Supranatural High School [ En...

By rainsy

2.5K 91 35

Mereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke R... More

Kertas Selebaran
Teror (1)
TEROR (2)
Malam Satu Suro (1)
Malam Satu Suro (2)
Selamat Berjuang
Ujian Masuk
Pintu Rahasia
Peraturan Sekolah
Dia Telah Kembali
Topeng yang Terlepas
Kisah Lampau
Kutukan Sedarah
Gerhana Bulan
Hari yang Baru
Pelatihan
Museum yang Terabaikan (Noni Belanda)
Museum yang Terabaikan (Penjajah)
Bangkitnya Cay Lan Gong
Kesurupan Massal
Ritual
Rajah
Segel Pentagram
Gerbang Gaib
Gending Jawa
Dedemit
Arthur Samuel (Khodam)
Baron Bagaskara
Dylan Mahardika
Ernest Prasetyo
Ziarah
Welthok
Kelas Utara
Timur & Barat
Kelas Selatan
Helga Maheswari
Santet
Timbal Balik
Jenglot
Kuncoro
Umpan
Hira
Kuntilanak Merah
Taktik Licik
Penyelamatan
Jerat
Lolos
Membunuh atau Dibunuh
Tugu
Mata Batin

Makanan Sesaji

11 0 0
By rainsy

"Aaarrgh! Tolong! Tolong selametin aku! Aku ndak mau mati konyol di sini!" Galih yang tubuhnya ditindih oleh Cakra yang terus mengincar darah di lengannya, berusaha keras menyingkirkannya. Menendang, bahkan sampai memukul wajah Cakra pun Galih lakukan agar dapat terlepas dari terkaman sosok buas itu. Namun upayanya untuk melepaskan diri tersebut terasa sia-sia, karena Cakra yang dirasuki Cay Lan Gong memiliki tenaga yang sepuluh kali lipat kebih besar dibanding dirinya.

Dylan dan Helga yang mengetahui hal itu sontak berlari ke arah Galih dan Cakra. Berusaha memisahkan mereka, dengan satu sama lain menarik jauh badan Cakra dan Galih sampai beberapa meter ke belakang.

"Arthur!!!" Dylan yang matanya melotot tampak marah menyerukan nama salah satu temannya.

Arthur berlari tergopoh-gopoh mendatangi karibnya itu untuk kemudian menyerahkan ikatan yang terbuat dari pohon bidara pada Dylan yang mencengkram kuat sebelah pundak Cakra. "So-sorry, Dy. Kayaknya tadi gue kurang kenceng ngiketnya." sesalnya yang lantas mengunci kembali sepasang tangan Cakra di belakang punggung.

"Lain kali lo harus lebih berhati-hati dong. Ini nyawa orang bisa melayang kalo kayak gini." keluh Dylan memperingati seraya tangannya sibuk mengikat kuat pergelangan tangan Cakra menggunakan tali dari pohon bidara tersebut.

Setelah menyerahkan tubuh Galih yang masih syok pada teman-temannya, Helga beringsut mengambil sebuah kantung hitam kecil di samping kaki Dylan. Sedetik sebelum netranya ia alihkan pada gerombolan makhluk astral yang Baron dan Ernest giring memasuki ruangan tersebut.

Sekar, Afdal, Yoga, Sultan, Pak Ridwan dan Pak Sanusi berusaha menenangkan Galih, dengan Laras yang khusyuk membersihkan lelehan darah di tangan Galih menggunakan tisu. Banyu dan Adi yang baru saja bergabung tampak tegang melihat keadaan menjadi semakin kacau.

"Kalian juga naro sesajen dalam ritual Jailangkung ini?!" Baron bertanya dengan intonasi suara yang ia tinggikan. Menatap satu persatu Galih CS yang memilih untuk menundukan kepala mereka kompak.

"Ka-kami ..., kami gak naruh sesajen kok." sangkal Yoga masih dengan kepala yang tertunduk.

"Terus tadi itu apa?!" Kini, giliran Ernest yang misuh-misuh. Menunjuk Galih yang lengannya tengah dibalut sebuah kain oleh Sekar.

"Jujur aja deh, kalian sengaja 'kan ngasih darah Galih buat nyempurnain acara ritualnya?" Arthur kembali mengulang pertanyaan yang Baron ajukan tadi. Menatap nyalang ke arah sekelompok biang kerok di hadapannya sembari melipat kedua tangan di depan dada.

"Ndak kok. Kami ndak sengaja melakukannya. Dan soal luka di tangan Galih, itu juga bukan unsur kesengajaan. Waktu kita main Jailangkung, jari Galih ndak sengaja ketusuk pensil yang ada di boneka itu. Tapi itu cuma sedikit kok, iya 'kan, Lih?" Laras ambil suara yang dibenarkan oleh anggukan kepala Galih.

"Asal kalian semua tahu. Mau itu sengaja atau tidak, banyak atau sedikit darah manusia yang netes saat acara ritual pemanggil roh berlangsung, itu udah dianggap sebagai sesajen. Makanan yang telah sukarela kalian suguhkan buat mereka; yang kalian panggil. Dan menurut kalian, apa mereka akan diem aja gitu ngelihat makanan lezat nan menggiurkan terhidang di depan mata?" Papar Arthur membuat seisi ruang Aula itu menghening. "Parah-parah! Sadar atau enggak, kalian udah jadiin teman kalian sendiri sebagai tumbal untuk Cay Lan Gong!"

"Luka di tangan Galih gak akan sembuh. Bahkan mungkin akan semakin parah jika kita gak cepet-cepet mulangin mereka ke asalnya. Siap-siap aja, mungkin kalian bakal kehilangan satu teman kalian." ungkap Dylan kecewa, memutar tubuhnya memunggungi Galih CS yang masih duduk berkerumun.

Mendengar nada keputusasaan dari kalimat yang Dylan lontarkan, Sekar buru-buru menghampiri. Duduk berlutut di kaki Dylan. "Aku mohon, tolong jangan katakan itu. Tolong bantu kami semampu kalian bisa. Aku ndak mau kehilangan teman-temanku. Jika ada yang harus dikorbanin, biar aku saja. Karena semua kejadian ini adalah gara-gara aku. Teman-temanku yang ndak suka aku diputusin Sultan di depan umum berusaha buat ngebalas rasa sakit hati aku. Mereka ndak salah. Aku yang salah. Jadi, aku juga yang harus nanggung risikonya. Jangan Galih atau siapapun." pinta Sekar memohon dengan menangkupkan kedua telapak tangannya.

Sultan yang mendengar pengakuan gadis ayu dengan surai hitam yang dikepang dua itu bangkit berdiri. "Apa?! Jadi ..., semua kerusuhan iki gara-gara hal sepele itu? Kamu ngebahayain setengah siswa SMK N 9 cuma demi muasin ego kamu buat bales dendam ke aku, Sekar?!"

"Tunggu-tunggu ..., hal sepele kowe bilang? Sekar sampe diledekin sama seluruh siswa di Sekolah kita berhari-hari gara-gara kejadian itu, kowe sebut itu hal sepele? Cih! Kowe bener-bener songong, Tan!" Laras menatap Sultan geram. Jika tangannya tidak sedang sibuk menghentikan kucuran darah yang merembas keluar dari tangan Galih yang terluka, ingin sekali rasanya ia menghajar pemuda itu. 

"Apa wajar, seorang pacar malah ngebela cewek lain dibanding pacarnya sendiri saat itu cewek selingkuhan, kowe sering ajak mulih bareng? Kowe cowok apa banci, Tan?!" umpat Galih ; siswa berkulit sawo matang itu menambahi.

Alih-alih menanggapi ucapan kasar Galih, Sultan lebih memilih untuk berbicara tegas dengan mantan pacarnya. "Apa kamu lupa, Sekar? Apa alasan utama aku mutusin kamu? Iku gara-gara awakmu dewek. Kamu seng ora bisa berpikir positif. Selalu mikir aku ngehianati kamu nang guri. Kamu seng selalu nuduh bahkan berbuat anarkis dengan ngejambak bahkan maki-maki Rasti di depan umum, padahal Rasti ora salah. Rasti cuma ngelakuin tugase sebagai sekertarise aku. Dan asal kowe weruh. Rasti iku sepupu aku! Dan Almarhum Ibune Rasti wis nitipno Rasti buat aku jaga sadurunge meninggal. Jadi wajar, aku sering nganter jemput Rasti nang umahe!"

Sekar membulatkan matanya lebar setelah mendengar pengakuan Sultan. Kini, rasa bersalah kian menumpuk di dada juga punggung gadis itu. Sultan benar, selama ini ..., Sekar memang tak pernah mau mendengarkan penjelasan Sultan setiap kali ia berusaha memberitahu alasannya, kenapa Sultan selalu dekat dengan Rasti dan berperilaku lembut terhadap gadis itu. Kecemburuan tak mendasar telah membuat Sekar buta. Bahkan, prasangka buruknya-lah yang telah menjerumuskan dirinya hingga setengah penghuni Sekolah SMK N 9 menjadi korban. Kini, setelah semua ini terjadi, apa yang dapat Sekar perbuat untuk memperbaikinya? Apakah semuanya benar-benar sudah terlambat?"

"Tidak ada kata terlambat untuk mencobanya." suara seorang perempuan yang muncul seiring dengan pintu ruang Aula yang terbuka itu, mengubah atensi semua orang di dalam ruangan tersebut untuk melempar pandangan mereka ke arahnya.

"Hira?!"

Dylan, Helga dan semua murid SHS tampak terkejut begitu mengetahui sosok yang muncul dari balik daun pintu itu merupakan salah satu teman seangkatan mereka. Helga CS memang sudah diberitahu oleh guru Chester bahwa mereka akan dibantu oleh seseorang jika mengalami kesulitan. Namun baik Dylan ataupun yang lainnya tak pernah menyangka bahwa orang yang akan guru mereka kirim adalah Hira; Si Tukang kesurupan di SHS.

Melihat semua temannya memasang wajah terkejut yang terbalut rasa kebingungan, Hira berangsur menghampiri Cakra yang kini telah kembali terikat tangan dan kakinya dan didudukkan di sebuah kursi.

"Waktu kita sempit. Cuaca di luar mulai terlihat aneh. Jika tidak cepat-cepat bertindak, maka semuanya akan benar-benar terlambat." Hira mengatakan itu dengan tangannya yang mulai sibuk mengeluarkan beberapa lilin dari dalam tasnya.

Menyadari Hira perlu bantuan, Ernest bergegas menghampiri. Dan Hira pun lantas melimpahkan kegiatannya tadi pada Ernest, kemudian mulai merapalkan mantra seraya menggambar sebuah lingkaran menggunakan kapur di sekitar tempat Cakra diikat.

"Kita lakukan ritual ini di dalam sebuah segel pentagram."

Ucapan Hira seketika menjadi perintah yang membuat Baron juga Arthur mengangguk paham lalu berangsur membantu Hira menciptakan garis demi garis berukuran raksasa di tengah ruang kosong itu.

Dengan gerakan cepat, Baron mengurung semua siswa kesurupan yang berhasil digiringnya masuk ke dalam Aula di dalam sebuah lingkaran yang ia ciptakan di atas lantai kayu tersebut. Sedangkan Arthur bertindak membubuhi garis yang Baron buat dengan percikan daun kelor juga kelopak bunga mawar merah.

Belasan lilin yang menyala membentuk sebuah pentagram berukuran besar dengan Cakra bersama boneka Jailangkung yang berada di tengahnya itu, menjadi pusat perhatian semua orang yang hadir dalam ruangan luas itu.

Cahaya oranye yang sedari tadi diamati Sekar menerobos masuk lewat celah jendela kaca dalam ruang Aula kian meredup. Sebentar lagi malam tiba, wajar saja jika kejadian ini sampai terjadi. Rupanya ucapan Dylan perihal energi Cay Lan Gong akan semakin kuat jika malam datang, bukan hanya isapan jempol semata. Kecemasan semakin menggebu, bergemuruh di dada gadis itu setelah mengetahui bahwa waktu mereka untuk menyelamatkan semua siswa yang kesurupan berikut menyelamatkan nyawa mereka hanya sampai tengah malam nanti. Cakra saja sampai sebegitunya menyerang Galih yang notabene adalah kakak kelasnya, Seniornya. Lalu apa kabar dengan dirinya juga teman-temannya yang lain, jika cara murid SHS untuk memulangkan Cay Lan Gong ini gagal? Apakah Sekolah ini juga akan menjadi kuburan mereka??

Tak jauh berbeda dengan Sekar. Mimik muka Sultan pun menunjukan kekhawatirannya. Namun bedanya, pemuda itu lebih memilih untuk mengalihkan angan buruknya dengan memerhatikan kegiatan Helga yang tengah menaburkan banyak serbuk berwarna putih tepat dua meter di depannya.

"Itu ..., apa?" tanya Sultan kemudian yang berhasil membuat Helga menghentikan aktivitasnya lalu menoleh.

"Ini? Ah, ini hanya garam biasa. Garam yang dicampur kelopak bunga mawar." jawab gadis innocent itu mengulas senyumnya tipis, sebelum di detik berikutnya ia mengucuri garam yang ditaburnya membentuk sebuah garis lurus itu dengan air dari daun kelor yang menebarkan aroma menyengat setelahnya.

"Garam ini adalah garis aman buat kalian. Apapun yang terjadi, kalo kalian pengen selamat dan gak kesurupan kayak mereka, jangan pernah keluar dari garis itu. Ngerti?" Setelah peringatannya direspon anggukan paham dari Laras CS, Helga pun beralih tempat. Menempatkan dirinya duduk bersila di antara Ernest juga Arthur yang sudah lebih dulu mempersiapkan diri untuk memulai acara ritual tersebut.

Kepulan asap dari kemenyan yang baru saja Hira nyalakan, menimbulkan aroma menusuk yang merebak memenuhi seisi ruangan yang kini telah di bagi menjadi tiga bagian. Di sudut kanan ruangan luas itu dibuatkannya sebuah lingkaran besar yang diisi oleh sekumpulan murid kesurupan SMK N 9, sedangkan di sudut kiri ruangan tersebut dibuatkannya garis memanjang berisi Galih CS, Sultan, Adi dan Banyu, berikut Pak Ridwan juga Pak Sanusi. Sementara di bagian tengah ruang Aula ada Dylan, Arthur, Helga, Ernest, Baron dan Hira yang duduk membentuk lingkaran di luar gambar Pentagram yang telah dibuat untuk mengurung Cakra berikut boneka Jailangkung.

"Bisa kita mulai?" Hira yang sedari tadi bertindak bak pemimpin acara ritual pemanggil roh tersebut meminta persetujuan.

Dylan CS kompak mengangguk. Namun tidak dengan Helga yang tampak enggan menyatakan persetujuannya. Pasalnya, gadis introvet itu merasakan ada sesuatu yang aneh juga mencurigakan. Namun Helga tak kunjung dapat menemukan hal aneh apa itu. Helga hanya merasa, Hira yang kini duduk berlawanan arah dengannya adalah orang yang berbeda.

"Jailangkung Jailangset, datang tak dijemput pulang tak diantar." Mantra yang Hira bacakan seolah mengundang gemuruh yang menggelegar di luar sana untuk datang. Menciptakan kilatan demi kilatan terang yang berhasil merenggut fungsi seluruh alat penerangan yang ada dalam ruang Aula tersebut.

"Ono opo iki?" Suara Galih dan yang lainnya terdengar panik. Kala kegelapan menyergap mereka. Namun untuk yang kesekian kalinya Hira meminta mereka untuk tetap tenang.

"Kendalikan diri kalian. Kepanikan hanya akan mempertebal rasa takut yang akan mengacaukan pikiran kalian. Tetap fokus dan jangan sampai berhenti berdoa untuk keselamatan kita semua." Perintahnya tegas.

Dalam ruangan yang minim pencahayaan itu Galih CS kembali berusaha menata emosi mereka. Kegelapan benar-benar telah merampas sebagian besar keberanian mereka. Tak ada yang dapat mereka lihat di sana kecuali nyala api dari belasan lilin segel Pentagram yang di kelilingi oleh para murid SHS.

"Jailangkung-Jailangset. Di sini ada pesta. Pesta kecil-kecilan. Datang tak dijemput, pulang tak diantar." Hira kembali merapalkan mantranya, namun tak ada yang berubah dalam ruangan itu. Hanya kesunyian yang semakin mengendap kuat sajalah yang Helga tangkap.

"Mungkin, mantranya salah?" Baron berkata kala teman-temannya tengah bertanya-tanya dalam hati kenapa mantra itu seolah tidak berfungsi.

"Mana mungkin mantranya salah. Malam lalu, mantra itu yang kami bacakan." Laras menyela. Membuat keenam murid SHS saling beradu pandang.

"Semasa hidup, Cay Lan Gong merupakan keturunan Tionghoa. Mungkin saja dia bisa kita panggil dengan mantra dalam bahasanya? Mandarin, Hongkong, atau Tiongkok?" Kini giliran Arthur memberi usul.

Ernest berdehem. Mungkin ada benarnya apa yang Arthur katakan. Seraya mengingat-ingat bagaimana proses ritual memanggil arwah Poyang dan Moyang dalam tradisi Tiongkok dipanggil, Ernest mulai membacakan sebuah mantra. "Thai lam sin, thai lam fa ..., Pat nyet sip ng chiang nyi ha loi kau jit ja ..., oi loi tu loi, ng ho jit sin khi ngoi ngoi ..., oi hi tu hi, ng ho jit sin ta liong thi ..., cuk jap co son pun nyi cho, ten sim tham khiau pun nyi ko thai pa so si oi nyi nak, se pa so si oi nyi jung kim ci hiong cuk chiang nyi loi, kim ci hiong cuk chiang nyi con."


Hal yang sama terjadi. Tak ada yang berubah. Jailangkung yang berada di tengah-tengah mereka tak bergerak sedikitpun. Bahkan, Cakra yang sejak awal terus menggeram-geram tampak tak merespon sedikitpun mantra itu. Semua siswa yang kesurupan juga diam membisu. Jika begini, lantas bagaimana lagi cara mereka memulangkan Cay Lan Gong?

"Hong Hiyang Ilaheng, Hen Jagad Alusan Roh Gentayangan Ono'e Jelangkung Jaelengsat siro Wujud'e Ning kene, Ono Bolon'e Siro Wangsul Angslupo Yen Siro Teko Gaib Wenehono Tondo Ing Golek. Bubrah Hayo Enggalo Teko Pangundango, Hayo Ndang Angslupo Ing Rupo Golek Wujud ... Wujud ... Wujud!"

Dylan CS dibuat melotot, melihat boneka pemanggil roh di hadapan mereka bereaksi dengan mantra yang baru saja Helga rapalkan. Jailangkung itu bergetar hebat, disusul dengan Cakra yang mulai kembali bersuara. Menggeram-geram dengan tangannya yang mulai berusaha melepaskan diri dari jeratan cabang pohon bidara yang mengikatnya. Sulit dipercaya. Helga yang dianggap mereka tak begitu paham akan ritual yang sedang mereka lakoni, mendadak menjadi satu-satunya kunci pembuka gerbang gaib yang mereka tuju.

Tak ingin mengulur waktu lebih lama lagi. Untuk menyelamatkan banyak nyawa di gedung Sekolah SMK N 9 Yogyakarta tersebut, Dylan, Arthur, Ernest, Baron dan Hira ikut membuka suara. Membacakan kembali mantra yang tadi Helga rapalkan.

"Hong Hiyang Ilaheng, Hen Jagad Alusan Roh Gentayangan Ono'e Jelangkung Jaelengsat siro Wujud'e Ning kene Ono Bolon'e Siro Wangsul Angslupo Yen Siro Teko Gaib Wenehono Tondo Ing Golek Bubrah Hayo Enggalo Teko Pangundango Hayo Ndang Angslupo Ing Rupo Golek Wujud ... Wujud ... Wujud!"

Semua orang tampak tegang ketika bait demi bait mantra sihir itu dibacakan. Semua netra terkunci pada satu objek. Hal yang sama pun dilakukan oleh Galih. Namun semakin banyak mantra itu diucapkan, semakin aneh pula perasaan yang membuat jantungnya berdegup cepat. Meski nyatanya Cakra yang ia tatap hanya diam duduk di sebuah kursi yang memenjarakannya ; dengan mata yang masih ditutup ikatan kain putih. Akan tetapi entah bagaimana, Galih merasa Cakra tengah tersenyum menyeringai ke arahnya. Seiring semakin cepatnya ritme pemanggil roh itu menggema, Galih dapat semakin jelas melihat bayangan sosok lain seolah mulai terpisah dari tubuh Cakra yang mengerang juga bergetar hebat.

Meski takut, namun indera pengelihatan Galih seakan terkunci. Pandangannya tak lagi dapat pemuda itu kendalikan. Netranya hanya terpaku pada sosok makhluk astral menyeramkan yang kini semakin jelas saja bagaimana wujudnya. Kedua tangan Galih yang semula hanya diam di sisi kiri dan kanan tubuhnya, beralih memeluk kedua lututnya yang Galih tekuk.

"Galiiih ...."

Sepasang mata pemuda berkulit sawo matang itu terbuka lebar. Kala ia menangkap suara seseorang berbisik memanggil namanya. Untuk memastikan suara siapa itu, Galih menoleh ke samping. Mengamati satu demi satu raut wajah teman-temannya. Namun nihil. Tak ada satupun dari mereka yang baru saja mengatupkan mulut mereka. Baik kedua sepuh di Sekolahnya, Sultan, Adi, Banyu atau Laras juga yang lainnya justru tampak serius mengikuti hitmatnya ritual gaib tersebut. Jika suara itu bukan berasal dari mereka, lantas suara siapa itu?

"Kowe, makananku. Aku pasti bakal gawa kowe mulih."

Mendengar suara itu muncul kembali, Galih tercekat. Perlahan, sepasang netranya kembali ia alihkan ke arah depan. Dan bertepatan dengan Cakra yang tertunduk lemas tak sadarkan diri di kursinya, sosok astral yang memiliki tubuh sangat kurus namun memiliki kepala berukuran besar itu bangkit berdiri, bergerak perlahan meninggalkan tubuh Cakra yang selama ini menjadi persemayamannya.

"Ti-tidak! Ja-jangan makan aku!" seru Galuh ketika sosok itu menatapnya. Lalu secara perlahan membuka mulutnya.

Meski dengan langkah yang terpatah-patah, Galih dapat melihat dengan jelas sosok itu hendak menghampirinya. Ketakutan kian merayap membalut tubuhnya saat sosok itu semakin lebar saja membuka mulutnya. Galih menyembunyikan wajahnya di antara kedua kakinya yang ia tekuk, namun hal itu tak menyusutkan niat makhluk astral itu untuk mendatanginya. Alih-alih kembali masuk ke dalam boneka Jailangkung yang telah disediakan, sosok itu justru berjalan melewatinya begitu saja.

"Kowe moal bisa kabur kading aku, Galih!" Sosok itu kembali berbicara namun kali ini, jemarinya yang tampak sudah menjadi tulang belulang itu menarik sedikit demi sedikit sebuah benang berwarna merah yang entah sejak kapan menyambung dengan pergelangan tangan Galih yang terluka. Merasa dirinya terancam bahaya, Galih yang tengah dikuasai ketakutan itu mengangkat wajahnya.

"Tetap di tempatmu. Kendalikan rasa takutmu." lirih Helga yang sedari tadi mengawasi, berusaha memperingati Galih. Sayangnya, pemuda itu tak mengindahkan ucapan Helga. Karena di detik berikutnya, Galih memutuskan untuk melompat keluar dari garis aman yang telah ia buat untuk menjaga keberadaan Laras CS berikut guru mereka.

"Aaaa ..., ndak! Aku ndak mau mati!" Galih berlari sekencang mungkin menuju pintu keluar Aula. Namun benang panjang berwarna merah yang secara gaib terikat di pergelangan tangannya seolah menjeratnya.

"Gggrrrahhhh!!!" Makhluk itu mengeluarkan suara nyaring yang memekakan gendang telinga.

Bak seekor Monster yang hendak memulai perburuannya, makhluk astral itu semakin lebar saja membuka mulutnya yang memiliki banyak lendir hitam di dalamnya. Meski tengah berlari, Galih yang sempat menoleh ke belakang untuk mengukur jaraknya, dapat melihat sosok itu membuka mulutnya yang seperti mulut seekor buaya tersebut. Bahkan ukuran tubuh makhluk astral bermata merah itu  sampai tertutup oleh mulut sendiri yang juga menunjukan deretan gigi runcingnya.

Meski segel pentagram tampak dapat menghalau langkah Cay Lan Gong untuk mengejar mangsanya, namun tak menyurutkan nafsu makhluk astral itu yang sudah terlanjur menginginkan Galih untuk menjadi santapannya. Sosok gaib itu tampak berpikir sejenak kala melihat cahaya oranye berbentuk bintang yang mengurungnya tak dapat ia tembus.

Galih yang berusaha keras menyelamatkan diri pun dibuat semakin frustasi melihat Cay Lan Gong kini menyeringai, dengan jemari dari sosok itu yang terus menggulung benang merah yang terulur panjang menjerat lengan Galih. Meski sudah berulang kali mencoba untuk melepaskan ikatan di tangannya, namun Galih tetap tak dapat melakukannya. Ikatan benang merah itu bak sebuah pantulan hologram yang hanya dapat dilihat akan tetapi tak dapat disentuhnya.

"Ck! Arrgh!" Galih menggeram kesal atas usahanya yang gagal. Galih yang terkait benang gaib tersebut seolah hanya berlari di tempat. Bahkan kini pemuda itu justru terlihat berlari mundur. Berjalan semakin dekat dan sangat dekat dengan makhluk astral menyeramkan yang terkurung dalam segel pentagram raksasa tersebut.

Niatannya untuk melarikan diri dari permainan yang membahayakan nyawanya itu tak membuahkan hasil. Mangsa ya mangsa. Sebuah makanan memang sejak awal dibuat memang untuk dimakan. Dan ketentuan itu tak dapat berubah. Penyesalan mulai meremas dada Galih. Membuatnya semakin sulit saja untuk mengambil napas. Andai saja ia tak mengusulkan hal gila ini. Andai saja Galih tak memulainya. Andai ia tak terluka saat proses pemanggilan Jailangkung sedang berlangsung. Mungkin semua takkan berakhir seperti ini. Kini, yang terbesit dalam benak Galih hanyalah perkataan Dylan yang menyuruh teman-temannya untuk pasrah juga mempersiapkan diri. Karena kemungkinan besar, mereka akan kehilangan satu orang teman. Dan satu orang itu sudah pasti dirinya. Galih.

"Aaaarrgghh!!!"

Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

25.9K 2.6K 30
[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 7 Ziva dan Raja mendadak harus dihadapkan oleh masalah besar usai pernikahan Mika dan Santi terselenggara. Pengi...
43.8K 1.7K 200
Not the romance stories, but these are just my unspoken feelings. You may read it or not. :)
134K 10.5K 75
[COMPLETED] Kepindahan Dinda ke rumah baru yang baru saja selesai dibangunnya membawa kenangan masa remaja yang luar biasa menyenangkan. Pasalnya, li...
87.2K 10.6K 68
A bunch of one shoot story with my fave ship