Chameleon Boy [Encanto Fanfic...

By creamchizz_

4.4K 651 185

[Camilo x OC] Sierra, gadis luar kota yang memutuskan untuk berkunjung ke desa bibinya di balik Pegunungan Ko... More

1 ; encanto
2 ; the madrigal's
3 ; the truth
4 ; fever
5 ; friendly neighborhood?
6 ; baper?
7 ; naughty!
8 ; indirect confession
9 ; i'm into you [ft Dolores wedding]
10 ; untold facts
11 ; irony
13 ; mercy
14 ; comfy [fin]
A/N

12 ; adiós

240 35 1
By creamchizz_

Happy reading!


*Sierra PoV

Gelap. Yang kulihat hanyalah kegelapan.

Aku belum mati kan? Kumohon jangan dulu. Dosaku banyak, aku belum siap menghadap Yang Maha Kuasa.

Sayup-sayup, aku mendengar suara wanita didekatku.

Ini ... suara ibuku.

??!!

Tunggu, aku berada di Spanyol? Bukannya aku masih di Encanto?? Masa aku dipulangkan?!

Aku terus berspekulasi tentang posisiku, sampai sebuah kalimat dari ibuku membungkamku.

"Andai saja aku melahirkan anak laki-laki! Ia pasti akan menyayangiku!"

Perkataan ini, aku sering mendengarnya ketika kecil.

"Andai saja yang lahir bukan kau, Sierra. Pasti ia akan setia berada di sisiku! Bukan bersama dengan wanita jalang itu!"

"ARGH! AKU BENCI PERNIKAHAN INI!"

"AKU MEMBENCIMU, SIA!!"

Kalimat yang gemar dilontarkan oleh wanita yang telah melahirkanku, ya itulah dia.

Ayah yang dingin, ibu yang selalu depresi dan tantrum. Sungguh keluarga cemara bukan?

Sesak. Aku sesak berada diantara mereka.

Jelas mereka tidak menginginkanku, namun mama menolak keras saat tia Rieta bersedia mengambil hak asuhku. Aku masih dipertahankan, pula aku masih dibenci olehnya.

Sebenarnya apa mau mereka?

TAK!

Terasa tubuhku terhempas ke landasan empuk. Pandanganku mulai menerang walau buram. Langit-langit ruangan yang asing, aku berada di sebuah kamar yang tak kukenal.

Bola mataku melirik ke bawah. Samar-samar aku melihat seorang laki-laki berambut keriting duduk disamping kasur. Dari siluetnya ... Camilo? Itukah kamu?

"Aku tau kau ingin pergi, tapi kumohon, jangan begini caranya!!"

"Kumohon, cepatlah sadar Sierra!!"

Suaranya terdengar panik. Kulihat ia menempelkan wajahnya yang tertunduk ke kedua tangannya, yang memeluk satu tanganku. Tanganku basah karena air matanya.

Kepalaku terlalu pusing untuk memulihkan kesadaran sepenuhnya, sampai akhirnya pandanganku menggelap kembali.

.

.

.

.

"Ugh ... hah ..."

Aku terbangun. Kesadaranku kembali.

Aku mengerang pelan, sisa-sisa sakit kepala masih menyerang. Oh, aku ingat. Aku terluka parah karena tertimpa rangka bangunan. Badanku terasa lemas seperti jelly.

Kuusahakan membuka mataku lebar-lebar. Ternyata aku masih di tempat yang sama, Camilo pun tetap di posisi yang sama, namun kali ini ia tertidur. Kepalanya tertidur di menyamping diatas pahaku, wajahnya menghadapku. Matanya agak bengkak, apa ini efek menangisnya tadi?

Aku ingat ucapannya sebelumnya,

Apa kau sebegitu khawatirnya padaku, Camilo?

Melihatmu yang sampai seperti ini, aku jadi tidak tega .... meninggalkanmu.

Dengan mengerahkan tenaga yang ada, aku meraih rambutnya, membelainya pelan. Rambutnya fluffy, aku suka.

Tiba-tiba tubuhnya berjengit, sadar akan perlakuanku. Camilo membuka matanya perlahan, dan terbelalak saat mata kami bertemu.

Aku berusaha tersenyum, "Hola Milo..."

Kok dia diam? Ia menatapku sangat lekat.

"H-hei jangan melotot begitu, kayak melihat setan saj-"

BRUGH!

Nafasku tercekat saat Camilo langsung memelukku tanpa aba-aba. Nafas memburunya menerpa leherku. Jantungku hampir copot dengan sikapnya yang tiba-tiba begini.

"Syukurlah kau sadar, syukurlah..!"

"JANGAN PERNAH BERSIKAP CEROBOH SEPERTI ITU LAGI!!"

"Aku takut! Aku takut kau tak kunjung siuman!! Astaga ... kau benar-benar membuatku khawatir setengah mati!!"

Aku terenyuh mendengar ucapan serta suaranya yang gemetar. Dia sebegitu takutnya padaku...?

"H-hei tenanglah. Lihat, aku sudah ba-AKH!"

Duh sakit!! Kepalaku berdenyut hebat!!

"Sakitmu kambuh?! Bertahanlah! Aku akan memanggil yang lain!!" Ucap Camilo sebelum kudengar derap kakinya menjauh dari kamar ini.

Sial, sial! Kepalaku benar-benar sakit seperti ditusuk-tusuk jarum.



🍁🍁🍁



"Minumlah yang banyak sayang."

Aku menerima segelas air putih dari Senora Julieta. Aku meneguknya setelah melahap makanan yang dibuat beliau. Seluruh lukaku sembuh berkat makanannya, namun tubuhku masih lemas karena kehilangan banyak darah di TKP.

Nyatanya, selama ini aku terbaring di kamar tamu kediaman Madrigal. Entah apa alasannya, mungkin agar Julieta dapat mengawasiku langsung?

Setelah siuman, banyak yang berbondong-bondong untuk menjengukku. Katanya insidenku cukup fenomenal diantara warga. Banyak yang khawatir akan kondisiku pasca kecelakaan itu, sebab karenanya, aku tidak sadarkan diri selama tiga hari.

"Sobrina!! Syukurlah kau siuman!!"

"Syukurlah dewi fortuna masih berpihak padamu!! Kau membuatku tak bisa tidur sepanjang malam karena kondisimu mengkhawatirkan!"

"Huhu nona permen untunglah! Kami takut kalo nona permen nggak selamat! Nanti siapa yang akan membagikan permen kopi kalau nona tak ada."

"Hiks! Syukurlah kau sadar...!!"

"Kau membuat semua orang panik tau!!"

"SIERRA SIALAN! AKU MENANGIS DUA MALAM KARENA TAKUT KAU MODAR!"

"Sonya tolong, your language."

Aku menghela gusar, lalu menyesap teh bunga telang hangat di genggamanku. Warna biru pada tehnya cantik, senada dengan mataku. Mirabel, Sonya dan Marianne menemaniku mengobrol setelah aku menerima beberapa kunjungan.

"Ngomong-ngomong, dia tak ada niatan untuk kemari kah?" Tanya Mirabel. Aku langsung tau siapa yang ia maksud.

"Ya! Aku menerima beberapa kesaksian, ia penyebab Sia terluka, tapi kenapa dia tak kunjung datang? Minta maaf kek," Marianne mendesis kesal.

"Harus ya aku menggeretnya kesini?!" Kulihat pisang yang dipegang Sonya remuk blenyek dirematnya. "Malah menghilang seperti di telan bumi, dasar tak bertanggung jawab!"

Sebenarnya, orang tua Agatha sudah mendatangiku. Berterima kasih telah melindungi serta meminta maaf karena ulah ceroboh putrinya. Yang membuatku geram, kenapa bukan Agatha sendiri yang melakukannya? Dia yang melakukannya, kenapa ia tak kunjung menemuiku?

Pengecut.

Ketiga sahabatku pamit karena ada tugas yang menanti. Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu. Aku mempersilahkannya.

"Oh, Milo," Sapaku pada Camilo yang masuk ke kamar inapku.

"Hei, aku membawakan buah untukmu, plus ada beberapa makanan dari tia Julieta yang harus kau makan."

Kulihat ia menaruh makanan itu di laci sebelah kasurku. Diam-diam, aku mengamati sosoknya dari samping. Aku jadi teringat, apa yang dikatakan Mirabel sepuluh menit yang lalu.

"Kau tau? Camilo sering berada di sisimu selama tak sadar. Tiap ada waktu kosong atau istirahat, ia selalu menyempatkan diri untuk menemanimu, menunggumu selama tiga hari. Perhatian bocah itu bukan main."

Reflek diriku meneguk ludah. Camilo serius melakukan itu??

Kalau benar .... lantas mengapa?

"Camilo,"

Camilo menolehkan kepalanya menghadapku, "Hm?"

"Apa benar kau selalu menungguku selama tiga hari?" Tanyaku memastikan. Terlihat kedua alisnya terangkat kaget.

Camilo mendesah pelan. "Itu benar. Aku selalu menunggumu siuman."

I'm speechless.

"Kenapa kau melakukannya...? Maksudku, setelah apa yang kukatakan pada malam pesta itu, aku telah menyakitimu bukan? Kenapa kau sebaik ini padaku?"

Camilo menggeleng sambil mendengus geli. "Kau berpikir ditolak berarti kita menjadi musuh? Aku melakukannya karena takut kehila-karena sangat khawatir pada kondisimu! Kau sekarat kala itu!"

Aku terdiam, begitupun Camilo setelah menjawabku.

"Hei, apa aku terdengar egois pada malam pernikahan itu?"

Kau bilang egois, Camilo?

Tidak,

Sebelumnya aku lebih egois. Aku cemburu padamu padahal aku tak berhak, aku berharap kau menyukaiku balik, namun aku malah menolakmu saat akhirnya kau membalas perasaanku.

Kau jahat juga, Besson.

"Lalu, kau sampai bertengkar dengan Nona Rivera karena diriku, kan."

"Tidak!" Seruku kelepas lantang. "Sedikit, tapi masalah terbesarnya bukan itu. Dia telah sembrono mengungkit masalah keluargaku. Itulah kenapa aku menamparnya. Kuharap kau tidak salah paham-"

"Aku sudah tau kebenarannya," Camilo menyelaku dengan tegas. Mataku membola melihatnya sontak mengepalkan tangan.

"Dia benar-benar keterlaluan."


Tok! Tok!

Suara pintu diketuk menunda ketegangan yang dibuat Camilo.

"Masuk saja,"

Pintu kamar terbuka, memunculkan Luisa berdiri di ambang pintu, memasang ekspresi yang agak ... ganjal?

"Sierra, kau ... kedatangan tamu."

Aku tersenyum pada Luisa. "Persilahkan masuk saja."

Entah mengapa mimik Luisa seperti sungkan. Ia mengibaskan tangannya ke arah luar, menyuruh seseorang untuk masuk ke kamarku.

Oh, panjang umur. Datang juga dia.

"Agatha." Sebutku lugas, melihat ia berdiri didepan sana.

"Berani-beraninya kau kemari?!"

Aku terhenyak saat Camilo membentak tiba-tiba dan menghampiri Agatha. Ekspresinya sekarang seperti orang yang tersulut dendam. Periang macam Camilo sekalinya marah, seramnya bukan main.

"Mau apa kau kesini?! Menyakitinya lagi?!"

"Duh santai lah! Aku hanya ingin berbicara dengannya!" Agatha membela dirinya. Tampak ia berusaha menutupi wajah paniknya.

"Ck kau dasar-"

"Biarkan dia," Titahku menengahi sebelum adu mulut mereka berlarut. "Aku akan berbicara empat mata dengannya."

"Yang benar saja, bagaimana jika ia macam-macam padamu??" Protes Camilo.

"Jika ia tau diri, seharusnya ia sudah tak punya nyali untuk main-main denganku. Tak apa, tinggalkan kami."

Dengan berat hati Camilo meninggalkan kami berdua. Agatha berdiri di dekat pintu, tak berniat mendekatiku. Matanya menatap ke sembarang arah, asal tidak bertemu dengan tatapanku.

Heran. Katanya mau berbicara, kok malah membisu. Ayo ngomong. Malah jadi ijat_-

Yasudah,

"Hei Agatha," Panggilku, membuatnya melihatku. Aku menunjuk perban yang masih menempel kepala, lalu mengacungkan jempol. "Pukulan yang bagus."

Kulihat badannya meloncat kaget, langsung membuang muka setelah kusindir. Tampak jelas ia menyembunyikan kegelisahan dibalik wajah datar buatannya itu.

"Padahal aku jahat padamu. Kenapa kau malah menolongku, Sierra?"

Pertanyaan yang Agatha berikan membuatku diam sejenak.

"Entahlah," Sahutku malas. "Kenapa ya aku melindungi orang yang hendak mencelakaiku. Mungkin seharusnya aku membiarkanmu terkena runtuhan akibat niat bejadmu."

Aku mendecak sebal, "Tapi, tubuhku tergerak tiba-tiba seakan menolak orang lain yang ada dihadapanku untuk terluka. Sungguh naif ya? Apa kau puas?"

Agatha tercekat, bibirnya mengatup rapat disertai bahunya agak gemetar seperti menahan sesuatu. Ia mendelik padaku, menahan marah dan malu.

"Makasih .... maaf ..."

"Hm? Kau ngomong apa? Gak kedengaran."

"Terima kasih ... dan maaf..."

"Tolong bicara yang jelas. Giliran mengejek orang saja suaramu lantang seperti habis menelan speaker-"

"TERIMA KASIH SUDAH MELINDUNGIKU DAN MOHON MAAF TELAH MELUKAIMU!!! SUDAH CUKUP KERAS BELUM?!"

Sudah.

Agatha mendecih malu. "Maafkan aku. Berkatmu aku selamat dari runtuhan-dari perbuatan bodohku, lalu maaf juga atas ... ugh, ucapanku yang menyinggungmu."

Aku mengerjap. Wah, tak kusangka ia ingat kesalahan ucapannya. Tapi toh memang sudah seharusnya.

Aku menghela nafas, mengangguk pelan.

"Jadi kau sudah memaafkanku, Besson?"

"Semudah itu?" Sahutku, mengangkat alis sebelah. "Belum. Aku butuh waktu."

Agatha hanya ber-oh ria sambil mengangguk lemas. Kuperhatikan ia menyandarkan dirinya di pintu, helaan nafasnya terdengar berat.

"Tampaknya Camilo sangat menyayangimu."

Empat kata yang mustahil diungkapkan seorang Agatha, terucapkan...?

Ia terkekeh hambar, mencelos. "Camilo adalah orang pertama yang menghampirimu kala itu. Ia panik bukan kepalang melihatmu berlumuran darah, dan membopohmu sambil menangis."

Ah,

"Kau tampak spesial di matanya. Ck sial, aku sangat iri padamu."

"Jadi kau ingin berterus terang, Nona Rivera?"

"Gak boleh?"

Agatha mendecak. "Menyebalkan. Padahal aku sudah confess padanya sebanyak 30 kali selalu ditolak."

Rahangku terjatuh. Anak gila, 30 KALI KATANYA?! Kok bisa ada makhluk se-pantang ini?!

"Gila. 30 kali katamu?? Kenapa kau bersikeras-"

"Aku berambisi untuk bisa bersamanya." Jawaban Agatha menyelakku. "Aku selalu memaksa, keras padanya. Mungkin itu yang membuatnya selalu menolakku."

Aku ... tidak mengerti cara berpikir manusia satu ini.

"Agatha. Kau terobsesi pada Camilo ya."

Mata Agatha membola mendengar perkataanku.

"It's none of your business now. I'm leaving." Ketusnya dingin.

Agatha menarik selembar tisu dari wadahnya. Ia mengibas-ngibasnya sebentar lalu melemparnya asal ke udara. Ia main kabur tanpa menjelaskan maksud ia melempar lembaran putih itu didepanku. Mau menyampah atau gimana sih?





🍁🍁🍁





Sudah tiga hari berlalu sejak aku keluar dari kediaman Madrigal setelah dirawat disana. Dan sudah dua hari berlalu semenjak aku menerima surat dari ibuku.

Isinya? Ia menagih kepulanganku.

Kini, aku tengah membawa dua dus tersusun, berisikan segudang oleh-oleh dari Encanto. Para Madrigal dan warga sekitar kelewat murah hati memberiku pemberian sebejibun ini.

Aku menoleh ke sembarang arah, memandang kota kecil nan indah ini. Aku menarik seulas senyum. Rumah-rumah, asrinya alam pegunungan disini, kebaikan seluruh warganya, aku akan sangat merindukan tempat ini-

Dug!

"Duh!" Samping kepalaku tak sengaja terbentur sesuatu. Aku melihat kedepan, loh, aku menabrak telapak tangan seseorang? Dan tangan itu melindungiku yang ingin menubruk sebuah tiang.

Aku melihat pelaku. Ia memberiku sorot mata serius sambil menghela nafas kasar.

"Tolong hati-hati. Apa kau masih pusing sampai tak memerhatikan pandanganmu?"

Aku menggeleng. "Tidak, itu hanya kecerobohanku saja."

"Berikan dus itu padaku, biar kubantu."

Aku tak bisa menolak tawarannya, nyatanya tanganku ketar-ketir membawanya. Aku membiarkan ia membawa satu dus milikku, dan berjalan bersama menuju rumah Sonya.

Sesampai di tujuan, kami menurunkan dus itu di pekarangan depan rumah. Kami saling bertukar pandang. Aku melempar senyum hangat padanya.

"Mungkin ini ke puluhan kalinya aku berterima kasih padamu saking banyaknya kebaikan yang kau tujukan. Terima kasih, Camilo."

Camilo hanya mengangguk menanggapiku, sebelum ia menatap sayu pada dus-dus yang kubawa barusan.

"Sepertinya kau sudah mengemas barang-barangmu ya."

".... ya begitulah. Jangan sampai besok ada yang tertinggal."

"Kau dijadwalkan untuk pulang besok ya,"

Aku tersentak pada ucapan Camilo, lalu mengangguk lemas. "He'em."

"Berarti ini hari terakhirmu berada disini,"

"He'em."

"Hei, jaga kesehatanmu ya selama disana,"

"He'em."

"Jangan lupakan aku ya,"

"...."

Bug!

Tanpa pikir panjang aku memeluknya. Tanganku mendekapnya sangat erat, menidurkan kepalaku di bahunya. Mataku memanas dan berair.

".... melupakanmu adalah sebuah kejahatan terbesar, Camilo." Balasku parau.

Kurasakan Camilo membalas pelukanku. Terasa rambutku dibelai olehnya. Ia berbisik halus padaku,

"Aku akan selalu menyayangimu, Sierra."

Dadaku terasa sesak berkali lipat, air yang mengalir dimataku semakin deras.

Aku benci perpisahan ini,

Aku tak ingin pergi. Aku tak ingin berpisah,

Haruskah aku memberontak saja?

"Sia!"

Aku dan Camilo mengurai pelukan setelah Sonya memanggilku. Aku mengusap kasar air mataku, mengambil nafas panjang sebelum menoleh kearah Sonya.

"Maaf mengganggu momen mellow kalian, tapi ada urgent untukmu Sia! Itu...." Sonya menggantung ucapannya, menatapku takut-takut.

"Itu apa Son? Kenapa mukamu pucat begitu?"

"Beliau datang kemari, Sia!"

"Beliau? Siapa yang kau maksud-"

Oh .... jangan bilang itu dia.

Aku izin undur diri pada Camilo sebelum berlari ke dalam rumah mendahului Sonya. Di ruang tamu, aku bertemu dengan tia Rieta dan tio Andrez yang memandangku dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sobrina, temuilah dia. Dia ada di kamarmu."

Aku segera pergi ke kamarku. Aku terbelalak saat melihat sosok wanita paruh baya duduk di tepi kasurku.

Wanita tua yang sangat mirip denganku secara fisik, ia menatap kedatanganku dengan sorot mata intimidasi khasnya.

Aku mengambil nafas, sebelum berusaha tersenyum menyambutnya.

"Tak kusangka kau akan repot-repot datang kemari. Apa kau sangat merindukanku sampai tak sabar untuk menjemputku, Mama?"





TBC_

Continue Reading

You'll Also Like

8.5K 386 32
Kisah ini merupakan kelanjutan cerita Paw Patrol Adventure and Love Story part 1 setelah kejadian 3 Bulan yg lalu yaitu Mighty Pups melawan DarkMoon...
16.1K 733 47
mohon maaf bila aku mengubah cerita tokyo ghoul.Semoga kalian suka. Bagaimana jika ada satu-satu nya orang yang memiliki tubuh setengah ghoul.Ia bias...
364 81 18
Nasbell Altair, adalah Elf yang terbangun di middle earth pada tahun pohon, namun ia di tidurkan didalam sebuah kristal biru didalam kolam selama 37...
1M 33.2K 45
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...