yang lain.”

Bellissa tidak membela diri, membiarkan Mama terus mengomeli. Bellissa hanya ingin segera menghabiskan makanan di piringnya lalu pergi ke kamar. Mengurung diri dan mungkin ... menangis lagi.

“Capek banget Mama nasehatin kamu. Harus berapa kali sih, Sa, Mama bilang buat ... liat Sheryl, contoh dia.”

Mama semakin menjadi. Kembali membanding-bandingkannya dengan Sheryl—yang diam-diam menyeringai disamping Bellissa. Merasa puas, senang dan menang meski tidak melakukan apa-apa.

Bellissa merasa bersyukur bisa menghabiskan makanannya diantara ketidaknafsuan dan ketidaknyamanan. Kemudian segera bangkit dan pamit meninggalkan meja makan.

Namun, keadaan tidak memihak Bellissa. Tidak membiarkan Bellissa langsung istirahat begitu saja.

Saat Bellissa menutup pintu kamar, pintu itu terdorong kembali dari arah luar. Terbuka lebar karena ada seseorang yang melakukannya.

Sheryl. Berdiri pongah. Melipat tangan di dada.

“Lo bikin emosi gue naik banget akhir-akhir ini. Kenapa sih, susah banget di atur?”

Bellissa masih diam, dengan tampang datar.

“Lo nolak Redo lagi, dua kali! Tolol banget tahu, nggak?!”

“Gue atau lo yang tolol?” tanya Bellissa.

“Lo—” Sheryl melangkah maju dan melotot tidak terima.

“Iya, kenapa?” tantang Bellissa.

Bellissa sedang kesal sekarang. Perasaannya berantakan. Menerima ajakan ribut Sheryl sepertinya bisa dijadikan pelampiasan.

“Lo ke sini mau nyuruh gue buat nerima Redo, kan?”

“Iya! Apa susahnya nerima dia, sih?”

“Nggak. Nggak susah,” jawab Bellissa. “Gue cuma nggak suka sama Redo dan gue udah tahu alasan dia deketin gue, juga ... alasan lo yang terus maksa gue buat nerima dia.”

Bellisa memicingkan mata, menatap Sheryl yang terlihat gugup seketika.

“Selama ini lo maksa gue pacaran sama Redo buat lo pacarin lagi nantinya? Lo mau ... daur ulang bekasan gue?

“L-lo ... ngomong apa, sih?!” sangkal nya. “Gue cuma .... cuma ngasih tahu, cuma mau yang terbaik buat lo.”

“Kebohongan lo nggak berguna, gue udah tahu semuanya,” sahut Bellissa setelah menghela napas lelah.

Sheryl membuang pandangan dan menelan ludahnya, gugup. Namun, di detik selanjutnya, setelah menyelipkan rambut dibelakang telinga, Sheryl kembali melipat tangan di dada dan menaikkan dagunya.

“Iya. Kalau iya, kenapa?” akunya.

Bellissa menggelengkan kepala. Menatap Sheryl dengan tatapan kecewa dan perasaan yang tidak bisa lagi dijelaskan. “Lo ... nggak ngerasa bersalah?”

“Kenapa gue harus ngerasa bersalah?” Sheryl bertanya balik.

“Ryl ...,” panggil Bellissa, menatap Sheryl lama, berusaha menemukan sosok Sheryl yang dulu dikenalnya. “Lo nganggep gue ini apa?”

“Lo ...,” ada jeda beberapa detik sebelum Sheryl melanjutkan. “Lo temen gue, juga adik tiri gue. Dan udah sewajarnya buat lo nurut sama gue. Jadi, ...” Sheryl menatap Bellissa penuh peringatan, sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya dengan penuh tekanan. “Terima Redo kalau dia nembak lo lagi!”

Ternyata, sosok Sheryl didepannya sekarang, bukan lagi temannya.

“Lo beneran suka sama Redo atau cuma ... pingin naikin popularitas lo doang?”

Sheryl menganga, menatap Bellissa murka. “Makin hari lo bener-bener makin kurang ajar, ya! Makin nyebelin tahu, nggak?” ucapnya, sembari mendorong bahu Bellissa. “Ketularan siapa sih, Zarra?”

“Apaan, sih?” Bellissa yang tidak terima mendengar dan mendapat perlakuan seperti itu membalas, mendorong Sheryl. “Nggak usah bawa-bawa orang lain. Sikap gue sekarang itu, ya, karena lo. Karena apa yang lakukan. Bisa sadar nggak, sih?”

“Nggak usah dorong gue!”

“Lo yang dorong gue duluan!”

“Jangan tarik rambut gue, Bellissa!”

“Lo yang narik rambut gue duluan, Sheryl!”

“Ada apa sih, ini? Ribut-ribut gini?” Mama muncul tiba-tiba, lalu memisahkan keduanya.

Merangkul dan mengusap-usap bahu Sheryl setelahnya.

“Kenapa?” tanyanya lagi, karena tidak ada yang menjawab.

Sheryl menatap Bellissa sengit, sebelum akhirnya menghentakkan kaki lalu pergi.

“Kenapa sih, Sa, nyari masalah mulu?” tuduh Mama.

“Sheryl Ma, yang mulai. Dia yang dorong aku duluan,” sahut Bellissa dengan nada suara yang terdengar kesal.

“Sheryl nggak mungkin dorong kamu tanpa alasan,” bela Mama. “Kamu pasti yang nyari perkara duluan.”

Bellissa menatap Mama dengan perasaan sesak dan denyut perih di tenggorokan. Kemudian segera berbalik saat merasakan kedua matanya mulai memanas dan berkaca-kaca.

“Iya, aku!” sahut Bellissa dengan suara bergetar. Melempar tas dengan asal ke atas kasur lalu berjalan kearah kamar mandi. “Aku yang salah. Aku yang salah.”

★★★

ARRION IS GAY!!!

Deretan huruf yang membentuk sebuah kalimat disertai empat foto yang memperlihatkan dua cowok yang ... bisa dibilang mesra, menggemparkan sekolah pagi ini. Memancing kerumunan didepan mading.

Foto pertama, terlihat Arrion sedang terduduk di sofa. Dengan mata terpejam serta tangan terlipat di dada. Dan disampingnya, ada seorang cowok bule yang ... memeluknya.

Foto kedua, dua orang yang sama dengan posisi yang nyaris sama pula. Hanya beda tempat dan suasana. Arrion tertidur dengan bersandar pada sandaran sofa serta satu cowok lainnya yang bersandar di bahunya.

Foto ketiga yang dicetak memperlihatkan saat Arrion sedang sadar. Arrion sedang bermain game online dengan cowok lain yang menyuapi makanan.

Dan foto terakhir, terlihat cukup hot. Kedua cowok yang sama-sama tampan itu, memamerkan setengah badan.  Bertelanjang dada dengan berdiri menyandar ditepi kolam renang. Keduanya sama-sama menatap kamera. Si cowok bule merangkul bahu Arrion dan tersenyum lebar, sementara Arrion hanya berekspresi datar.

Setelah meneliti keempat foto itu, Bellissa meringsek maju, menerobos kerumunan dan mencopot kasar kertas yang ditempeli foto sialan itu.

Aksinya mendapat protesan, membuat Bellissa menjadi pusat perhatian.

“Ini ...” Bellissa mengangkat tangan, menunjuk kertas sialan yang sudah diremasnya. Namun, Bellissa tidak bisa meluapkan kemarahan seperti keinginannya. Karena nyatanya, Bellissa bukan gadis pemberani yang berani melawan siapa saja. Beberapa tatapan tajam dan tidak suka padanya, membuat nyali Bellissa ciut.

Bellissa juga ingat, dia nyaris menjadi korban bully kemarin.

“I-ini udah keterlaluan tahu, nggak?” ucap Bellissa setelah menelan ludah dengan susah payah. “K-kalian nggak bisa asal percaya atau ... nilai orang cuma dari modal foto ginian aja.”

“Ya, terus?” seorang cewek yang tidak terima, mendorong Bellissa. Hampir diikuti yang lainnya, kalau saja tidak ada suara yang membela Bellissa. Sependapat dengan Bellissa maksudnya.

Ya terus, harus gue kasih tahu rasa bibir sama pelukan hangat Arrion sama lo? gerutu Bellissa menyahut dalam hati.

“Tapi ... bener juga, sih. Awal-awal kan, kita dapet rumor kalau Arrion ngehamili sama ngancurin hidup seorang cewek. Ya ... masa sekarang beritanya jadi kontras banget?”

“Bisa aja Arrion nggak sengaja nidurin cewek, terus nggak mau tanggung jawab karena dia pecinta sesama jenis, kan?”

“Geli banget pikiran lo.”

Dan sahutan pro kontra pun bergantian terdengar. Sebelum akhirnya, teredam karena cowok yang mereka hebohkan datang. Arrion berjalan dengan tampang datar memotong kerumunan.

“Gimana kalau ... Arrion sendiri yang nyebar berita buruk tentang dirinya sendiri biar kita ... nggak suka sama dia?” ucap seseorang lagi setelah punggung Arrion terlihat menjauh.

“Arrion nggak mungkin segabut itu!”

Bellissa yang sedari tadi berada ditengah kerumunan dan mendengar setiap sahutan tentang Arrion mulai merasa gerah. Jadi, Bellissa memberikan kertas sampah ditangannya pada seseorang yang tidak dikenal disampingnya. Setelah membuat seseorang itu mengernyit bingung, tanpa dosa Bellissa berlalu begitu saja. Meninggalkan kerumunan untuk ... menyusul Arrion.

★★★

Bellissa :
Ar, dimana?

Arrion :
Rftp.

Bellissa :
H-hah?

Arrion :
Rooftoop.

Bellissa :
Boleh ke sana?

Arrion :
Hm. Sini.

Bellissa menempelkan ponsel pada dadanya yang berdebar dan tersenyum senang. Kemudian meninggalkan perpustakaan—yang Bellissa kira Arrion ada didalamnya. Namun ternyata, pintu ruangan rahasia yang biasa Arrion tempati terkunci.

Butuh beberapa menit untuk sampai rooftoop, tapi karena Bellissa berjalan cepat dan sesekali berlari membuat Bellissa sampai lebih cepat dari waktu yang seharusnya diperlukan.

“Ar ...,” panggil Bellissa, lalu tersenyum saat cowok yang berdiri dengan dua tangan tersimpan disaku celana itu menoleh. “Hai,” sambung Bellissa, menyapa.

“Tadi gue sempet ke perpus, tapi ternyata lo nggak ada. Makanya gue chat,”

Bellissa berjalan mendekat menghampiri Arrion yang berdiri dipinggiran pembatas rooftoop.

“Oh iya, tadi lo sempat mm ... denger berita baru lo di mading, nggak?” tanya Bellissa saat keduanya sudah saling berhadapan dekat. “Katanya lo ....” Bellissa menggumam lama, lalu meringis dan melanjutkan dengan suara pelan. “Gay,”

Arrion hanya menyunggingkan senyuman miring. Terlihat tidak begitu peduli.

“Ar, lo beneran nggak tahu orang yang terus-terusan nyebar berita buruk tentang lo itu?”

“Kenapa memangnya?”

Kenapa memangnya, katanya?

“Gue penasaran. Lo tahu orangnya siapa?”

Arrion mengangguk.

“Siapa?” Bellissa sedikit memiringkan dan mendongakkan kepala. Menatap Arrion yang tidak lagi menatapnya. “Dia murid di SMA ini juga? Sama kayak kita?”

Arrion mengangguk lagi.

“Ar ...,” Bellissa menarik-narik seragam bagian pinggang Arrion. “Siapa?” desaknya penasaran.

“Dia nggak penting.” sahut Arrion.

Nggak penting, katanya?

Orang itu menyebar kebohongan, membuat nama Arrion tidak ternilai. Dibenci satu sekolah. Dan bisa-bisanya Arrion santai?

Bellissa mengerjapkan mata, meremas rok sekolahnya sendiri saat kekhawatiran tiba-tiba menyerang. “Gimana kalau selama ini dia ... ngikutin kita?”

Arrion menatap Bellissa. “Dia nggak akan berani ngelakuin lebih dari apa yang dia lakukan sekarang. Nggak usah khawatir.”

“Lo beneran tahu siapa dia?”

Arrion mengangguk. “Nggak tahu pasti, tapi ... mungkin dia orangnya.”

“Siapa?” tanya Bellissa lagi. “Cewek atau cowok?”

“Kenapa sih, penasaran banget?” Arrion malah tersenyum kecil melihat kekhawatiran Bellissa.

“Ar, serius,” rengek Bellissa. “Kalau seandainya dia cewek terus lo nggak berani sama dia karena takut di cap banci, gue mau kok, wakilin lo buat berantem sama dia.”

Arrion tersenyum lagi, dengan tangan yang terulur kearah wajah Bellissa, menangkup satu pipinya. Membuat Bellissa menutup mata. “Nggak, jangan.” ucap Arrion sembari mengelus lembut kulit wajah Bellissa, menghilangkan bulu mata Bellissa yang jatuh disekitaran bawah matanya.

Bellissa kembali membuka mata lalu mencebik kesal, menatap Arrion tidak terima.

“Tapi ... berita tadi itu nggak bener, kan? Lo nggak beneran ... gay, kan?”

Bellissa percaya Arrion normal. Tapi ada setitik keraguan, ketakutan. Maksudnya, kalau Arrion gay, Bellissa nanti harus bagaimana?

Empat foto yang ditempel di Manding tadi, terlihat sungguhan. Bukan editan. Orang yang menyebar keburukan Arrion memang tidak sepenuhnya bohong. Foto-foto Arrion yang sering disebar di Mading atau diunggah di sosial media, memang diakui Arrion foto-foto asli. Hanya saja disalahkan gunakan dengan caption atau keterangan yang berlebihan atau menyimpang.

“Mau bukti?” Arrion merangkul dan menarik pinggang Bellissa. Membuat tubuh keduanya nyaris merapat tanpa jarak.

Bellissa menahan dada Arrion dengan kedua tangan. Gerakan refleks untuk melindungi dadanya sendiri.

Kepala Bellissa yang mendongak, memudahkan Arrion untuk ... mengikis jarak wajah keduanya. Sembari bergerak maju, Arrion menatap bibir Bellissa lalu berakhir pada matanya. Meminta izin dengan jarak beberapa senti saja. “Boleh?”

“K-kalau gue bilang ... nggak?” Bellissa berusaha tetap waras ditengah debaran jantung yang menggila.

Dan Arrion tetap ... memiringkan kepala. “Kalau dibibir nggak boleh ...,” napas hangat Arrion yang menerpa wajah dan suara baritonnya yang bergumam pelan, membuat Bellissa tidak karuan ditempatnya.

Cup.

Kecupan itu terasa cukup lama.

“ ... di pipi juga nggak apa-apa.” sambungnya, lalu menyeringai samar.

Bellissa membuka mulut sesaat setelah Arrion menjauhkan kepalanya. Terlihat akan mengucapkan sesuatu. Namun, karena mendadak bingung harus mengatakan apa, Bellissa menggigit bibir lalu memilih membuang pandangan dan sedikit memutar badan.

Tidak lagi menghadap Arrion. Menyembunyikan pipinya yang mungkin terlihat merona sekarang.

Bellissa menggaruk tengkuknya yang mendadak gagal. Kemudian perlahan, tangannya bergerak menyentuh pipi yang dikecup Arrion.

Usaha Bellissa menarik napas panjang beberapa kali agar tenang, berakhir sia-sia saat tanpa diduga, Arrion memeluknya dari belakang.

“Ar ...,” Bellissa yang terkejut reflek menyentuh tangan Arrion yang berada diperut nya. “Kalau ada yang liat gimana?” namun, Bellissa tidak berusaha untuk menepisnya.

Si dia yang mereka bahas tadi maksudnya. Bisa saja sekarang sedang melihat mereka, kan?

“Mm.” Arrion hanya bergumam, setelah menjatuhkan kepala di atas bahu Bellissa.

Arrion tidak begini. Arrion yang Bellissa tahu, cowok pendiam dan cuek yang tidak terlalu tertarik melakukan apa-apa selain bermain game.

Atau ... Bellissa yang tidak sadar, kalau selama ini Arrion sering melakukan skin sip dan sedikit bertingkah manja padanya?

“Ar ...,” panggil Bellissa, membawa tangannya kebelakang, mengacak rambut Arrion. Lalu tertawa. “Tahu, nggak?”

Arrion hanya bergumam lagi.

“Dulu, saat lo baru-baru jadi anak baru, gue kira ....,” Bellissa tertawa lagi. “Maaf, gue kira lo bisu,”

Tawa renyah Bellissa kembali terdengar. Kemudian, saat merasakan pelukan Arrion mengerat sebagai bentuk protesan, Bellissa mengucapkan kata maaf lagi. “Maaf-maaf,” ucapnya, dengan sisa tawa dibibir.

Tapi serius, Bellissa pernah berpikir Arrion bisu. Meski dulu berpikir tidak ingin berhubung dengan Arrion, tapi pesona Arrion terlalu sayang untuk dilewatkan. Diam-diam Bellissa sering memperhatikan.

Arrion benar-benar cuek pada—saat itu masih banyak cewek yang menyukai dan mengejarnya. Bellissa nyaris tidak pernah mendengar Arrion bersuara. Bahkan, saat diajak ngobrol sama Althaf dan Andra yang merupakan temannya, Arrion lebih sering mengangguk atau menggelengkan kepala.

“Kenapa dulu se-pendiam itu?” tanya Bellissa akhirnya.

Kepala Arrion bergerak-gerak di bahu Bellissa, mencari posisi nyaman. Lalu bergumam, “Lupa bahasa Indonesia.”

★★★

Sudah terobati kangen sama Arrion nya? Atau ... Mau nambah lagi?

Dan—Oh, ada yang haus keributan?
Next part kita adain baku hantam.


Gas, lanjut lagi?









Hayu, Vote sama spam next disini!
Biar aku semangat dan cepet up lagi🔥

Terimakasih ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

142K 3.6K 60
DILARANG KERAS UNTUK PLAGIAT!! SEDANG DI TAHAP REVISI!! Sebelum di baca jangan lupa follow!。⁠◕⁠‿⁠◕⁠。 Masih banyak typo di dalam cerita ini, jadi saya...
4.9K 1.2K 33
Katanya cinta itu buta? Gila? Bisa hadir lewat mana saja. Sst! Cerita ini tentang pembaca yang jatuh hati kepada seorang penulis; tentang cara berpik...
1M 99.8K 54
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
474K 33.5K 29
"Kalau lo tau gue depresi, gimana?" "Gue temenin. Gue bantuin lo sampai lo sembuh. Gue bakalan jadi obat buat lo-"Ada jeda setelahnya. Dimana sepasan...