When The Sun Goes Down [๐˜ค๐˜ฐ๏ฟฝ...

By Ren_lena

11.7K 3.2K 3.2K

Sejalan, tak searah. Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma m... More

Prolog.
.
1. Hujan dan Duka
2. Satu Atap
3. Nachandra Renjana
4. Naraya Hysteria
5. Pesan dari Chandra
6. Si Anak Penurut
7. Thanks, Ra
8. Kecewa.
9. someone to stay
10. Lo cantik, Nara
11. Dilema
12. betrayed
13. ;
14. Yang Terlupakan
15. Capek
16. Perkara Rokok
17. Dewasa Lewat Luka
18. Makasih, Maaf.
19. Taruhan
20. "Tuhan kita beda."
21. Belajar Menerima Diri
22. Apa Kabar?
23. Menyerah?
24. CINTA CINTA TAI MONYET
25. Kilas Balik
26. CHANARA๐Ÿ˜๐Ÿ˜˜
27. Ruang Hampa
28. Monokrom
29. Pasrah.
30. Serpihan Hati
31. Belenggu
32. Penawar Luka
33. ecstasy.
34. Keputusan
35. an angel
36. sun and moon
37. party's over
38. Perkara Kucing
39. affection โš ๏ธ
40. kinda jealous?
41. took a chance
42. Luka dan Deritanya
43. Lika-liku Keadaan
44. Buyar
45. no options
46. Pacaran Jangan di Sekolah
47. Panggung Sandiwara
48. dive ends bleed
49. Pelipur Lara
50. Tentang Rasa
51. Hilang Arah
52. fall apart
53. Kota Mati
54. Pendatang Baru
55. Petunjuk
56. Hampir
57. Satu Padu
58. Kelinci Manis
59. scanzo
61. some people go
62. attractionโš ๏ธ
63. tragedy, comedy
64. crave
65. no time to count
Epilog.

60. murder

70 23 42
By Ren_lena

Trigger warning : 17+ mengandung kekerasan.

"Tunggu dah, kek ada yang aneh." Si mantan anggota OSIS berpikir keras berusaha menemukan kejanggalan yang belum disadarinya juga. 

"Loh, kok jadi banyak?" Ditajamkan penglihatannya sambil berpikir. Sekarang dia nyebut dalam hati berusaha positive thinking.

"Ah, nggak mungkin mereka nggak pada bawa backingan kan?" monolongnya menyakini. "Tetap bahaya sih ini." Lalu jarinya bergerak mencari nomor seseorng untuk dihubungi. 

"Sinting lo?" cerca Pangeran, tak disangka-sangka mulutnya kini habis berlumuran darah berada dibawah kukungan saudara tirinya sejak pemuda ini memukulnya bertubi-tubi. 

Nachandra melepaskan cengkraman pada kerah bajunya secara kasar menolak keras membunuh orang di usia muda. Lantas Pangeran mendorongnya mundur mengerti diberi lampu hijau untuk kabur.

"Kenapa diam? Bunuh gue."

Diamnya bagai racun mematikan. Untuk beberapa saat pandangannya mengedar lebar melihat kapal-kapal

Tak mengindahkan untuk beberapa saat dan pandangannya mengedar melihat bongkahan kapal-kapal merapat ke tempat persinggahannya. Kalau jam segini sebenarnya ia belum yakin betul orang-orang di dalam sana belum pada tertidur, keadaannya sepi senyap mengundang pikiran liar seseorang, bersamaan menarik senyum mengejek.

Melupakan keberadaan laki-laki problematika itu terlebih dulu. Ia mulai memutar waktu, ketika menyaksikan perairan luas di hadapannya. Merangkai adegan demi adegan. Farhan pernah bercerita tentang ibunya, nyaris menenggelamkan diri lantaran putus-asa.

. .

. . .

. . . .

"Marnia! Kamu lagi apa?!" Farhan menenteng belanjaan refleks kalang kabut melepaskan kantung kresek itu saat melihat ibunya berdiri melepaskan tautan pada anak laki-lakinya, selangkah lagi menggapai tujuannya. Bunuh diri.

"MAMA!! JANGAN PERGI," rengeknya menarik-narik lengan ibunya kuat-kuat takut ditinggal pergi ke suatu tempat, masih tak ia mengerti mana jalan pulangnya.

"Aku lelah... Maaf, Nak, Mama capek ngurusin ayahmu terus. Sementara dia selalu menyakiti kita semua."

"Papa sakit... Ma." raungnya pilu. Kata-kata yang selalu ditanamkan ketika melihat ayahnya mengamuk menyakiti ibu, dan dirinya.

"AKU TAU," balasnya lirih. "TAPI MAMA LELAH MEMDERITA SELAMA HIDUP BERSAMA ORANG GILA—"

. .

. . .

Sakit hati. Karena rasanya manusia tidak pantas memilih jalan takdir mulus, bukan keinginan mereka harus menempuh hidup dengan penyakit kronis. Keadaan menjebak, penderita sendiri jelas akan selalu disalah-salahkan

"I won't," jawabnya ogah-ogahan. Kadang Pangeran itu bisa bersikap aneh membuat kedewasaan luntur seketika digantikan racauan—seperti bocah ingusan—manantang yang lebih dewasa. 

Sayang sekali memang, jalan pikiranya mana mungkin sesimpel itu, seorang mental pembully jelas berbeda dengan orang normal pada umumnya cenderung akan memikirkan hal-hal gila tak terduga. 

Di sini lah berakhirnya aksi pukul-memukul secara bergantian terus dilakukan meskipun terguling-guling di jalanan masih tetap berlanjut, diteriaki bocah, atau ibu-ibu dan, bapak-bapak? Kuping keduanya mendengung sudah kebal. 

"Why not?"

Dua pemuda itu berleha-leha tiduran di tepi pelabuhan, agaknya para penonton sempat mengira mereka sedang main pukul-pukulan biasa ala bocah kecil yang sedang memperebutkan mainan kesukaan mereka.

Salah satunya beranjak berdiri mengatur napas, Nachandra membuka suara berbicara lantang lalu bersimpuh kelelahan, menghadap arah penerangan sumber cahaya berasal.

"Karena lo juga masih manusia makanya gue kasih kesempatan buat hidup," jelasnya menyematkan pandangan menusuk. 

"Bullshit." Dia tergelak meremehkan sang pembicara. Did you get dejavu? Kalau sama Haidan sih mungkin bisa dibilang kadar bencinya tak separah Pangeran. 

Pangeran menyaksikannya hendak angkat kaki pergi, sementara dirinya masih dikuasa oleh emosi tentu tak terima wajahnya habis babak belur karena ulah mantan korban bullying-nya ini. Ingat? Nachandra gampang dimanipulasi. 

"Lo nggak tau kan gue apain aja si Naraya?" Dan coba lihat usahanya, berhasil bibirnya melengkung saat mangsanya masuk ke dalam perangkap tikus ciptaannya.

"Dia cewek penurut .... Tau kan? Gue minta apa aja diturutin."

"Bibirnya manis, pinggang rampingnya pas banget buat gue peluk...."  Bicara seolah-olah sudah pernah melakukan hal-hal intim.

"I wondering how good she is if i ask her play in bed with me."

Berhenti sampai di situ.

Terlihat sangat jelas seekor tikus masuk perangkap, berhasil terpancing melalui bahunya naik-turun meremat jemarinya masih menahan diri agar tetap santai walaupun emosinya meletup-letup di dalam sana.

"Belum pernah nyicipin dia kan lo?" Dikiranya gadisnya apaan? 

Namun si tikus malah berbalik badan menantang, menyilang kedua tangan ke depan dada sambil berjalan elegan berharap kali ini setidaknya, masih mampu menahan diri agar tidak gegabah. Pangeran mendecih kesal karena belum ada tanda-tanda mangsa akan menyerang.

"Jujur aja," jedanya ikut berdiri menyejajarkan tinggi badan mereka. "Lo mau nidurin dia kan? Nggak mungkin lo nggak tergoda sama sekali." Netranya menatap dalam seolah-olah mencari titik kelemahan pemuda yang punya dendam mendarah daging, dan ahli pura-pura polos.

Lagi, masih betah memperhatikan, mulanya ia melangkah pelan ke arah si pengamat pun berhenti mengalihkan pandangan tampak berpikir. Kelamaan. Lama kelamaan Pangeran jenuh kelelahan menunggu respon memuaskan.

"Chill bro, imma tell you how i feel, gue udah pernah. She's so aggressive—" Di sebrang sana matanya memerah kelewatan marah. Pekat polosnya sirna. 

BUGH

"Say that again."

Setelah si doi melancarkan aksi menghantam sekali barusan. Pangeran merasakan ngilu di pipi lagi lalu disentuhnya bekas memerah itu sesaat bahkan tak sempat mengantisipasi sebelum mempersiapkan pertahanan.

"BRENGSEK!" Itu Pangeran, kembali brutal menerjang perutnya tanpa aba-aba membuat si empu terdorong ke belakang hampir ambruk. 

"Persetan, jangankan nyentuh. Nggak bakal gua izinin deket sama dia lagi." Memperingatkan sembari memegangi perutnya. Tiada suara teriakan melainkan penuh erangan kesakitan tertahan mengudara berulang-ulang, lalu gantian menerjang badan sang lawan ambruk ke bawah.

Perkiraan sementara ini dapat dipastikan Nachandra, bisa menjatuhkan lawan, atau bahkan membunuh manusia tidak tau diuntungkan ini dengan mencekik lehernya di bawah kuasanya. Hanya andai jika, orang-orang pengecut lain tidak datang mencampuri urusan mereka. Sialan.

"WOI!" seru Juanda. 

"WOI WOI!" ditimpali Ares. 

"LO KAYAK BOCAH BAWANG BARU KEMARIN UDAH BELAGUK YA?" Suara familiar dari seseorang tak sekedar mengusik telinganya namun juga meruntuhkan puing-puing harapan untuk menang. Ares.

"MINGGIR LO ANJING!" pekiknya. Nachandra pun murka dilepaskan dari mangsanya.

"LO YANG ANJING!" Ares menuding ke arahnya terlihat sangat marah kawannya  dipenuhi corak kemerahan menghiasi wajahnya. Pangeran tersenyum senang mendapatkan pembelaan. 

"LO MAU BUNUH ORANG?!" Juanda ikut-ikutan bersuara.

BUGH

"Jawab bangsat!" katanya lagi, setelah mendaratkan pukulan di kepala secara tiba-tiba. Nachandra mendadak kalut dan kebingungan kenapa mereka jadi menyalahkannya? Bukannya mereka bagian dari Scanzonaz? 

Sial, mereka jelas teman-temannya Pangeran. 

Sembari menetralisir rasa sakit dan pening di kepala ia meringis pelan hendak bangkit dari keterpurukannya di bawah kaki para pelaku. Sampai tendangan sama sekali tak melibatkan perasaan itu memojokkan, dan rahangnya serasa mati rasa setelah dirasakan menghasilkan cairan kental mengalir mengganggu saluran pernapasan.

Ringisannya, sangat pelan cukup menjelaskan sesakit apa yang ia terima, rahangnya serasa terkoyak, dan pada saat itu juga mereka semua tergelak kecil mendalami tawa.

"Bangun," titah Pangeran. "Segitu doang?"

Maniknya pekat kembali. Sempat ingin bangkit lagi bertumpu pada kedua tangan, tanpa diduga seseorang menginjak kepalanya membuat pemuda itu mau tak mau harus mencium permukaan padat kembali. Dingin, kotor, kasar. Mereka benar-benar biadab.

"Brengsek, pengecut," gumamnya di bawah sana. 

"Apa lo bilang?" Teriakannya tertahan kepalanya semakin merasakan berat sebab si pelaku menambahkan kekuatan pada kakinya melemahkan yang telah melemah. "Coba bilang lagi?" bisik Juanda. 

"Beneran, serius segitu doang?" Bisa dilihatnya kaki-kaki panjang mereka melangkah santai di depannya, sengaja mendiskriminasi.

"HEH! BISU LO?" Pangeran berjongkok seolah menikmati pemandangan berharga. Setelah bosan diabaikan terus begini, dia mengeluarkan sesuatu dari belakang. Masih betah disembunyikan.

"Mau gimanapun cara  lo merayu Naraya. Jangan berharap lo bisa ngeluluhin hatinya." Berucap parau, setelahnya seutas senyum miring mengejek dilemparkan lagi

Pangeran tampak tertarik mendengarnya, lantas dia mendekatkan kepalanya ingin dibisikan. "Apa? Coba ngomong yang keras?!"

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan maka saat mereka lengah sedikit saja. Nachandra bergerak cepat menarik salah seorang tangan pelaku yang tergantung di sampingnya lalu kemudian membanting awak itu hingga terpelanting. Kena.

Nachandra berhasil terlepas dari belenggu biadab, sementara ini sedikit menjauhkan diri memasang persiapan penyerangan tanpa rasa takut, saat dirasakan sesuatu mengalir pelan sampai ke mulutnya ingin menyeka sebentar sampai seseorang datang menghantam punggungnya dari belakang. 

Bruk! 

Seseorang dengan segaja mengopernya kembali pada sekumpulan singa lapar sialan ini dalam hati ia mengumpat kesal setengah mati. Iyan tertunduk ragu diberi tepuk tangan oleh teman-temannya. 

"Good boy," puji Pangeran. Kedua tangannya dikunci oleh dua orang temannya Nachandra menatap sengit menuai senyuma puas dari seseorang. 

Dia berkacak pinggang sambil menerawang apa yang dipikirkan mangsanya sampai pandangan membulat dan auranya jatuh seketika meredup.

"Sampah kayak lo banyak maunya, ngelunjak lagi," ujarnya usai memilah kata-kata yang pas, menarik napas selanjutnya."Kemarin Papa sekarang Naraya. Coba cek deh, siapa tau lo gila." Nachanda mendecih kehabisan akal.

Agaknya orang seperti ini memang pantas disebut gila, barangkali memang begitu adanya. Sekarang coba lihat siapa yang tertawa terbahak-bahak di saat bahkan tidak ada yang lucu sama sekali di sini. Usut demi usut, dia sedang menertawakan dirinya sendiri diselubungi emosi.

"Jangan buat gua ngeluarin sisi gelap gua, Nachandra." Sejujurnya, dia selalu mengeluarkan aura negatif setiap bertemu, dan memangnya sejak kapan Pangeran punya warna lain selain sisi gelap yang dimaksud.

Tanpa banyak pikir, Pangeran mengambil sesuatu yang disembunyikan di belakang badannya seringai menyeramkan seolah tak luput dari wajahnya menyematkan amarah tersirat.

Entah bagaimana menduga ternyata benar saja dugaannya tentang benda berujung runcing putih mengkilap di depan mata sengaja dipamerkan pemiliknya. 

"Apa lo belum pernah ngerasain rasanya berhadapan sama bunuh?" Psikopat. Dia melebarkan tawaannya. Nachandra tak ragu mengira mereka semua gila. 

Nachandra membelalak kaget segera memberontak sekuat tenaga napasnya makin memburu, tau apa lebih menyeramkan dari psikopat? Adalah orang yang memaksamu mengikuti alur permainannya sendiri secara perlahan-lahan tetapi juga mampu mematikan.

Caranya mainnya cerdik.

Ekspresi datar serta ayunan tungkainya mulai melangkah mundur segitu tenang. Jangan sampai lawan tau betul sebenarnya di mana letak titik kelemahannya.

BUGH

Sayang mereka lengah dan dua pukulan yang sama dilayangkan mengenai perut keduanya beralih menginjak kaki salah seorang pelaku dan menghajar wajahnya sekali. 

Badan Ares terguling oleh sebab ulahnya sedang menatap sengit sedangkan Juanda hendak menarik bahunya agar berbalik dengan cekatan Nachandra menghadiahi satu tendangan mengenai kepalanya persis.

Tak ingin lama berdiam Pangeran berjalan cepat ke arahnya menodongkan sebuah senjata di depan mata sebagai peringatan pertama, keduanya berpapasan saling menebarkan kebencian. 

Bukan, itu bukan senjata api. Melainkan besi berukuran panjang mampu mengoyak daging-daging bila nanti diayunkan.

"SERANG DIA!" titah Pangeran memerintah teman-temannya menyerang yang lemah tak mempersiapkan diri. 

"Pangeran, lo yakin?" tanya Iyan tiba-tiba. Sementara yang lainnya melanjutkan kegiatan mereka setelah diberi aba-aba—menyerang yang lemah—berkerja sama menjatuhkan lawan. 

"BANGSATT SIALAN LO ARGH!" Bukan, untungnya bukan Nachandra. 

Pisau milik Ares hampir terlepas dan menancap di tangan empunya sendiri tak lain dan tak bukan hal itu terjadi karena dirinya berusaha menikam Nachandra dari belakang sehingga pemuda itu refleks menjatuhkan lawannya, kebetulan yang ini tanpa sengaja. Kini kelewatan apes, cairan itu bercucuran ke mana-mana.

"Mau gua bunuh temen lo sekalian?" Nachandra melirik Pangeran dan Juanda bergantian, gertakan pertama. Tak terelakkan keduanya sekarang memiliki senjata yang sama sekarang.

"Woww wow psikopat. Look!" seru Pangeran kegirangan nggak sadar diri melihat cara mantan korban bully-nya merebut senjata Juanda sedemikian epik menyambarnya ketika melayang di udara karena bocah SMA itu hampir menusuk pinggangnya. 

"Mirror please."

"Fine, let's see how tough you are huh." 

Bruk! 

Bagaikan diterjang maut namun tak sampai mati Pangeran menerjang tubuhnya begitu teras pada awalnya menjatuhkan dan mengurung dibawah kukungannya menyelipkan senjatanya ke  entah di mana.

Bertanya dalam hati, apa yang dia lakukan? Mungkin berniat menghancurkan wajahnya dengan pukulan tangan? Benar saja sebuah pukulan hampir mengenai pipinya berhasil ditangkap sembari menelan salivanya susah payah. 

Pukulan demi pukulan mendarat mulus. Kemudian datang bertubi-tubi macam beban masalah hidup saja. 

Nachandra merasakan pipinya nyaris mati rasa rupanya dia sedang melancarkan aksi balas dendam. Untuk kali ini dibiarkan sampai energi dalam tubuhnya bertambah sementara lawannya makin kelelahan. 

Sungguhan tak diduga. Ketika sang pengamat menggerakan badan mengambil aba-aba untuk menyerang Nachandra bungkam mulai kehabisan berkata-kata, speechless

Pada sekon selanjutnya sangat mungkin pisau itu menancap di sebelah matanya lalu beralih merobek perut. Tuhan masih menyayanginya. Ah tidak juga rupanya pisaunya meleset medarat di telapak tangan… Pangeran. Maka ia sudah siap siaga apabila lelaki itu berteriak keras melampiaskan rasa sakitnya, dan benar dia mencoba menusuk perutnya berkali-kali

Selagi Nachandra melindungi diri Pangeran makin kesetanan sehingga yang di bawah harus membentuk benteng kokoh dengan kedua tangan ia merintih sebab sebelah punggung tangannya telah tersayat-sayat meloloskan cairan merah kental segera ditangani pendarahannya sembari memperhatikan lukanya. Syukur belum menebus sampai ke tulang.

"LO YANG SINTING ANJING!" 

BRUK! 

Pangeran terdorong ke belakang ditendang tanpa ia sadari. Dia menggeram kelewatan kesal diangkat badannya yang masih sehat bugar mendekati saudara tirinya hendak menariknya berdiri. 

Nachandra terhantuk terbatuk-batuk, posisi badan terlungkup. Otot-otot tangan berkerja lebih keras saat ini, dan kakinya mati-matian mempertaruhkan harga diri, persetan tentang tangannya berlumur darah. Entah bagaimana rupa wajahnya sekarang dirasakannya, jelas hancur.

"Masih kuat kan lo?" sapanya dengan nada mengejek. Tak mau basa-basi Nachandra melayangkan tinjuan di kepala, sekali. 

Yang dipukul mengeringai lagi sungguh laksana orang gila.

"Well then, so far… why do we fight over nothing?" Dia memiringkan kepalanya seni manipulasinya lumayan keren tapi sungguh memuakkan.

"What do you think? you're trying to kill me, bastrad," jawabnya merotasikan matanya kelelahan.

"Exatcly. Go ahead then," bisiknya. Belum sempat melirik ke arahnya sang pemuda gila ini mengerahkan seluruh tenaganya untuk menendang tungkainya hingga seluruh badannya masuk ke dalam perairan yang luas, dalam, dingin, dan gelap. 

"PANGERAN!" 

Yang namanya disebut melemah tak berminat menoleh meskipun wajahnya baru saja dihantam keras membuatnya harus menoleh paksa.

"Keterlaluan lo bajingan!" maki Iyan tak habis pikir. 

Jiwa setengah warasnya terus menguasai diri sulit terkontrol menatap senang korbannya melambaikan tangan nampak kesulitan berenang di perairan memang, mengingat, memang sangat dalam untuk ukuran orang dewasa sekalipun.

"GILA LO SERIUSAN MAU BUNUH DIA HAH?! TOLONGIN BURU!" seru Juanda di antara lainnya masih punya rasa kemanusiaan. 

"Biarin aja. Niat awal kita emang mau bunuh dia kan?"

Kegelapan menyapa naluri bahwa dirinya akan mati. Mungkin tak mungkin, dan semuanya bisa jadi mungkin terjadi ia mengeluarkan sisa energi kakinya mengayun setia di belakang mendukung harapan tak pasti, walau kini penglihatan buram dan badannya yang semula kesakitan seolah mati rasa dalam upaya menyelamatkan diri.

Fuck. 

Batinnya seharusnya meminta pertolongan bukannya justru mengumpat kasar. Berpikir ajal akan segera menjemput pemuda itu mulai merapalkan surat-surat pendek  manapun yang diingat.

Ayunan semakin di kaki menelan seiring irama detak jantung melonjak naik. Pengap, tiada setitik udara pun yang bisa dihirupnya leluasa. Sampai pada upaya terakhir, harapan terakhir yakni, berserah kepada Tuhan.

laa ilaaha illallaah….

. .

. . .

. . . .

. . .

. .

Allahuakbar.

"H-halo, Om." Suara terbata-bata bocah disebrang menimbulkan kerutan di dahinya.

"... Hm?" Bahkan suara napasnya sangat jelas dan bergemetar. 

"A-anu anak-anak, Om gelud di Pelabuhan Berantai."

"Hah? Siapa maksud kamu?!" 

"Nachandra dan Pangeran Om."

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 122K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET ๐Ÿšซ "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.2M 291K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2.5M 133K 62
"Walaupun ูˆูŽุงูŽุฎู’ุจูŽุฑููˆุง ุจูุงุณู’ู†ูŽูŠู’ู†ู ุงูŽูˆู’ุจูุงูŽูƒู’ุซูŽุฑูŽ ุนูŽู†ู’ ูˆูŽุงุญูุฏู Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
1.1M 80.6K 39
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...