Cover - Complete

By tanterritory

9.3K 2K 665

fic: #bbhlokal Lama tidak bertemu dan kembali bertatap sebagai dosen dan mahasiswi membuat Byantara tidak men... More

Intro
1. Abang Dosen
2. J Annoying
3. Di Balik Canda
4. Penasaran
5. Terancam
6. Gara-Gara Mata
7. Ada Apa Dengan Byantara
8. Toleransi Hati
9. Tentang Janetha
10. Provokasi Jati
11. Dongeng Lama
13. Lewat Rasa
14. Sebelum Lapang
15. Terjebak Insting
16. Sidak
17. Sebuah Pertimbangan
18. Dimulai
19. Gigih
20. Tertawan Restu
21. Backstreet
22. Support System
23. Puncak Harapan
24. Dan Lagi
25. Lebih Dekat
EBOOK COVER
INFO EBOOK DAN BOOK COVER

12. Berbalik

421 81 18
By tanterritory

Voment ya^^

Sudah beberapa kali pertemuan di kelas Byantara ini Janetha menjadi agak berbeda dari sebelumnya. Tidak ada ketengilan yang terlalu wanita itu tunjukan, sekedar menggoda hiperbola, atau berceletuk random yang membuat Byantara tak sampai pikir.

Tepat seperti ucapannya pada Jarel kapan lalu. Janetha memang memiliki kecenderungan yang sama dengannya dulu. Tidak suka diberi atensi timbal balik. Merasa tidak pantas dan menarik diri seolah mereka yang mendekat akan memberinya beban berupa ekspetasi yang takut tidak bisa dia penuhi.

Byantara tidak menyangka dia akan menjadi seperduli ini pada wanita yang dulu membuatnya risih bukan main. Setiap kali Janetha berani sok akrab di depan banyak orang, Byantara merasa agak panik karena baginya itu membuatnya tidak nyaman. Sayangnya, diwaktu bersamaan, dia tidak bisa menyuarakan ketidaknyamanan itu dengan sebuah teguran alih-alih malah diam dan membuat Janetha jadi semakin terus menggodanya ketika melihat gelagat sukarnya.

Dia pikir karena Janetha memang tetangganya, seseorang yang dia kenal, sehingga membuat sisi lainnya memberi dispensasi. Ternyata Byantara saat tanpa sadar merasa tidak senang mengetahui bahwa Janetha begitu bukan hanya dengannya dan perlakuan wanita itu dilakukan atas sebuah hal yang seolah mengorek luka masa lalunya, membuatnya punya perasaan lain yang mengganggunya meski terus disangkalnya dengan paksa.

Janetha punya perisai kuat yang tidak bisa ditembus siapapun. Wanita itu terlihat terbuka disatu waktu, tapi juga mengunci sisi itu dengan cepat saat seseorang berniat untuk mendekat.

"Baiklah, kalau sudah tidak ada yang ditanyakan, kita akhiri kelas siang ini." Byantara menoleh ke arah kelompok yang baru saja presentasi dan masih berdiri di depan, di antaranya ada Janetha yang memilih berdiri di paling pojok dekat Ghina, "Revisi makalahnya saya tunggu sampai Jum'at, kalau gak ketemu saya, bisa ditaruh di meja atau chat dulu ketuanya biar saya dapet konfirmasi."

"Siap, Pak." Kata Wafda di koori oleh Sabit, Ghina dan Janetha.

"Selamat siang." Akhir Byantara sembari menenteng buku materi dan absensinya menuju pintu.

Saat berpapasan dengan Janetha, dia sengaja menatapi wanita itu yang anehnya terlihat salah tingkah dan memalingkan wajah. Sejujurnya, Byantara terganggu dengan sikap Janetha belakangan ini. Tapi dia memilih diam dan berlalu tanpa menegur sapa. Baginya, mungkin itu pilihan Janetha dan karena dia pernah merasakan serupa, dia tidak merasa berhak memaksa sekeras apapun dia ingin  berada di samping wanita itu.

Setelah tidak ada jadwal mengajar apapun, Byantara berniat ke kafe sebentar sebelum pulang ke apartemen. Tapi sosok ketiga teman Janetha yang terlihat di pendopo jurusan mengalihkan atensinya dari ponselnya yang dipenuhi notifikasi ruang obrolan dosen.

Tidak ada Janetha disana.

"Mau pulang, Pak?"

Byantara mengangguk pada Sabit, "Bukannya masih ada kelas?"

"Bu Nurma gak dateng, Pak. Diganti tugas resume." Jawab Ghea nampak masam.

"Tumben cuma bertiga?" Tanya Byantara ambigu.

Wafda melihat Ghina dan Sabit bergantian sebelum kembali menatap Byantara.

"J pulang, Pak. Ngejar setoran." Jawab Wafda terkikik.

Byantara tanpa sadar menunjukan gestur penasarannya dengan kentara hingga Ghina menyenggol lengan Sabit untuk menserver pemikirannya yang diterima pria jangkung itu dengan cepat.

"Oh, Janetha kerja?"

"Iso dibilang kerja tah?" Tanya Wafda pada Sabit, "Dia nulis, Pak. NovelisㅡCiaa, novelis. Tapi emang, J udah punya novel sendiri. Di toko buku ada. Jadi dia sekarang dikejar deadline buat naskah baru."

Jelas saja Byantara terkejut. Tapi dia segera mengendalikan ekspresi wajahnya.

"Boleh juga bakatnya." Komentar Byantara hilang ide.

Kuluman senyum geli Ghina terukir, "Kalau penasaran bisa cari nama J archive, Pak. Dipisah sama titik. Yang masuk toko buku ada tiga judul, yang self publishingㅡtiga apa empat?"

"Kagak tau, gue. Tiga keknya?" Jawab Sabit balik bertanya.

Wafda menunjukan layar ponselnya yang menunjukan salah satu cover buku Janetha yang dijual di toko buku online, "Ini salah satunya, Pak."

"Paradoks?" Baca Byantara mengeja.

"Kalau Bapak baca, pasti gak bakal nyangka yang nulis modelannya blangsak kayak tuh kecebong anyut." Kata Ghina tertawa, "Sekalian, Pak. Bantu mahasiswinya mencari nafkah."

"Bagus, hobbynya bisa jadi peluang karir." Byantara mengangguk kecil, "Saya duluan. Revisinya jangan lupa, saya tunggu."

Senyum lebar ketiganya sontak luntur bersamaan setelah Byantara menyelesaikan kalimat terakhirnya. Bahkan sebelum mendapat jawaban, Byantara melanjutkan langkah, meninggalkan tiga mahasiswanya yang mencibirnya tanpa suara.

"Demen banget jadi moodbreaker. Belum juga kelar nih tugas medusa." Keluh Ghina mendorong paper resumenya gemas, "Gaes-gaes, kelihatan Pak Byan kepoin J gak sih?"

Wafda berlagak mengusap dagu, "Bisa mencak-mencak nih kalau si jenggot kambing tau dikepoin gebetannya."

Sabit menggelengkan kepalanya, "Katanya Pak Byan suka cowok. Yang bener yang mana sih?"

"Nih-nih, lambe turah ngasal kalau ngomong. Tuh jelas Pak Byan kepoin J."

Wafda mencibir malas, "Ya gak tau, gue kan dapet gosip dari yang lain. Tapi-tapiㅡkalau ternyata nyamperin itu buat lihat lo gimana, Sa?"

"BACOT!" Sahut Sabit emosi yang dibalas tawa Wafda dan Ghina, "Naksir lo kali!"

***

Byantara tidak bisa mengukur sekuat apa eksistensi Janetha mempengaruhi perasaannya dari hari ke hari. Ketidakhadiran sikap Janetha yang sebelumnya membuatnya merasa agak aneh. Semacam asing dan tidak normal.

Hingga alih-alih pulang ke apartemen, Byantara yang baru saja dari kafe dan menyempatkan mampir ke toko buku itu justru melajukan mobilnya menuju rumah sang orang tua. Dia menoleh sekilas pada kantung plastik yang ada ditumpukan teratas buku materi mengajarnya. Kuluman senyumnya terbit tiba-tiba. Setelah sampai di depan pagar rumahnya, Byantara keluar untuk membuka pagar. Sejenak, kerlingnya jatuh pada pagar hitam milik sebuah rumah yang lumayan besar di samping rumahnya. Nampak sepi, tidak ada mobil yang terparkir. Lantas, Byantara melanjutkan niatnya memasukan mobil ke garasi dan masuk ke dalam rumah.

"Jiahh, tumben pulang?" Ejek Jati meringis. "Mau gas pol ya?"

Byantara menatap malas lalu menghampiri sang Ibu yang ada di dapur.

"Loh, udah sampai. Sana makan."

"Nanti dulu, Ma. Mau bersih-bersih. Gerah." Byantara melipat lengan kemejanya dan menegak air mineral dari kulkas, "Papa sama Salwa mana?"

"Salwa minta anter ke supermart. Baru juga berangkat."

Anggukan Byantara mengakhiri konversasinya dengan sang Ibu. Dia menenteng bawaannya ke kamar atas dan mendudukan diri di tepi kasur setelah menaruh barang-barangnya di meja. Melihat jam yang menunjukan pukul delapan membuat Byantara bergegas membersihkan diri untuk berlanjut beribadah.

Air dingin yang mengguyur tubuhnya berhasil mengurangi sedikit penat yang Byantara rasakan karena seharian beraktifitas. Langkahnya mengayun menuju meja belajarnya dulu, dia meraih kantung plastik belanjaannya dan mengambil satu buku berjudul 'Paradoks' yang terdapat nama 'J.Archive' di cover depannya.

Genrenya romance angst. Sedikit membuat Byantara tak menyangka bahwa Janetha menciptakan karya tulis dengan tema romance. Dibacanya satu persatu halaman yang menunjukan sebuah konflik dari awal bab. Tapi kegiatan Byantara terintrupsi dengan lirih suara musik yang terasa sangat dekat. Ponselnya tidak menunjukan mode panggilan dan itu membuat Byantara mendekati jendela kamarnya.

Benar, suara itu berasal dari sana.

Balkon kamar Janetha.

Perlahan Byantara membuka gordennya sedikit, ada Janetha yang tengah duduk bersila memunggunginya, tengah berkutat dengan laptop dan tak menyadari kehadirannya. Melihat apa yang Janetha lakukan, Byantara membuka total jendelanya hingga dapat melihat jelas sosok Janetha di seberang kamarnya. Kepulan asap yang mengudara melewati jendela mulai berkurang saat Janetha menekan ujung bara rokok yang baru saja dia hisap di atas asbak.

"Udah habis berapa tuh?"

"NJIR!"

Byantara tetap pada ekspresi dinginnya melihat raut terkejut Janetha. Wanita itu mengusap dadanya karena betulan tidak menyangka ada Byantara yang entah sejak kapan mengamatinya dari jendela.

"Bikin kaget aja!"

"Belum dijawab. Udah habis berapa batang tuh?"

"Belum sepack, Bang." Jawab Janetha sok tenang. Padahal jantungnya sedang berdegub cepat karena merasa tertangkap basah berbuat hal jahat, "Nginep?"

Byantara hanya mengangguk singkat.

"Lah, tumben? Ngapain?"

"Menurut kamu ngapain?"

Tatapan dalam Byantara membuat Janetha salah tingkah. Dia heran, kemana sifat tengilnya yang selalu senang melihat Byantara kuwalahan karena kesal akibat tingkahnya. Kenapa sekarang justru dirinya yang sering dibuat mati kutu begini?

Janetha mengedikan bahu, "Kangen Mama Puri."

"Kalau saya bilang kangen kamu, percaya gak?"

"Assalamulaikum dulu, Bang kalau ngucap. Ditabok Setan, bisa miring loh bibirnya."

Byantara terkekeh, "Jadi kemana Netha yang selalu ngomong celamitan ke saya kemarin? Kok jadi K.O begini?"

"Dih! Emang lagi tinju-tinjuan?"

"Udah dibilang, jangan jauhin saya."

"Siapa juga deh. Abang aja yang baperan kali. Gue biasa aja kok."

"Kerasa, Tha." Kata Byantara serius, "Dunia saya sepi lagi rasanya."

Janetha berlagak menatap langit yang lumayan ramai oleh cahaya bintang.

"Tapi kepala gue rasanya berisik melulu sejak denger omongan lo, Bang." Kata Janetha jujur, dia menunduk mencari tatapan Byantara, "Omongan lo bikin pikiran gue nambah. Kayak kabel earphone kusut."

"Udah saya bilang kan? Jangan dianggap paksaan. Kalaupun kamu nolak, itu hak kamu."

"Padahal gue ngarep lo beda, Bang. Soalnya gue ngerasa gak seneng jauhin lo gini. Tapi lo tau gak sihㅡberisik. Mereka berisik banget." Janetha terkekeh, tapi Byantara bisa melihat kefrustasian mata itu, "Punya kepala puyeng, gak punya kepala serem."

"Kamu lagi ngapain sekarang?"

Alis Janetha menyatu ditengah mendengar perubahan topik yang tiba-tiba itu.

"Ngerjain projek cover dari percetakan." Janetha mundur selangkah, menujukan layar laptopnya yang tergeletak di atas meja lipatnya di lantai, "Kenapa?"

"Dikejar deadline gak?"

"Gak jugaㅡ"

"Jalan-jalan sama saya mau?"

"Hah?"

Byantara mengulum senyum tipis, "Saya keluarin motor dulu. Ganti baju sana."

"Lahㅡlah??" Janetha menganga saat Byantara sudah menutup jendela dan gordennya tanpa menunggu jawabannya. "Kesurupan apa nih dosen jadi agresip bener?!"

Setelah sampai di bawah dan menutup pagar, Byantara sudah duduk di atas jok motor Jati yang dipinjamnya dari adiknya itu.

"Gak ada Papa sama Mama kamu?"

"Tau!" Jawab Janetha acuh yang Byantara pahami artinya. "Kemana nih?"

"Jalan-jalan aja. Biar gak suntuk."

"Gue gak suntuk kok. Ada kerjaaanㅡ"

Byantara menegakkan kembali tubuhnya lalu menolehkan kepala pada Janetha.

"Saya yang suntukㅡ" Byantara memotong ucapan Janetha diantar tatapan terdalamnya, "Saya yang suntuk gak kamu gangguin."

"Gimana?"

"Ayo naik. Keburu malem." Kata Byantara tak acuh lalu menutup kaca helmnya menunggu Janetha naik sembari menopang pada bahunya.

"Untung cakep lo, Bang." Dumal Janetha lalu menepuk bahunya, "Dah!"

"Kalau kamu maunya mundurㅡbiar saya aja yang maju." Kata Byantara melawan angin.

Janetha yang tak begitu mendengar ucapan Byantara memajukan kepalanya melewati bahu pria itu, "Beli jamu?"

Byantara terkekeh lalu menggeleng, "Iya, saya mau kamu."

"Oh." Janetha mengangguk, "Lagi pegel linu."

Tawa Byantara pecah, sementara Janetha mengernyitkan alis dan mendumal tak menyangka. Sosok Byantara ternyata tidak sedingin yang dia kira.

***

Whatever Tha. 🤣🤣🤣

Continue Reading

You'll Also Like

545 115 6
Aruni merasakan bahwa tempat ternyaman di dunia adalah di balik selimut alias di dalam kamarnya. Ia merasakan dunia sangat berbahaya di luar sana seh...
41.5K 4K 20
Bintang ternama Negeri Ginseng ditemukan tewas di kediamannya tepat sebelum malam Natal yang meriah pada musim dingin 2004. Penyidik menetapkan kemat...
Niskala Mayapada By A

General Fiction

3.8K 724 25
[Ketika sebuah tindakan dituliskan dan dilakonkan] Durga sudah sering menulis naskah drama yang diangkat dari tragedi-tragedi yang ada dalam sejarah...
2.1M 167K 38
"Aku akan menikah," kata Sara pada David. Wajahnya tersenyum tapi hatinya pilu. "Apa maksudnya itu, Sara?" David mencengkram pundak gadis itu. "T...