Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon diingatkan ya 😙
🔸🔸🔸
Dion masuk ke dalam apartemennya dengan wajah ketat menahan amarah. Ia baru saja pulang setelah memenuhi panggilan penyidik tentang kasus penculikan terhadap Nora dan Leandra.
6 jam bukan waktu yang sebentar, Dion di cerca banyak pertanyaan oleh penyidik. Karena kelihaiannya menjawab semua pertanyaan penyidik, serta hanya satu bukti yang memberatkannya, ia masih bisa pulang ke rumah saat ini.
Posisi Dion sedang tidak dapat di kategorikan aman, bisa saja sewaktu-waktu pihak berwajib menyeretnya ke dalam penjara saat bukti baru muncul. Dion tidak menyangka ada bukti tentang perbuatan yang ia lakukan, entah darimana penyidik mendapatkan rekaman pembicaraan dirinya dengan Leandra. Untung saja ia bisa berkilah tentang rekaman tersebut.
Dion sudah berusaha bergerak serapi mungkin. Kenyataannya tidak ada rekaman cctv, sidik jari atau bukti lain jika dirinya ikut terlibat dalam kasus penculikan itu. Ia hanya berharap tidak akan ada bukti lain yang akan memberatkannya.
Tidak lama lagi sidang mengenai Perusahaannya di gelar, ia tidak berhasil mencicil hutang Perusahaan, membuat pihak kreditur menuntutnya dan berniat menjual aset Perusahaannya.
Minuman beralkohol tinggi tersebut ia tenggak langsung dari botolnya, kepalanya hampir pecah memikirkan permasalahan yang datang silih berganti.
Keadaan papanya akan kembali memburuk jika mendengar Perusahannya gulung tikar. "Brengsek!" Dion melempar botol minumannya dengan serampangan, membuat botol itu pecah berkeping-keping.
Ada yang tidak biasanya dari sosok Elliot, sedari kemarin Leandra merasa suaminya menjadi lebih pendiam dan...sedih? Seperti sekarang, Elliot diam berdiri di depan jendela menatap pemandangan luar. Elliot juga berbicara seperlunya dari kemarin.
Kaki Leandra mulai menapak lantai, berjalan dengan pincang ingin menghampiri keberadaan suaminya.
"Akhhh." Pekik Leandra yang tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
Seketika Elliot membalikkan tubuhnya, menangkap tubuh Leandra sebelum jatuh tersungkur.
"Lea, kau bisa memanggilku. Kakimu belum sembuh total. Bagaimana jika semakin parah? Elliot mengomeli Leandra tapi tidak menghilangkan kelembutannya.
Elliot menggendong Leandra untuk ia dudukkan ke sofa. Ia berlutut untuk mengecek kaki Leandra, rasa panik yang dirasakan padahal dirinya sendiri tidak tahu apakah kaki Leandra semakin cidera atau tidak.
"Ada yang sakit? Perlu aku panggilkan dokter? Atau kita ke rumah sakit sekarang." Cerca Elliot yang sarat akan kepanikan.
Leandra menggeleng, "Aku tidak apa-apa. Kau sudah tepat waktu saat mencegahku jatuh." Jawab Leandra karena memang tidak merasa sakit pada pergelangan kakinya yang masih berbalut perban.
Elliot menghela napas kemudian duduk di samping Leandra. "Kenapa tidak memanggilku? Kau ingin kemana, hmm?" Sebuah kecupan mendarat di pipi Leandra.
"Menghampirimu." Leandra memberitahukannya pada Elliot.
"Kenapa? Apa kau butuh sesuatu? Butuh bantuanku? Elliot mengecup pipi Leandra sekali lagi.
"Tidak, El. Kau yang kenapa? Apa yang mengganggu pikiranmu?" Leandra bertanya pada intinya.
Elliot diam sejenak sebelum berucap, "Sebenarnya aku tidak ingin bercerita padamu. Aku tidak ingin kau ikut memikirkan masalah yang sedang aku alami."
Leandra mengernyit, menelisik ekspresi Elliot dengan seksama. Baru sekali ini suaminya berekspresi seperti ini. Walau dengan wajah datarnya Elliot bisa menyamarkan suasana hatinya, tapi Leandra cukup memahami jika ada sesuatu yang mengganggu pikiran Elliot.
"Apa ketidakterbukaanmu karena ketakutan atas reaksi yang akan kau terima dariku? Berarti ada hubungannya denganku?" Tebak Leandra karena Elliot tidak berniat menceritakan permasalahan yang sedang di hadapi padanya.
"Tidak. Ini permasalahanku, Lea. Aku akan menceritakan padamu saat aku siap." Sebenarnya bukan masalah tapi sebuah kenyataan, kenyataan yang membuat suasana hati Elliot tidak nyaman.
Leandra menatap Elliot dengan raut penasaran, "Ketika kau menjalani hari yang kurang baik berarti ada sesuatu yang merusak suasana hatimu. Dengan saling terbuka, kita akan saling mengerti tentang apa yang masing-masing pasangan kita pikirkan. Aku akan merasa di hargai jika kau menceritakannya padaku." Balas Leandra menanggapi, ia ingin Elliot menceritakan padanya sekarang.
Elliot menyandarkan punggungnya kemudian menghela napasnya, "Apa menurutmu seorang anak saja yang bisa durhaka pada orangtuanya? Apa orangtua bisa juga durhaka pada anaknya."
Kening Leandra berkerut mendapatkan pertanyaan demikian, tak ayal ia mengemukakan pendapatnya. "Orangtua bisa juga durhaka pada anaknya."
Elliot menatap Leandra dengan menaikkan satu alisnya.
"Orangtua yang menelantarkan anaknya, tidak mendidik anaknya dengan baik, menghina, mengancam anaknya dan menafkahi anaknya dengan uang haram. Di agama kita hal itu di kategorikan orangtua durhaka pada anaknya." Leandra menjelaskan pengetahuannya pada Elliot.
"Aku sudah menemukan orangtua kandungku, Lea." Ujar Elliot setelah Leandra selesai berkata.
Mata Leandra sedikit membola, "Benarkah? Dimana orangtuamu tinggal?" Tanya Leandra dengan tidak sabar.
Elliot diam sejenak sebelum menjawab, ia lantas memutuskan untuk menceritakan segalanya pada Leandra. Bukankah keterbukaan adalah elemen penting dalam berkomunikasi dengan pasangan? Lagipula hanya Leandra tempat satu-satunya untuk berkeluh kesah.
Terkadang seseorang cenderung menyembunyikan perasaan karena tidak ingin terlihat lemah di hadapan pasangan mereka. Tapi Elliot memilih mengutarakan apa yang membebani pikirannya pada Leandra.
Elliot bersikap jujur tentang perasaannya mungkin akan membuatnya terlihat rentan, tetapi itu bukanlah suatu kesalahan. Dengan bersikap jujur pada Leandra justru akan membuat Leandra lebih memahami dirinya.
Leandra berucap usai Elliot bercerita, "Jadi apa yang membuatmu risau?" Tangannya terulur menyentuh sisi wajah Elliot.
Leandra menambahkan perkataannya, "Karena kau tidak siap menerima kenyataan bahwa ayahmu yang bertanggung jawab karena membuat ibumu meninggalkanmu di panti asuhan?"
Elliot mengangguk, "Aku tidak bisa memaafkannya."
"Setiap orang mempunyai takdirnya masing-masing. Ada orang yang ditakdirkan penuh kebahagiaan, ada pula yang sebaliknya. Lihatlah dari sisi positifnya. Walau tidak mendapatkan kasih sayang orangtua, tapi kau mendapatkan kasih sayang dari kakekmu, kau juga bisa tumbuh menjadi pria yang sukses seperti sekarang." Ujar Leandra.
"Jadi kau memintaku untuk memaafkan pria itu?" Pria yang di maksud Elliot adalah Ferdi, ayah kandungnya.
Leandra menggeleng, "Aku tidak menyuruhmu untuk memaafkan ayahmu, itu pilihanmu karena hati dan perasaan orang lain tidak bisa di paksakan bukan? Untuk apa memaafkan melalui ucapan tapi kau belum berlega hati?" Leandra menjawab pertanyaan Elliot.
"Jika kau menjadi aku? Apa aku harus memaafkannya?" Elliot meminta pendapat Leandra.
"Aku akan memastikan setelah melihat kesungguhannya dan kegigihannya, apakah dia menyesali perbuatannya atau tidak. Jika dia menginginkanmu, tidak ada salahnya memaafkan bukan?" Leandra mengemukakan pendapatnya.
"Memaafkan memang tidak mudah karena membutuhkan hati yang seluas samudra serta ketulusan hati untuk melakukannya." Leandra menambahkan perkataannya.
"Percayalah, takdir yang dituliskan Tuhan merupakan hal terbaik dalam hidup kita, walau terkadang yang terbaik itu tak selalu indah." Leandra kembali bersuara.
Elliot mendengarkan Leandra dengan seksama, setidaknya Leandra dapat meredakan kegelisahannya. Memang benar sebagai manusia kita hanya dapat mengikuti alur yang telah di gariskan oleh Tuhan.
Leandra memeluk Elliot, "Jangan membebani pikiranmu, aku akan selalu menemanimu dan menjadi tempatmu berkeluh kesah."
"Ya, kau yang terbaik." Elliot mengecup puncak kepala Leandra.
"Tapi untuk Dion, tidak peduli jika aku dan dia bersaudara. Dion tetap harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Aku akan tetap mencari bukti." Ujar Elliot menambahkan perkataannya.
Elliot tidak akan memandang status dan ikatan darah, karena itu akan menjadi pembelajaran untuk Dion supaya membuatnya jera.
"Lakukan yang menurutmu terbaik. Aku percayakan padamu." Sahut Leandra.
🔥 Bentar lagi mau End nih 🤧 berharap happy end atau sad end? Klo author sendiri sebenarnya penganut happy ending 😅
Terus ikuti kelanjutan cerita "It's My Destiny"
Cerita ini murni hasil pemikiran sendiri, biar penulis makin encer mikirnya jangan lupa berikan dukungannya. Kalau malas coment, vote saja cukup.
Vote gak butuh waktu lama. Gak lebih dari 5 detik kok, bukan hal sulit...jadi jangan hanya menikmatinya tapi hargai juga jerih payah penulisnya ya 😚
Terima kasih. Sehat dan bahagia selalu untuk kalian.... 😉