First Love Flavor : Meeting A...

By lucas_carlisle

13.7K 970 647

Taylor Callie adalah wanita karir muda yang pernah mengalami jatuh cinta. Bagi dia cinta adalah hal yang buru... More

Prologue
Part 1 - Simfoni Callie
Part 2 - Panik Interview !
Part 3 - Kami, Bertemu Kembali
Part 4 - New Job's Duty
Part 6 - Date?
Part 7 - I'm Sorry
Part 8 - Misery
Part 9 - Dinner (I)
Part 10 - Dinner (II)
Promosi
Part 11 - Actual Date

Part 5 - Hollow Moment Without You

1K 82 97
By lucas_carlisle


Maafkanlah ketypoan author ini. Penyakit yang sudah tidak bisa lagi disembuhkan, Selamat membaca ya.
Aku ngalamin author stuck selama 3 hari padahal lagi bebas, jadi ga tau mau nulis apaan. Aku habiskam aja ini selama 1 hari.

Dua minggu setelah kami mengalami hal yang sudah layak dikatakan bahwa kami sedang berada dalam ruang lingkup kupu-kupu mengibaskan sayapnya di dalam perut atau seseorang yang dikatakan sedang jatuh cinta.

Aku mulai merasakan pepatah yang mengatakan bahwa bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian itu ada benarnya. Karena akhirnya aku mendapatkan apa yang akan membuatku lengkap, Alexander Grayson. Pria yang selama ini membuatku menderita karena aku yang terlalu mencintainya, akhirnya aku mendapatkan hatinya dalam waktu yang lebih dari 6 tahun

Tapi... aku sedang berada dalam ambang kesepian saat ini. Alex harus menghadiri meeting di Moscow, Rusia dan dia memilih sekretaris 1-nya... David-untuk membimbingnya, meeting itu membutuhkan waktu selama 9 hari 8 malam. David lebih lihai atau ahli untuk mengurus hal-hal pekerjaan Alex karena aku bukan seorang wanita yang disekolahkan untuk mengurus seseorang dan terlebih lagi David juga bisa berbahasa Rusia. Jadi, aku mengalah. Tidak ingin keberadaanku menjadi penghalang Alex.

Allie, wait for me okay? 3 hari lagi dan aku akan kembali di pelukan hangatmu. Aku juga membelikanmu oleh-oleh jadi pastikan kamu berada di kantor jam 2 siang.

Alex

Alex selalu mengirimkan pesan singkat untukku setiap pagi. Kurasa dia tidak ingin aku untuk merindukannya berlebihan, dia pria yang baik. Tapi, setiap pesan yang dikirim olehnya malah membuatku semakin kangen. Aku sering membayangkan bagaimana tatapan matanya yang coklat dan senyumannya saat ia mengatakan tiap rangkaian kata yang akan keluar dari bibirnya yang tipis.

Okay, aku akan menunggumu dan memberikan surprise dan aku rasa kamu akan menyukainya.

Allie ♡

Aku beranjak dari sofa kulit paman sambil memasukkan telpon genggamku di saku celana sport pendekku. Libur selama 9 hari, tapi bukannya senang malah aku jadi bosan. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

"Allie, breakfast is ready" makanan masakan aunt Miriam yang lezat siap disantap. Aku duduk di kursi sebelah keponakan laki-lakiku, Ainsworth Taylor.
Black Pepper Spaghetti kesukaanku sudah dihidangkan tepat di depanku saat ini, wanginya mampu meningkatkan seleraku yang sangat kurang saat ini.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu?" tanya keponakanku yang masih dalam masa kuliahnya di Oxford, sedang dalam persiapan kerja.

"Baik-baik saja, hanya libur selama 9 hari dan aku sangat bosan sekali" balasku tanpa memandangnya dan menusuk garpu ke celah pasta dan memutarnya. Membentuk gulungan pasta di atas meja impor berwarna putih.

"Kamu ada rencana setelah ini Aint?" tanyaku, memandang wajahnya yang mulus sambil mengunyah spaghetti yang ada di dalam rongga mulutku sekarang.

"Umm... pacarku sedang sibuk dengan kerjaannya. Aku sih bebas aja, ada apa?" tanyanya sambil memotong kentang yang disaji bersama spaghetti-nya.

"Aku mau pergi belanja sesuatu, dan aku rasa kamu cocok untuk kelinci percobaannya. Postur tubuhmu cukup mirip dengannya karena sering berolahraga, tegap, tingginya juga mirip walaupun dia lebih tinggi sedikit" jelasku sambil menatapnya.

"Aku tidak suka berbelanja loh." peringatan Aint tanpa memandangku, memasukkan potongan kentang bulat ke dalam mulutnya.

"Ayolah, bantu kakakmu sekali ini saja" pintaku dengan menarik-narik tangan kirinya, memohon dengan paksa.

"Oke, oke. Saat ini biarkan aku menikmati spaghetti ini" ucapnya sambil menaikkan kedua alis beserta kedua tangannya yang membuat uncle Douglass dan aunt Miriam tertawa kecil menatap kami yang sudah dapat berbaur layaknya adik dan kakak.

"Sebaiknya kamu menggunakan pakaian yang aku pilih nanti atau aku akan menelanjangkan dirimu di depan umum saat mencoba barang pilihanku" kataku yang lebih terdengar seperti ancaman.

"O...Okay" balas Aint terbata-bata sambil menatapku yang sedang mengunyah, membelalakkan matanya lebar memberi tatapan tidak percaya.

"Baiklah, kamu boleh pakai mobil paman nanti. Mobil paman ada di depan runah, belum di masukkan ke garasi jadi kamu pakai aja dulu" ucap paman dengan bahasa aksen inggrisnya yang tebal nan formal.

"I'll drive" ucap Aint dengan senyuman lebar yang tulus tanpa menatap ayahnya.

"Akan berbahaya, kamu baru saja lulus dan terima SIM jadi Allie saja yang mengendarai mobilku" ucap uncle Douglass dengan tatapan yang tidak menerima jawaban tidak. Senyuman Aint pudar dan sekarang ekspresi mukanya menyatakan rasa yang kecewa serta menunjukkan tatapan tidak senang.

Kami keluar dari rumah paman yang dicat dengan gradasi putih, hitam, dan abu-abu. Membuka pintu pagar kayu yang berwarna putih pemberi batas antara rumah paman dan jalanan, sekaligus membatasi kebun depan rumahnya dengan jalanan

"Hey...."

"What?" Balas Aint dengan nada tidak senang, ia berhenti di depan pintu mobil kiri sebelum masuk ke tempat duduk penumpang.

"You drive," ucapku yang kemudian dibalas dengan senyuman yang sangat lebar. Ia mengencangkan tangan kanannya hingga mengepal dan menggumamkan kata yes "Jangan ngebut, aku tetap akan mengawasimu. Aku akan mengendarai kalau kamu melewati 70 km/jam" kataku yang dibalas dengan anggukan cepat, dia datang ke pintu mobil kanan dan masuk ke dalam tempat menyetir mobil. Memegang setiran dengan tatapan kagum.

"Thanks, Callie. Kamu yang terbaik!" ucap Aint setelah aku masuk ke dalam tenpat duduk penumpang mobil. Senyuman lebar masih belum hilang dari wajahnya, lesu pipinya terlihat jelas, tampangnya sekarang seperti adik kecil manis yang dibelikan mainan kesukaannya.

"Remember, tidak boleh di atas 70 km/jam" peringatku yang kemudian dibalas dengan anggukan cepat. Ia memasukkan kunci mobil, memutarnya dan menekan tombol start, tidak lupa juga ia menginjak rem sebelum mobil nyala agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Kemana kita mau pergi?" Tanya Aint kepadaku sambil menandangku dengan tatapn cool miliknya sebelum memutar mobil dan menginjak gas menuju ke tujuan kami.

"Tempat apa yang bagus di sini untuk belanja?"

"Mmm....," gumam Aint dan kemudian "Bagaimana kalau Westfield? Itu salah satu shopping centre yang ramai. Tapi aku rasa pasti barang yang kamu cari ada disana" tawar Aint dengan kalimat yang meyakinkan tiap pendengar.

"Boleh, sejujurnya... aku masih belum tahu ingin membelikan dia apa" jawabku dan menundukkan kepalaku sedikit.

"Belum tahu? Tunggu biar aku pikirkan, pria lebih suka para wanita membelikan apa yang dibutuhkan olehnya saat ini" hint Aint, agar aku dapat memiliki gambaran tentang apa yang akan kubeli.

"Scarf... bagaimana kalau selendang. Kan sekarang lagi awal musim dingin, mungkin akan berguna untuknya" ide Aint memang menakjubkan, aku langsung membalas dengan anggukan berkali-kali serta mengacungkan jempol kiriku.

"Alright, off we go" senyum Aint. Kemudian ia memutar mobil, menuju ke pusat perbelanjaan Westfield.

Kami sampai di pusat perbelanjaan atau mall Westfield sekitar 2 jam dan 30 menit. Jalanan yang macet membuat Aint kelelahan karena ia baru mendapatkan SIM. Kami parkir di tempat yang sudah disediakan dan keluar dari mobil.

Aint menunjukkan sebuah tiang besar yang digantungkan sebuah denah tentang tempat ini dengan jari telunjuknya. Mulai dari lantai bawah sampai lantai atas tiap ruko. Lengkap dengan toko-tokonya, tempat makan, tempat bermain seperti Timezone di Indonesia dan masih banyak lagi.

"Level Alex sangat berkelas, jadi sebaiknya kita ke sini saja," kataku sambil menunjuk bagian bawah kanan denah, toko HUGO BOSS. "Aku tidak enak kalau memberi dia barang murah, moga aja duit aku cukup" ujarku sambil menggaruk-garuk bagian atas kepalaku.

"Wow, you sure? HUGO BOSS? Itu pakaian papaku, dia baru berani menghabiskan uangnya untuk toko ini saat dia bekerja kurang lebih 3 tahun" ujar Aint tidak percaya.

"Mau tidak mau Aint... setidaknya gajiku sudah dibayar awal bulan kemarin, dan untungnya gajiku sangat tinggi" aku menaikkan salah satu bibir dan terlihat seperti mencibirkan mulutku.

"Baiklah... ayo, jalan cepat atau santai?"

"Jalan santai saja." ucapku kemudian jalan melewati beberapa gang pusat perbelanjaan ini yang outdoor.

Kami jalan dan menghabiskan waktu sekitar 7 menit. Di sini sangat ramai, dan bukan hanya aku saja. Tempat ini juga dipenuhi oleh para wisatawan luar negeri, jadi aku bisa berjalan lebih santai karena bukan hanya aku saja orang yang bukan berasal dari Inggris.

"Itu dia" suara Aint terdengar dan ia sedang menunjukkan toko super besar yang dindingnya dilapisi marmer hitam.

Kami masuk dan mendapati sebuah ruangan penuh dengan pakaian pria kelas atas. Kemeja serta jas-jas yang terlihat sangat keren aku sedang membayangkan bagimana Alex akan terlihat saat memakai jas-jas tersebut. Dasi-dasi yang biasa digunakan para pejabat tinggi juga terpajang. Tas-tas kulit mahal dan perlengkapan lainnya yang terlihat sangat elit dibanding barang yang biasa dipajang saat diskon besar-besaran.

"Selamat datang di Hugo Boss Westfield" ucap seorang pelayan wanita dengan make-upnya yang terlihat sangat menor karena ini toko yang target penjualannya ditujukan kepada orang-orang kelas kakap.

"Anda mencari apa?" senyum pelayan tersebut, toko ini sepi... entah karena harga atau karena apa. Tapi saat ini hanya ada kami berdua selain pelayan dan seorang pria muda yang berada di kasir, sedang memainkan telpon genggamnya sambil tertawa kecil.

"Hmm... kami mencari scarf yang akan terli-" percakapan Aint dengan pegawai wanita tersebut kupotong.

"Scarf warna hitam putih" jawabku dengan senyuman. Aku tahu kalau Alex sangat menyukai warna hitam atau putih ataupun campuran hitam dan putih.

"Sebelah sini" ucap pelayan wanita dengan rambut yang disanggul rapih. Kami berjalan mengikutinya lebih dalam....

"Kami punya beberapa contoh disini" pelayan wanita itu mengayunkan tangan kanannya, memperlihatkan beberapa design-design berwarna hitam putih. Semuanya terlihat akan bagus saat dikenakan Alex di lehernya karena garis lehernya yang begitu eksotis.

"Aint, coba yang ini sama ini" aku mengangkat 2 selendang yang tergantung di meja pajangan setinggi pinggangku dan memakaikan yang pertama dengan menggantungkannya di leher Aint.

"Coba yang satu lagi" kemudian aku melepas design pertama dan menggantungkan selendang kedua di lehernya yang mirip dengan Alex.

"Jadi bagaimana?" ucap Aint.

"Aku tidak tahu, kalau menurutmu? Kamu lebih suka yang mana?" tanyaku kepada Aint karena stylenya yang terlihat sangat kelaki-lakian.

"Yang itu" dia menunjuk selendang berwarna hitam dengan motif persegi diputar 45 derajat dan ditimpa berkali-kali dengan persegi yang sama ukurannya. Tepi-tepi selendang bergaris putih ketika di lipat memberi kesan bahwa selendang itu memang terbuat untuk pria.

"Baiklah," aku senyum dan mengangguk sekali. "Aku mau yang ini." aku meletakkan calon selendang Alex di tangan kanan pelayan tersebut yang sudah terbuka lebar.

"Silahkan tunggu sebentar di kasir sebelah sana. Saya akan mencari selendang yang baru" senyum pelayan tersebut yang kemudian dia masuk ke dalam ruang khusus staff.

Setelah beberapa menit, wanita itu keluar dan membungkus selendang itu dengan indah. Menggunakan kotak dan dimasukkan ke dalam hand bag dengan tulisan merknya yang besar. Pria muda berkulit putih yang berdiri di depanku saat ini sedang memproses transaksi dengan kartu tabunganku yang ditabung dari saat aku kecil sampai saat ini, kurasa aku dapat membelinya dengan gaji bulan ini.

Aku dan Aint berjalan naik ke lantai 3. Aku mentraktirkan Aint makanan yang ia suka di salah satu restaurant ternama.

"Kamu mau apa Aint?" tanyaku kepada Ainsworth Taylor yang sekarang sedang membalikkan halaman menu. Mencari makanan yang ingin dia santap sambil mengistirahatkan kedua tungkai bawahnya di sofa berwarna merah.

"Mmm... aku tidak yakin. Makanannya enak-enak semua dan aku tidak bisa makan makanan yang ada disini setiap hari. Aku jadi... bimbang." Jawabnya sambil menggaruk-garukkan tangannya di atas pelipisnya.

"Bagaimana kalau ini?" aku menunjukkan gambar fish and chips ikan dori yang terletak di menu yang ia pegang saat ini. Ia membalas dengan mengangguk tanda bahwa ikan dori tersebut akan menjadi calon santapannya sebentar lagi.

"Baiklah, 2 Dory Fish&Chips" pesananku di catat oleh seorang waitress di sebelah kami saat ini.

"Can i drink alcohol a bit... it's fine right?" tanya Aint kepadaku dengan tatapan sangat memohon. Tawa terlepas dari mulutku, membuatku ingat dengan adikku yang sekarang berada di Indonesia... Owen Taylor.

"Tapi aku yang mengendarai pulang nanti." ucapku, dibalas dengan senyumannya yang mengiyakan jawabanku.

"1 botol South Ridge, berikan kami 2 gelas" pelayan berambut pirang kehitaman tersebut mencatat dan meninggalkan kami dengan senyuman hangatnya.

"Aint...." ucapku masih ragu-ragu karena bersuara pelan

"Apa?" balasan Aint, kukira dia tidak mendengarkan perkataanku yang hampir tidak bisa didengar siapapun.

"Kenapa kamu sepertinya tidak akrab dengan paman Douglass?" tanyaku yang kemudian dia menggigit bibir bawahnya dan menolak menatap mataku.

"Dia selalu melarangku...." suara Aint pelan, dia menjawab setelah beberapa saat diam.

"Melarang apa?" tanyaku... sekarang aku terlihat seperti seorang konselor, banyak tanya tentang urusan pribasi seseorang.

"Allie," jawab Aint, memanggil nama panggilanku saja. Kesopanan ia hilang seketika dan rahangnya mengeras, tatapan matanya juga menajam. "Kalau aku tahu kamu akan menginterogasiku seperti ini, sebaiknya kita pulang saja." Lanjut Aint dengan nada tidak senang. Entah kenapa tapi dia memiliki feel seperti Alex, dapat membuat orang merinding saat sedang marah.

"Okay... lupakan apa yang aku katakan tadi. Kita makan saja." aku berusaha membalikkan suasana, pelayan tadi datang dan menyajikan fish and chips lengkap bersama saus spesial restoran ini di atas meja kayu berwarna merah gelap. Tidak lupa juga ia meletakkan 2 gelas kaca dengan pelan beserta segelas botol kaca berwarna hijau yang di dalamnya terdapat wine request Aint... penuh.

"Selamat menikmati" senyum waitress itu dan pergi meninggalkan kami berdua.

Kami langsung menyantap ikan dori yang disajikan sangat rapih. Teksturnya sangat lembut sekali sehingga membuat kita menginginkannya lebih dan lebih lagi. Seperti pria lainnya, Aint tidak memerhatikan kesopanannya saat sedang makan. Ia tidak peduli apa kata orang lain, karena saat ini dia sedang makan dengan cara memotong yang sangat kasar.

Setelah itu kami nasuk ke dalam mobil saat hari sudah sore yang sebentar lagi langit akan menggelap. Lampu jalanan sudah nyala ketika kami berjalan melewatinya, sesuai janji tadi... sekarang aku yang mengendarai mobilnya. Tatapan Aint masih tidak senang, tidak seperti pertama kalinya kami masuk ke dalam mobil.

"Aint, apa kamu masih akan seperti ini? Aku tidak tahu kamu orangnya pendendam seperti ini" ucapku melihatnya dirinya yang sedang menyandarkan siku kirinya digagang pintu mobil, mengabaikan perkataanku dengan menyanyikan lagu yang saat ini diputar di radio.

"Aint! Kamu dengar gak sih?" aku berusaha sopan tapi sudah tidak bisa. Kalau tidak begini dia tidak akan membalas apa yang aku katakan nantinya.

"I heard it... i heard it...." jawab Aint dengan nada mau tidak mau. Mukanya terlihat sangat bosan saat ini.

"Aku tidak menyalahkanmu Callie. Aku hanya tidak suka seseorang mencampuri urusan pribadiku. Kumohon jangan banyak tanya, apalagi persoalan aku dengan pria tua itu." jelas Aint, lagi-lagi aura yang mirip dengan Alex keluar bersama kata-katanya.

"Alright, aku tidak akan bertanya lagi. Tapi janji kepadaku... kamu akan berbicara kepadaku saat sedang dalam masa sulit. Aku pernah mengalami masa yang sangat menyakitkan dulu, jadi aku tidak ingin kamu sama sepertiku nantinya" balasku yang kemudian ia mengangguk tanpa melihatku, aku tahu karena anggukan tidak tulusnya itu terpampang jelas di spion atas mobil.

3 DAYS PASSED,

3 hari berlalu sejak aku berjalan-jalan bersama Aint. Rasa hampaku sekarang sudah mulai terisi dengan rasa ingin melihat Alex secepatnya setelah jam menunjukkan pukul 1, 1 jam tepat sebelum kedatangan Alex kembali ke London.

"Tante, paman... aku pergi dulu," ucapku yang dibalas dengan iya saat aku turun dari kamarku di lantai 2. "Aint... aku pergi dulu." Aint membalasnya dengan anggukan dan memalingkan wajahnya dariku dengan memainkan telpon genggamnya.

Aku naik taksi dengan melewati beberapa gang dari rumah paman. Taksi sangat mudah di temukan disini karena kawasan disini adalah kawasan strategis yang transportasinya sangat mudah untuk di cari. Makanan, pasar juga sangat dekat dari rumah paman.

Taksiku berhenti di depan gedung besar yang sudah tidak asing lagi untukku sekarang setelah perjalanan kira-kira 1 jam 10 menit yang berarti Alex sudah sampai di Bandara. Tulisan SILVERSPOON CORP. yang terpampang jelas masih terlihat sangat bagus, tidak berdebu karena setiap hari dibersihkan oleh petugas.

"57... 57... 57...." gumamku berulang-ulang karena sudah tidak sabar ingin meliha pria itu. Wajahnya yang selalu membuatku jatuh cinta kepadanya. Deretan giginya yang putih yang terlihat saat ia sedang tersenyum. Serta garis rahangnya yang sangat sempurna.

Aku masuk ke dalam lift yang sangat ramai dan menekan tombol 57. Aku berhasil mencapai lantai tertinggi di perusahaan ini sebelum tempat mendaratnya helikopter dengan nafas yang terengah-engah. Aku membuka pintu masuk, melewati ruang makan, dapur, tempat olahraga yang dilengkapi alat-alat gym milik Alex yang ahirnya sampai di ruangan kantor Alex, tempat kerjaku....

"I miss this place so much." kataku sendiri dengan hangat. Pinggangku terasa geli saat mengetahui bahwa sesuatu melewatinya dan aku bisa merasakan dagu seorang pria bersandar di pundakku. Perasaan geli itu ternyata adalah kedua tangan Alex yang melingkar di pinggangku.

"I miss this girl more...." suara maskulin itu, suara bariton yang sangat aku kangen setelah sembilan hari sekarang terdengar jelas masuk dan ditangkap oleh daun telingaku. Segera aku membalikkan badan dan melihatnya.

"Alex...." ucapku sambil melihatnya mengenakan kemeja kotak-kotak kecil berwarna biru yang dikancing sampai leher dan dilapisi cardigan panjang berwarna biru dongker tanpa dikancing. Celana berwarna hitam dengan sepatu oxford yang mengkilap. Tak lupa juga ia mengenakan jam tangan TagHeuernya.

Matanya yang coklat sekarang menatapku sangat dekat dengan tatapan rindu, cinta, sayang di dalamnya. Aku bisa merasakan tiap hembusan nafasnya yang menggelitik bagian atas bibirku. Senyuman lebar akhirnya terlepas dari bibirku.

"I miss you so much" ucapku dengan nada sedikit tersedu-sedu karena aku yang hampir menangis. Akhirnya bisa melihatnya lagi....

"I know... i love you, Allie" ucap Alex yang kemudian menyapu bibirku dengan bibirnya yang tipis. Sekali lagi membuat lipstikku berantakan, tapi kali ini aku membuka mulutku sedikit. Lidahnya masuk dan menginvasi rongga mulutku, menyentuh lidahku. Kemudian ia melepasnya, nafas kami saat ini terengah-engah tapi senyuman kami terpampang jelas di tengah-tengah hembusan nafas kami.

"Aku membelikan sesuatu untukmu" jawab Alex yang kemudiang mengeluarkan sebuah kotak ukuran sedang. Ia membukanya dan di dalamnya terdapat kalung dengan berlian yang sekitarnya terlapisi batu-batu alam mahal seperti sapphire, ruby. Tali kalung tersebut terbuat dari emas putih murni buatan Blue Nile.

"Sangat indah," senyumku. "Tapi, kamu tidak harus selalu memberiku barang mahal seperti ini Alex. Cukup kasih sayangmu saja...." ucapku yang kemudian Alex mengeluarkan kalung itu dari kotaknya dan memakaikannya di leherku.

"Aku tidak salah pilih" senyuman senang Alex terlepas dari wajahnya dan sekali lagi bibir Alex dan bibirku bersentuhan namun ciuman tersebut tidak seintens pertamanya.

"Ini....," aku menyerahkan hand bag yang berisi selendang yang kubeli bersama Aint. "Aku tahu ini tidak banyak tapi mungkin ini dapat menghangatkan dirimu di musim dingin saat ini." Alex kemudian membuka kotak yang bertuliskan Hugo Boss dan mengeluarkan selendang hitam tersebut.

"Aku suka ini," mata coklat Alex menatapku beserta senyumannya. "Aku akan menggunakannya setiap hari" kata Alex dengan sendiri.

"Kamu harus cuci setidaknya paling lama 2 minggu sekali" jelasku.

"Aku tidak akan mencucinya. Jejak tanganmu akan menghilang dari selendang ini" jawab Alex yang membuatku tersipu malu.

Aku mendekat ke Alex dan membuka sedikit selendang hitam putih tersebut, menggantungkannya di leherku. "Bagaimana kalau begini?" saat ini wajah kami sangat dekat, aku dapat merasakan hangat di ruangan yang heaternya belum dinyalakan.

"Aku tidak bisa menahan diri kalau kamu selalu saja menggodaku... babe" ucap Alex yang kemudian ia menerjang dan mencium cepat bibirku yang membuat mulutku terbuka lebar karena terkejut. Tidak ia sia-siakan, dia langsung memasukkan lidahnya ke dalam rongga mulutku. Kami saat ini terbaring di atas sofa Alex yang berwarna hitam dengan ia yang menindihku.

Ia melepaskan ciumannya dan aku berkata dengan nafas terengah-engah "I love you...."

"I love you too and much more than how much you loved me"

Author's note :

Halo, author Lucas is back. Pertama-tama saya mohon maaf apabila adegan kissnya terlalu flat, saya mau bikin sedikit dewasa tapi bagaimana ya... dari segi umur aja saya masih belum berhak. Kalian berfantasi sendiri saja ya adegannya, saya tidak melarang. Cuma jangan sampe yang nggak-nggak, mereka belom nikah.

Sekali lagi saya ingin mengucapkan terima kasih ke setiap pembaca yang sudah pernah meninggalkan jejak ataupun menjadi silent reader di novelku yang satu ini. YOU GUYS ROCK!!! Aku bisa mendapatkan view sebanyak 1200 view setelah mengupdate part 4 dan sekarang sudah mencapai 5k view. Waduh, makasih banyak banget... tanpa kalian aku bukan apa-apa.

Oh iya, aku lupa ngomong ini. Kalian jangan bingung ya dengan nama adik Callie. Soalnya di prolog ada dialog 'Sean pass me the coffee' trus tiba-tiba bilang nama adeknya Owen Taylor. Nama panjang adeknya Harrie Sean Owen Taylor

Continue Reading

You'll Also Like

246K 18.5K 43
Nara, seorang gadis biasa yang begitu menyukai novel. Namun, setelah kelelahan akibat sakit yang dideritanya, Nara terbangun sebagai Daisy dalam dun...
518K 40.9K 18
[SEBAGIAN DI PRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU BARU BACA] Dilarang ada hubungan antara senior dan peserta OSPEK, Galen, sebagai Ketua Komisi Disiplin terpa...
1.6M 185K 50
Sebagai putra sulung, Harun diberi warisan politik yang membingungkan. Alih-alih bahagia, ia justru menderita sakit kepala tiada habisnya. Partai ya...
309K 30.1K 44
"Ma, aku ngga mau ya punya assisten baru" "Plis lah Maa" "Aku tu CEO punya aissten dengan pakaian sexy itu biasa" "Lianda Sanjaya!!!" "Ikutin kata ma...