When The Sun Goes Down [๐˜ค๐˜ฐ๏ฟฝ...

By Ren_lena

11.7K 3.2K 3.2K

Sejalan, tak searah. Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma m... More

Prolog.
.
1. Hujan dan Duka
2. Satu Atap
3. Nachandra Renjana
4. Naraya Hysteria
5. Pesan dari Chandra
6. Si Anak Penurut
7. Thanks, Ra
8. Kecewa.
9. someone to stay
10. Lo cantik, Nara
11. Dilema
12. betrayed
13. ;
14. Yang Terlupakan
15. Capek
16. Perkara Rokok
17. Dewasa Lewat Luka
18. Makasih, Maaf.
19. Taruhan
20. "Tuhan kita beda."
21. Belajar Menerima Diri
22. Apa Kabar?
23. Menyerah?
24. CINTA CINTA TAI MONYET
25. Kilas Balik
26. CHANARA๐Ÿ˜๐Ÿ˜˜
27. Ruang Hampa
28. Monokrom
29. Pasrah.
30. Serpihan Hati
31. Belenggu
32. Penawar Luka
33. ecstasy.
34. Keputusan
35. an angel
36. sun and moon
37. party's over
38. Perkara Kucing
39. affection โš ๏ธ
40. kinda jealous?
42. Luka dan Deritanya
43. Lika-liku Keadaan
44. Buyar
45. no options
46. Pacaran Jangan di Sekolah
47. Panggung Sandiwara
48. dive ends bleed
49. Pelipur Lara
50. Tentang Rasa
51. Hilang Arah
52. fall apart
53. Kota Mati
54. Pendatang Baru
55. Petunjuk
56. Hampir
57. Satu Padu
58. Kelinci Manis
59. scanzo
60. murder
61. some people go
62. attractionโš ๏ธ
63. tragedy, comedy
64. crave
65. no time to count
Epilog.

41. took a chance

88 27 52
By Ren_lena

Ini saatnya bagi dua hati yang sedang jatuh cinta ini untuk saling bergenggaman tangan mengadu pada sang langit sesekali dan sekarang adalah waktu yang pas. Hubungan mereka tak banyak berubah sebab meskipun naik pangkat menjadi pasangan kekasih keduanya masih sering melempar candaan.

Atau bahkan saling mengejek seperti dua anak bocah lepas dari pengawasan orang tua. Sedangkan saat malam datang Naraya tetap masih harus bergulat dengan isi kepalanya sendiri, emosi semakin tak stabil. Kadang anak itu lebih sering menyakiti dirinya sendiri tanpa sebab yang jelas.

Nachandra akan membuang benda-benda tajam yang disimpan si gadis di berbagai sudut tempat di kamarnya, khususnya dalam laci meja rias dan kolong ranjang. Tak jarang pula dia akan merengek, atau menangis keras di tengah malam dan hanya ada Chandra yang menemaninya hingga pagi.

Perasaan gadis itu terbilang sangat sensitif, meskipun diberi obat sebagai penenang namun hal itu tak juga memberi dampak besar pada kesembuhan psikisnya. Semenjak Tiara dan Najrul mulai merencanakan acara pernikahan dalam waktu dekat ini Naraya benar-benar putus asa makin menyalahkan diri sendiri.

Seperti dianugrahi hal terbesar dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Anak laki-laki yang dulunya bagai begitu asing kini menjadi sandaran utama saat dia membutuhkan manusia lain.

Nachandra Renjana yang tak sekedar hadirnya ada tetapi kerap menjadi penopang di kala dirinya linglung kehilangan minat hidup. Menjadi sumber alasan bahagia mengapa ia tertawa keras di penghujung malam.

Allah baik ya, Chan?

"Gue kesel banget. Kenapa ya dulu gue ngerasa Allah nggak pernah adil? Padahal begini gini kadang gue sholat hehe, sehari ya paling banyak lima waktu udah full tuh. Kenapa malah gue liat hidup orang lain lebih jos, lancar jaya kaya nggak ada yang ngalangin, kek nggak ada tai yang lewat gitu," candanya diselingi cekikikan.

Baru kali ini merasa begitu nyaman dalam pelukan beruang raksasanya sampai-sampai mampu mencurahkan sendiri segala sesuatu yang menjanggal di hati.

"Kenapa si? Gue kurang bersyukur ya?" Gadis itu meletakkan sebelah kakinya di atas betis sang laki-laki, meraih tubuh besarnya lalu memeluknya bagai tak ingin melepaskan lagi.

"Kurang full tuh kurang amalan sebelum mati. " Naraya sangat paham lelakinya sedang ingin sengit dengannya kini merotasi bola matanya tak peduli.

"Kalo boleh jujur jawabannya iya, lo berisik Nar, banyak maunya. Mungkin lo liat hanya di satu sisi, tapi lo belum liat kebaikan kecil apa yang Allah kasih ke lo," decaknya mengelus surai hitam sang pacar, menenggelamkannya dalam pelukan hangat.

"Eh? Misalnya?"

"Ngeluh lo nggak akan ada habisnya kalau mikirin yang nggak enak terus, Ra." Nachandra mengarahkan badannya menghadap Naraya menatap manik hitamnya serius.

"Lo masih diberi hidup, artinya Allah masih sayang. Allah nggak mau liat lo mati sia-sia, lo diberi banyak waktu memperbaiki diri, Nar." Naraya mendecih ketika mendengar ternyata nama panggilannya dirubah semaunya saja.

"Bener kan? Siapa yang sering ngeluh pengen bundir di depan gue? Nangis-nangis nggak kuat sama hidup dan akhirnya tidur di dekapan gua, hehe," kekehnya geli sendiri.

"Lo tau nggak kenapa ada siang dan malam?"

"Karena ada yang namanya rotasi bumi," jawab Naraya cekikikan, ya walaupun memang sudah yang paling logis.

"Bukan, karena Allah itu adil. Menciptakan siang dan malam bergantian," jedanya meskipun matanya menatap lurus ke arah si gadis namun kepalanya seolah berputar-putar menjelajah. "Menciptakan udara yang nggak kebanyakan juga kelebihan untuk mahkluk-Nya."

"Ra, dulu saat kecil gue keseringan diem kalau nggak tau apa-apa dibandingkan harus nanya sama orang lain. Jadi maaf kalau mungkin gue suka annoying bicarain hal random," lanjutnya ditatap begitu intens oleh lawan bicara.

"Karena sekarang gue ngerasa seperti terlahir kembali," lanjutnya.

Faktanya memang benar. Naraya semakin bermanja-manjaan saat sedang berduaan dengan sang matahari, seperti panggilannya amat sangat cocok saat ini dia sungguh laksana pusat cahaya penerang baginya menjelma dalam padam.

"Dih, terus aja lo ungkit," ketusnya melemparkan guling ke wajah Nachandra menjadi garis batasan antara mereka.

"Awokawok baru sekali wkwkwk." Sungguh, ini baru pertama kalinya Naraya mendengar seseorang tertawa dengan cara super duper aneh di dunia nyata, ia pikir hanya adanya di sosial media saja. 

"Ketawa lo huwaa jamet banget!" Kepalanya menggeleng geli melempar hal lain ke arah Nachandra membuatnya meringis dibuat-buat.

"AKH! SAKIT NJIR, YANG."

"HUUU BERISIKK!" Menyumpal telinganya sambil mencubit keras pinggang laki-laki itu, yang hanya dibalas kikikan pelan.

"Nachandra, gue itu cuma bingung. Kenapa ya kehidupan gue beda, nggak sama kayak orang lain? Padahal gue kan nggak minta banyak gue cuman pengen tenang, dan ngerasain bahagia sekali aja."

"Allah baik, Nara. Lo nggak kurang bersyukur kok. Lo cuman nggak liat kebaikan-kebaikan kecilnya." Keduanya bertemu pandang terpaut jarak sangat dekat, meletakkan tangan sebagai tumpuan kepala mereka.

"Chan, tapi kenapa Mama, Papa cepet banget ninggalin anaknya? Kenapa harus gue sih? Padahal hati gue nggak setegar itu buat merasakan kehilangan, penyesalan nggak ada habisnya."

"Naraya," gumamnya samar. "Semuanya cuma titipan Tuhan dan ada suatu saat bakal kembali lagi ke sang pemilik. Artinya semua yang lo punya sekarang ini nggak ada yang abadi. Semua punya masanya, akan berpulang pada waktunya."

Benar. Mudahnya Yang Maha Kuasa memanggil dirinya pulang akan tetapi dia masih hadir di sini, di antara mereka orang-orang yang tak memahami bagaimana ia tersiksa batin kesepian sendiri.

"Hmm... Okay. Tapi Chan, lo bukannya nonmuslim?" Aneh, memang. Anak ini hanya sedang menebarkan energi positif bagi pendengarnya saja bukan bermaksud yang memang tau ajaran agama, tentu saja. Dia mengedipkan mata sekali tak merespon.

Dua remaja itu terbaring di atas kasur memandang layar ponsel milik sang lelaki kemudian tawaan lepas mengundang seseorang di sebelahnya ikut tertawa melepaskan penat. Padahal rasanya baru saja Naraya merengek mengadu pada sang bulan tentang segala rasa sakitnya.

Nachandra bangkit meninggalkan kasur mengamati peletakan benda dalam kamar pujaan hatinya terlewat serius, otaknya sok ide mengambilkan barang dalam kamarnya untuk diletakkan di samping kanan ditempel pada dinding. Setelah itu memasang saklar berdekatan sehingga lampu remang warm white bisa menyala sedikit menghiasi ruang semula gelap.

Naraya tersenyum dalam padam tak sanggup berkomentar apalagi ketika sekumpulan foto polaroid kebersamaan mereka tergantung dengan rapih menambah warna lain dalam bilik selain kata suram. Itu adalah kumpulan foto hitam putih sebab Naraya suka warna pekat tersebut, sementara Nachandra sebaliknya. Coba tebak? Ya, dia juga penggemar warna putih.

Hampir sejam waktu dia habiskan sekedar untuk menata ruangan, dan saat semuanya berakhir seseorang merengkuh tubuh mungilnya dari belakang.

"Chan. Gue mau balik jadi anak kecil, jadi remaja depresian itu ribet banget," katanya mengendus lelah saat menatap obat-obatan resep dokter di atas nakas. Dadanya sesak bila teringat masa-masa sulit pernah dilewatinya sendiri.

"Napas gue sesek gila, apa jangan-jangan asma juga." Naraya melirik wajah Nachandra yang sedang terdiam tak mengubrisnya entah apa yang dipikirkan laki-laki itu, yang jelas ia mulai kesal bila terus-terusan diabaikan.

"Heh, huss! Jangan ngomong yang enggak-enggak, Ra." Nachandra mengernyit dengan pandangan damai dan khawatir di saat bersamaan.

"Gua juga mau kok, meskipun hidup gue dulu nggak bisa dibilang bahagia juga."

"Gue mau karena ... saat itu gue masih bisa dapat pelukan dan kasih sayang Mama, Papa walaupun kadang beliau masih sering tiba-tiba melampiaskan amarahnya ke gue. Waktu itu gue masih punya sosok yang bisa disebut Ayah meskipun dia sering mukulin gue tanpa sebab."

"Gue nggak nyalahin mereka, tepatnya nggak bisa, Nar. Mereka udah banyak berkorban."

Mungkin dia berpikir bahwa kegelapan akan menyamarkan kesedihannya dari sang gadis. Sementara Naraya terus memperhatikan cukup lama keduanya enggan bersuara.

"Chan, udah jam segini." Nachandra melirik pelan tampak tak mengerti maksud ucapan Naraya.

"Gue mau salat tahajud dulu deh, lo keluarr sana!" Terkesiap mendengar nada tinggi sang pacar.

Setengah mampus Nachandra tergesa-gesa menyingkirkan bantal dan guling miliknya yang tergeletak di lantai menampilkan cengiran kuda. Naraya hanya menggeleng pelan menghilang di balik bilik kamar mandi meninggalkan resah tak tersampaikan.

Mengerti dirinya sedang diusir secara halus lantas kakinya bergerak cepat hendak keluar tak lupa membawa ponsel dan headset yang telah menempel di kedua telinga.

Jangan salah, anak itu menyukai tantangan. Kalau lagi dilanda andilau ya tak ada salahnya juga memutar lagu— sekira relate —dengan kehidupan yang terkesan biasa-biasa saja ini, ralat-ada bumbunya sedikit setelah kehadiran Naraya.

Menolak pergi dia malah terduduk santai di sebuah bangku tepat samping pintu kamar si gadis sesekali memandang keluar jendela kaca di samping sana. Semesta terlalu tau ada sepasang bunga yang sedang bermekaran, makan diturunkanlah hujan.

Galau ambyar.

Mahen - Seamin Tak Seiman.

Salahkah hatiku jatuh hati pada dirimu?

Oh, Tuhan ternyata hanya tak mungkin kan' tersatukan

Kita adalah ketidakmungkinan yang selalu kusemogakan

Seolah terasa menghangat seketika di hatinya saat tak sengaja melirik di dalam pintu kamar gadis itu, mengembalikan sesak di rongga dadanya mau sebagaimana pun juga dirinya menolak mengingat.

Ditemukan namun salah

Cinta menyatukan kita yang tak sama

Aku yang mengadah dan tangan kau genggam

Seperti sebuah bekas luka dalam diri ketika disengol sedikit akan kembali terasa sakitnya. Meski hanya mengintip dari kejauhan menyaksikan perempuan itu sedang berhadapan khusyuk dengan Sang Pencipta bagai terlalu sulit digabai bila sudah begini.

Bagaikan dedaunan berguguran di musim gugur mereka tinggal jatuh bila dirasa menemukan waktu yang tepat. Namun rupanya berbeda dengan mereka sepasang insan yang sesungguhnya belum pernah benar-benar merasakan apa itu cinta, naasnya diberikan takdir jatuh di waktu yang salah.

Berjalan salah berhenti pun tak mudah

Apakah kita salah?

"Kita salah ya, Ra?"

Terlalu rumit untuk sekedar tersentuh oleh ujung jari. Sesuatu mulai menggejolak terasa aneh di sana, kepalanya seperti melayang di udara larut dalam lamunan sendiri, mengharapkan secercah harapan tak pasti.

Satu hal yang kutahu

Kita seamin tak seiman

Berbeda berujar pada kata akhir yang sama

Matanya turun memandang dua telapak tangan masih dengan bekas luka yang sama, anak itu pesimis saat mulai sadar diri. Mempertimbangkan kemungkinan apakah keduanya bisa bersatu pada akhirnya memiliki ikatan nyata dari sekadar kisah 'cinta tai monyet' yang pernah ia katakan?

Biarlah ditarik ucapannya. Ternyata benar cinta tak selamanya indah ada pahit manisnya lah.

Kita adalah ketidakmungkinan yang selalu kusemogakan

Ditemukan namun salah ...

Sedikit hal yang ia ketahui jika seorang muslim berbondong-bondong menyematkan berbagai do'a di sepertigaan malam apabila mengerjakan salat tahajud pada waktu tersebut InsyaAllah do'anya aja dijabah oleh Allah SWT.

Cinta menyatukan kita yang tak sama

Aku yang mengadah dan tangan kau genggam

Berjalan salah berhenti pun tak mudah

Nachandra tak berniat melepaskan pandangannya dari Naraya sampai akhir kegiatan melihatnya mendongak menghadap Yang Maha Kuasa sembari mengadahkan kedua tangan. Entah apa yang membuatnya lantas semakin terkagum tak bergeming.

Cinta menyatukan kita yang tak sama

Aku yang mengadah dan tangan kau genggam

Berjalan salah berhenti pun tak mudah

Apakah kita salah?

Lalu menurunkan kedua tangannya lagi dengan hati yang terasa jauh lebih baik, tenang, dan ringan. Bagaimana Naraya bisa melangkah menuju hijrah sesungguhnya? Bahkan dirinya hanya manusia biasa penuh akan dosa.

Sebesar apapun dosamu, jangan tinggalkan sholatmu. Kira-kira seperti itulah kata-kata yang pernah menamparnya melalui perantara konten Tiktok.

Bagaimana bisa? Ia terlalu sibuk memikirkan setiap masalah yang tak berhenti menerjang berturut-turut. Jangankan memikirkan hal lain ia kerap kali lupa cara bernapas dengan benar. Mungkin benar Tuhan tengah sungguhan mengujinya.

Di luar sana masih banyak manusia yang lebih menderita dari dirinya, tentu ia mengerti, tetapi entah mengapa semuanya terasa sangat berat saat berjalan sendirian tanpa kehadiran para malaikatnya.

Kata orang patah hati terberat seorang anak perempuan adalah ayahnya sendiri.

Terkesan terlalu egois, benar saja Naraya sedang patah, kecewa, marah, ingin menangis sekeras-kerasnya meminta apa yang telah berpulang kembali lagi ke dunia. Ia tidak sanggup berjuang hidup seorang diri.

Air mata hampir menetes. Naraya menyekanya sembari merapihkan peralatan salatnya melepas mukenah pelan tak bisa menyembunyikan senyum tulus yang terukir di bibirnya untuk sementara ini.

Beginikah rasanya jatuh cinta pada Sang Pencipta?

Setelah itu menoleh ke arah ambang pintu memastikan apakah ia benar-benar sendiri? Awalnya Naraya pikir iya, tetapi jika dilihat lebih jeli lagi di bawah sana muncul setengahnya penampakan sepatu bergelantung berwarna hitam yang sangat ia kenali pemiliknya.

"Sejak kapan lo masih di situ?" Si doi menengok kepalanya menyembul.

"Baru, Nar. Gue mau... mau ngambil bantal gue ketinggalan." Kegiatannya mendadak terhenti ketika tangan besarnya ditahan oleh Naraya yang tengah menatap tajam.

"Lo ngeliatin gue dari tadi?"

"Eh iya, Ra, sorry tapi lo nggak perlu khawatir kok gua nggak bakal komentar apapun," ucapnya menampilkan cengiran lagi, baiklah, kali ini Naraya mengalah. Sepertinya Nachandra sangat tau bagaimana caranya melemahkan gadis ini.

"Ya, iya lagian lo mau komentar apaan?" ketusnya.

"Gue boleh tidur di sini?"

"Enggak, pergi sana." Dengan langkah gontai sang lelaki melangkah pergi, bibirnya mengerucut seperti anak kecil habis disuruh pulang ibunya.

"Gue bakal manggil lo lagi kalau gue butuh, oke?" Pesan terakhir Naraya sebelum kembali sibuk menata letak barang.

Naraya memincingkan matanya serius mampu didengarnya samar sebuah lagu tak asing di telinga dari headset milik Nachandra beralih menatap pemiliknya sebentar lalu membuang muka ke arah lain.

"Cinta menyatukan kita yang tak sama," ujarnya datar. Ia menyanyikan sepenggal lirik dalam lagu yang sedang didengar oleh sang lelaki menuai senyuman kecut.

"Siapa bilang, Ra? Kita itu sama. Sama-sama manusia, sama-sama punya hati, sama-sama capek, sama-sama berjuang, sama-sama mau bahagia, sama-sama saling cin-"

"Nachandra. Kita beda," sergahnya cepat seolah terlalu lelah ingin menaruh harapan banyak pada semesta dan seisinya. Berakhir kedua insan ini hanya saling menyalurkan sakit dan kecewa lewat kontak mata.

Brak!

Saat pintunya ditutup rapat bocah ini terdiam mengamati sembari menyentuh permukaannya tentu harapan kecil hati batu Naraya itu luluh dan membukanya pintu. Lalu dia menertawakan dirinya sendiri karena sempat berprilaku begitu menyedihkan.

"Ra, sleep well, okay? Jangan gadang," pesan terakhir.

-------

~𝕐𝕒𝕞𝕖𝕥 𝕂𝕦𝕕𝕒𝕤𝕚~

Nachandra tamvan.

Cnta mnytkn kt yg tk sm

Brjln slh brthn pn tk mdh

Radenno

Gue bilang apa bestie? Runn ada jametz🏃

𝕁𝕠𝕟𝕒𝕥𝕙𝕒𝕟 𝕠𝕡𝕡𝕒 𝕜𝕚𝕪𝕠𝕨𝕠

Kok kek gua tau ini apaan @Nchandra tamvan.

Naraya

Jangan suruh gue translate bhs lo lagi, Nachandra.

Jingga

Ciee yang udh mnkh📸😍 @Nachandra tamvan. @Naraya

Nachandra tamvan.

Masi jauh deh sat @Jingga

Nggak nyuruh, tp kalau lo mau ya gpp ayank. @Naraya

𝕁𝕠𝕟𝕒𝕥𝕙𝕒𝕟 𝕠𝕡𝕡𝕒 𝕜𝕚𝕪𝕠𝕨𝕠

OHH OH GUE TAU

Radenno

CHANARA MNKH😍📸

Jingga

Deketinn dong😐 @Nachandra tamvan

Jinna

MNKH😍📸

Kaira

Jingga

Bocil tertekan @Kaira

Kaira

Beda setaun doang jingan

Radenno

Apaan bro @𝕁𝕠𝕟𝕒𝕥𝕙𝕒𝕟 𝕠𝕡𝕡𝕒 𝕜𝕚𝕪𝕠𝕨𝕠

Nachandra tamvan.

Cinta menyatukan kita yang tak sama

Berjalan salah berhenti pun tak mudah

Apakah kita salah?

𝕁𝕠𝕟𝕒𝕥𝕙𝕒𝕟 𝕠𝕡𝕡𝕒 𝕜𝕚𝕪𝕠𝕨𝕠

Woii cpt amat lu nulis udinn, copas lo ya?

Jingga

Oalah jancok lagu itu☺

Radenno

Oh, jadi kalian sedang bersedih☺

Naraya

Pesan diteruskan

Apakah kita salah? @Nachandra tamvan.

Nachandra tamvan.

Perasaan yang ngatur juga Tuhan, berjuang dulu ya, Nar? Aku tau kok nggak ada yang gampang.

Naraya

Kita adalah kemungkinan yang selalu kusemogakan

Ditemukan namun salah.

Maaf, Chan. Maaf banget nggak seharusnya sih gue kaya gini.

𝕁𝕠𝕟𝕒𝕥𝕙𝕒𝕟 𝕠𝕡𝕡𝕒 𝕜𝕚𝕪𝕠𝕨𝕠

Kok ada bawang ya☺

Radenno

Jingga

Btw tisu di rumah gue banyak, bisa lo ambil kok☺ @Nachandra tamvan.

Nachandra tamvan.

Mungkin nggak? Nggak.

Nggak akan ada yang tau sebelum kita berjuang dulu, Naraya.

.

.

.

.

.

Jangan lupa voment nya yaa. Berhubung bab-nya kayaknya masih lumayan banyak mau cepat² selesaikan juga:) jadi selama bulan puasa ini bakal up makin rajin dan makasih banyak² juga buat yang udh mau mampir<3

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.4M 77.4K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
511K 25.4K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
556K 7K 23
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
393K 30.4K 26
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...