When The Sun Goes Down [๐˜ค๐˜ฐ๏ฟฝ...

By Ren_lena

11.7K 3.2K 3.2K

Sejalan, tak searah. Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma m... More

Prolog.
.
1. Hujan dan Duka
2. Satu Atap
3. Nachandra Renjana
4. Naraya Hysteria
5. Pesan dari Chandra
6. Si Anak Penurut
7. Thanks, Ra
8. Kecewa.
9. someone to stay
10. Lo cantik, Nara
11. Dilema
12. betrayed
13. ;
14. Yang Terlupakan
15. Capek
16. Perkara Rokok
17. Dewasa Lewat Luka
18. Makasih, Maaf.
19. Taruhan
20. "Tuhan kita beda."
21. Belajar Menerima Diri
22. Apa Kabar?
23. Menyerah?
24. CINTA CINTA TAI MONYET
25. Kilas Balik
26. CHANARA๐Ÿ˜๐Ÿ˜˜
27. Ruang Hampa
28. Monokrom
29. Pasrah.
30. Serpihan Hati
31. Belenggu
32. Penawar Luka
33. ecstasy.
34. Keputusan
35. an angel
36. sun and moon
37. party's over
38. Perkara Kucing
39. affection โš ๏ธ
40. kinda jealous?
41. took a chance
42. Luka dan Deritanya
43. Lika-liku Keadaan
44. Buyar
45. no options
46. Pacaran Jangan di Sekolah
47. Panggung Sandiwara
48. dive ends bleed
49. Pelipur Lara
50. Tentang Rasa
51. Hilang Arah
52. fall apart
54. Pendatang Baru
55. Petunjuk
56. Hampir
57. Satu Padu
58. Kelinci Manis
59. scanzo
60. murder
61. some people go
62. attractionโš ๏ธ
63. tragedy, comedy
64. crave
65. no time to count
Epilog.

53. Kota Mati

69 29 61
By Ren_lena

~Sang Matahari☀~


Aku harap kamu bahagia di sana.

Selamat tinggal, Matahariku. 

---------

4 tahun kemudian….

Nampak seperti orang hilang semangat hidup, begitu-begitu juga masih punya keinginan meraih cita-cita dan membanggakan orang tua. Tepatnya sih, balas dendam, terbaik. Bukannya mau mati sebelum dipanggil karena rasanya kurang keren. Terlalu lemah, baru sadar dirinya pernah selembek adonan tepung terigu.

Tak menyangka dirinya benar-benar menjadi seorang mahasiswa jurusan Psikologi menjelang semester akhir di Universitas Pancasila. Tentu akan jauh lebih baik begini jika dibandingkan mati sia-sia tanpa bekal tujuan menuju akhirat.

Hatinya, mungkin dia jauh dari kata baik-baik saja. 

Pada awalnya mati rasa, dan kini dihancurkan oleh asa ekspektasi sendiri. Ternyata memang benar berharap kepada manusia adalah seni paling sederhana untuk menderita. Bodoamat lah. Upaya melupakan memang tak lantas membuat kenangan itu menghilang namun justru jauh lebih membekas diingatan. 

Dikelabuti awan penghantar rindu serta hawa dingin di pagi hari menyelimuti
Ibu Kota Jakarta. Suasana hati baiknya terkelupas memperlihatkan wujud nyatanya.

Hembusan napas bersautan semilir angin, memasang airpods di kedua telinga demi meredam perasaan gelisah mengendap dalam diri. Sebenarnya dia tidak sedang sendiri, hanya saja kini sepi terasa masih menjadi teman sejati sementara musik menjadi pelengkap.

Kepalanya roboh pada senderan sembari memandang ke satu titik tanpa memikirkan apapun dalam waktu yang cukup lama. Sampai ketika kendaraan yang ditumpanginya berhenti, dan matanya kemudian terbuka lebar sedikit tak mengira perjalanan rasanya sesingkat ini.

"Bangun hei, jangan bilang semalem begadang," tegur seorang lelaki di samping. Meskipun hanya menampilkan ekspresi datar tersirat kesan khawatir dari nada bicaranya.

"Lain kali pake jaket, sekalian Nay. Udah tau musim hujan juga." Perempuan ini tampak keinginan manyun manja begitu, malah menenteng jas almamaternya. Ia memutar bola matanya jengah. Teman yang satu ini memang paling bawel kalau sudah urusan kesehatan.

"Iya, iya. Bawel bangett!" godanya. Sementara si lelaki hanya tersenyum simpul lalu segera meraih kedua tangannya saat berdiri menuntun jalan pelan-pelan menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalur jalan mereka.

"Gitu juga bawelnya buat lo doang."

Keduanya turun paling awal dan tanpa sadar bergandengan tangan di tengah-tengah perjalanan. Si gadis melirik tampak tak nyaman berada di posisi seperti ini. Bisa-bisa satu kampus ramai oleh rumor kencan yang bahkan belum tentu benar. 

"Kenapa sih?" tanyanya heran, saat Naraya menarik tangannya dengan cepat.

"Nggak takut dibicarain yang enggak-enggak?" 

Pemuda mahasiswa Fakultas Hukum itu mendesah pelan mendapat respon tak sesuai. Status mereka sekarang mungkin hanya sekedar teman dekat, tetapi menurut Pangeran Samudra Gentara hubungan mereka bisa lebih dari sekedar itu.

Mungkin tidak sekarang. Ya, mana tau besok.

"Takut banget ya lo? Hahahah!"

"Ya iya lah, Taa. Males banget dirumorin pacaran sama lo, " gerutunya kesal. Bukannya sekali Pangeran menggodanya seperti ini. For your information, mahasiswa yang satu ini tidak pernah dekat dengan perempuan lain selain dengannya. 

Menyadari fakta ini tentu agak aneh menurut Naraya. Terlebih doi punya muka tampan luar biasa, di atas rata-rata maka tak jarang membuat dirinya sering kehilangan kepercayaan diri di tempat umum saat sedang menghabiskan waktu bersama.

"Bagus dong. Tinggal misi deketin doang." Alisnya terangkat menggoda. Sayangnya perempuan yang satu ini memang sulit pekaan, tak jarang dirinya dibuat kelelahan batin tiap menunggu respon. 

Ia menoleh pelan menggaruk kepala tak mengerti.

"Hm?" Menyadari kerutan kebingungan si polos. Pangeran mengacak rambutnya gemas. 

"Kita udah temenan berapa lama? Ingat nggak?" Tangan si kating masih bersarang di pucuk kepala. Pertanyaan dilontarkan tiba-tiba tadi seketika membuat otaknya blank.

"H-um? Lama deh. Awal semester lo udah deketin gue," jawabnya berpikir keras. 

"Nah tuh bagus, lo inget!" serunya mengacungkan jempol. Naraya menggaruk tengkuk malu diperlakukan layaknya bocah kecil di tempat umum, bibirnya mengerucut marah.

"Idih! Apaan si? Gaje banget lo. Jauh-jauh sana, kelas lo bentar lagi mulai tuh." Berniat memutus topik pembicaraan tentunya. Pangeran, cowok itu mengangguk patuh lalu senyum manis mengembang sebelum mengacak rambut si gadis sekali lagi. Menjauh pergi lantas menyadarkan kembali bahwa... Masih ada sesuatu yang kosong.

Seulas senyuman getir tersisa melengkapi penderitaannya. Awan penghantar rindu berkumpul menghitam bersamaan dengan buliran cairan bening berjatuhan dari atas langit menyingsingkan orang-orang yang tadinya sibuk mengerjakan aktivitas mereka.

Sabar, liburan menanti. 

---------

Natalia Prislly

Buru kek

Ditungguin Kak Pangeran tuh

Gue mulu, kan ngumpulnya sama lo.

DAN SI PANGERANN ISHH MESTI BANGET YAA ADA GUE?!

Mestilah😀biar g canggung

/read

Ra

Ra

Ra

NARAYA

TEGA LO NINGGALIN GUE SAMA COWO² PALING POPULER SEJAGAT KAMPUS? 

Otw. 

Iya, gua harap otw lu maksud bener-bener yang On ThE WaY ya.

Iya. 

Buru goblok!

OTW NJING.

Lama-lama lo nyebelinnya mirip Chandra 😀

Si cowok masa lalu lo itu. Jiakh

APAAN LO BAHAS BAHAS ASJAHJLWKQ TAU NGGAK?! 

Enggakk😛😛

/read

Ra

Eh goblok

Ada si Nachandra di sini

/read

HAH?! 

MANA 

MANA

MANA

Giliran Chandra langsung gercep 😛😛

Nipu w? 

Hahahahhaha🤣🤣😌🤣🤣

Anjing lo. 

ADANYA TEMEN CHANDRA NIH HEH! 

JANGAN NGAMBEK DULU! 

---------

Dahinya mengerut menatap notifikasi tanpa membukanya. Bukan sekali dua kali teman satu kostnya itu sengaja melakukan hal mengundang emosi semacam ini kepadanya, semenjak dia menceritakan lengkap detail tentang sosok matahari yang dikaguminya hingga detik ini.

Kalaupun memang benar sebenarnya Naraya tidak tau pasti siapa teman yang dimaksud Prislly. Sebab bisa dibilang oknum itu memiliki cukup banyak teman saat semasa SMA, paling tidak mereka adalah teman yang diakui kesetiaannya, selalu ada mendampingi.

Gadis itu mengibaskan rambutnya ke belakang raut wajahnya mendadak serius memperhatikan jalan di depan menampilkan kaki jenjangnya yang tengah berjalan cepat menuju kantin Fakultas Hukum. Tak disangka kehadirannya mendapatkan atensi dari banyak orang. 

Khususnya. Sekelompok anak laki-laki dan satu orang perempuan di pojokkan sana menoleh cepat ke arahnya. Tak berekspresi banyak dia langsung menghampiri mereka berkumpul bersama.

"Waduhh panas ya," ucap Prislly mengibaskan tangannya. 

"Gerimis perasaan," balas Naraya disertai anggukan Pangeran di sebelahnya. 

"Gue siram es cendol juga lu," candanya tak sengaja menyikut teman Pangeran yang bernama Juni.

Pangeran memiliki dua teman lain, seperti Juni dan Wawan mereka adalah dua mahkluk penyimpan paling banyak topik obrolan dalam segala situasi, sekaligus disegani. Nah kecuali urusan perempuan, mereka kurang tertarik membicarakannya. Keduanya belum pernah memiliki pasangan, tetapi lebih sering memainkan perasaan cewek.  

Alias tukang ghosting.

Naraya memandang mereka dengan teliti secara bergantian mendengkus sebab tidak menemukan apa yang dicari. Rupanya Prislly memang tidak bisa dipercaya, lain kali ia tidak akan tertipu.

"Jiakh, nyari sapee sii," komentar Prislly memanas-manaskan doi. 

"Iya, Ra. Lo kayak gelisah gitu kenapa sih?" tanya Pangeran tampak kesal. 

"Nyari seseorang," balasnya tanpa ragu. 

"Hadeh siapa tuh seseorang," goda Juni.

"Dih, beneran nyari si doi?" gertak Prislly marah. 

Bibir gadis itu terkatup kaget melihat reaksi tak terduga Prislly. Pangeran dan teman-temannya menatap satu sama lain sama-sama mengedikkan bahu tak mengerti menciptakan suasana canggung. 

"Doi siapa?" tanya Pangeran berhati-hati.

"Enggak kok, nggak ada. Bercanda tadi yang gue cari itu elo," katanya berbohong tak ingin memperkeruh suasana. Prislly berdehem keras di samping Naraya. 

"Dih, tipu," gumamnya. Naraya langsung menginjak kaki gadis itu di bawah sana terlalu gemas. Alhasil Prislly menahan ringisan melalui tawaan hambar.

Pangeran hanya ber-oh ria lalu melancarkan aksi diskusi bersama kawan-kawan sambil menyantap makanan telah mereka pesan. Prislly sibuk mengabaikan foto tak ingin menyia-nyiakan kesempatan berkumpul dengan para kakak tingkat populer di kampus.

"Haha, lo inget dia kan??"

"Inget lah, gila. "

"Yang pernah gue putusin rantai sepedanya terus gue buang ke kali." Entah apa yang ditertawakan. Seperti percakapan mereka amat seru, namun dua gadis ini tidak diajak ngobrol bersama. 

Padahal sepertinya mereka sedang sibuk membicarakan serta mengingat-ngingat kembali masa kanak-kanak di mana masih nakal-nakalnya. Naraya pikir itu hal yang menggemaskan untuk beberapa sekon mendatang.

"Nangis nggak sih dia waktu itu?' tanya Wawan serius mengundang rasa penasaran Naraya pula.

"Nangis lah! Kesel gue … ya udah gue tendang aja sekalian. Nyemplung deh sama sepeda sepedanya!" jelasnya, tawa mereka pun pecah bersamaan.

Keningnya mengerut makin tak paham masih sibuk mencerna. Ternyata Pangeran bisa senakal itu dulu padahal sekarang laki-laki itu terlihat begitu berkharisma dan sangat tampan. Pesonanya mampu memikat wanita mana saja, asal bukan dirinya.

"Lah … gue pernah niju dia sampe abis bonyok tu muka," komentar Juni diselingi tawa.

Tapi tunggu dulu. Memangnya apanya yang lucu?

"Dih, gue malah pernah melorotin celana dia anjir, " aku Juni. Mendapat pelototan dari teman-temannya. 

"Ancurr sih, ancur," ujar Wawan. 

"Mentalnya ancurr," sela Pangeran. 

Lagi dan lagi mereka tertawa keras setelah menceritakan kejadian di masa lalu. Seolah-olah semuanya adalah sebuah lelucon yang sangat lucu, bahkan Naraya masih mencari di mana letak lucunya sampai tak sadar Prislly pergi meninggalkannya entah ke mana. 

"Pangeran …." Tarikkan serta hembusan napasnya melayang di udara. Semuanya terdiam kaku, suasana mendadak hening seketika. 

"Lucunya di mana?" 

Persekian detik sesudah pertanyaan itu dilantingkan. Pangeran yang awalnya tertawa lepas perlahan kerutan wajahnya kaku memecahkan keheningan menatap orang yang masih menuntut diberi jawaban. Kali ini sempat tak menduga obrolan mereka akan sampai ke telinga si gadis.

"Assalamu'alaikum." Semua mengalihkan atensi mereka ke arah sumber suara berasal. Tepat di belakang Naraya muncul seorang laki-laki yang sepertinya nampak tidak asing dilihat.

"Maaf menganggu." Cengiran khas anak itu bahkan masih terbayang jelas di ingatan, lalu bagaimana cara dia memandang lawan bicaranya dengan senyuman ramah terasa seperti membawanya kembali ke masa-masa itu, melalui perantara kontak mata.

"Boleh duduk sini?" Hal itu mendapatkan tatapan tak enak dari para kating. Entah apa masalah mereka namun tidak ada yang merespon kehadiran laki-laki itu sampai Naraya mempersilahkannya duduk dengan gumaman pelan. 

"Gila ya, udah lama banget ya, Ra."

Ra? 

Selain Nachandra ada orang lain yang mengangggilnya dengan sebutan yang sama, yaitu Prislly teman sekamarnya. Selain itu tidak ada lagi maka tak heran ia langsung kaget mendengar sebutan tadi.

"Gila sih, semuanya pergi," gumamnya di samping Naraya menguyah permen karet miliknya. "Nggak ada yang gue godain, nggak ada yang gue kerjain, nggak ada yang gue bikin kesel."

"Ternyata emang bener semuanya cuman perihal waktu." Yang lain terdiam sambil berpura-pura sibuk pada kegiatan mereka, hanya Naraya yang mendengarkan dengan serius nyaris tak berkedip.

"People come and go." Jika diperhatikan wajah anak ini tampak lebih kusam sejak terakhir bertemu. Dia seperti orang kelelahan yang sedang mengadu nasib pada Sang Pencipta. 

"Bahkan Mama gue pergi." 

Deg.

Lagi? Perasaan Naraya seketika mencelos di tempat meskipun suaranya enggan gentar menyuarakan isi hati namun tatapan matanya itu kosong melompong mampu menjelaskan semuanya. Tentang rasa sakit yang pernah ada. 

"Lo juga pergi, Raden pergi, Jingga udah jarang main sama gue, bakal siapa lagi nanti??"

Sekarang pikiran perempuan itu terpusat pada satu buah nama yang belum disebut olehnya sambil memainkan jemari bimbang menimang-nimang apa yang akan dikatakan. 

"Na–"

"Nachandra ngilang." Dia menoleh cepat seolah menegaskan sesuatu di sana. Sosok konyolnya semasa SMA seolah menghilang, atau mungkin karena sangat kehilangan. Sementara si gadis menundukkan kepalanya tiba-tiba merasa bersalah tanpa sebab.

Jonathan, mahasiswa jurusan Ilmu Ekonomi itu menarik dagunya kembali menghadap lurus, demi menatap wajah orang-orang yang ingin dihadapinya sejak kecil kemudian mendecih sarkas. Tak tau pasti apa tujuannya, begini pun sudah cukup. 

"Seangkatan sama gue sama Nachandra kan?" tanyanya seraya menarik alis ke atas.

Tiba-tiba Wawan menyenggol lengan Pangeran. "Iya seangkatan kok," jawabnya seadanya. Tidak ada senyuman di sana hanya aura kebencian yang masih terpancar, tidak berubah sama sekali.

Pikirnya dia sekedar masih ingin menjaga image-nya di dihadapan seorang perempuan incarannya. Adalah salah satu kemungkinan terbesar yang dapat disimpulkan lelaki itu sejauh ini.

"Hmm, kalian saling kenal?" Naraya bertanya. Jonathan langsung mengangguk memutus ucapan yang ingin dilontarkan Pangeran berakhir mendeham kasar.

"Kenal kok. Kan waktu SD mereka sama Chandra sekelas," kata Jonathan menjelaskan tenang. "Sayang banget ya dulu gue beda kelas sama tu anak hehe, jadi nggak bisa temanan deh sama lo juga." Kalimat tadi diperuntukkan mereka lebih merujuk menyinggung membuat sekumpulan pemuda populer itu menciut sebelum sempat berkata-kata.

"O-ohh jadi gitu." Sejauh ini paham, gadis itu mengangguk sambil sedikit-sedikit mengulik sejarah kehidupan, si sumber penerang yang pernah ada.

"Eh, tunggu… berarti lo kenal juga sama anak-anak brengsek yang pernah bully Nachandra, kan?"

.

.

.

.

.

Berhubung udah bukan bocah lagi, kupikir ada character development tipis-tipis, dan karena saya sangat suka drama fokus ke situ ya:) tetap diselingi romance, comedy kok❤

Vote & komen jangan kelupaan🙏🏻

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 110K 58
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
316K 23.7K 35
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
2.5M 258K 61
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
400K 30.7K 26
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...