When The Sun Goes Down [๐˜ค๐˜ฐ๏ฟฝ...

By Ren_lena

11.7K 3.2K 3.2K

Sejalan, tak searah. Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma m... More

Prolog.
.
1. Hujan dan Duka
2. Satu Atap
3. Nachandra Renjana
4. Naraya Hysteria
5. Pesan dari Chandra
6. Si Anak Penurut
7. Thanks, Ra
8. Kecewa.
9. someone to stay
10. Lo cantik, Nara
11. Dilema
12. betrayed
13. ;
14. Yang Terlupakan
15. Capek
16. Perkara Rokok
17. Dewasa Lewat Luka
18. Makasih, Maaf.
19. Taruhan
20. "Tuhan kita beda."
21. Belajar Menerima Diri
22. Apa Kabar?
23. Menyerah?
24. CINTA CINTA TAI MONYET
25. Kilas Balik
26. CHANARA๐Ÿ˜๐Ÿ˜˜
27. Ruang Hampa
28. Monokrom
29. Pasrah.
30. Serpihan Hati
31. Belenggu
32. Penawar Luka
33. ecstasy.
34. Keputusan
35. an angel
36. sun and moon
37. party's over
38. Perkara Kucing
39. affection โš ๏ธ
40. kinda jealous?
41. took a chance
42. Luka dan Deritanya
43. Lika-liku Keadaan
44. Buyar
46. Pacaran Jangan di Sekolah
47. Panggung Sandiwara
48. dive ends bleed
49. Pelipur Lara
50. Tentang Rasa
51. Hilang Arah
52. fall apart
53. Kota Mati
54. Pendatang Baru
55. Petunjuk
56. Hampir
57. Satu Padu
58. Kelinci Manis
59. scanzo
60. murder
61. some people go
62. attractionโš ๏ธ
63. tragedy, comedy
64. crave
65. no time to count
Epilog.

45. no options

91 28 49
By Ren_lena

Tidak disarankan membaca di siang hari. Masih biasa si tapi ya tetap sj ya xixi.

Aroma dan suasana ... rasanya ini sangat familiar lalu saat terik matahari pagi muncul menyapa para mahkluk bumi dengan warna ceria berkilau di berbagai sudut pandang. Hari terbaik baginya di mana anak sekolahan akan banyak menghabiskan waktu bermain di luar rumah.

Perkarangan luas sebagai tanaman bermain.

Bunyi kicauan burung di mana-mana seakan sedang mengikuti tiap jalan langkah pastinya, menenangkan hati siapa saja saat melihat pemandangan indah ketika anak-anak mereka berlari kecil nampak bahagia dan tertawa keras memberikan energi positif nyata bagi para orang dewasa sedang rehat dari kejamnya dunia.

Perosotan, dan jungkit-jungkit di tengah taman bermain adalah permainan favorit setelah ayunan di sisinya. Gadis ini terjatuh saat seseorang yang tidak dikenali tiba-tiba mendorong punggungnya sengaja sesaat bangkit keinginan memukuli mereka urung sebab teringat pesan ayah.

"Kekuatanmu bukan untuk menyakiti orang lain, tapi untuk membantu mereka yang kesusahan."

Tawaan mereka laksana belanu menjerat batinnya, sayangnya gadis kecil ini malah salah mengartikan pesan singkat sang ayah. Tidak menyakiti bukan berarti tidak membela diri.

Ia mulai mengedarkan pandangannya mengabsen ke seluruh tempat upaya menemukan sesuatu memain-mainkan kuku jarinya bimbang rasanya ingin pulang saja.

Ma, Pa, Naraya takut.

Terpaku pada sesosok anak lelaki baru saja ia sadari dari tadi dia banyak diam mengayunkan kaki-kakinya kehilangan minat bermain sambil menatap kosong seolah pikirannya tidak berada di tempatnya.

Dengan seluruh keberanian yang tersisa setelah mendapatkan penolakan tak mengenakan dari anak-anak sebayanya akhirnya ia berlari kecil mendekat pelan-pelan. Lelaki itu mengenakan kemeja kecoklatan membuatnya terlihat tampan meskipun kulitnya lumayan gosong oleh sinar mentari.

Kepala anak itu langsung terputar menatapnya datar.

"Kamu punya temen?" Bertanya gamblang. Anak yang ditanya menggeleng tampak kelelahan.

"DDUARR!"

"HUWAAA!!"

Seorang anak lain mengejutkan si gadis dari belakang hingga refleksnya bersembunyi di balik tubuh yang baru diajaknya berkenalan sebab badannya ternyata lumayan tinggi sembari menetralkan degup jantungnya ia berpikir.

"Jangan takut, dia nggak gigit kamu kok," gumamnya suaranya lucu saat berbicara. Hati gadis itu menghangat lega.

"Aa-thu m-au dalan, m-mau itut?" Senyuman dua bocah lainnya mengembang meng-iyakan.

"Mau ke mana sih? Aku males pulang!" tolak lelaki di depannya menggeleng keras.

"N-nachandla, angan begitu, Mamana baikk kok. "

"Nama kalian siapa?" tanya si gadis menyita perhatian kedua anak adam ini.

"Panggil Kakak aja," jawab yang lebih tua tersenyum tipis.

"U-udinn."

Ia menarik sudut bibirnya ketika mendapatkan respon yang diinginkan sekaligus mendapat teman baru. Paling tidak tak perlu mencari orang-orang baik seperti dua anak ini lagi.

Sebab walaupun sudah memiliki cukup banyak teman gadis bernama Naraya ini masih saja merasa sendirian itulah alasan mengapa dirinya selalu mencari banyak teman sebanyak mungkin untuk menemani.

"Kamu anaknya temen Ayah?" Naraya mengaruk kepala tak mengerti maksud ucapan anak yang ia kira bernama Kakak tadi.

"Aku nda tau, Kak," jawabnya seadanya.

"M-mainn, ayok mainn!" Anak yang kerap bicaranya terbata tadi kemudian berjingkrak-jingkrak lucu membuatnya tertawa gemas.

"Ke mana?" tanya Naraya antusias sedangkan si kakak ini hanya terdiam tak banyak bertingkah.

"Ke syurga."

.

. .

. . .

. . . .

Apa ... syurga?

Serangan rasa sakit di kepala menyambar memaksanya untuk segera membuka mata sehingga membelalak lebar lantas langsung disapa oleh bunyi detik jarum jam mengisi keheningan ruangan.

Pemandangan pertama yang dilihat adalah langit-langit bilik, refleks kedua tangannya bergerak liar berusaha membangkitkan badannya tiba-tiba saja terasa berat.

Ia menunduk mengendus lega rambut lembutnya pun turun menghalangi pandangan mata guna menormalkan degup jantung sebentar sebelum matanya bertemu dengan tatapan khawatir sang matahari.

"Lo kenapa?" Naraya mengerjap mata beberapa kali demi memastikan apa yang dilihatnya ini nyata.

"Enggak, gue gapapa," balasnya gugup. Laki-laki itu sepertinya habis memainkan gitar di pangkuannya.

Sebuah gitar di dekat jendela memang tidak pernah berpindah tempat beberapa kali Naraya mencoba memainkannya, dan mencari tutorial di internet khususnya YouTube tetapi sepertinya gadis itu tidak memiliki keterampilan dalam memainkan alat musik.

Itu adalah gitar akustik pemberian terakhir almarhum ayahnya sejak beberapa tahun yang lalu. Ia jadi ingat beliau pernah berkata, "kalau Naraya nggak bisa mainin kan nanti ada Kakak yang ngajarin."

Pertanyaannya, kakak yang mana? Dean? Bahkan rasanya laki-laki itu tidak pantas disebut kakak.

Masa iya, Nachandra? Ah, apa iya?

"Tadi lo hampir ketabrak tau nggak? Untung pengemudinya langsung berhenti, tapi lo malah jatuh keguling ke pinggir," jelasnya menaruh benda itu ke samping hendak mendekat.

"Gue liat tangan lo lecet, makanya gue obatin sedikit." Tubuh tingginya menjulang di depan sang gadis tengah berkacak pinggang. Hanya sinar lampu samar dari penerangan white warm menonjolkan koleksi polaroid mereka.

"Chan, gua mimpiin kita di masa lalu. Ada Udin juga, gua jadi kangen dia lagi," cicitnya suara gadis itu terdengar serak basah.

"Lo mau ketemu Udin?" Alisnya terangkat.

"Iya." Tanpa sadar giginya mengigit kuku jarinya bimbang. "Gimana kalau kita ke sana buat yang terakhir kali? Gue juga mau ketemu temen lama kita."

"Gua nggak punya temen dulu, Ra. Yang mau main sama gue cuman lo kan."

Senyuman getirnya nyelekit. Nachandra dewasa dan sosok masa kecilnya ternyata memperlihatkan sedikit perbedaan, dulunya dia menampilkan senyum tipis-tipis dipaksakan sekarang adalah senyum manis nan tulus tanpa diragukan.

"Sama Udin kan?" Lagi-lagi suara serak si gadis terkesan seksi di benaknya. Tolong ingatkan dia untuk membersihkan pikiran kotornya nanti.

"Iya. Oh iya tangan lo gimana?" Naraya langsung memeriksa bagian sikunya telah dioleskan obat merah rupanya masih agak ngilu.

"Sakit, dikit doang."

Nachandra terduduk di tepi ranjang berhadapan dengan sang kekasih memperhatikan setiap kerutan wajah cantiknya dari dekat sedangkan yang diperhatikan mulai menahan gugup setengah mati.

"Ra."

"Hm?"

"Apa lo-lo denger semuanya?" Napas sang lekaki pun bisa dirasakannya, tenang tapi ada gelisah, kemudian ia meraih bantal di belakangnya meletakkan ke pangkuan.

"Gue-gue nggak denger kok."

"Lo pikir gue bisa lo bohongin?" Dia menampakkan smirk menjengkelkan, namun juga sebenarnya bisa meghilangan kewarasannya dalam waktu sedetik.

Kaki-kaki panjangnya melangkah pelan menuruni ranjang mulai mengeksplor ruang pribadi sang gadis dengan pupil membesar, turun menatap meja di depan jendela menarik laci langsung menemukan apa yang dicari.

Kiranya perempuan berkepala batu ini rela menggali tempat pembuangan sampah di belakang demi mengembalikan benda-benda tajam semula disingkirkannya.

"Lo masih nyimpen benda tajam di sini?" Memiringkan kepalanya menatap serius. Di sana ada dua buah jenis gunting dengan bentuk berbeda ukuran, sebuah pisau tajam ukuran kecil, cutter dan tiga buah silet.

"Liat aku, Ra. Sebenarnya mau ngapain dengan benda-benda itu sih?" Intonasinya meninggi menjadi pertanda seberapa lelah dirinya, diangkat kakinya ke atas ranjang demi menyalurkan perasaan bimbang lantaran tak mengerti jalan pikirannya saat ini.

Bertemu dengan tatapan sedalam lautan yang sangat sulit diartikan kemudian tenggelam ke dalam sana. Naraya memejamkan mata sebentar saat dirasakan seolah jiwanya ditarik masuk dalam pikiran sang matahari hatinya akhirnya luluh.

"Mau tau rahasia?" Naraya tiba-tiba menarik dagu Nachandra demi menelusur masuk ke dalam bola mata jernihnya.

"Nachandra, aku butuh pelampiasan."

"Kayak g-gue sering potong rambut, yes karena gue ngerasa lebih enteng aja setelah itu," ungkapnya menggeleng pelan lalu tertawa miris. Sedangkan sang pendengar tak berhenti mengabsen setiap wajahnya berganti ekspresi sembari mendengarkan.

"Sekarang lo tau kan kenapa rambut gue nggak pernah panjang?" Gadis itu tertunduk kaku. "Gue juga sering gores-goresin benda tajam ke kulit gue, atau sering mukulin kepala sendiri, atau jedorin ke tembok nggak peduli berdarah sekalipun."

Si pendengar menggeleng mulutnya hendak protes sampai jari telunjuk sang gadis menyentuh bibirnya mengatupkan yang tadinya ingin bergerak mengeluarkan suara.

"Iya, Chan, emang sakit kok gue tau. " Keduanya sama-sama mengangguk saling mengerti. "Tapi setidaknya rasa sakit di dada gue pindah ke fisik kan."

"Karena kata orang luka hati itu yang paling nggak ada obatnya." Tangannya bergerak pergi dari sesuatu yang menggodanya, menjambak pelan rambutnya sendiri nyaris kehabisan kata untuk menjelaskan.

Hampir lupa seiring berjalannya waktu ternyata rambutnya sungguh tubuh memanjang sampai melewati leher. Satu hal sederhana yang patutnya disyukuri, terlebih hal ini terjadi hanya setelah ia bertemu Nachandra.

"Setelah ngelakuin itu gue ngerasa lebih tenang, gue ngerasa puas, Chan."

"Gue nggak ngerti apa yang ada di pikiran lo, oke? Karena, karena gue belum pernah ngerasain kayak gitu."

Dia memang tidak pernah melakukan self-harm sekalipun seberat apa beban hidup menerjang bagai tak henti. Namun juga ingin mengetahui alasan di balik mengapa orang-orang lebih memilih menyakiti dirinya sendiri guna menetralisir rasa sakit di hati.

Paling tidak dia pernah putus asa dan berpikiran bunuh diri.

"Chan, lo nggak harus tau, oke? I just want you to know-" Akhirnya Naraya punya kesempatan yang bagus untuk menyentuh surai lembut sang lekaki, disambut senyuman menawan tulus olehnya sekilas.

"Nggak perlu semuanya mesti lo tau kok," lanjutnya memperingatkan.

"Maaf, gue nggak bisa jadi pendengar yang baik buat lo," katanya menggeleng lagi terlalu kurang percaya diri padahal kehadirannya saja dapat menjadi pemulih terampuh.

"Satu hal lo harus kuat, Ra. Ada gua di sisi lo."

"Lo adalah pendengar terbaik untuk gue, Nachandra. Kenapa lo nggak pernah merasa cukup?" geramnya kelewatan gemas serasa ingin mencium pipi temban sang pacar.

"Emang iya?" kekehnya geli.

"Heem."

Jadi seperti ini rasanya dibuat terpesona terus-menerus oleh seseorang yang baru saja dicintai. Rasanya begitu indah bagai ingin hidup seribu tahun lagi perlahan luka hati terobati semangat berjuang pun kembali.

Sementara menangkap jemari si lelaki bergerak lincah ganti kunci sambil memetik senar tempo beraturan menimbulkan bunyi decitan diiringi irama musik mulai tercipta mendadak memanjakan gendang telinga.

Patut diakui, Nachandra begitu lihai memainkan alat musik favoritnya satu ini. Mengingatkan kepada sosok ayahnya, berhenti larut dalam kekosongan ketika Naraya mulai terpejam menikmati sampai kelopak matanya terbuka lebar menyadari sesuatu.

Lagu ini?

Yeoksi, Nachandra Renjana si remaja paling update soal musik viral di internet.

Shakira Jasmine, Nuca - Meant 2 Be.

"Finding a way to recover."

Bahkan alam semesta pun seolah-olah mendukung dua insan itu kali ini, gemuruh suara petir mengiringi. Karena penasaran rupanya Nachandra justru menarik alisnya menunggu si gadis kembali bersuara bak menantang.

Naraya suka tantangan, serasa tertantang pada akhirnya bibirnya bergerak kaku mengucapakan kalimat berikutnya seraya menampakkan ekspresi ketus sebentar.

"From the bad things happened last month, ohh."

Tak bosan dibuat terkagum oleh ciptaan-Nya satu ini maka sekedar hanya memandang saja belum cukup puas. Seperti ada sengatan listrik menyengat hingga ke jantung kepalanya pun merunduk malu.

"When you finally let go of anything in your dreams hmm."

Deg.

Mungkin sudah ketiga kalinya namun kali ini jelas berbeda pertama kalinya gadis itu mendengar suara memukau Nachandra menggema dalam seluruh ruangan lalu mengisi kekosongan relung hati.

Bertanya-tanya apakah sebenarnya dia adalah seorang musisi? Suaranya sangat merdu enak didengar.

"And you feel like you've tried but you can't reach your journey again."

Dia sungguhan memainkan vokalnya membuatnya semakin tercengang-cengang sekaligus insecure sebab pacarnya bisa menyanyi mirip seorang ahlinya.

"Give up today is not the way." Matanya memicing berusaha mengingat tiap lirik serta kunci bersamaan sambil menyingkronkan nada dengan suara lalu menghadap ke arah Naraya bersiap memberikan senyuman pujian.

Nachandra tak menyadari fakta bahwa gadis ini pun sedang begitu mengaguminya.

"Givin' this up is not the path you need to know."

Tarikkan napas keduanya berpadu merdu menjadi satu meraih nada rendah lembut pas di telinga bersamaan dengan munculnya sekelebat kilat dari jendela, pemandangan indah malam hari selalu dinanti-nantikan.

"It feels like you and me are the same, but we're meant to be and we're ha.. ppy with all of these creatures inside as we try not to cry."

Tanpa ragu Naraya memberanikan diri untuk mengambil nada tinggi setelah melihat bayangan-bayangan senyuman bangga pasangan duetnya ini menaikkan gairahnya semakin hanyut menghayati makna lagu hingga mendramatisir suasana.

"I think we're the same, we are meant to be."

Jangan lupakan nada rendah yang diciptakan Nachandra dalam duet kali ini terasa begitu mendukung suara berkualitas standar milik Naraya.

"Inside my heart there's a letter."

"A letter to comeback home from the mess that i've made," sahut Naraya memejamkan matanya sebentar kemudian kembali bertemu pandang mengadap sang matahari.

"Dear my body, forgive me for the pain that you felt."

Berbeda. Hitam pekat serta putih susu itu memang definisi bertolak belakang sesungguhnya, lantas mengapa takdir begitu mendukung sehingga mereka terjebak dalam satu bingkai yang sama, di waktu bersamaan keduanya tetap berusaha saling melengkapi menutupi kekurangan diri.

"Give up today is not the way."

"Givin' this up is not the path you need to see."

Mulai mewarnai apa yang semula kelihatannya abu-abu.

"It feels like you and me are the same but we're meant to be and we're ha.. ppy with all of these creatures inside as we try not to cry...."

Bergenggaman tangan bersama ketika kedua pasang mata mereka bertemu berbinar cerah sekaligus menciptakan haru bagaikan mahkluk paling bahagia di muka bumi.

"I think we're the same."

Tanpa disengaja keduanya tertawa kecil setelah mengambil nada tinggi bersama-sama seperti sedang meluapkan emosi di sana. Mengambil jeda sambil menikmati sensasi luar biasa.

"We we're meant to be..."

"... How long did you take to believe in yourself this time."

"I still remember how bad i was back then before i met you." Kini tatapannya sang lelaki terfokus pada si gadis memilih saling memuja melalui lirik lagu. Sensasi yang ingin dirasakan kembali, setidaknya sekali lagi. Sepeninggalan sang ayah rasanya sangat sulit menemukan kebahagiaannya seperti semasa kecil dulu.

"Cheers to the story of our life... our life...."

Sekali lagi. Mereka dibawa makin terlarut ke dalam makna lagu tersebut terlebih ketika petikan gitar sederhananya berubah menjadi bunyi genjrengan keras terkesan menunjukkan emosional kemudian menyatu dengan suara khas milik mereka.

"Tell me that you you're happy now, promise that you'll never ever be alone.. I will fix the broken pieces of your, dear."

Bersenandung ria ditemani pekikan semesta seketika dirasa kedinginan menyejukkan badan sampai bunyi rintik hujan di luar sana kala itu mampu menenangkan siapa saja termasuk dua insan penuh luka.

Si gadis cepat beranjak dari ranjang menarik lengan sang lelaki ikut berdiri refleks menghempaskan gitarnya pelan menarik napas bersama-sama kali ini disuguhkan tanpa memerlukan iringan alat musik.

"The world is cruel but i know you'll be fine tonight."

"Cause now i'm around."

Belum sempat memikirkan komentar tetangga, maupun orang-orang serumah tentang apa sebenarnya mereka lakukan di tengah malam begini.

"I think we're the same..." Jantung Naraya seperti menggila saat mendengar jelas suara milik sang kekasih dalam keheningan.

"We are meant to be...."

Entahlah, lagipula hidup Nachandra jadi jauh lebih damai sejak menutup kuping rapat-rapat dari omongan tidak penting orang lain tentang dirinya.

"I think we're the same."

Kulit lembutnya bisa merasakan telapak tangan besar Chandra terasa sedikit kasar menyentuh kedua tangannya lalu beralih ke atas menjelajahi permukaan wajahnya membuat si gadis tersentak kaget.

"We are meant to be."

Sial. Nachandra tidak bisa lagi menahan hasratnya ingin segera memeluk tubuh rapuh perempuan ini sekarang juga sebab senyuman ceria Naraya memudar berganti oleh tangisan tertahan ketika air matanya jatuh bahkan tak disadari empunya.

Bendungan kokoh itu juga dapat runtuh di hadapan semestanya. Tetapi kali ini ia tak ingin berusaha membendungnya sekali lagi, memperlihatkan di hadapan satu orang yang tepat.

Nachandra Renjana.

"Nachandra Renjana."

Tangisan Naraya terdengar begitu pilu seolah-olah menjelaskan keletihan dalam menghadapi segala cobaan. Sulit diringkas lewat kata-kata rupanya pelampiasan terbaik adalah menangis, setidaknya ia hanya akan kehilangan banyak air mata.

"Sesek....," paraunya memegang dada. Nachandra langsung mengerti tanpa perlu ia jelaskan, lalu mengangguk cepat merengkuhnya.

Awalnya semua serasa normal tinggal isakan tangisnya menggema.

Naraya mendongak cepat kemudian menatap serius ketika merasakan setitik cairan bening jatuh di lengannya dan untuk pertama kalinya, menyaksikan mataharinya tengah menangis tanpa suara. Sinar sebenderang surya pun juga bisa muram kala mendung menggelayuti cakrawala.

"Mau cuddle?"

Langsung diangguki cepat merasa terlalu sigap dipahami sekarang badan mungilnya menerjang badan besar beruang kesayangannya memberikan pelukan penuh kasih sayang lalu tak segan mendaratkan pantatnya di pangkuan sang lelaki.

Naraya menyerahkan kepercayaannya malam ini. Dagu si gadis mendarat di antara tulang selangka sang pacar hembusan napas terasa menggelitik leher, tetapi dia memilih diam menikmati saja. Sekiranya butuh waktu cukup lama sampai keduanya merasa puas.

Kepalanya-tepatnya bibirnya-bergerak mencari sesuatu pada lekukan wajah tampan rupawan Nachandra. Laki-laki itu dibuat kalang kabut sendiri setengah mati mengira gadis itu akan mencium bibirnya, lagi.

Ternyata benda kenyal itu didaratkan ke pipi.

Kecupan pertama di satu pipi.

Kecupan kedua, di dua pipi.

Sebelah tangan Naraya melingkari di leher sementara perasaan seseorang tengah terombang-ambing antara bahagia terselip gelisah, takut kebablasan. Sebelah tangan gadisnya bergerak mengacak-acak rambut sang matahari diselingi tawa lantaran terlalu gemas.

Tidak buruk juga tidak munafik. Lelaki seperti Nachandra tentu bukannya modus sebagai cowok mesum melainkan ia hanya menikmati setiap sentuhan yang diberikan.

"Nachandra, aku cinta kamu," bisiknya tepat di telinga bergerak cepat mengecup pucuk kepalanya tanpa perlu berpikir lama.

"Gue lebih cinta lo, Naraya. Hm, I have trust issues. Asal lo tau gue nggak pernah berharap lebih ke manusia karena gue tau mereka bakal ngecewain gue, tapi entah gimana begonya gue percaya bisa hidup bareng sama lo, Nar," ungkapnya jujur.

"Look. None of us are perfect and i'm not a perfect person either of course we could let people down sometimes."

Tak sempat merespon. Kedua tangan kekar sang kekasih lantas mencengkram erat pinggang gadisnya lantaran makin lama pergerakan di atasnya terkesan terlalu agresif, berupaya menahan berat badannya agar tidak tumbang ke belakang.

"At least stay with me, babe. Bantuin gue, oke?" Sekedar deru napas sang lelaki bisa menjadi candu, selalu menggairahkan minatnya, jemari gadisnya menjelajahi setiap permukaan wajah hangatnya.

Sejak kapan Chandra bucin gue? Dia agak tidak diri sebenarnya padahal dirinya sendiri lebih bucin.

He fell first, but she fell harder.

"Nachandra, ternyata hidup gue terlalu abu-abu buat lo yang punya banyak warna."

.

.

.

.

.

Kepengin uwu bersama ayang, eh lupa kan nggak punya ayang💔

Ayo, tolong beri author semangat🙏

Continue Reading

You'll Also Like

430K 15.5K 30
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
2.5M 122K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET ๐Ÿšซ "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
182K 17.3K 25
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
550K 6.9K 23
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+