Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon diingatkan ya 😙
🔸🔸🔸
Hari demi hari terus berganti. Hubungan Leandra dengan Elliot sedikit mengalami perkembangan. Sembari makan bersama atau saat Leandra memijat kaki Elliot, keduanya saling mengobrol dan bertukar cerita. Membahas seputar pekerjaan atau hal random lainnya.
Elliot dan Leandra hanya butuh waktu dan membiasakan diri untuk saling terbuka agar bisa saling melengkapi satu sama lain. Satu hal yang paling mendasar untuk mencapai rumah tangga seperti kebanyakan adalah dengan lancar berkomunikasi, keduanya baru sampai pada tahap itu.
Leandra mendorong kursi roda Elliot menuju meja makan, "Kau tidak pernah mengeluh memiliki suami sepertiku? Aku harap, kau melakukan semua ini tidak terpaksa..," Elliot sekedar berbasa-basi ketika mengatakannya.
"Tentu saja tidak." Leandra memposisikan Elliot di depan meja makan. Dengan cekatan ia menyiapkan sarapan Elliot. "Setidaknya, sekarang kau bisa berbicara. Aku yakin, tidak lama lagi kakimu juga akan sembuh." Ujar Leandra sembari mengoleskan selai di roti.
Elliot menatap Leandra, kini ia merasa bersalah telah menipu Leandra. Ia melakukannya untuk mencari tahu apakah Leandra tulus padanya atau memiliki alasan lain ketika menikah dengannya. Tapi sejauh ini, Leandra justru merawat dan melayaninya dengan telaten tanpa mengeluh sedikitpun.
Melihat Elliot tidak menanggapinya, Leandra kembali membuka suara. "Tidak masalah dengan kondisimu. Setidaknya aku memiliki keluarga, memiliki seseorang yang dekat denganku setelah kakek meninggal."
Elliot senang mendengarnya, Leandra sudah menganggap dirinya sebagai sosok penting di kehidupannya. Ia menatap Leandra yang sekarang duduk di hadapannya, "Sepertinya, kau sudah tidak canggung lagi saat bersamaku."
"Aku mulai terbiasa dengan wajahmu. Kau tidak seseram seperti yang terlihat." Sahut Leandra menanggapi.
Elliot tersenyum tipis mendengarnya. Ia tidak tersinggung, ucapan Leandra begitu polos, jujur dan terdengar menggemaskan untuknya.
Leandra sedikit melotot, "Kau tersenyum." Leandra cukup takjub melihat Elliot tersenyum, seakan menemukan harta karun yang sangat bernilai.
Elliot berdehem kemudian menetralkan lagi wajahnya, "Ekspresimu berlebihan, Lea." Elliot memulai sarapannya dengan roti yang dibuatkan oleh Leandra.
"Itu karena senyummu sangat langka." Sahut Leandra menanggapinya.
"Tidak akan lagi." Gumam Elliot sedikit ambigu. Ia sudah berhasil membiasakan Leandra agar tidak canggung ketika berdekatan dengannya. Hanya tinggal menunggu Leandra mencintainya.
Menikah dengan pujaan hati, dicintai oleh sang pujaan hati. Saat hal itu terwujud, kebahagian pasti akan melingkupinya.
"Tidak akan apanya?" Leandra bertanya sembari mengunyah sarapannya.
"Sudah, lupakan." Elliot mengganti topik pembahasan mereka. "Hari ini ke kampus?" Elliot ikut memulai sarapannya.
Leandra mengangguk, "Setelah dari kampus aku ke kantor."
"Setelah dari kantor?" Tanya Elliot hanya sekedar berbasa-basi.
"Pulang, kemana lagi?" Leandra menjawab pertanyaan Elliot. "Tempo lalu aku sudah berjanji akan meminta ijin padamu jika bepergian. Aku bukan tipe orang yang suka mengikari janji. Berbohong juga bukan kebiasaanku, El." Leandra mengatakan kejujuran tentang dirinya.
Elliot melirik Leandra, "Kalau di bohongi, apa kau akan marah?" Elliot penasaran dengan jawaban Leandra.
"Tentu saja. Tidak ada orang yang bahagia saat di bohongi. Pertanyaanmu aneh." Celetuk Leandra menanggapinya pertanyaan Elliot.
Elliot menghentikan kunyahannya, jawaban Leandra terkesan horor untuk hati serta pikirannya. "Jika berbohong untuk memastikan sesuatu dan itu tidak akan merugikan orang lain, bagaimana menurutmu?" Elliot kembali bertanya pada Leandra dengan serius, matanya terus menatap wajah cantik Leandra.
"Mungkin ada orang yang melakukan kebohongan untuk kebaikan. Apa pun alasannya, itu tetaplah kebohongan." Walau pertanyaan Elliot aneh baginya, ia tetap menanggapinya.
"Jika berbohong demi kebaikan bisa jadi sesuatu yang positif dan didasari dengan rasa empati, jika kau dalam posisi orang yang di bohongi, menurutmu bagaimana?" Elliot bertanya dengan raut datarnya. Ia mencoba biasa saja saat bertanya tentang hal itu.
Leandra sedikit berpikir dan menerawang. "Menurutku, kebohongan bisa mengakibatkan putusnya hubungan antarpersonal. Kebohongan tidak akan menyakiti kecuali diucapkan oleh seseorang yang kamu percaya, itu intinya." Leandra berpendapat jika sudah percaya pada orang lain, ternyata orang itu berbohong, itu akan terasa menyakitkan.
Elliot menyudahi sarapannya, sudah tidak bernafsu melanjutkan sarapannya. Inti dari jawaban Leandra tentang pertanyaannya membuat dirinya gusar. Elliot menarik kesimpulan bahwa Leandra tipe orang yang membenci kebohongan. Ia harus memikirkan bagaimana cara agar Leandra tidak salah paham saat dirinya mengatakan kejujuran. Lagipula, Elliot tidak memiliki niat buruk sedikitpun kepada Leandra.
Leandra menatap Elliot dengan mata menyipit, "Apa kau menyembunyikan sesuatu? Atau mungkin membohongiku? Kenapa begitu penasaran dengan jawabanku?" Leandra menuduh Elliot.
Elliot menegakkan punggungnya, "Tidak." Jawabnya singkat.
Leandra mengangguk tipis, "Aku yakin kau bukan tipe pria yang suka berbohong." Ujar Leandra penuh keyakinan. Elliot juga tidak memiliki alasan kuat untuk melakukannya, ia yakin Elliot tidak akan membohonginya seperti yang Dion lakukan padanya.
Elliot tidak menjawabnya, ia menyesap kopi yang dibuatkan oleh Leandra sambil melirik Leandra.
"Kenapa tidak di habiskan?" Leandra bertanya ketika melihat sarapan Elliot masih tersisa setengahnya.
"Aku sudah kenyang." Elliot menjawab pertanyaan Leandra.
Leandra tidak bertanya lagi, ia kembali melanjutkan sarapannya hingga tandas.
"Aku sudah selesai." Ujar Leandra setelah menghabiskan sarapannya dan mengakhirinya dengan meminum segelas jus. Ia beranjak dari tempatnya untuk menghampiri Elliot.
Elliot menyambut uluran tangan Leandra, ini memang hal yang di lakukan Leandra setiap berpamitan.
Leandra mencium punggung tangan Elliot. Ia mengerutkan kening ketika tangannya tidak di lepaskan oleh Elliot. "Apa?" Leandra bertanya kenapa Elliot tidak melepaskan tangannya.
"Menunduklah." Perintah Elliot pada Leandra.
Tanpa bertanya alasan, Leandra pun menundukkan wajahnya untuk lebih dekat pada Elliot. Tubuhnya membeku ketika bibir Elliot menyentuh keningnya. Wajar jika Leandra berekspresi terkejut seperti sekarang, ini pertama kalinya Elliot bersikap demikian.
"Kau boleh berangkat sekarang. Berhati-hatilah di jalan." Ucap Elliot setelah mencium kening Leandra.
"I--iya." Leandra tersenyum kaku. "Aku berangkat dulu. Sampai jumpa." Setelah mengucapkannya, Leandra berjalan menjauh dari sana menuju garasi.
Di dalam mobil, Leandra menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya secara perlahan. Sikap manis Elliot barusan membuat jantungnya berdetak tidak sehat. Tangannya terulur menyentuh keningnya. Tidak berselang lama, Leandra mengukir sebuah senyuman.
"Astaga, sepertinya aku sudah tidak waras." Leandra menggeleng-gelengkan kepalanya.
Dengan bibir yang terus mengukir senyuman, Leandra melajukan kendaraannya menuju kampus. Suasana hatinya sedang baik saat ini. Wajahnya juga terlihat berbinar.
Terus ikuti kelanjutan cerita "It's My Destiny"
Cerita ini murni hasil pemikiran sendiri, biar penulis makin encer mikirnya jangan lupa berikan dukungannya. Kalau malas coment, vote saja cukup.
Vote gak butuh waktu lama. Gak lebih dari 5 detik kok, bukan hal sulit bukan??? jadi jangan hanya menikmatinya tapi hargai juga jerih payah penulisnya ya....
Terima kasih. Sehat selalu untuk kalian.... 😉